BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Karli,2012). Sebagai contoh, 18% wanita memiliki migren sedangkan pria hanya 6%. Wanita juga lebih banyak mengalami tension type headache dibanding pria (Lieba,2011). Prevalensi migren meningkat
sesuai dengan
pertambahan usia: 22% pada wanita usia 20 hingga 24 tahun, 28% pada usia 25 sampai 29 tahun, 33 % pada usia 30 hingga 34 tahun, dan sebanyak 37% pada wanita usia 35-39 tahun (Edlow,2010). Hormon steroid seksual pada wanita mungkin memainkan peran penting dalam perbedaan ini. Steroid secara biologis adalah derivat aktif dari kolesterol. Sintesis steroid pada manusia terjadi terutama di korteks adrenal dan gonad pria dan wanita. Kolesterol dalam korteks adrenal diubah menjadi pregnenolon dalam tiga langkah, melibatkan oksidasi komplek enzim P-450 pada sitokrom mitokondria (Craig,2005). Hormon seks yang paling penting adalah estrogen dan progesteron yang mempengaruhi transmisi nyeri perifer dan sentral. Hal ini juga telah mendasari hipotesa bahwa fluktuasi kadar hormon memodulasi berbagai sistem neurotransmitter yang melibatkan serotonin (5-hydroxytryptamine, atau 5-HT), noradrenalin,
glutamat, GABA, atau opiat endogen (Martin 2006;
Lieba,2011; Karli,2012). Kadar estrogen dan progesteron serum berfluktuasi selama siklus menstruasi. Kadar serum estradiol mencapai puncak menjelang akhir dari fase folikel (proliferasi / preovulasi) dan juga pada pertengahan fase luteal (sekresi) sedangkan puncak progesteron serum pada pertengahan fase luteal. Hanya
Universitas Sumatera Utara
sebelum menstruasi, kadar serum estrogen dan progesteron turun drastis (Martin, 2006). Berhentinya fluktuasi hormon selama kehamilan dapat menjelaskan mengapa migren sering bertambah baik atau menghilang pada wanita hamil . Pada wanita penderita migren yang tidak hamil, migren lebih sering terjadi selama akhir fase luteal dan awal fase folikular pada saat kadar estrogen turun (MacGregor, 2006). Efek utama
estrogen tampaknya menghambat dari sistem
saraf
simpatik dan memfasilitasi sistem glutaminergik dan serotonergik, sedangkan progesteron tampaknya mengaktifkan sistem GABAergik dan memodulasi efek sistem saraf pusat estrogen (Martin, 2006). Dari
teori ini diketahui bahwa
menstrual migraine mungkin dipicu jika kadar estradiol serum turun di bawah 45 - 50 pg / mL selama periode perimenstrual (Martin,2006). Bukti klinis yang mendukung teori ini berasal dari sebuah studi yang menunjukkan bahwa 100 mcg estradiol patch yang digunakan untuk
perimenstrually efektif dalam
mencegah menstrual migraine , tapi 50 mcg estradiol
tidak efektif , mungkin
karena dosis tersebut hanya dapat mempertahankan serum estradiol pada rentang 45 - 75 pg / mL (Martin,2006). Mengingat keberhasilan yang ditunjukkan dari 5-HT1B/1D (agonis triptans) dalam pengobatan menstrual migraine,
menunjukkan
adanya
hubungan yang kompleks antara serotonin dan estrogen. Serotonin secara luas didistribusikan neurotransmitter,
ke
seluruh
tetapi
juga
tubuh, sebagai
bertindak hormon
tidak .
