BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang
selama ini digambarkan tidak produktif, tidak efisien, selalu rugi, rendah kualitas, kurang inovatif, dan tidak akuntabel pada perkembangannya mendorong reformasi di bidang tata kelola pemerintahan. Perubahan mendasar bidang tata pengelolaan dan kepemerintahan tersebut telah dimulai sejak reformasi 1998 terjadi di Indonesia. Salah satu bentuk perubahan dalam bidang tata pengelolaan yakni pada tahun 1999 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Inpres Nomor 7 Tahun 1999 berisi mengenai instruksi kepada pimpinan organisasi pemerintah untuk menyampaikan pencapaian kinerja akuntabilitasnya dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Sesuai Inpres Nomor 7 Tahun 1999 ( pasal 1-8),sasaranya adalah: 1. Instansi pemerintah melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi sehingga terwujud instansi yang akuntabel, efektif, efisien dan bertanggung jawab atas layanannya terhadap masyarakat 2. Penyampaian laporan akuntabilitas sebagai bentuk transparasi 3. Pengawasan dengan evaluasi
1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, mencerminkan bahwa sistem sentralisasi telah dihapuskan digantikan dengan sistem desentralisasi. Konsep ini diharapkan dapat membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi semakin membaik. Pemerintah pusat menyadari bahwa sistem sentralisasi tidak tepat untuk mewujudkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999. Hal demikian dikarenakan apabila sistem ini terus dijalankan, maka impian untuk mewujudkan instansi pemerintah yang responsif, efektif, dan efisien akan sulit untuk terwujudkan. Kondisi tersebut menjadi tepat karena pemerintah pusat tidak akan mampu mendengarkan seluruh keinginan masyarakat yang jauh dari pusat pemerintahan itu sendiri. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 diharapkan dapat mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat. Tujuan akhirnya yaitu untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan sistem kepemerintahan yang terjadi di Indonesia setelah 32 tahun, merupakan bentuk nyata upaya memperbaiki sistem pemerintahan Indonesia dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance). Konsep New Publik Manajemen (NPM) yang merupakan konsep sistem manajemen
dinilai sangat sesuai dengan sistem
desentralisasi. Konsep ini mengubah peran pemerintah dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat kearah yang lebih demokrasi. NPM berfokus pada pengukuran kinerja organsasi sektor publik yang berorientasi pada pengukuran
2
dampak (outcome) , bukan lagi sekedar pengukuran masukan (input) dan keluaran (ouput) saja. Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Negara Penerapan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2010, bahwa perbaikan pemerintahan (government) dan sistem manajemen agenda penting dalam reformasi pemerintahan yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu cara untuk menilai tingkat keberhasilan atau kegagalan organisasi sektor publik dalam menjalankan program atau kebijakan yang telah di tetapkan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Pengukuran kinerja dapat menjadi umpan balik kepada pemangku kepentingan seperti pimpinan lembaga atau kementerian, kepala daerah, kepala instansi SKPD, dan pimpinan institusi untu menjadi bahan evaluasi agar kinerja di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Hal tersebut kemudian mendorong Pemerintah pusat selaku pengawas pemerintah daerah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah sebagai bentuk penegasan kembali atas Inpres Nomor 7 Tahun 1999. Pelaporan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif ini dilakukan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP merupakan alat evaluasi atas program dan kegiatan yang telah dilakukan masa lalu dan digunakan untuk perbaikan masa mendatang. Penilaian LAKIP akan baik apabila program dan kegiatan yang telah dijalankan oleh instansi pemerintah mencapai indikator yang ditetapkan pada masing-masing program, yaitu apabila capaian program dan kegiatan dengan indikator yang telah ditetapkan memiliki persentase seratus persen.
3
Kerangka acuan program merupakan awal dari sebuah program. Kerangka acuan program haruslah mernguraikan dengan jelas cara program untuk encapai tujuan kebijakan yang melandasinya. Termasuk dalam Kerangka Acuan Program adalah uraian mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan, serta keluaran (output) dan dampak (outcome) yang di hasilkan, sehingga pada akhirnya akan mendukung pecapaian sasaran program. Kerangka Acuan untuk kegiatan/ subkegiatan harus menguraikan alur pikir dan keterkaitan antara kegiatan/ subkegiatan dengan program utama, serta alasan mengapa kegiatan/ sub-kegiatan tersebut dipilih, dan bagaimana keluaran kegiatan/ sub-kegiatan tersebut terkait dengan upaya pencapaian sasaran program. Selain itu harus diuraikan pula secara rinci pendekatan dan metodologi pelaksanaan kegiatan, masukan (input) sumber daya, keluaran (ouput) dan sasarannya, serta indikator yang gunakan untuk mengukur/ melakukan monitoring pelaksanaan/ keluaran yang bersangkutan, serta penanggung jawab kegiatan/subkegiatan. Apabila program disusun sesuai dengan arahan kerangka acuan program yang seharusnya bukan hanya kebutuhan politik semata, tentunya indikator yang di tetapkan akan mengakomodir kinerja program sebenarnya dan kinerja instansi secara luasnya. Akbar, dkk (2010) meneliti meengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran kinerja pada pemerintah daerah di Indonesia. Penelitiannya menunjukkan bahwa kesulitan metrik (ukuran), pengetahuan teknis, komitmen manajemen, dan kepentingan pihak legislatif memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan pengukuran kinerja pemerintah.
