BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap pelaku usaha atas usaha yang dijalankannya atau perusahaan yang telah didirikannya pasti memiliki harapan agar kelangsungan hidup perusahaan tersebut dapat dipertahankan. Demi mempertahankan aktivitas perusahaan di dalam persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan akan mengalami kendala dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai mengubah status perusahaannya melalui penawaran saham kepada publik (go public) dan mencatatkan sahamnya dengan memanfaatkan pasar modal di PT Bursa Efek Indonesia. Terkait dengan perusahaan yang go public tersebut harus memenuhi berbagai peraturan yang diterbitkan oleh pasar modal, seperti mempublikasikan laporan keuangan auditan tahun buku terakhir yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Sukaniasih dan Tenaya, 2016) Audit terhadap laporan keuangan oleh pihak ketiga yang independen (KAP) dapat meningkatkan kualitas dari laporan keuangan seperti yang dilaporkan oleh pihak manajemen (Dopuch dan Sumunic, 1982 dalam Hazmi, 2013) dan dapat meningkatkan kualitas dari informasi keuangan tersebut sehingga investor akan mendapatkan nilai dari perdagangan sekuritas yang dilakukannya. Dengan memeriksa opini yang dikeluarkan oleh akuntan publik, masyarakat dapat mengetahui 1
2
perusahaan mana yang memiliki keadaan keuangan yang wajar dan tidak terdapat kecurangan dalam proses bisnisnya Menurut Alvin dan James (1997) dalam Hazmi (2013).
Akuntan publik
adalah auditor yang berdiri sendiri yang melaksanakan proses pengumpulan dan pengevalusian bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang go publik maupun perusahaanperusahaan besar lainnya. Akuntan publik dalam memberikan opininya atas laporan keuangan yang telah diaudit, harus mempertanggungjawabkan semua perikatan audit yang telah dilakukan. Akuntan publik merupakan jasa professional, oleh sebab itu merupakan kewajiban perusahaan untuk memberikan fee kepada akuntan publik yang melakukan jasa audit (auditor eksternal) terhadap laporan keuangannya. Bagi akuntan publik, fee adalah sumber pendapatan bagi mereka. Iskak dalam Netty Herawaty (2011), mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Masalah fee adalah suatu permasalahan yang dilematis, dimana di satu sisi auditor harus independen memberikan opininya tapi di sisi lain auditor juga memperoleh imbalan dari klien atas pekerjaan yang dilakukannya. Di Indonesia besarnya fee audit masih menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan (Fachriyah, 2010 dalam Wibowo, 2012) menyatakan ada banyak
3
faktor yang mempengaruhi besar kecilnya fee audit, misalnya (1) Besar kecilnya klien, (2) Lokasi kantor akuntan publik, (3) Ukuran kantor akuntan publik. Faktorfaktor tersebut dianggap akan sangat berpengaruh terhadap penentuan fee audit yang akan dibebankan kantor akuntan publik kepada kliennya. Untuk menghindari penentuan fee audit yang tidak semestinya, maka IAPI menerbitkan surat keputusan No. KEP.0241/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan fee audit. Surat Keputusan ini diterbitkan dengan tujuan sebagai panduan bagi profesi Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik dalam menetapkan fee audit. (Wibowo, 2012) Fee audit adalah sebutan lain untuk biaya audit yang dibutuhkan oleh pihak independen
dalam
melaksanakan
tindakan
monitoring.