hanya
Efeknya
,
sebagai termasuk
vasokonstriksi, yang diperantarai oleh 14 subtipe reseptor 5 - HT yang berbeda. Peningkatan kadar estrogen dapat meningkatkan kadar serotonin terjadi dengan dua cara : dengan meningkatkan produksi enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis 5 - hydroxytryptophan dari triptofan dan dengan menekan
Universitas Sumatera Utara
aktivitas serotonine reuptake transporter ( SERT ) (Rybaczyk 2005). Selain itu, peningkatan kadar estrogen akan meningkatkan regulasi estrogen reseptor- ß ( ER-ß ), yang pada gilirannya akan meningkatkan regulasi reseptor 5 - HT2A . Pada saat yang sama , peningkatan estrogen estrogen reseptor - α
akan menurunkan regulasi
(ER-α), yang mengarah pada penurunan reseptor 5 -
HT1A . Peningkatan konsentrasi serotonin yang dihasilkan dari paparan estrogen juga meningkatkan aktivasi reseptor 5HT1B. Ditemukan dalam jumlah besar pada
endotelium dan otot polos pembuluh darah, reseptor 5 - HT1B
berperan dalam kontraksi otot polos pembuluh darah. Reseptor 5 - HT1D ditemukan di saraf trigeminal dan diproyeksikan ke pembuluh darah dural, di mana mereka akan menghambat pelepasan neuropeptida vasoaktif dalam inti trigeminal di batang otak yang kemudian akan mengganggu sinyal nyeri vaskular (Tepper,2002). Telah ada penelitian khusus yang menjelaskan hubungan antara kadar lipid dengan migren sebagai tanda migren yang spesifik . Dalam sebuah studi berbasis populasi dari Belanda pada pria dan wanita berusia 20-65 tahun, kolesterol total yang meningkat dan rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL ( high-density lipoprotein ) telah dihubungkan dengan migraine with aura. Dalam sebuah studi berbasis klinik dari Austria, pasien dengan migrain mengalami peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL ( low-density lipoprotein ), dan LDL teroksidasi ketika dibandingkan dengan kontrol ( Rist, 2011). Pada penelitian Tomaszewski dkk diketahui bahwa konsentrasi estradiol yang beredar menunjukkan hubungan yang signifikan dengan semua fraksi lipid dalam analisa data. Hubungan yang paling signifikan adalah antara estradiol dan kolesterol HDL (Tomaszewski,2009). Sebuah studi prevalensi dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, dilaporkan
54,3% dari penderita migren lebih tinggi mengalami
Universitas Sumatera Utara
nyeri kepala selama menstruasi, sedangkan 3,9% mengalami nyeri kepala hanya selama menstrusi. Dengan analisa regresi logistik mengungkapkan bahwa menstruasi adalah pemicu yang signifikan untuk migren dibandingkan pada tension type headache (TTH) . Di sisi lain, hampir dua kali lipat jumlah penderita TTH dilaporkan mengalami ‘‘pure menstrual headache’’ dibandingkan dengan migren (p = 0,02). Sepertiga dari penderita migren
melaporkan
mengalami perbaikan selama kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral secara signifikan memperburuk migren. Menopause memiliki pengaruh lebih sedikit meningkatkan migren dibandingkan pada TTH (Karli, 2012). Menstrual migraine dan menstrually related migraine telah ada pada the International Headache Society classification system (Ailani,2010), yang menjelaskan bahwa perubahan hormon seks berdampak besar terutama pada migren, namun efek dari fluktuasi hormon pada TTH tidak boleh diabaikan (Karli, 2012). Pada penelitian yang dilakukan pada 165 subjek yang mengalami nyeri kepala, terdapat 21 orang memiliki kriteria menstrual tension type headache dengan 6 orang pure menstrual tension type headache dan 15 orang dengan menstrually tension type headache. Dengan demikian menstrual tension type headache mungkin dapat diajukan dalam
International
Classification of Headache Dissorder (Arjona,2007).
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan kadar hormon seksual antara wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache ?
Universitas Sumatera Utara
I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan kadar hormon seksual antara wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache. 1.3.2. Tujuan Khusus. 1. Untuk mengetahui perbedaan kadar hormon estradiol antara wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache. 2. Untuk mengetahui perbedaan
kadar hormon progesteron
antara wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache. 3. Untuk mengetahui perbedaan
kadar kolesterol total antara
wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache. 4. Untuk mengetahui perbedaan kadar trigliserida antara wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache. 5. Untuk mengetahui perbedaan
kadar HDL antara wanita
penderita migren dengan wanita penderita tension type headache. 6. Untuk mengetahui perbedaan
kadar LDL antara wanita
penderita migren dengan wanita penderita tension type headache. 7. Untuk mengetahui perbedaan BMI (body mass index) antara wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache.
Universitas Sumatera Utara
8. Untuk mengetahui hubungan antara BMI dan VAS (visual analog scale) dengan kadar hormon estradiol pada penderita migren dan tension type headache. 9. Untuk mengetahui hubungan antara BMI dan VAS dengan kadar hormon progesteron pada penderita migren dan tension type headache. 10. Untuk mengetahui hubungan kadar profil lipid dengan
kadar
hormon estradiol pada penderita migren dan tension type headache. 11. Untuk mengetahui hubungan kadar profil lipid dengan
kadar
hormon progesteron pada penderita migren dan tension type headache. 12. Untuk mengetahui hubungan fase menstruasi dengan kadar estradiol dan kadar progesteron pada penderita migren dan tension type headache.
I.4. Hipotesis Terdapat perbedaan
kadar hormon seksual antara wanita penderita
migren dengan wanita penderita tension type headache.
I.5. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui perbedaan kadar hormon seksual antara wanita penderita migren dengan wanita penderita tension type headache :
1.5.1. Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara keilmuan tentang pengaruh perubahan kadar hormon seksual terhadap migren dan tension type headache pada wanita. Universitas Sumatera Utara
1.5.2. Manfaat penelitian untuk penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang pengaruh perubahan kadar hormon seksual terhadap patofisiologi migren dan tension type headache pada wanita. 1.5.3. Manfaat penelitian untuk masyarakat Dengan mengetahui pengaruh perubahan kadar hormon seksual terhadap migren dan tension type headache pada wanita dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pemilihan terapi yang tepat dan pencegahan nyeri kepala.
Universitas Sumatera Utara