BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat pesat, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat, maka pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang khususnya bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan pembangunan di bidang ekonomi memiliki pengaruh dan berkaitan erat dengan bidang-bidang lainnya seperti bidang sosial, politik, budaya, pendidikan, pertahanan keamanan, serta bidang-bidang lainnya. Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap pembangunan di bidang lainnya sehingga tujuan pembangunan nasional dapat terwujud. Dalam perkembangan pembangunan nasional dan kemajuan teknologi, saat ini muncul perusahaan-perusahaan baru dengan modal yang kuat serta diimbangi dengan tenaga kerja yang potensial. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan yang memiliki modal terbatas terpaksa harus gulung tikar ataupun melakukan tindakan penyelamatan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Begitu pula halnya di dalam dunia perbankan. Menghadapi persaingan yang makin lama makin tajam di dunia bisnis, lebih-lebih memasuki era globalisasi pada saat ini, perusahaan-perusahaan besar berupaya mencari jalan untuk meningkatkan
efisiensinya dan apabila mungkin, meningkatkan daya saing, size, dan kinerjanya.1 Sama halnya dengan perusahaan-perusahaan lain, jika tidak dapat mengimbangi maka akan terjadi gulung tikar. Krisis moneter di Indonesia pada tahun 1998 telah banyak memberikan pelajaran kepada masyarakat. Salah satunya upaya dalam rangka menyelamatkan industri perbankan, dilakukan melalui pembentukan lembaga khusus yaitu Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Langkah itu diambil pemerintah guna menyelamatkan industri perbankan dengan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, mengingat industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional. 2 Sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien diharapkan akan tercipta dengan kriteria dukungan bank-bank besar maupun kecil yang secara individual memenuhi berbagai kriteria sehingga memiliki daya saing tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko. Tantangan untuk menciptakan perbankan yang kuat, diantaranya, masih lemahnya kapabilitas perbankan yang ada.3 Dalam prakteknya sekarang, bank besar cenderung lebih agresif dan inovatif dengan memberikan pelayanan baru serta mempunyai jumlah asset yang memadai 1
Adrian Sutedi, 2008, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 83. 2
Muhammad Djumhana, 2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 11. (Selanjutnya disebut Muhammad Djumhana I) 3
Ibid, h. 144.
untuk melakukan investasi
dalam
pemberian pinjaman. Keadaan tersebut
menimbulkan masalah yang serius yaitu bahwa bank-bank yang bermodal kecil kurang dapat menghimpun dana dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Untuk mengatasinya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang merupakan tindak lanjut dari Paket 27 Oktober 1988, yaitu Paket 25 Maret 1989. Paket tersebut merupakan upaya dari pemerintah untuk memperluas usaha bank dan meningkatkan kesehatan bank melalui pelaksanaan restrukturisasi perbankan seperti Merger. Intensitas merger akan meningkat ketika masa krisis. Karenanya, kontrol atas aksi korporasi itu harus terus dilakukan untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan tidak sehat.4 Merger disebut sebagai penggabungan dalam Pasal 1 angka 9 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) (selanjutnya disingkat UUPT 2007), yang merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. 4
Herdaru Purnomo, 2011, Merger dan Akuisisi Marak Ketika Krisis, URL: http://www.kppu.go.id/id/2011/04/merger-dan-akuisisi-wajib-lapor-ke-kppu/ diakses tanggal 3 Oktober 2014.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182) (selanjutnya disingkat UU Perbankan) dimana pada Pasal 1 angka 25 menentukan bahwa merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi. Diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, serta pada SK Direksi BI Nomor 32/51/Kep/DIR/14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum pada Pasal 1 ayat (2). Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan kepemilikan tunggal pada bulan Oktober 2006 dan mulai diimplementasikan pada tahun 2008 (Pasal 8 Butir 4 Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006). Kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy) adalah kebijakan yang melarang (termasuk pemerintah) menjadi pemegang saham pengendali pada beberapa bank umum yang beroperasi di Indonesia. Bank yang terkena dampak dari kebijakan single presence policy yaitu bank Niaga dan bank Lippo yang dimiliki oleh Khazanah, serta bank milik pemerintah seperti Bank Mandiri, Bank BNI46, Bank BRI, dan Bank BTN. Bank
Niaga dan Bank Lippo sudah melakukan merger terhitung tanggal 1 November 2008.5 Bank Lippo dan Bank Niaga berada dibawah pengawasan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Secara struktural BPPN merupakan badan yang bertanggung jawab kepada Menteri BUMN dan diawasi oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang beranggotakan menteri-menteri kabinet bidang keuangan. Penggabungan kedua bank tersebut merupakan opsi terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang diambil oleh Pemegang Saham dalam rangka mematuhi kebijakan Bank Indonesia khususnya mengenai Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy.6 Pemerintah juga ingin membentuk suatu bank yang memiliki struktur permodalan yang kuat, kondisi keuangan yang sehat dan berdaya saing tinggi dalam menjalankan fungsi intermediasi, dengan jaringan layanan yang lebih luas dan produk yang lebih beragam.7 Namun dalam proses merger tersebut tidak hanya memperhatikan kepentingan dari kedua pihak bank saja, secara langsung dan tidak langsung pasti akan
5
Agung Triraharja, 2014, “Analisis Dampak Merger Terhadap Profitabilitas Pada PT. Bank CIMB Niaga”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen Universitas Bengkulu, h. 3. 6
M. Irsan Nasarudin et Al, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Cet. 5, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 39. 7
Ida Savitri Kusmargiani, 2006, “Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi Profitabilitas Pada Bank Yang Merger Dan Akuisisi Di Indonesia”, Tesis Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponogoro, h. 1.
