BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Penganggaran di sektor pemerintahan merupakan suatu proses yang cukup
rumit. Karakteristik penganggaran di sektor pemerintahan sangat berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta. Pada sektor swasta anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor pemerintahan anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk didiskusikan, dikritik, diawasi dan dievaluasi untuk mendapat masukan dan saran. Hal ini lah yang menjadikan gap dalam pengertian anggaran sehingga memerlukan kajian yang mendalam untuk memperbaiki penganggaran di sektor pemerintahan. Mulai tahun 1990-an ilmu administrasi publik mengenalkan paradigma baru yang sering disebut New Public Management/ NPM (Hood, 1991). NPM merupakan paradigma alternatif menjawab Ketidakpuasan masyarakat yang telah di implementasikan di berbagai negara. Paradigma ini menekankan pada perubahan perilaku yang menganggap peranan pemerintah baik pusat maupun daerah dan lembaga publik lainnya harus diubah. Dari yang sebelumnya pemerintah melakukan sendiri pelayanan publik menjadi fokus pada kebijakan publik dan memberi kesempatan pada sektor swasta dan civil society untuk melaksanakan pelayanan publik berdasarkan mekanisme pasar. (Hendarto, 2012) Penerapan NPM di Indonesia diawali dengan reformasi di bidang keuangan dengan lahirnya tiga paket undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun
1
2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaaraan Negara, dan Undang-undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, telah menandai dimulainya era baru dalam pengelolaan keuangan negara. Ketiga UU tersebut menjadi dasar bagi reformasi dibidang keuangan negara, yaitu dari administrasi keuangan menjadi pengelolaan keuangan (Akhmad Solikin, 2006). Mardiasmo (2002:27) menyebutkan bahwa reformasi di bidang keuangan negara meliputi lima bidang berikut, yaitu: 1. Reformasi Sistem Pembiayaan 2. Reformasi Sistem Penganggaran 3. Reformasi Sistem Akuntansi 4. Reformasi Sistem Pemeriksaan 5. Reformasi Sistem Manajemen Keuangan Daerah. Salah satu wujud reformasi sistem penganggaran adalah penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Sistem ini sudah menjadi tren perkembangan di banyak negara sejalan dengan budaya manajemen publik baru (Sancoko dkk, 2008). Dalam perkembangannya, munculah sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan. Di Indonesia, sistem tersebut diamanahkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 14 ayat (1) dan (2) serta dituangkan dalam PP No. 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah pasal 3 ayat (2) dan PP No. 21/2004
2
tentang Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) pasal (4), (7) dan (8). Anggaran Berbasis Kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi (Bastian, 2006: 171). Anggaran Berbasis Kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut dideskripsikan pada seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Anggaran Berbasis Kinerja yang efektif akan mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi yang merupakan kunci pengelolaan program secara efektif. Jika terjadi perbedaan antara rencana dan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi sumber-sumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan output/outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program (Deputi IV BPKP, 2005). Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang (Bastian, 2006: 275). Di Indonesia, penerapan Anggaran Berbasis Kinerja hanya diikuti pada tingkat perubahan teknis dan format, namun perubahan paradikma belum banyak terjadi (Rahayu dkk, 2007). Hasil kajian Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Departemen Keuangan (2008) menyatakan bahwa Pemerintah
3
Indonesia telah melaksanakan Anggaran Berbasis Kinerja tetapi belum utuh dan konsisten. Penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperkuat oleh laporan Local Governance Support Program (2009) dalam Pengawasan DPRD terhadap Pelayanan
Publik
yang
menyatakan
bahwa
beberapa
instrumen
pertanggungjawaban kinerja dibuat secara sepihak, seperti Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) cenderung terkesan hanya formalitas dan tidak cukup dapat diandalkan untuk menilai kinerja organisasi publik. Dalam proses penyusunan Pagu Indikatif, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) telah melakukan pemantapan penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Pemantapan ABK dilakukan dengan kebijakan (i) menyempurnakan pola pengalokasian anggaran yang mengacu pada prinsip money follow function, (ii) memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pelaksanaan anggaran melalui penyederhanaan struktur anggaran dan jenis belanja. (iii) meningkatkan keterkaitan antara alokasi anggaran dengan target kinerja yang akan dihasilkan (iv) Meningkatkan efisiensi belanja melalui penajaman atas kelayakan anggaran terhadap sasaran kinerja dan konsistensi sasaran kinerja dengan Renstra/Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Selain itu, dilakukan pemantapan penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), melalui (i) penerapan anggaran bergulir melalui penyusunan prakiraan maju untuk 3 tahun anggaran kedepan (ii) Penggunaan angka prakiraan maju sebagai dasar penghitungan alokasi anggaran dan proyeksi kebutuhan anggaran terhadap sebuah kebijakan yang dilaksanakan lebih dari satu tahun (iii)
4
penyesuaian angka dasar berdasarkan perubahan parameter ekonomi (inflasi, nilai tukar rupiah) dan parameter non ekonomi (penyesuaian Standar Biaya Umum, Standar Biaya Khusus, penambahan/pengurangan volume di luar prioritas nasional/bidang) serta hasil evaluasi kinerja anggaran. (iv) mekanisme inisiatif baru dan metode kompetisi dalam penilaian untuk tambahan alokasi anggaran bagi K/L diluar angka dasar (v) Penyempurnaan metode biaya untuk proposal penilaian
inisiatif
baru.
