BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter. Hal tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan karakter sangat penting bagi Indonesia saat ini untuk menghadapi dua tantangan besar, yaitu desentralisasi atau otonomi daerah yang saat ini sudah dimulai, dan era globalisasi total yang akan terjadi pada tahun 2020. Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berbudaya. Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. (Masnur Muslich, 2011:35) Fenomena tindak kejahatan dalam dunia pendidikan juga sering terjadi. Ada dua jenis kejahatan yang terjadi dalam dunia pendidikan, antara lain kejahatan akademik, dan kejahatan kemanusiaan. Kejahatan akademis ialah suatu tindak kejahatan yang berhubungan erat dengan proses kegiatan akademik dalam lingkungan pendidikan. Kejahatan akademis yang sering terjadi dalam pendidikan antara lain, mencontek saat ujian, plagiarisme, pemalsuan ijazah dan gelar. Kejahatan akademik jelas melanggar etika pendidikan dan sangat bertentangan dengan norma sosial masyarakat, yang menghendaki ketaatan setiap orang agar turut menjaga ketertiban dalam kehidupan di masyarakat. Pendidikan seharusnya
1
2
melahirkan orang-orang terpelajar, terdidik, dan berperilaku berdasarkan nilainilai luhur sesuai dengan etika pendidikan, namun dalam kenyataannya masih saja ada penyimpangan perilaku yang mencoreng citra pendidikan di Indonesia. (Dariyono, 2013:172) Selain kejahatan akademik, adapula kejahatan kemanusian yang sering terjadi. Kejahatan kemanusian ialah suatu tindak kejahatan yang melanggar hak asasi dan martabat kemanusiaan, antara lain: pelecehan seksual, pemerkosaan, pembunuhan, serta penganiayaan atau kekerasan. Salah satu kasus pemerkosaan yang telah terjadi adalah kasus pada siswa kelas 1 SMP Lampung Sumatera dijadikan objek pemerkosaan beramai-ramai oleh teman-teman sekolahnya. Selain kasus-kasus tersebut, adapula kasus kekerasan yang baru saja terjadi dalam kegiatan ospek di sekolah ataupun perguruan tinggi. (Dariyono, 2013:176-178) Kejahatan tidak seharusnya terjadi dalam lingkungan pendidikan, karena tindak kejahatan bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri yang menghendaki setiap insan untuk bertindak luhur, cerdas, dan kreatif. Pendidikan seharusnya melahirkan orang-orang yang berfikir dan berperilaku luhur sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam UUD 1945 maupun UU yang mengatur tentang sistem pendidikan Nasional. Namun kenyataan membuktikan banyak perilaku jahat yang justru dilakukan dalam sistem pendidikan Nasional. Ada beberapa jenis kejahatan dalam pendidikan dan perlu penanganan khusus. Setiap pelaku kejahatan maupun korban kejahatan memiliki karakteristik sendiri, sehingga perlu penanganan yang baik oleh pihak sekolah maupun pemerintah untuk mengatasi masalah yang timbul. (Dariyono, 2013:179181)
3
Salah satu cara untuk meminimalisir terjadinya berbagai fakta di atas, maka perlu penanaman nilai-nilai karakter sejak usia dini, antara lain melalui kebijakan dari Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011 yang telah mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan, yaitu bahwasannya pendidikan karakter harus masuk dalam setiap aspek kegiatan belajar mengajar di ruang kelas, praktek keseharaian di sekolah, dan terintegrasi dengan setiap kegiatan ekstrakulikuler seperti pramuka, pecinta alam, olah raga, palang merah, dan karya tulis ilmiah. Semua aspek pendidikan mulai dari ruang kelas hingga lingkungan tempat tinggal harus tetap berkesinambungan dalam menjaga nilai-nilai karakter. Sebagaimana yang ada pada Pusat Kurikulum (2010) menekankan 18 nilai-nilai karakter yakni religius, jujur, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab (Paper S.Wisni Septiarti, M.Si, 2012:7). Kelanjutan dari upaya tersebut, pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia juga mempunyai landasan-landasan yang dapat dijadikan rujukan. Landasanlandasan di sini dimaksudkan supaya pendidikan karakter yang diajarkan tidak menyimpang dari jati diri masyarakat dan bangsa Indonesia. Landasan-landasan dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia ada empat 1) agama; 2) pancasila; 3) budaya; 4) tujuan pendidikan nasional. (Muhammad Fadlillah, dkk. 2013:32). Agama merupakan sumber kebaikan. Oleh karenanya, pendidikan karakter harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama. Landasan ini sangat tepat bila diterapkan di Indonesia. sebab Indonesia merupakan Negara yang mayoritas
