BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Permasalahan Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyaratan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.1 Arsip yang tercipta di suatu organisasi merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Keberadaan arsip sangat penting bagi organisasi agar kegiatan organisasi dapat terlaksana dengan baik dan kelangsungan hidup organisasi tersebut dapat tetap terjaga. Selain itu, arsip juga dapat memberikan data yang diperlukan
pimpinan
sebagai
bahan
dalam
melaksanakan
fungsi
kepemimpinannya, yaitu dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan.2 Arsip yang masih digunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun kelangsungan hidup organisasi dikategorikan sebagai arsip dinamis. Arsip dinamis digolongkan menjadi dua macam yaitu:
1
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Bab 1, Pasal
1 (2). 2
Durotul Yatimah, Kesekretarisan Modern dan Administrasi Perkantoran (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 185.
2
1) Arsip aktif adalah arsip yang secara langsung dan terus-menerus diperlukan dan digunakan dalam penyelenggaraan administrasi seharihari serta masih dikelola oleh Unit Pengolah. 2) Arsip inaktif adalah arsip yang tidak secara langsung dan tidak terusmenerus diperlukan dan digunakan dalam penyelenggaraan administrasi sehari-hari serta dikelola oleh Pusat Arsip.3 Arsip yang tercipta dikatakan masih aktif apabila digunakan secara terus-menerus minimal 12 kali dalam jangka waktu satu tahun. Arsip yang dikategorikan sebagai arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya minimal hanya 5-6 kali dalam satu tahun. Salah satu contoh arsip inaktif yaitu arsip mengenai pembelian bahan baku yang sudah dibayar pada tahun anggaran yang lalu.4 Arsip yang tercipta di suatu organisasi tidak terlepas dari kegiatan yang dilakukan oleh tiap-tiap unit kerja seperti Bagian Tata Usaha yang salah satu unitnya adalah Subbagian Keuangan. Subbagian Keuangan menciptakan arsip yang berhubungan dengan administrasi keuangan. Arsip keuangan berkaitan dengan pengelolaan keuangan mulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan pertanggungjawaban. Arsip keuangan bermacam-macam jenisnya, salah satunya adalah arsip tentang pelaksanaan anggaran yang berisi kegiatan belanja organisasi. Bukti kegiatan belanja ini berupa Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Arsip keuangan yang masih aktif disimpan di Subbagian Keuangan dan jika sudah mencapai masa inaktif dipindahkan ke unit kearsipan organisasi. Hal
3
Basir Barthos, Manajemen Kearsipan Untuk Lembaga Negara, Swasta, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 4. 4
Badri Munir Sukoco, Manajemen Administrasi Perkantoran Modern (Surabaya: Erlangga, 2007), hlm. 84.
3
ini sesuai dengan pernyataan Smith yang menyatakan these records must be transferred from the active files in the departments or in the central file area to an inactive storage center.5 Pemisahan tempat penyimpanan antara arsip keuangan yang masih aktif dan arsip keuangan yang sudah inaktif bertujuan: 1. Agar tempat penyimpanan arsip aktif dapat longgar untuk menyimpan arsip-arsip baru, dan 2. Pengawasan terhadap arsip inaktif keuangan dapat dilakukan secara maksimal. Arsip inaktif keuangan yang sudah dipindahkan ke unit kearsipan segera diproses agar tidak terjadi penumpukan. Apabila penumpukan terjadi, arsip tersebut akan mengalami kerusakan atau bahkan hilang. Selain itu, jika arsip tersebut di kemudian hari dibutuhkan akan kesulitan dalam penemuannya karena kondisi arsip yang masih menumpuk di ruang penyimpanan. Pengolahan arsip inaktif keuangan dilakukan mengingat informasi yang terkandung dalam arsip keuangan tersebut dibutuhkan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu, arsip keuangan yang sudah mencapai masa inaktif perlu diolah dengan baik agar bahan pertanggungjawaban tersebut dapat terjaga kelangsungan hidupnya. Salah satu lembaga yang menarik untuk dijadikan tempat praktik bagi penulis adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta. Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta
5
Milburn D Smith, Information and Records Management (Amerika: Greenwood Press, 1986), hlm. 157.
