BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah rokok merupakan pembicaraan yang selalu berkembang di dunia. Dari tahun ke tahun prevalensi perokok di dunia semakin meningkat. Jumlah perokok saat ini mencapai 18% dari seluruh populasi di dunia dan 80% diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati disebabkan oleh rokok dan angka ini akan bertambah dua kali lipat pada tahun 2020 (Peto dan Lopez, 2001;Warren et al., 2006). WHO memprediksikan di tahun 2020 penyakit berkaitan dengan tembakau menjadi masalah kesehatan yang paling utama di dunia dan menyebabkan 8,4 juta kematian setiap tahunnya. Jumlah tersebut separuhnya terjadi di Asia. Indonesia menduduki peringkat ketiga negara yang memiliki perokok aktif terbesar di dunia setelah Cina dan India, yaitu 65 juta perokok atau 28% penduduk sebagai perokok aktif dengan jumlah konsumsi 225 miliar batang per tahun (WHO 2008).
Hasil Global Adult Tobacco Survey
(GATS) Indonesia tahun 2011 menunjukkan, bila dibandingkan dengan negaranegara lain yang melaksanakan GATS Indonesia menduduki posisi pertama dengan prevalensi perokok aktif tertinggi, yaitu 67,0 % pada laki-laki dan 2,7 % pada wanita; Filipina (2009): laki-laki 47,7 % dan wanita 9,0%; Thailand (2009): laki-laki 45,6% dan wanita 3,1%; Vietnam (2010): 47,4% laki-laki dan 1,4% wanita.Pada tahun 2012,sebanyak57% pria Indonesia digolongkan sebagai perokok aktif dan tercatat sebagai kedua tertinggi di dunia. Konsumsi rokok merupakan salah satu penyebab munculnya gangguan kesehatan. Rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun
1
2
dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun. Sebanyak 54,1% penduduk laki-laki umur 15 tahun ke atas merupakan perokok tiap hari dan meghisap rokok 1-10 batang per hari. Sebanyak 66,3% penduduk Yogyakarta mengkonsumsi
rokok 1-10 batangperhari dan
38,7% penduduk pertama kali merokok atau mengunyah tembakau pada usia 1519 tahun (Riskesdas, 2010). Dalam satu batang rokok terkandung 4000 bahan kimia dalam bentuk partikel dan gas beracun bagi tubuh. Banyak komponen yang terkandung di dalam rokok yang bersifat ciliotoxic dimana sifatnya dapat mengiritasi dinding dari system pernafasan. Terpapar asap rokok dalam jangka lama akan berisiko fatal bagi kesehatan walaupun belum ada batas jumlah yang pasti dengan terpaparnya asap rokok yang dapat menimbulkan penyakit. Perokok memiliki risiko lebih besar untuk terkena penyakit berbahaya seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, penyakit pernapasan (Jui-Chia Cang et al., 2012). Tidak sedikit perokok berpikir bahwa merokok adalah sebuah tanda kedewasaan dan dapat diakui dalam sebuha pergaulannya. Anggapan tersebut membuat mereka akan mencoba menghisap rokok lagi, menganggap rokok sebagai teknik relaksasi dan hingga akhirnya merokok menjadi sebuah kebiasaan. Masih banyak perokok yang merokok di tempat umum seperti angkutan umum, masjid, sekolah, bahkan di rumah sakit pun masih ada orang yang merokok. Hal ini tentu saja akan berbahaya bagi orang di sekitarnya yang tidak merokok karena menghirup asap rokok. Asap rokok tentu saja akan berbahaya bagi orang di sekitarnya yang tidak merokok. Asap tersebut merupakan hasil pembakaran tembakau yang tidak sempurna, apabila asap tersebut terhirup oleh perokok pasif
3
maka konsentrasi zat beracun dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang dihisap melalui hidung tidak terfilter, sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap. Perokok aktif yang merokok di dalam rumah akan berdampak negatif pada kesehatan para anggota keluarga yang tidak merokok. Tingginya prevalensi merokok di dalam rumah ini memperbanyak jumlah perokok pasif. Asap rokok akan menyebar di ruangan serta mudah menempel pada sofa dan baju lalu terhisap oleh anggota keluarga yang tidak merokok hingga dapat menyebabkan bronchitis, kanker paru, jantung, dan penyakit lain dari rokok (Zulkifli, 2010). Prevalensi rumah tangga tidak bebas asap rokok hampir merata di seluruh kabupaten / kota di Provinsi DIY. Persentase rumah tangga bebas asap rokok di Kota Yogyakarta merupakan yang terendah (52,1%), Kabupaten Gunungkidul
dan Kabupaten
Kulonprogo menjadi yang tertinggi masing-masing 59,8% dan 57,8% rumah tangga. (Dinkes DIY, 2011). Hampir seluruh masyarakat mengetahui bahaya dari merokok, namun mereka tetap merokok tanpa berpikir panjang mengenai penyakit yang diakibatkan rokok. Merokok tidak hanya berdampak negatif pada kesehatan dan tetapi dapat berdampak juga pada ekonomi. Di Kota Yogyakarta persentase pengeluaran belanja rumah tangga per bulan untuk rokok adalah sebesar 3,01% per kapita lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk membeli padi-padian dan umbi sebesar 2,99%, buah-buahan 2,35%, serta sayuran sebesar 2,16% (Susenas, 2010).