berpengaruh terhadap pihak-pihak lain seperti para pemegang saham, para kreditur bank, para karyawan bank, dan kepentingan dari nasabah penyimpan dana pada bank yang akan melakukan merger. Yang paling disayangkan, tidak menutup kemungkinan kepentingan para pihak di dalam bank tersebut, khususnya kepentingan karyawan bank, nantinya terabaikan. Di Indonesia cukup banyak ditemukan bank-bank yang memilih melakukan merger untuk menyelamatkan ataupun menyehatkan perusahaan (bank). Seperti diantaranya merger sehingga terbentuk Bank Permata, Bank CIMB Niaga, Bank Commonwealth, Bank Interpacific, Bank OCBC NISP, Bank Rabobank Duta, dan lain lain.8 Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di PT. Bank CIMB Niaga khususnya pada cabang Denpasar karena terjadi pengurangan karyawan bank oleh pihak pengusaha sebagai
akibat
terjadinya
penumpukan karyawan terkait
penggabungan dari 2 (dua) bank yakni Bank Niaga dengan Bank Lippo. Selama proses penyelesaian hal tersebut, didapati bahwa pihak pengusaha (dalam hal ini PT. Bank CIMB Niaga Cabang Denpasar) tidak membayarkan sepenuhnya hak-hak karyawan bank sesuai dengan ketentuan dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
8
http://www.sahamok.com/bank/bank-merger/ diakses pada tanggal 30 Oktober 2014.
Meskipun pihak pengusaha telah mengeluarkan rencana tindakan-tindakan agar kepentingan karyawan tidak terabaikan, namun tetap saja ada karyawan bank yang merasa tidak nyaman berada pada manajemen bank yang baru akibat dari adanya tekanan sebagai dampak dari merger dan terjadinya penumpukan jumlah karyawan sehingga harus dilakukan suatu perampingan. Dalam hal ini para karyawan atau pekerja selalu dalam posisi yang lemah sehingga apakah karyawan atau pekerja telah mendapatkan hak yang selayaknya, serta apakah pengusaha telah menjalankan kewajibannya. Menurut Zainal Asikin, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi dapat memberikan dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih bagi pekerja yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. PHK bagi pihak pekerja akan memberi pengaruh psikologis, ekonomis, maupun finansial, sebab: 9 a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi buruh atau pekerja telah kehilangan mata pencaharian. b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan biaya (keluar masuk perusahaan, di samping biaya-biaya lain seperti pembuatan surat-surat untuk keperluan lamaran dan foto copy surat-surat lain). c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan yang baru sebagai penggantinya. Selama proses penyelesaian PHK terkadang karyawan tidak menerima upah dari pihak pengusaha. Padahal di dalam ketentuan Pasal 155 ayat (3) Undang-Undang 9
h. 174.
