BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal mencapai keinginan (Kelliat, 1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini jika tidak segera ditanggulangi sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat. Beberapa tanda- tanda harga diri rendah yaitu rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial, kurang percaya diri kadang sampai mencederai diri sendiri (Townsend, 1998). Mengacu pada data WHO, prevalensi (angka kasakitan) penderita skizofrenia sekitar 0,2 – 2%. Sedangkan insiden atau kasus baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan dibiarkan berkeliaran di jalanan, atau bahkan dipasung. Sementara jumlah penderita gangguan jiwa ringan dan sedang juga terus meningkat. Diperkirakan, 20 – 30% dari populasi penduduk diperkotaan mengalami gangguan jiwa ringan dan berat. Untuk penderita depresi, awalnya banyak yang mengeluhkan gangguan fisik. Yang membahayakan depresi masih dianggap sebagai bentuk kesedihan biasa yang normal. (Hanoman, 2008) Dari data jumlah pasien gangguan jiwa diindonesia terus bertambah. Data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) di seluruh indonesia menyebutkan hingga kini jumlah
penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Kenaikan jumlah penderita gangguan jiwa terjadi disejumlah kota besar. Di RS Jiwa Pusat Jakarta, misalnya tercatat 10.074 kunjungan pasien gangguan jiwa pada 2006, meningkat menjadi 17.124 pasien pada 2007. Sedangkan di RSJ Sumut, Medan, jumlah pasien bahkan meningkat hingga 100% dibandingkan tahun- tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70- 80 penderita untuk rawat jalan. Sementara pada tahun 2006- 2007, RSJ Sumut hanya menerima 25- 30 penderita per hari. Untuk penanganan masalah kejiwaan di Indonesia, Depkes sudah menyiapkan tenaga psikiater 600 orang. Sebanyak 80% dari jumlah tenaga itu berada dijawa, tepatnya dikota Jakarta yang mencapai 50%. Distribusi ini belum merata, oleh karena itu dilakukan pelatihan pada dokter umum untuk meningkatkan kapasitas kemampuan di daerah- daerah. (Aimanullah, 2008) Masalah gangguana kejiwaan kini tidak biasa dipandang sebelah mata lagi. Kemiskinan dan impitan ekonomi yang melanda Indonesia belakangan ini menimbulkan banyak penderita gangguan jiwa ringan hingga berat. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan 14,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. Kondisi ini semakin diperkuat melalui aneka bencana alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. (Aimanullah, 2008) Guna mengatasi masalah gangguan jiwa, bukan hanya dengan penyembuhan secara fisik ketika penderita itu dirawat di Rumah Sakit, melainkan juga butuh penanganan secara preventif, primotif, terapi, terianostik, serta rehabilitasi. Yang
terjadi selama ini, penanganan hanya secara medis, yakni perawatan terhadap penderita yang sudah mengalami gangguan jiwa berat di Rumah Sakit Jiwa. Sedangkan gangguan ringan bisa diatasi lewat konseling rutin ke dokter umum yang ada dipuskesmas atau spesialis jiwa. Ciri- ciri gangguan kesehatan jiwa ringan yang bisa dideteksi sejak dini, misalnya seperti seseorang yang tiba- tiba bertingkah diluar kebiasaan seperti kerap bengong, suka marah berlebihan, malas beraktifitas, atau menyendiri dikamar. Faktor- faktor yang menyebabkan gangguan jiwa umumnya adalah faktor biologis dan faktor dari luar. (Gracia Liana, 2009) Menurut studi pendahuluan selama 3 bulan terakhir diruang graha citro anggodo Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amini Gondo Hutomo didapatkan data dad 90 pasien. Dengan presentase 53,3% pasien dengan resiko perilaku kekerasan, 18,8% pasien dengan halusinasi, 10% pasien dengan menarik diri, 6,7% pasien dengan harga diri rendah, 10% pasien dengan waham dan 1,2% pasien dengan logore (banyak ngomong) dengan lama perawatan rata- rata 3 minggu sampai 4 minggu. Dari hasil sensus diatas diruang Graha Citro Anggodo banyak ditemukan pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan, dengan penyebab utamanya yang mendasari masalah- masalah yang muncul tersebut adalah harga diri rendah. Dalam hal ini penulis mengambil kasus harga diri rendah dikarenakan masalah- masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius itu dimulai dari harga diri rendah. Kasus ini juga dapat memberikan gambaran bagaimana seseorang mengalami gangguan pada konsep dirinya yaitu harga diri rendah dan dampak apa saja yang bisa ditimbulkan jika masalah tersebut tidak teratasi.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah diruang graha citro anggodo Rumah Sakit Jiwa Dearah Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. 2. Tujuan Khusus Menggambarkan permasalahan yang muncul pada pasien selama memberikan asuhan keperawatan gangguan konsep diri harga diri rendah dan berusaha menyelesaikan masalah tersebut : a. Menggambarkan hasil pengkajian keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah. b. Mendiskripsikan hasil pengkajian data yang diperoleh pada pasien dengan harga diri rendah. c. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah. d. Mendiskripsikan intervensi pada pasien dengan harga diri rendah. e. Mendiskripsikan implementasi dan evaluasi pada pasien dengan harga diri rendah.
C. Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data oleh penulis adalah : 1. Metode interview yaitu melakukan pengumpulan data dengan cara tanya jawab dan
interaksi langsung ke klien, perawat, dokter serta tim kesehatan lainnya
dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. 2. Metode observasi partisipasi aktif yaitu penulis melakukan pengamatan dan turut serta dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan pada klien dengan harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. 3. Studi dokumentasi yaitu penulis melakukan pengumpulan data dengan mempelajari catatan medik dan hasil pemeriksaan yang ada. 4. Studi literatur yaitu mengambil beberapa penilaian dan pemikiran yang penulis ambil dari buku- buku yang ada kaitannya dengan materi yang berhubungan dengan harga diri rendah.
D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika dari penulisan karya tulis ilmiah ini ada V(lima) Bab yaitu, Bab I (satu) meliputi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II (dua) Berisi tentang konsep dasar yang berisi tentang pengertian, komponen konsep diri, rentang respon konsep diri, faktor predisposisi, Stresor pencetus, tanda dan gejala, mekanisme koping, Etiologi, Akibat, pohon, masalah, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan setrategi pelaksanaan tindakan keperawatan. Bab III (tiga) Berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien meliputi
pengkajian, analisa data, daftar masalah
keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi. Bab IV (empat) Berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara teori dan fakta yang ada mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Bab V (lima) Berisi tentang kesimpulan dan saran – saran tentang kasus yang dibahas dan dapat menjadi pemikiran selanjutnya.