4
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1.
Apakah ada hubungan antara sikap dan perilaku perokok di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap dan perilaku perokok di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk : a) Mengetahui sikap perokok di Kota Yogyakarta. b) Mengetahui perilaku perokok di Kota Yogyakarta. c) Mengetahui hubungan sikap dan perilaku perokok di Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu/teori Menambah ilmu atau referensi di bidang kesehatan yang berhubungan dengan sikap dan perilaku masyarakat mengenai merokok 2.
Bagi Mahasiswa Keperawatan Bagi mahasiswa dapat sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan
mahasiswa dalam hal perkembangan masalah merokok serta memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat tentang merokok. 3.
Bagi Masyarakat
5
Dapat memberikan gambaran mengenai sikap dan perilaku masyarakat terhadap rokok sehingga dapat melaksanakan upaya pencegahan dan penghentian merokok. 4.
Bagi peneliti Peneliti dapat menambah pengalaman serta pengetahuan mengenai sikap dan perilaku yang ada di masyarakat mengenai merokok.
E.Keaslian Penelitian 1.
Budiyati (2011) Hubungan Antara Stres Psikososial dengan Perilaku Merokok Pada Remaja di SMP PGRI Kasihan Bantul. Penelitian ini adalah penelitian
analitik
korelasi
dengan
pendekatan
kuantitatif
dan
menggunakan rancangan cross-sectional. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII dan VIII SMP PGRI Kasihan Bantul, Yogyakarta yang teridentifikasi berperilaku merokok dengan jumlah 65 orang. Sampel di penelitian ini yaitu siswa SMP PGRI Kasihan Bantul yang diwakili oleh kelas VII dan VIII karena siswa kelas IX sedang menghadapi ujian sekolah. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara stress psikososial dengan perilaku merokok pada remaja dengan kekuatan korelasi lemah. Arah korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah. Semakin tinggi tingkat stress psikososial semakin tinggi pula tingkat perilaku merokok yang dilakukan (jumlah rokok yang dihisap bertambah). Persamaan
dari
penelitian
ini
yaitu
variabel
perilaku
merokok.
Perbedaannya yaitu variabel lainnya, subjek yang diteliti, dan tempat penelitian.
6
2.
Astuti (2009) Gambaran Persepsi, Sikap, dan Perilaku Merokok Pada Siswa SMP di Urban Kabupaten Sleman. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Populasi di penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di area urban Kabupaten Sleman yang meliputi Kelurahan Catur tunggal, Condong Catur, dan Tridadi. Sampel yang digunakan yaitu diwakili oleh siswa SMP kelas VIII dari sekolah terpilih. Kesimpulan dari penelitian ini secara umum responden memiliki pesepsi dan sikap merokok yang baik, namun prevalensi merokoknya masih cukup tinggi. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel sikap dan perilaku merokok. Perbedaannya dari variabel yang lain, subjek penelitian, dan tempat penelitian.
3.
Gustiana (2007) Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Merokok di SMP Muhammadiyah Imogiri dan di SMP Muhammadiyah 6 Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik cross-sectional. Populasi di penelitian ini adalah semua siswa/siswi di SMP MuhammadiyahImogiri dan SMP Muhammadiyah Yogyakarta yang berada di kelas II dan III. Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang merokok di rural dan di urban. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel sikap mengenai merokok. Perbedaannya terdapat pada variabel lain, subjek penelitian, dan tempat penelitian.
4.
Tariza (2013) Kebiasaan Merokok di Kalangan Remaja di Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik cross-sectional. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa remaja pria lebih mendominasi dalam hal
7
kebiasaan merokok yang sebagian besar kegiatan merokok diawali karena faktor teman sebaya, pengawasan orangtua juga menjadi pencetus kegiatan merokok, dan kegiatan merokok lebih banyak dilakukan di luar sekolah. Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai merokok. Perbedaannya yaitu variabel penelitian serta tempat penelitian. 5.
Humokor (2006) Sikap dan Perilaku Merokok Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tolitoli. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitaif dengan rancangan cross-sectional. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara sikap dan perilaku merokok tenaga kesehatan. Sikap tenaga kesehatan dalam penelitian ini sebagian besar tidak mendukung terhadap perilaku merokok dan sebagian besar tenaga kesehatan berperilaku baik pada saat merokok. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel sikap dan perilaku, sedangkan perbedaannya terdapat pada responden serta tempat penelitian.