4
mempunyai visi mewujudkan dan membentuk masyarakat Yogyakarta menjadi masyarakat yang agamis dan berbudaya. Dalam mewujudkan visinya, lembaga ini dibantu oleh beberapa unit kerja dan salah satunya adalah Bagian Tata Usaha yang membawahi Subbagian Keuangan. Lembaga ini banyak menciptakan arsip keuangan yang harus dikelola. Akan tetapi karena berbagai faktor, pengolahan arsip keuangan yang sudah dikategorikan inaktif belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana prosedur pengolahan arsip inaktif keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogykarta? 2. Sistem penyimpanan apakah yang digunakan untuk menyimpan arsip inaktif keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta? 3. Solusi yang diambil untuk kendala yang dihadapi pada saat tahap pengolahan arsip inatif keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istiwema Yogyakarta? B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan oleh penulis memiliki tujuan yaitu untuk: 1. Mengetahui kondisi arsip, ruang penyimpanan, pengorganisasian arsip inaktif, dan sarana prasarana untuk pengolahan arsip inaktif keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta.
5
2. Mengetahui prosedur pengolahan arsip inaktif keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DIY. 3. Mengetahui kendala yang dialami pada saat tahap pengolahan arsip inaktif keuagan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DIY. C. Tinjauan Pustaka Sumber pustaka yang dijadikan sebagai bahan acuan dalam penulisan ini adalah buku Basir Barthos yang berjudul Manajemen Kearsipan untuk Lembaga Negara, Swasta, dan Perguruan Tinggi terbitan Bumi Aksara, Jakarta, tahun 2013. Pokok bahasan yang berkaitan dengan pengolahan arsip inaktif ada pada Bab V dan VI. Pada Bab V buku ini menjelaskan tahap-tahap penanganan arsip inaktif meliputi pendaftaran arsip melalui kegiatan survei, pembuatan daftar ikhtisar arsip, penyusuan rencana penanganan dan penataan kembali arsip inaktif tersebut. Tahap selanjutnya yaitu melakukan pendaftaran kembali arsip inaktif yang terbagi menjadi dua tipe yaitu pendaftaran kembali arsip inaktif kacau dan pendaftaran arsip inaktif teratur. Pada Bab VI dijelaskan mengenai persiapan yang harus dilakukan dalam pembuatan daftar arsip inaktif yaitu dengan membersihkan arsip, mempersiapkan kertas pembungkus, mempersiapkan boks, dan label. Proses pembuatan daftar arsip inaktif dimulai dengan pemilahan arsip, pengelompokkan arsip per kurun waktu, pengelompokkan per tahun, kemudian mengelompokkan per bulan, pembagian arsip menjadi kelompok yang tidak lebih dari 91/2 cm, melakukan pembungkusan, penempelan label pada kertas pembungkus, dan pencatatan arsip pada daftar yang telah disediakan, serta mengetik daftar arsip inaktif tersebut.
6
Buku kedua adalah karya Badri Munir Sukoco berjudul Manajemen Administrasi Perkantoran Modern diterbitkan oleh Erlangga, Jakarta, tahun 2007. Pembahasan mengenai pengolahan arsip inaktif ada di Bab VI dan Bab VII. Pada Bab VI, Badri Munir Sukoco menjelaskan bahwa arsip inaktif atau dokumen inaktif adalah dokumen jangka panjang dan dokumen semi aktif yang hanya digunakan minimal 5 kali dalam setahun seperti berkas karyawan yang sudah pensiun, pembelian bahan baku yang sudah dibayar pada tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen lain yang sudah berlalu. Pada Bab VII, dijelaskan pula mengenai kriteria peralatan yang digunakan untuk menyimpan arsip yaitu harus mempertimbangkan jenis dokumen yang akan disimpan (kertas, kartu, audiovisual, elektronik, dan lain-lain), pelayanan di berbagai lokasi dan cepat dalam proses penemuan kembali, ruang penyimpanan arsip yang dapat dijangkau dan sesuai kapasitas arsip yang disimpan, tenjaminnnya kemananan informasi arsip yang disimpan, biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli peralatan tersebut, biaya operasional penyimpanan seperti SDM dan ruang penyimpanan, serta jumlah pengguna yang mengakses arsip tersebut. Badri Munir Sukoco juga menjelaskan perencanaan pembangunan ruangan harus mampu mengampu berat dokumen yang akan disimpan dan peralatan penyimpanan dengan biaya yang seefisien mungkin. Buku karya Milburn D Smith yang berjudul Information and Records Management terbitan Greenwood Press tahun 1986. Buku Milburn D Smith ini menjelaskan bahwa arsip yang sudah memasuki masa inaktif dapat segera dipindahkan atau disimpan ke records center karena alasan hukum dan bahan
7