Hal
ini
lah
yang
menyebabkan
banyak
kementerian/lembaga serta daerah yang dipertanyakan kesiapannya dalam mengelola anggaran yang diajukan. Evaluasi program atau pengukuran kinerja memerlukan pemahaman bagaimana sebuah program dijalankan, serta apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat program tersebut. Ada banyak model yang bisa digunakan dalam melakukan evaluasi program. Model digunakan sebagai pisau analisis dalam menjawab permasalahan yang muncul diawal penelitian dengan berpedoman kepada data yang telah diperoleh dari lapangan. Meskipun terdapat beberapa perbedaan diantara model-model evaluasi , tetapi secara umum modelmodel evaluasi memiliki persamaan yaitu mengumpulkan data atau informasi obyek yang dievaluasi sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan. (Arikunto dan Safruddin: 2004). Pusat Survei Geologi (PSG) merupakan salah satu Satuan Kerja di bawah Badan Geologi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral yang mengelola sumber dana APBN yang cukup besar, sehingga diperlukan pertanggungjawaban
5
keuangan yang sangat besar juga. Dengan tanggung jawab yang besar tentu saja banyak kendala yang dihadapi terutama dalam hal akuntabilitas kinerja. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul sebagai berikut: “Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja (Studi Pada Satuan Kerja Pusat Survei Geologi)”. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu motivasi bagi Pusat Survei Geologi maupun Badan Geologi KESDM sebagai organisasi publik dalam menerapkan penganggaran berbasis kinerja dengan lebih baik. 1.2
Perumusan Masalah Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral telah melaksanakan Anggaran Berbasis Kinerja sejak reorganisasi Kementerian ESDM di tahun 2005 sebagaimana pengimplemetasian dari UndangUndang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 14 ayat (1) dan (2) serta dituangkan dalam PP No. 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah pasal 3 ayat (2) dan PP No. 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementrian Negara/Lembaga (RKAKL) pasal (4), (7) dan (8). Anggaran Berbasis Kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada outcome organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi. namun dalam prakteknya di Pusat Survei Geologi belum seluruhnya dijalankan dan penyajiannya sekedar hanya memenuhi kewajiban formal. 1.3
Pertanyaan Penelitian 1.
Kendala-kendala apa yang ada dalam sistem penganggaran berbasis kinerja di Pusat Survei Geologi?
6
2.
Bagaimana sistem penganggaran berbasis kinerja yang baik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut ?
3.
Bagaimana
kesiapan
lembaga
dalam
mengimplementasikan
Penganggaran Berbasis Kinerja? 1.4
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengindentifikasi mengenai berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja Pusat Survei Geologi dan mencari solusi cara mengatasi kendala serta permasalahan yang ada.
2.
Untuk mengindentifikasi capaian Pusat Survei Geologi dalam mengimplementasikan sistem Penganggaran Berbasis Kinerja.
3.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai kesiapan lembaga Pusat Survei Geologi tentang Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja
1.5
Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan atas dasar keterlibatan penulis pada proses
perencanaan di Pusat Survei Geologi tempat penulis bekerja. Oleh karena itu, diharapkan dengan penelitian ini akan membantu mempermudah dalam memahami sistem pengganggaran berbasis kinerja dan kendala-kendala yang terjadi pada sistem penganggaran Pusat Survei Geologi. 1.6
Manfaat Penelitian 1.
Memberi masukan kepada Perencana capaian yang dituju dapat tercapai dan memberikan rekomendasi kepada manajemen Pusat Survei Geologi.
7
2.
Memberikan masukan kepada Pusat Survei Geologi dalam upaya menghasilkan sistem penganggaran berbasis kinerja yang baik
3.
Memberikan masukan bagi akademisi untuk penelitian sejenis sebagai dasar referensi untuk pengembangan penelitian selanjumya.
1.7
Proses Penelitian Secara singkat tahapan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 2. Tujuan Penelitian
3. Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus
1.
Pertanyaan Penelitian
4. Metode Penelitian Studi Kasus
5. Temuan dan Analisis
Sumber: Panduan Umum Penulisan Tesis MAKSI FEB UGM 2013
1.8
Sistematika Penulisan Penelitian
Dalam bagian ini penulis akan menguraikan sistematika penyajian susunan tesis sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisam penelitian.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang uraian teori yang mendasari pokok permasalahan dalam penelitian yang dilakukan yang terdiri dari Penganggaran Berbasis Kinerja BAB III LATAR BELAKANG KONTEKSTUAL PENELITIAN STUDI KASUS Bab ini menjelaskan secara deskriptif objek penelitian dan menjelaskan secara kontekstual aplikasi konsep-konsep yang ada dalam tinjauan literatur dari objek penelitian. BAB IV RANCANGAN PENELITIAN STUDI KASUS Rancangan Penelitian berisi dengan pembahasan pengambilan data dan analisis data yang akan dilakukan. Bagian pengambilan data berisi dengan sumber datanya, teknik pengambilan datanya (wawancara, observasi, kuesioner, arsip dan lainnya) serta proses pengambilan datanya. BAB V PEMAPARAN TEMUAN KASUS Bab ini menjelaskan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian berupa deskripsi kondisi obyek penelitian yang dapat menjawab tujuan penelitian. BAB VI RINGKASAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merumuskan dan mendiskusikan hasil temuan menurut landasan teori yang telah ditentukan. BAB
VII
RINGKASAN,
SIMPULAN,
KETERBATASAN,
DAN
REKOMENDASI
9
Bab ini menjelaskan ringkasan penelitian, kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan dalam penelitian, dan rekomendasi yang diberikan peneliti atas hasil analisis dan kajian sesuai dengan tujuan penelitian.
10