4
masyarakatnya beragama, yang mana mereka mengakui bahwa kebajikan dan kebaikan bersumber dari agama. Oleh karena itu, agama merupakan landasan yang pertama dan utama dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia, khususnya pada lembaga pendidikan. (Muhammad Fadlillah, dkk. 2013:33). Melalui Pendidikan Karakter, diharapkan bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, dan masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value), dan nilai jual yang bisa ditawarkan kepada orang lain dan bangsa lain di dunia, sehingga bisa bersaing, bersanding, bahkan bertanding dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan global. Didalam persepektif Islam, pendidikan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh (kaffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang memiliki sifat Shiddiq, Tabligh, Amanah, Fathonah (Mulyasa, 2012:5). Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia yang menjadi acuan dalam melaksanakan setiap roda pemerintahan. Krissantono sebagaimana dikutip Muhammad Fadlillah mengatakan bahwa Pancasila adalah kepribadian, pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia; pandangan hidup yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat menjelang dan sesudah
5
proklamasi
kemerdekaan.
Oleh
karenanya,
Pancasila
ialah
satu-satunya
pandangan hidup yang dapat mempersatukan bangsa. Hubungannya dengan pendidikan karakter yaitu Pancasila harus menjadi ruh setiap pelaksanaannya. Artinya, pancasila yang susunannya tercantum pada UUD 1945, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi nilai-nilai pula dalam mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Oleh karenanya, konteks pendidikan karakter dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang lebih baik, yaitu warga Negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai warga Negara. (Muhammad Fadlillah, dkk. 2013:33). Selain, agama dan pancasila, Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Di daerah manapun di Indonesia, telah mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Maka, sudah menjadi keharusan bila pendidikan karakter juga harus berlandaskan pada budaya. Artinya, nilai budaya dijadikan sebagai dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, budaya di Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam pendidikan karakter bangsa. Hal ini dimaksudkan supaya pendidikan yang ada tidak tercabut dari akar budaya bangsa Indonesia. (Muhammad Fadlillah, dkk. 2013:34). Landasan terakhir yang tidak kalah penting adalah, berlandaskan pada tujuan pendidikan nasional. Rumusan pendidikan nasional secara keseluruhan telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal 3 yang berbunyi: “bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
6
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Berdasarkan uraian tujuan pendidikan nasional tersebut, telah jelas disebutkan bahwa, pendidikan tidak hanya bertujuan pada pembentukan kognitif siswa saja, akan tetapi mencakup ranah sikap atau karakter. Ranah sikap/karakter menurut Aqib (2012:40) dapat di klasifikasikan menjadi lima nilai-nilai utama yaitu, hubungannya dengan Tuhan, hubungannya dengan diri sendiri, hubungannya dengan sesama, hubungannya dengan lingkungan, dan nilai kebangsaan. Sebagai upaya kelanjutan penanaman nilai-nilai karakter tersebut, pemerintah telah melakukan pengembangan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013. Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, sisi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirilis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Melalui
pengembangan
kurikulum
2013
diharapkan
akan
mampu
menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Pengembangan kurikulum 2013 ini difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa panduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual (Mulyasa, 2013:65).