Zainal Asikin et. al., 2010, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet. 8, Rajawali Pers, Jakarta,
Ketenagakerjaan ditentukan bahwa pihak pengusaha tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya kepada karyawan selama proses penyelesaian pemutusan hubungan kerja. Namun biasanya, pengusaha menolak untuk membayar upah atau hak-hak lain yang semestinya diterima karyawan, dengan alasan karena karyawan selama proses penyelesaian PHK tidak melakukan kewajibannya di perusahaan bersangkutan. Oleh karenanya, pihak pengusaha selain melihat ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan hendaknya juga melihat ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 agar melakukan tindakan yang tidak hanya menguntungkan pihak pengusaha namun juga menguntungkan pihak karyawan yang memiliki posisi terlemah di dalam suatu perusahaan. Berdasarkan uraian di atas dan mengingat pentingnya perlindungan hukum terhadap karyawan bank, maka sangat menarik bagi penulis untuk mengkaji lebih mendalam mengenai, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN BANK SEBAGAI PIHAK YANG TERAFILIASI TERKAIT DILAKUKANNYA MERGER BANK PADA P.T. BANK CIMB NIAGA” 1.2 Rumusan Masalah Dengan memperhatikan alasan pemilihan judul penelitian, maka dirumuskan masalah-masalah untuk dijadikan pedoman penelitian agar mencapai sasarannya. Adapun masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
1. Bagaimakah pelaksanaan ketentuan merger bank dalam kaitannya dengan merger pada PT. Bank CIMB Niaga? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait dilakukannya merger bank pada PT. Bank CIMB Niaga? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk lebih mendapat uraian yang lebih terarah perlu kiranya diadakan pembatasan pembahasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukanan. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka pokok pembahasan dalam hal ini adalah mengenai prosedur pelaksanaan merger serta bagaimana perlindungan hukum terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait dilakukannya merger pada PT. Bank CIMB Niaga. 1.4 Orisinalitas Penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait dilakukannya merger bank sudah terdapat penelitian yang sejenis, namun tidak sama dengan penelitian yang penulis angkat sebagai skripsi. Berikut penelitian lain dengan indikator pembeda untuk membedakan penelitian yang penulis angkat.
Skripsi oleh Dwi Ratna Indri Hapsari, Tahun 2013, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Yang Melakukan Merger Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”. Permasalahan pada skripsi Dwi Ratna Indri Hapsari membahas mengenai perlindungan terhadap pekerja di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang dirasa masih kabur meskipun telah memberikan perlindungan hukum preventif dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. UUPT tersebut tidak memberikan perlindungan hukum represif dan hanya memberikan hak-hak prosedural kepada pekerja, sehingga kurang memberikan perlindungan hukum secara menyeluruh bagi pekerja. Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum doctrinal atau yuridis normatif yang bersifat preskriptif. Sedangkan, penulis melakukan penelitian mengenai perlindungan terhadap karyawan bank sebagai akibat dari dilakukannya merger bank. Penelitian ini membahas proses pelaksanaan merger dari PT. Bank CIMB Niaga serta perlindungan hukumnya terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait merger bank tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan lokasi penelitian dilakukan di PT. Bank CIMB Niaga, Denpasar. Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum empiris.
1.5 Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti memiliki tujuan, karena dengan tujuan yang jelas dapat memberikan arah yang jelas pula dalam mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan tersebut antara lain. a. Tujuan Umum a) Untuk dapat memahami asas-asas keilmuan sehingga dapat berpikir, bersikap dan bertindak sebagai ilmuan; b) Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang penelitian yang dilakukan untuk menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis; c) Untuk dapat menguasai ilmu dan metodelogi penelitian dibidang keahlian sehingga dapat mengorganisasikan dan melaksanakan penelitian ilmiah; d) Mengkomunikasikan persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi; e) Untuk dapat memperluas dan memperdalam pengetahuan dalam bidang materi penelitian. b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pelaksanaan ketentuan merger bank dalam kaitannya dengan merger pada PT. Bank CIMB Niaga. 2) Untuk mengetahui penerapan perlindungan hukum terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait dilakukannya merger bank PT. Bank CIMB Niaga. 1.6 Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian antara lain. 1) Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini mempunyai manfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu hukum khususnya hukum perbankan yang terkait pula dengan hukum ketenagakerjaan. 2) Manfaat Praktis a. Menambah wawasan dan cakrawala bagi penulis dalam kaitannya dengan pelaksanaan merger suatu bank serta perlindungan hukum terhadap karyawan bank sebagai pihak yang terafiliasi terkait merger bank; b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi penulisan hukum ini;
c. Dapat
digunakan
sebagai
pedoman
bagi
penelitian-penelitian
berikutnya. 1.7 Landasan Teoritis Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif (pencegahan) maupun yang bersifat represif (setelah adanya sengketa), baik yang tertulis maupun tidak tertulis.10 Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 UU Perbankan, merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi. Merger merupakan suatu penggabungan perseroan, dimana sebuah perseroan mengambil alih satu atau lebih perseroan yang lain. Setelah pengambilalihan tersebut, maka perseroan yang diambil alih dibubarkan atau dilikuidasi. Sehingga eksistensinya sebagai badan hukum lenyap. Dengan demikian kegiatan usahanya dilanjutkan oleh perseroan yang mengambilalih.