referensi. Ruang penyimpanan arsip inaktif harus dirancang sesuai standar dan memperhatikan kecepatan dalam proses penemuan kembali arsipnya. Setiap perusahaan atau organisasi harus menentukan ruang penyimpanan arsip inaktif agar arsip inaktifnya tetap terjaga keamanannya tanpa melupakan kenyamanan dan biaya ruang. Ruang penyimpanan arsip inaktif menurut Milburn D Smith dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu ruang penyimpanan yang terletak di organisasi atau perusahaan dengan memanfaatkan ruang kantor yang tidak terpakai, membangun ruang penyimpanan arsip inaktif di sekitar lingkungan organisasi atau perusahaan, dan menggunakan jasa records center komersial. Penyimpanan arsip inaktif dimaksudkan agar arsip-arsip inaktif dapat terjaga keamanannya untuk membantu kelancaran kegiatan organisasi dan membantu dalam memberikan bahan referensi. Selain itu, Milburn D Smith
juga
menjelaskan mengenai pembuatan jadwal retensi arsip yang digunakan sebagai pedoman dalam menentukan masa simpan dan nasib akhir arsip tersebut. Buku lain yang dijadikan sebagai pendukung buku pertama dan buku kedua adalah karya Durotul Yatimah terbitan Pustaka Setia Bandung tahun 2009 yang berjudul Kesekretarisan Modern dan Administrasi Perkantoran. Buku Durotul Yatimah ini menjelaskan bahwa arsip keuangan merupakan salah satu contoh arsip penting di suatu organisasi. Arsip penting dalam buku ini adalah arsip yang berguna sebagai alat pembuktian serta untuk memperlancar pelaksanaan administrasi.6 Jadi, arsip keuangan yang sudah mencapai masa inaktif
6
Durotul Yatimah, Kesekretarisan Modern dan Administrasi Perkantoran (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 215.
8
juga harus diolah dan disimpan dengan baik agar alat pembuktian tersebut tetap terjaga kelangsungan hidupnya. D. Metode Pengumpulan Data Dalam memperoleh data pada saat pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan yang diperlukan untuk penulisan Laporan Tugas Akhir, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu: 1.
Observasi – Partisipasi Metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung (observasi) -
partisipasi dilakukan dengan cara terlibat langsung dalam pekerjaan agar dapat mengamati semua kegiatan atau data yang dibutuhkan. Penulis secara langsung mengamati kegiatan organisasi, kinerja dan suasana kerja serta pengolahan arsip inaktif keuangan yang diterapkan Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengamatan langsung yang bersifat partisipasi tersebut akan berdampak pada hasil informasi yang lengkap dan mengetahui secara jelas masalah yang diteliti. 2.
Wawancara Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam pengumpulan data yang
berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.7 Berdasarkan pengertian tersebut metode pengumpulan data melalui proses wawancara yaitu memperoleh data dari perbincangan antara narasumber dan pewawancara. Teknik wawancara ini dapat menggunakan alat perekam suara/video, ataupun dengan
7
Ibid., hlm. 83.
9
mencatat semua informasi yang diutarakan oleh narasumber. Jenis wawancara yang tepat yaitu wawancara bebas terpimpin dan wawancara perorangan. 3.
Studi pustaka Suatu proses pengumpulan data baik dilakukan dengan pengamatan
langsung maupun wawancara membutuhkan bahan referensi sebagai pendukung. Bahan referensi yang dijadikan sebagai pendukung dapat berupa buku, artikel, dokumen resmi atau produk hukum yang berkaitan dengan pengolahan arsip inaktif. Penggunaan bahan referensi dilakukan untuk perbandingan kegiatan pengolahan arsip inaktif yang ada di lapangan dan yang ada di teori. Oleh karena itu, metode pengumpulan data melalui studi pustaka ini perlu dilakukan agar dapat terarah, memiliki acuan pendukung, dan referensi pendukung. E. Sistematika Penulisan Penulisan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Pengolahan Arsip Inaktif Keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta” terdiri dari 4 bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini menjelaskan latar belakang praktik kerja lapangan, rumusan masalah, tujuan praktik kerja lapangan, metode pengumpulan data, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan tugas akhir. Bab II merupakan profil organisasi. Bab II menjelaskan mengenai sejarah singkat Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, visi dan misi organisasi, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi Subbagian Umum Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, serta pengorganisasian kerasipan.
10
Bab III menjelaskan sistem kearsipan di Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, kondisi arsip inaktif keuangan di Kantor Kementerian Agama DIY, dan proses pengolahan arsip inaktif keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, kendala dan solusi yang diambil pada saat pelaksanaan pengolahan arsip inaktif, dan sistem penyimpanan arsip inaktif keuangan di Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY. Adapun bab IV merupakan penutup yang menjelaskan kesimpulan dari tugas akhir dan saran penulis.