7
Penerapan Kurikulum 2013, pada tahun ajaran 2013/2014 telah diterapkan pada kelas I dan kelas IV. Pada kurikulum ini, penilaian di SD salah satunya menggunakan penilaian otentik yang merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai aspek sikap, pengetahuan, keterampilan mulai dari masukan (input), proses, sampai keluaran (Output). Nilai sikap atau karakter telah jelas dicantumkan pada kompetensi inti satu dan dua. Pada kompetensi inti tersebut guru diharapkan mampu mengembangkan indikator penilaian sendiri dalam menerapkan nilai karakter pada setiap proses pembelajaran yang terjadi. Nilai sikap dapat dinilai dengan cara observasi, penilaian diri, penilaian antar teman serta jurnal. Berdasarkan kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut, telah jelas bahwa nilainilai karakter wajib ditanamkan sejak usia dini melalui pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dilakukan karena dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan serta efektifitas dalam proses implementasi nilainilai karakter di lapangan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter yang diharapkan. SDN Lowokwaru 2 merupakan salah satu SD percontohan kurikulum 2013 di kota Malang. SD ini telah menggunakan kurikulum 2013 dalam pelaksanaan pembelajaran ditahun ajaran 2013/2014 pada kelas I serta kelas IV. Akan tetapi pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian terhadap implementasi nilai-nilai karakter di kelas IV pada tema 9 “Makanan sehat dan bergizi”, sub tema “Manfaat makanan sehat dan bergizi”, pembelajaran 2 sampai dengan 4. Hal ini dimaksudkan karena, pada kelas IV telah jelas tertulis disetiap pembelajaran terdapat penilaian karakter atau sikap yang harus dicapai.
8
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Nilai-Nilai Karakter dalam Proses Pembelajaran di Kelas IV SD Negeri Lowokwaru 2 Malang”. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam dunia pendidikan yang nantinya bisa digunakan sebagai perbaikan untuk pengembangan kebijakan dalam dunia pendidikan. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang peneliti ajukan adalah : 1. Nilai-nilai karakter apa sajakah yang dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri Lowokwaru 2? 2. Bagaimanakah guru mengimplementasikan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri Lowokwaru 2? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri Lowokwaru 2. 2. Untuk mendeskripsikan strategi guru mengimplementasikan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri Lowokwaru 2. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua aspek, yaitu praktis dan teoritis. 1. Secara praktis a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan yang lebih baik dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi Dinas Pendidikan atau instansi terkait.
9
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan serta koreksi diri terhadap kekurangan bagi para guru. c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan pagi para guru SD Negeri Lowokwaru 2 dalam melaksanakan implementasi nilai-nilai karakter. 2. Secara teoritis a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pengembangan ilmu pendidikan, sesuai dengan teori-teori pembelajaran yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai karakter. b. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pengembangan ilmu pendidikan, sesuai dengan teori pembelajaran humanistik yang dikemukakan oleh Bloom yang berada pada ranah Afektif (sikap). 1.5 Batasan Istilah 1. Implementasi Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam tindakan praktis sehingga memberikan dampak baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap. Dalam KBBI, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan. Implementasi yang dimaksud oleh peneliti adalah proses penerapan suatu kebijakan melaksanakan program nilai-nilai karakter di kelas. 2. Nilai-Nilai Karakter Nilai-nilai pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur untuk memperkuat karakter individu yang berimplikasi pada penguatan karakter bangsa. Hal yang
10
menjadi dasar pijakan pada pendidikan karakter adalah budi pekerti dan kewarganegaran. 3. Pembelajaran Menurut
Nata,
sebagaimana
dikutip
oleh
Fathurrohman
(2012:7)
pembelajaran adalah usaha usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya porses belajar untuk belajar. Pembelajaran pada penelitian ini yaitu meliputi proses penyampaian pesan dari sumber pesan, yaitu guru dalam mengimplementasikan nilai-nilai karakter pada saat pembelajaran berlangsung.