4
Provinsi Riau sebagai salah satu pemerintah daerah juga yang diberikan wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengatur daerahnya, dalam rangka mempertanggungjawabkan
kinerjanya
menggunakan
instrumen
laporan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Laporan pertanggungjawaban juga digunakan untuk melihat ketercapaian visi dan misi provinsi Riau. Visi Riau pada tahun 2009-2013 yakni terwujudnya pembangunan ekonomi yang mapan, melalui kesiapan infrastruktur, peningkatan pembangunan sektor pendidikan,serta memberikan jaminan kehidupan agamis dan pengembangan budaya melayu secara proposional. Untuk mewujudkan visi tersebut seluruh satuan perangkat kerja daerah akan menyusun program-program dan kegiatan-kegiatan yang selaras dengan visi tersebut. Salah satu visi Riau adalah peningkatan sektor pendidikan, yang dijalankan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Sebagai satuan perangkat kerja daerah Dinas Pendidikan Provinsi Riau telah menyusun rencana strategis lima tahun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Riau. Pada kenyataannya, setelah dilakukan evaluasi terhadap LAKIP Dinas Pendidikan Provinsi Riau, dapat diketahui kinerja instansi tersebut masih rendah. Penelitian ini mencoba melihat lebih jauh sistem pengukuran dan pelaporan kinerja pada Dinas Pendidikan Provinsi Riau berdasarkan alat bantu berfikir logis dengan menggunakan cetak biru kinerja (Performance Blueprint). LAKIP Dinas Pendidikan Provinsi Riau memuat 11 program dengan 238 kegiatan. Hal ini tentu tidak mudah dalam mengukur ketercapaian dari
5
keseluruhan program dan kegiatan yang berada di dinas tersebut. Dinas Pendidikan menjadi menarik untuk diteliti karena sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Adapun visi dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau
ialah “Terwujudnya Lembaga
Pendidikan di Provinsi Riau yang mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia berkualitas, beriman dan bertaqwa, berbudaya Melayu serta memiliki daya saing 2020”, tentunya visi ini sangat menarik karena memiliki ekspektasi yang tinggi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sistem pengukuran dan pelaporan kinerja di Dinas Pendidikan Provinsi Riau dengan judul penelitian sebagai berikut: “Evaluasi Sistem Pengukuran dan Pelaporan Kinerja Studi Kasus Pada Dinas Pendidikan Provinsi Riau”
1.2.
Rumusan Masalah Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
daerah yang kemudian dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota
memperlihatkan
bahwa
pemerintah
mempercayakan
pengurusan
pemerintahan di luar bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama kepada pemerintah daerah. Pembagian tugas ini diselanggarakan dalam rangka memberikan wewenang kepada tiap daerah untuk mengurus daerahnya serta memberikan kesempatan yang sama bagi tiap derah untuk berkembang dan maju guna meningkatkan kesejahteraan
6
masyarakat. Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten dan/atau kota berkoordinasi dalam tiap penyusunan program di 31 bidang. Dalam hal pelaporan telah ditegaskan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah yang telah diperjelas dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, maka menjadi kewajiban bagi Dinas Pendidikan Provinsi Riau untuk mempertanggungjawabkan tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya kepada publik dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Dokumen pelaporan kinerja ini dimanfaatkan oleh setiap pimpinan isntansi pemerinatah untuk memantau dan mengendalikan pencapaian kinerja instansi organisasi, melaporkan capaian realisasi kinerja dalam LAKIP, dan menilai keberhasilan instansi. LAKIP berisi mengenai ikhtisar pencapaian sasaran yang menyajikan informasi tentang pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, realisasi dari program yang telah dijalankan di dasarkan atas pencapaian indikator kinerja utama yang telah ditetapkan oleh organisasi, penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja, dan pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja 5 tahunan yang direncanakan. Didalam format formulir penetapan kinerja tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diharuskan menyertakan sasaran strategis, program dan kegiatan, indikator kinerja, target, dan anggaran. Dalam format formulir rencana kinerja tahunan tingkat SKPD harus berisikan sasaran strategis, indikator kinerja, dan target.