10
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h. 2.
Merger dimaksudkan sebagai “fusi” atau “absorpsi” dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Menurut Black’s Law Dictionary,11 fusi atau absorpsi dalam merger tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri. Dengan demikian merger perusahaan berarti dua perusahaan melakukan fusi, dimana salah satu diantaranya akan lenyap (dibubarkan). Mekanisme merger sebenarnya dapat dilaksanakan baik untuk tujuan penyelamatan (Rescue) maupun untuk tujuan pengembangan usaha (Improving Business). Bagi bank bermasalah, merger dengan bank lain yang lebih besar dan sehat merupakan pilihan yang menguntungkan, penyelamatan oleh bank lain yang kuat akan mengurangi masalah likuiditas karena memperoleh tambahan dana. Untuk pengembangan usaha maka merger bertujuan mempercepat berkembangnya bisnis dan operasi serta keuntungan lebih cepat jika dibandingkan dengan perkembangan alamiah.12 Suatu merger dapat bermasalah bagi internal perusahaan apabila terjadi hal-hal yang tidak menjadi tujuan awal dilakukannya merger, seperti mengurangi jumlah para pekerja. Hal tersebut biasanya terjadi karena merger yang merupakan gabungan dari beberapa perusahaan yang masing-masing memiliki karyawannya sendiri, sehingga terjadi penumpukan karyawan di dalam satu perusahaan dan hal
11
Adrian Sutedi, op.cit, h. 84.
12
Ida Savitri Kusmargiani, op.cit, h. 37.
tersebut dapat mengakibatkan bertambahnya pengeluaran dari segi gaji dan tunjangan karyawan nantinya. Dalam pelaksanaannya, merger juga harus memperhatikan kepastian hukum dari merger tersebut. Pemikiran biasanya beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam suatu peraturan yang sudah digariskan dan ditentukan dalam hukum.13 Jadi, bahwa semua perusahaan perbankan yang berbadan hukum harus menaati peraturan yang telah ditentukan. Adapun pengaturan tentang merger dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi, serta Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/Kep/DIR/14 Mei 1999 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Merger, Konsolidasi Dan Akuisisi Bank Umum. UU Perbankan mengenal dua macam merger saham bank, yaitu sukarela dan imperatif. Merger sukarela adalah merger yang dilakukan secara sukarela oleh masing-masing pemegang saham bank yang akan melakukan merger. Sedangkan
13
Yance Arizona, 2011, Apa Itu Kepastian Hukum? Available from URL: http://yancearizona.net/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2014.
merger imperatif adalah merger yang merupakan pelaksanaan dari pemerintah Bank Indonesia dalam rangka menyelamatkan suatu bank yang bermasalah. 14 Pasal 28 UU Perbankan mengatur mengenai merger sukarela, sedangkan Pasal 37 ayat (2) mengatur mengenai merger imperatif. Menurut Pasal 28 ayat (1) UU Perbankan menentukan bahwa merger, konsolidasi dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Jadi setiap perusahaan perbankan yang akan melakukan merger secara sukarela harus mendapatkan izin dari Pimpinan Bank Indonesia, mengingat ketentuan Pasal 10 jo. Pasal 7 huruf b dan c UU Perbankan bahwa bank hanya boleh melakukan merger dan konsolidasi dengan perseroan yang berupa bank saja dan hanya boleh melakukan akuisisi perseroan bank dan perusahaan lain, sepanjang usahanya dibidang keuangan (seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, perusahaan asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan). Dari ketentuan Pasal 7 huruf b UU Perbankan itu dapat diketahui bahwa pelaksanaan merger oleh suatu bank terhadap saham bank lain dibidang keuangan harus dilakukan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Di samping harus dilaksanakan dengan ketentuan Pasal 28 UU Perbankan yang merupakan ketentuan khusus (lex specialis), juga harus diperhatikan ketentuan umum (lex generalis) yang diatur dalam UUPT 2007.15 UUPT 2007 dan peraturan pelaksanaannya merupakan dasar hukum utama bagi suatu merger,
14
Adrian Sutedi, op.cit, h. 111.
