BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini masyarakat memiliki mobilitas yang tinggi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Untuk mendukung mobilitas tersebut dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai alat transportasi yang ada, transportasi udara merupakan alat tranportasi yang mendukung mobilitas masyarakat karena lalu lintas udara bebas hambatan sehingga memungkinkan transportasi udara lebih cepat dari sarana transportasi yang lain. Disamping itu kelebihan transportasi udara sangat berhubungan dengan produktivitas manusia, karena tingginya tingkat mobilitas itu menandakan produktivitas yang positif.1 Transportasi udara dewasa ini mengalami perkembangan pesat, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani jasa penerbangan ke berbagai rute penerbangan baik domestik maupun internasional. Perusahaan-perusahaan yang melayani jasa transportasi udara untuk domestik diantaranya Garuda, Merpati, Sriwijaya, Mandala, Lion Air dan lain-lain. Sedangkan beberapa perusahaan transportasi udara internasional diantaranya adalah : Egypt Air , Jordan Aviation, RAK Airways, Oman Air, dan British Airways dari Inggris, 1
M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Bogor, Ghalia Indonesia, 2007, hal 2.
1
Malaysia Airlines, Thai Airways, Emirates, Turkish Airlines, Etihad Airways, All Nippon Airways, Cathay Pacific Airways, Singapore Airlines, Asiana Airlines dan Qatar Airways. Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi menguntungkan bagi para penumpang yang menggunakan jasa transporatsi udara karena akan banyak pilihan. Untuk mendapatkan penumpang, perusahaan maskapai penerbangan baik domestik dan asing saling bersaing untuk menarik penumpang sebanyak- banyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus. Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan (service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan (maintenance) pesawat sehingga rawan terhadap kualitas layanan, keselamatan penerbangan dan akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen2. Dampak lain dari persaingan tersebut adalah kualitas layanan, khususnya layanan atas perawatan pesawat untuk menghindari terjadinya kecelakaan pesawat terbang3. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak penumpang atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang merupakan 2
E. Saefullah Wiradipradja, 2006, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 5-6 3 Wagiman, 2006, Refleksi dan Implemantasi Hukum Udara: Studi Kasus Pesawat Adam Air, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 13
2
manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah “prestasi”4. Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barangbarang yang berada dibawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuanketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban para pihak tersebut biasanya dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan. Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar ongkosnya5. Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau 4
Prestasi dalam hukum perjanjian adalah pelaksanaan dari isi perjanjian yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Menurut hukum di Indonesia ada beberapa model prestasi antara lain; memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. 5 R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Adity, Bandung, hal. 69
3
maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai kompensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaraan pengangkutan dari penumpang. Pihak pengangkut sebagai penyelenggara mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pengguna jasanya. Karena secara hukum penumpang jasa angkutan udara dilindungi, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dapat dilihat dalam Pasal 141 sampai 149 mengenai tanggungjawab pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo. Diteruskan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara yang mengatur ketentuan tentang besaran ganti kerugian yang ditanggung pihak pengangkut, apabila kesalahan atau kelalaian terhadap penumpang angkutan udara disebabkan oleh kesalahan dari pihak pengangkut. Menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 77 Tahun 2011, keterlambatan terdiri dari: a. Keterlambatan penerbangan (flight delayed); b. Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger); dan c. Pembatalan penerbangan (cancelation of flight).
Dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed) pada angkutan penumpang yang dimaksud Pasal 9 huruf a Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 77 Tahun 2011 di atas, pengangkut (maskapai penerbangan) bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh penumpangnya. Ganti rugi yang wajib diberikan oleh maskapai penerbangan kepada penumpang sebelumnya telah diatur dalam Pasal
4
36 Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara yaitu: a. Keterlambatan lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 90 (sembilan puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan; b. Keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang atau malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan angkutan udara niaga berjadwal lainnya, apabila diminta oleh penumpang; c. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang atau malam dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.
Kemudian, pemerintah melengkapi ketentuan ganti rugi dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 10, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 77/2011, sebagai berikut: a. b.
c.
Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang; Diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara; Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.
5
Ketentuan peralihan dari Peraturan Menteri Perhungan Nomor : PM 77 Tahun 2011 tidak menyatakan tidak berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008, sehingga keduanya tetap berlaku. Hanya saja, ketentuan ganti kerugian yang diatur Peraturan Menteri Perhungan Nomor : PM 77 Tahun 2011, baru mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan atau tiga bulan sejak tanggal 8 Agustus 2011. Dalam beberapa kondisi penumpang berhak dipindahkan ke penerbangan lain (mendapat tiket penerbangan lain), selain mendapatkan makanan dan minuman. Ganti kerugian yang diberikan kepada penumpang dibutuhkan oleh penumpang angkutan udara, dalam rangka meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, serta kemandirian penumpang angkutan udara itu sendiri untuk melindungi dirinya, serta mengembangkan sikap dan perilaku usaha yang bertanggungjawab atas sedikit kesalahan yang sebenarnya tidak diinginkan untuk terjadi oleh siapapun. Namun dalam praktek kegiatan transportasi udara sering kali pengangkut tidak memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan “wanprestasi”6. Beberapa kasus atau fakta yang dapat dikategorikan sebagai bentuk wanprestasi oleh pengangkut adalah tidak memberikan keselamatan dan keamanan penerbangan kepada penumpang yaitu, berupa terjadinya kecelakaan pesawat yang
6
Wanprestasi merupakan suatu keadaan dimana debitur (orang berhutang) tidak melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya terhadap kreditur sesuai dengan yang telah diperjanjikan
6
mengakibatkan penumpang meninggal dunia dan/atau cacat, penundaan penerbangan atau “delay”, keterlambatan, kehilangan atau kerusakan barang bagasi milik penumpang, pelayanan yang kurang memuaskan, informasi yang tidak jelas tentang produk jasa yang ditawarkan dan lain-lain. Dari hasil penelitian dan pantauan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN)7 tercatat sekitar tujuh maskapai penerbangan yang kerap dikeluhkan konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah :Airasia, Lion Air, Garuda, Sriwijaya Air, Mandala dan terakhir Batavia Air. Sering terjadinya pengaduan penumpang dalam berbagai bentuk seperti penundaan jadwal penerbangan tanpa pemberitahuan, kehilangan barang di bagasi, tiket hangus, tempat duduk, menolak booking lewat telepon, serta pengaduan lainnya seperti barang di bagasi ditelantarkan, pembatalan tiket (refund), sikap pramugara dan pramugari, keamanan dan kebersihan yang menandakan bahwa pihak pengangkut udara belum optimal dalam memberikan pelayanan kepada penumpang dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap permasalahan tersebut8. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas penerapan tanggungjawab pengangkut udara melalui Peraturan Menteri Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 belum berjalan efektif, untuk itu 7
http://www.majalahkonstan.com, diunduh tanggal 3 Juni 2014 Ridwan Khairandy, 2006, Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 20-21 8
7
perlu dilakukan upaya agar penumpang memperoleh kepastian hukum dalam hal pertanggungjawaban dari pengangkut udara.
B.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yang akan
diteliti dalam penelitian ini yaitu: 1.
Bagaimana Implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara Menurut Perspektif Penumpang ?
2.
Mengapa Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara tidak efektif ?
3.
Bagaimanakah peraturan hukum yang ideal guna menjamin implementasi tanggungjawab pengangkut angkutan udara di Indonesia ?
C. 1.
Tujuan Penelitian Tujuan Subjektif a.
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama mengenai teori-teori yang telah penulis peroleh dalam perkuliahan.
b.
Untuk memperoleh data dan pengetahuan sebagai hasil penelitian untuk menjawab permasalahan
yang ada dalam
rangka memudahkan
penyusunan penulisan hukum, untuk memenuhi persyaratan dalam
8
meraih gelar Magister Hukum, serta untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu hukum.
2.
Tujuan Objektif a.
Untuk mengetahui Implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011, Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara menurut Perspektif Penumpang.
b.
Untuk mengetahui Efektivitas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011.
c.
Untuk mengetahui Peraturan hukum yang ideal guna menjamin implementasi tanggung jawab pengangkut angkutan udara di Indonesia.
D.
Manfaat Penelitian Dalam membahas tesis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum bisnis yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut angkutan udara dalam hal Efektivitas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
9
Tahun 2011 sebagaimana disempurnakan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara. 2.
Manfaat Praktis Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan udara, antara lain: a.
Pemerintah selaku regulator dalam kegiatan pengangkutan udara khususnya
dalam
rangka
penyusunan
kebijakan
pemberdayaan
konsumen. b.
Perusahaan atau maskapai penerbangan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam rangka memberikan pelayanan kepada penumpang transportasi udara.
c.
Konsumen yang menggunakan jasa transportasi udara dapat dijadikan pedoman atau rujukan dalam mempertahankan hak-hak penumpang sebagai konsumen dalam rangka pemberdayaan konsumen yang mandiri.
d.
Kalangan akademisi yang berminat terhadap kajian hukum perlindungan dapat dijadikan bahan informasi awal dalam melakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam.
10
e.
Bagi Penulis sendiri adalah untuk menambah wawasan keilmuan bidang hukum terutama berkenaan dengan hukum pengangkutan dan hukum perlindungan konsumen.
E.
Keaslian Penelitian Tesis dengan judul “Efektivitas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara berdasarkan Perspektif Penumpang” sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan. Hal ini berdasarkan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, perpustakaan kampus lainnya dan internet, tesis ini belum pernah ada yang meneliti, karena hal ini merupakan objek yang menarik dan berguna untuk diteliti dan dibahas lebih jauh. Setelah melakukan penelusuran pada Perpustakaan Fakultas Hukum, dan Internet, penulis menemukan dua penelitian yang relevan dengan penulis lakukan diantaranya: 1.
Penelitian dilakukan oleh Ryan Asprimagama9 dengan judul “Implementasi Tanggungjawab Pengangkut Mengenai Ganti Kerugian Atas Keterlambatan Angkutan Udara Pada Bandar Udara Temindung Samarinda”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keterlambatan angkutan udara pada Bandara Temindung Samarinda dan 9
Ryan Asprimagama, 2013, Implementasi Tanggung Jawab Pengangkut Mengenai Ganti Kerugian Atas Keterlambatan Angkutan Udara Pada Bandar Udara Temindung Samarinda, Naskah Publikasi,Fakultas Hukum Universitas Mulawarman¸ Kalimantan Timur
11
bagaimana implementasi tanggungjawab pengangkut mengenai
ganti
kerugian atas keterlambatan angkutan udara pada Bandara Temindung Samarinda. Dengan metode penelitian normatif empiris, pendekatan penelitian yang digunakan yaitu yuridis sosiologis, diketahui bahwa faktor yang seringkali menyebabkan terjadinya keterlambatan angkutan udara pada Bandar Udara Temindung Samarinda adalah faktor cuaca buruk yang terjadi di propinsi Kalimantan Timur pada umumnya dan kota Samarinda khususnya, yang mana tingkat perubahan cuacanya sangat ekstrim. Adapun faktor lainnya yang menyebabkan keterlambatan angkutan udara karena faktor tidak adanya pesawat yang menginap pada Bandar udara Temindung dikarenakan kurangnya fasilitas. Selain itu diketahui bahwa Implementasi ganti kerugian atas keterlambatan angkutan udara pada Bandar Udara Temindung berjalan cukup lancar dan optimal, setiap keterlambatan yang disebabkan oleh kesalahan pengangkut selalu diberikan ganti kerugian baik keterlambatan penerbangan, tidak terangkutnya penumpang dikarenakan alasan kapasitas pesawat, dan pembatalan penerbangan diberikan ganti kerugian yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 jo Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara. Tidak ada pembedaan pemberian ganti kerugian antara penerbangan perintis maupun komersial
12
selama penerbangan tersebut masih berada dalam ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa penulis melakukan penelitian tentang Efektivitas Peraturan Menteri Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara berdasarkan Perspektif Penumpang, sedangkan Ryan Asprimagama meneliti tentang Implementasi Tanggungjawab Pengangkut Mengenai Ganti Kerugian Atas Keterlambatan Angkutan Udara Pada Bandar Udara Temindung Samarinda, sehingga penelitian yang dilakukan penulis lebih luas dibandingkan dengan penelitian Ryan Asprimagama yang hanya mencakup obyek penelitian di Bandar Udara Temindung Samarinda. 2.
Penelitian dilakukan oleh Andrian Hidayat Nasution10, dengan judul “Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan). Tujuan penelitian diantaranya adalah untuk mengetahui faktor penyebab dari keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara, untuk mengetahui sejauh apa penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 10
Muhammad Fikry Yonesyahardi, 2014, Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai Liberalisasi Pelabuhan Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran (Studi Kasus: PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Fakultatas Hukum Universitas Indonesia, 2012 diunduh dari http://lontar.ui.ac.id / tanggal 11 Februari 2014
13
Tahun 2011 di dalam upaya mengatur tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara dan untuk mengetahui tindakan maskapai penerbangan sebagai pengangkut atas keterlambatan dan pembatalan jadwal keberangkatan yang dialami penumpang. Penelitian ini menggunakan hukum normatif yaitu melakukan suatu kajian terhadap peraturan perundang-undangan serta bahan– bahan hukum yang berkaitan. Hasil penelitian menyatakan bahwa peristiwa keterlambatan dan pembatalan penerbangan ini pada dasarnya tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, karena apabila penyebabnya adalah faktor cuaca yang buruk maka hal tersebut berada di luar kemampuan pihak maskapai penerbangan untuk mencegahnya. Tentang penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 jo Peraturan Menteri Perhungan Nomor Nomor 92 Tahun 2011 tentang tanggungjawab pengangkut angkutan udara, pihak PT. Sriwijaya Air telah menjalankan peraturan tersebut sebagaimana mestinya serta telah melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya kepada penumpang sesuai dengan ketentuan peraturan yang dimaksud. Namun demikian, diperlukan kesadaran dari masing-masing pihak dalam mewujudkan suatu kegiatan penerbangan yang efektif dalam rangka memajukan dunia transportasi di Indonesia. Perbedaaan penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu ruang lingkup penelitian. Pada penelitian diatas hanya menyangkut tanggungjawab atas keterlambatan dan pembatalan Jadwal keberangkatan Penumpang Angkutan Udara dengan Studi
14
Pada PT. Sriwijaya Air Medan. Sedangkan pada penelitian yang penulis lakukan mencakup seluruh tanggungjawab pengangkut angkutan udara baik terhadap penumpang, pengirim barang maupun pihak ketiga. Kerugian yang diakibatkan dari keterlambatan dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara hanyalah salah satu komponen yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan pengangkut udara yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab
Pengangkut
Angkutan
Udara
sebagaimana
disempurnakan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92/2011.
15
telah