7
Untuk format pengukuran kinerja tingkat SKPD harus berisi tentang sasaran strategis, indikator kinerja, target, realisasi, dan persentase pencapaian realisasi. Tahun 2012 dan 2013 LAKIP Dinas Pendidikan Provinsi Riau memiliki nilai C dan menduduki peringkat 6 (enam) di tingkat satuan kerja pemerintah provinsi. Rendahnya penilaian terhadap LAKIP Dinas Pendidikan Provinsi Riau secara eksplisit mengindikasikan bahwa terdapat ketidaksesuaian dari beberapa komponen evaluasi. Hal ini terlihat dari indikator kinerja program yang belum berorientiasi pada kinerja sebenarnya, dokumen perencanaan dan pelaporan yang belum menggambarkan alur logika, dan belum tercapainya beberapa sasaran indikator yang telah ditetapkan. Permasalahan tersebut jika tidak ditanggapi secara lebih mendalam dapat menyebabkan kegagalan dalam pencapain visi dinas serta visi Riau secara lebih luas.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Bersadarkan rumusan masalah yang di kemukakan sebelumnya, maka
penulis merumuskan permasalahan yakni: 1. Apakah terdapat hubungan yang logis antar komponen program yang di laksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau? 2. Apakah indikator kinerja yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Riau telah berbasiskan kinerja? 3. Apakah faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung dan penghambat implementasi evaluasi program berbasis kinerja?
8
1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Mengevaluasi hubungan logis dari tahapan dalam penyusunan program serta kegiatan yang berada di Dinas Pendidikan Provinsi Riau dalam pewujudan visi misi tujuan dan sasaran strategisnya dengan pendekatan model logis 2. Mengevaluasi indikator kinerja yang di tetapkan dan di gunakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau telah benar-benar berbasiskan kinerja yang sesungguhnya 3. Menganalisis
faktor-faktor-faktor
yang
dapat
mendukung
dan
menghambat dalam penyusunan indikator kinerja
1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada praktisi dan
akademisi. Kontibusi kepada praktisi yakni: 1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi Riau untuk menyusun program dengan mengunakan model logika sehingga akan didapati program dan kegiatan yang benar-benar mengakomodir kebutuhan masyarakat. 2. Selain itu sebagai sumbangsih pemikiran dan masukan bagi pemerintah provinsi riau mengenai pengukuran kinerja dengan pendekatan model logika (logic model) dan cetak biru kinerja (perfomance bleuprint).
9
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang akademisi yakni sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti bidang kajian pengkuran kinerja sektor publik dengan pendekatan model logika(logic model) dan cetak biru kinerja(performance blueprint).
1.6.
Batasan Penelitian Penelitian ini membatasi pembahasan sistem prngukuran dan pelaporan
kinerja yang berada dalam satu instansi pemerintah di provinsi Riau yakni Dinas Pendidikan Provinsi Riau, dengan LAKIP yang digunakan yakni 3 tahun anggaran yakni 2011, 2012, dan 2013.
1.7
Proses Penelitian Tahapan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 2. Tujuan Penelitian 3. Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus
1. Pertanyaan Penelitian 4. Model Penelitian Studi Kasus
5. Temuan dan Analisis
Sumber : Pedoman Umum Penulisan Tesis (Program Masi UGM, 2013) Gambar 1.1 Proses Penelitian Studi Kasus
10
1.8.
Sistematika Penelitian Untuk memudahkan dalam mengkomukasikan hasil penelitian, maka
peneliti menyusun sistematika pembahasan sebgai berikut: BAB I
:
PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II
:
TINJAUAN LITERATUR Bab ini meliputi telaah literatur dan model penelitian
BAB III
:
LATAR
BELAKANG
KONSTEKTUAL
OBJEK
PENELITIAN Bagian ini menjelaskan secara deskriptif tentang objek penelitian dan aplikasi teori atau konsep yang diterapkan di dalam objek penelitian, untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik objek penelitian terkait dari teori dan konsep yang digunakan di bab tinjauan pustaka BAB IV
:
METODOLOGI PENELITIAN Bagian ini menguraikan mengenai metode dan alasan menggunakan
metode
penelitian
kualitatif,
subjek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik menganalisis data.
11
BAB V
:
PEMAPARAN TEMUAN DAN INVESTIGASI KASUS Bagian ini berisi uraian temuan dalam penelitian di lapangan yang menggambarkan fakta-fakta yang dapat menjawab tujuan penelitian.
BAB VI
:
ANALISIS DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN Bagian ini menjelaskan analisis dan diskusi mengenai temuan hasil penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian.
BAB VII
:
PENUTUP Bagian ini berisi simpulan dari analisis permasalahan yang ada. Bab ini juga membahas keterbatasan penelitian dari sudut pandang keilmuan dan efektivitas penelitian ini menjawab permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, bab ini juga akan memberikan informasi dan saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak lembaga dan akademisi.
12