15
Adrian Sutedi, op.cit, h. 112.
mengingat di dalam ketentuan UUPT 2007 terdapat tata cara melakukan merger yang dapat ditemukan di dalam Pasal 122 sampai dengan Pasal 134. Tenaga kerja sangat berpengaruh besar di dalam dunia bisnis, khususnya dunia perbankan. Karena tenaga kerja sebagai penggerak roda perekonomian, meskipun derajatnya lebih rendah dibandingkan para pengusaha-pengusaha di dalam suatu perusahaan. Apalagi jika suatu perusahaan memiliki power yang lebih besar, perusahaan tersebut tidak akan bertahan karena tidak seimbangnya perilaku pengusaha terhadap tenaga kerja. Menurut Abdul Khakim, tenaga kerja adalah tiap-tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 16 Batasan ini mengandung pengertian lebih luas lagi yakni, meliputi pejabat negara, pegawai negeri sipil atau militer, pengusaha buruh, swa-pekerja, penganggur dan lain-lain. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian istilah tenaga kerja adalah: “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Pasal 131 Undang-Undang Ketenegakerjaan mengatur mengenai dampak penggabungan dan pengambilalihan terhadap buruh sebatas mengenai perjanjian 16
Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 2.
kerja bersama dan status hubungan kerja. Sedangkan Pasal 127 ayat (2) UUPT 2007 hanya mengatur hak prosedural buruh, bersama dengan pihak berkepentingan lainnya untuk memperoleh rancangan penggabungan dan pengambilalihan. Walaupun dinyatakan bahwa penggabungan dan pengambilalihan perusahaan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan karyawan perusahaan yang bersangkutan, seperti yang terkandung dalam Pasal 126 ayat (1) UUPT bahwa, “Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Pemisahan wajib memperhatikan: a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan; b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.”
atau
Dengan demikian, kebijakan di Indonesia sebenarnya tidak menjadikan karyawan atau pekerja sebagai partner pengusaha dalam menentukan arah jalannya perusahaan. Sebab jika kita menelisik hak-hak dan partisipasi pekerja dalam proses penggabungan dan pengambilalihan, maka terlihat jelas bahwa peran dan hak-hak pekerja sangat minim. 1.8 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang mencari adanya kesenjangan antara keadaan teori dengan dunia realita dan atau kesenjangan antara keadaan teoritis dengan
fakta hukum. Penelitian ini meneliti data sekunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan penelitian data primer di lapangan. b. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach) dan Pendekatan Analisis Konsep hukum (Analitical & Conceptual Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.17 Seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, khususnya mengenai perlindungan terhadap para pihak khususnya tenaga kerja terkait adanya penggabungan (merger). Mengenai pendekatan kasus, dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Mengenai pendekatan analisis konsep hukum dilakukan dengan menelusuri pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja pasca merger. c. Sifat Penelitian
17
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan II, Kencana, Jakarta, h.93.
Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. d. Data dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) Data primer yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Dalam penelitian ini akan dilakukan di PT. Bank CIMB Niaga. Dengan mewawancarai beberapa informan yang bekerja maupun terlibat dalam kegiatan di bank tersebut. b) Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa peraturan perundang-undangan seperti: 1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas; 4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank; dan 6) SK Direksi BI No. 32/51/KEP/DIR Tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum. Ditunjang pula dengan buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. Disamping buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal-jurnal.18 Bukubuku yang digunakan diantaranya mengenai Perseroan Terbatas, Perbankan, dan Ketenagakerjaan, serta jurnal, skripsi maupun artikel yang dimuat di internet. e. Teknik Pengumpulan Data
18
Ibid, h. 182.
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui: a) Teknik Studi Dokumen, baik berupa membaca buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen seperti berkas perkara, dan sebagainya. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. b) Teknik Wawancara (interview), yakni melakukan wawancara atau tanya jawab langsung dengan pihak bank/perusahaan terkait, manager bank/perusahaan maupun dengan lembaga lain yang ada hubungannya dengan penelitian ini. f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik non-probability sampling yaitu memberikan peran yang sangat besar untuk menentukan pengambilan sampelnya. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasi. Sedangkan mengenai bentuk dari non-propability sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu teknik berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa
sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya. g. Pengolahan dan Analisis Data Setelah data kepustakaan dan data lapangan terkumpul, kemudian data-data tersebut diolah secara analisis kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Serta untuk penyajiannya dilakukan secara deskriptif kualitatif dan sistematis yaitu memberikan gambaran atau pemaparan secara apa adanya dan sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan.