1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada saat ini tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental menuju ke sistem tata kelola kepemerintahan yang demokratis, transparan, serta meletakkan supremasi hukum. Perubahan yang tengah dialami tersebut menempatkan penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kepentingan rakyat kembali diletakkan pada posisi sentral. Namun setiap perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara selalu dijumpai berbagai bentuk ketidakpastian. Dengan demikian pemerintah harus mengupayakan kecepatan dan ketepatan komunikasi dengan lembaga-lembaga tinggi negara, dengan pemerintah daerah serta mendorong partisipasi masyarakat luas, agar ketidakpastian tersebut tidak mengakibatkan perselisihan paham. Disamping itu agar tidak mengakibatkan ketegangan yang meluas, dan berpotensi menimbulkan permasalahan baru. Pemerintah juga harus lebih terbuka terhadap derasnya aliran ekspresi aspirasi rakyat dan mampu menanggapi secara cepat dan efektif. Sejak diterbitkannya Instruksi Presiden No. 3/2003 tentang e-Government dan UU No 14/2008 tentang keterbukaan informasi, lembaga-lembaga pemerintah mulai dari pusat sampai dengan tingkat kabupaten/kota berlomba-lomba menjadi yang terdepan dalam implementasi e-Government dan memenuhi keterbukaan informasi kepada publik. Anggaran yang cukup besar pun dikucurkan untuk
1
2
mendukung implementasi. E-Government yang diharapkan dapat menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip tatakelola pemerintahan yang baik. Adanya penerapan e-Government ini diharapkan akan membentuk pemerintahan bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif serta memenuhi keterbukaan informasi kepada publik. Hal ini merupakan perwujudan pemerintah untuk memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yaitu : 1. Masyarakat menuntut agar pelayanan publik yang menyangkut pemenuhan kepentingan masyarakat luas di seluruh wilayah negara, dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah dijangkau secara interaktif. 2. Masyarakat menginginkan agar asiprasi mereka didengar dengan demikian pemerintah harus memfasilitasi partisipasi dan dialog publik di dalam perumusan kebijakan negara. Stevanus Wisnu Wijaya (2007) dalam budaya organisasi dan efektivitas penerapan e-Government, menyatakan bahwa keberhasilan sebuah organisasi mencapai tujuan organisasi dalam hal ini pengembangan e-Government dan keterbukaan informasi publik dipengaruhi oleh budaya organisasi tersebut. Budaya organisasi merupakan fenomena yang bersifat abstrak, tetapi diyakini memiliki pengaruh yang besar terhadap efektivitas organisasi. Budaya dalam hal ini mencakup nilai yang diyakini, kecenderungan pola manajerial dan kepemimpinan, bahasa dan symbol, prosedur dan rutinitas dalam organisasi dan definisi keberhasilan dalam organisasi.
3
Budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara pegawai berperilaku (cushway dan Lodge, 2000),
sehingga
budaya
tersebut
sangat
mempengaruhi
keberhasilan
pengembangan e-Government, karena actor yang terpenting dalam SI adalah user (Lamb and Kling, 2005). Oleh karena itu pengembangan e-Government baru dapat secara maksimal diterapkan di Kementerian Agama RI bila perilaku pegawai-pegawai didalamnya telah sejalan dengan tujuan penerapannya eGovernment. Pimpinan Kementerian Agama RI (Kemenag) sebagai salah satu unsur pemerintah yang menerapkan e-Government sudah seharusnya memberikan dukungan dan komitmennya untuk melakukan perubahan dalam rangka penerapan eGovernment. Beberapa alasan antara lain semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan informasi yang selalu up to date, mempersiapkan sumber daya (misalnya yang pokok: manusia, sarana, dan dana), agar keterkaitan masyarakat tentang pemberian informasi haji yang cepat dan pendidikan agama dapat terpenuhi. Kemenag merupakan kementerian yang tidak di otonomikan, ini tertuang dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Disamping itu Kementerian Agama RI merupakan institusi terbesar yang memiliki 4381 satuan kerja di 33 propinsi, dengan jumlah satker terbanyak dibanding kementerian lain maka survey dilakukan di Kemenag untuk mendapatkan gambaran kesiapan pemerintah dalam menerapkan e-government. Hal ini dilakukan dengan dasar pemikiran sebagai berikut:
4
1. Pada saat ini Kemenag RI dalam hal pemanfaatan e-Governement terlihat masih kurang sehingga belum banyak menunjang pekerjaan mereka. 2. Masih kurang dimanfaatkannya sarana e-mail sebagai sarana komunikasi. 3. Website sebagai alat untuk memberikan informasi baik kepada publik maupun kepada internal organisasi cenderung masih kurang berjalan. Dampak hal tersebut adalah komunikasi dan arus pertukaran informasi antar unit sehingga pemberian informasi kepada publik menjadi lamban. Hal ini berdampak pula terhadap informasi melalui website di Kementerian Agama RI tidak up to date. Berdasarkan interview yang dilakukan kepada Kepala Pusat Informasi Keagamaan dan Kehumasan (KAPUSPINMAS) hal ini ditenggarai karena masih kurangnya pegawai yang memanfaatkan teknologi informasi dan memahami apa manfaat dan tujuan penerapan e-Government tersebut. Dengan demikian dibutuhkan
budaya organisasi yang mampu
mendorong pegawai untuk memanfaatkan teknologi informasi sejalan dengan tujuan penerapan e-Government sesuai Inpres No 3 tahun 2003 dan memenuhi UU 14 tahun 2008.
1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah budaya organisasi (X) berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan e-Government (Y) ? 2. Apakah orang sebagai dimensi Budaya Organisasi berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan e-Government (Y) ?
5
3. Apakah struktur sebagai dimensi Budaya Organisasi berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan e-Government (Y) ? 4. Apakah teknologi sebagai dimensi Budaya Organisasi berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan e-Government (Y) ? 5. Apakah lingkungan sebagai dimensi Budaya Organisasi berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan e-Government (Y) ?
1.3. Batasan Masalah Ruang lingkup permasalahan penelitian dibatasi pada budaya organisasi. Yang akan dinilai dari perilaku organisasi dengan menunjuk teori Keith Davis & John W. Newstrom (1985) yaitu orang, struktur, teknologi dan lingkungan luar. Locus yang akan diteliti dibatasi di lingkungan Kementerian Agama RI Pusat, Jakarta. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan, yaitu: 1. Untuk membatasi area pembahasan yang terlalu besar sehingga pembahasan dapat lebih fokus, mengingat hampir semua topologi birokrasi sama. 2. Organisasi Kementerian Agama RI adalah organisasi yang tidak diotonomikan sehinggga dari pusat sampai daerah sama. 3. Karena organisasi yang tidak diotonomikan centrum kebijakan berada di pusat, sehingga daerah merupakan struktur vertical dari pusat. 4. Kajian budaya organisasi pada Kementerian Agama RI yang sudah menerapkan e-Government.
6
5. Keberhasilan penerapan e-Government hanya ditinjau dari sudut pandang budaya organisasi. 6. Pengaruh budaya organisasi dilihat dari pemetaan tahapan pengembangan kesesuaian e-Government dengan budaya organisasinya.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan (T) diadakan penelitian ini antara lain: 1. (T-1) Untuk melihat pengembangan e-Government yang berada di Kementerian Agama RI. 2. (T-2) Untuk melihat budaya organisasi Kementerian Agama RI, pengaruhnya terhadap keberhasilan pengembangan e-Government. 3. (T-3)
Untuk
mengetahui
signifikansi
budaya
organisasi
dalam
mempengaruhi keberhasilan pengembangan e-Government. 4. (T-4) Untuk memberikan masukan kepada Kementerian Agama RI khususnya dalam membangun e-Government. 5. (T-5) Untuk melihat tahapan yang ada dari e-Government dan Budaya Organisasi pada Kementerian Agama RI.
1.5. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian dari tesis ini dapat memberikan masukan kepada Kementerian Agama RI tentang pengaruh dimensi budaya organisasi terhadap keberhasilan pengembangan e-Government dan orang, struktur, teknologi,
7
lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan e-Government, sehingga hasil penelitian dapat memberikan masukan agar penerapan eGovernment dapat lebih optimal.