Sesuai
SK
No.KEP.024/IAPI/VII/2008, menjelaskan mengenai besarnya fee audit yang wajar dengan mempertimbangkan jasa audit yang diberikan oleh anggota IAPI. Biaya pokok pemeriksaan akan diperoleh dari tawar menawar yang dilakukan antara klien dengan kantor akuntan publik (Iskak, 1999 dalam Sukaniasih dan Tenaya 2016). Proses tawar menawar tersebut menjelaskan bahwa terjadi perbedaan besarnya fee audit di setiap perusahaan yang akan diauditnya maupun antar kantor akuntan publik itu sendiri, sehingga akan berpengaruh pada penetapan fee audit yang terlalu tinggi maupun rendah. Data fee audit yang dicantumkan pada laporan tahunan perusahaan go publicmasih tergolong sedikit akibat data fee audit yang diungkapkan hanya sebatas voluntary disclosures (Rizqiasih, 2010 dalam Sukaniasih dan Tenaya 2016). Teori keagenan merupakan dasar teori yang diterapkan di dalam praktik bisnis perusahaan. Prinsip dasar dalam teori ini adalah adanya hubungan kerja diantara
4
pihak yang memberi wewenang dengan pihak yang menerima wewenang dalam suatu bentuk kontrak kerjasama (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Putri dan Utama 2014). Pemilik (investor) pasti menginginkan return yang tinggi atas investasi yang mereka tanamkan, sedangkan di satu sisi manajemen mengharapkan kompensasi yang tinggi atas pekerjaan yang mereka lakukan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya konflik antara manajemen dengan pemilik. Untuk mengatasi perbedaan kepentingan dan masalah agensi yang timbul adalah dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Good corporate governance menciptakan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan tindakan yang dilakukan manajemen sudah sejalan dengan kepentingan dari para pemegang saham (Susiana dan Herawaty, 2007 dalam Putrid an Utama, 2014). Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham, dan stakeholders lainnya yang juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaransasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004 dalam Pancawati, 2010)). Corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Korporat pemerintahan yang baik dapat memberikan rangsangan bagi dewan direksi dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham yang harus
5
memfasilitasi pengawasan sehingga efektif mendorong menggunakan sumber daya perusahaanyang lebih efisien. Independensi dewan komisaris yang semakin kuat menjadi salah satu struktur governance yang cenderung menuntut akuntan publik untuk menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi demi meningkatkan penilaian perusahaan di mata para pemegang saham. Permintaan komisaris independen terhadap tingginya kualitas audit berarti menuntut fee audit yang tinggi pula atas jasa dari akuntan publik. Hasil penelitian Hamid et al. (2012) dalam Sukaniasih dan Tenaya (2016) menguatkan pernyataan tersebut, yang menyimpulkan bahwa dengan semakin besarnya proporsi komisaris independen, maka berpengaruh terhadap semakin tingginya fee audit. Jumlah anggota atau ukuran dewan komisaris yang ideal ditentukan melalui jenis industri entitas yang bersangkutan, karena nantinya akan melibatkan kompetensi yang wajib dimiliki oleh keseluruhan dewan komisaris (Prastuti, 2013). Mengingat tanggung jawab dewan komisaris sebagai pengawas perusahaan, maka dengan meningkatnya ukuran dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan sistem pengawasan perusahaan seperti mempengaruhi proses pelaporan keuangan yang selanjutnya akan berdampak pada proses audit. Nadia dkk. (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tingginya jumlah anggota dewan komisaris mampu meningkatkan kualitas laporan keuangan, sehingga akan mengurangi pekerjaan dari auditor eksternal. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa tingginya ukuran dewan komisaris memengaruhi fee audit secara negatif.
6
Komite audit adalah suatu badan yang dibentuk didalam perusahaan klien yang bertugas untuk memelihara independensi akuntan pemeriksa terhadap manajemen (Susiana dan Herawaty, 2007). Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Komite audit dibentuk
sebagai
bagian
dari
komite
yang
ditugaskan
untuk
membantu
menyelesaikan tugas yang dijalankan oleh dewan komisaris. Tanggung jawab utama komite ini, yaitu mengendalikan struktu internal entitas, mengawasi perancangan laporan keuangan, serta sebagai mediator antara auditor eksternal dan internal (Hay et al. dalam Widiasari, 2009). Karakteristik komite audit dapat dilihat dari intensitas pertemuan, ukuran, dan persentasenya. Selama peninjauan pada program audit dan hasilnya, independensi komite audit dapat merekomendasikan ruang lingkup audit kepada dewan komisaris untuk menghindari salah saji keuangan (Abbot et al., 2003) dalam Sukaniasih dan Tenaya (2016). Hal ini berarti indepedensi komite audit menginginkan tingkat yang lebih tinggi untuk kepastian audit yang secara tidak langsung berarti memberikan dukungan kepada akuntan publik dalam lingkup negosiasi dengan pihak manajemen. Tuntutan atas peningkatan hasil audit ini akan diikuti dengan peningkatan fee audit atas jasa profesional. Teori ini sejalan dengan penelitian Abbot et al. (2003) dan Dillan (2007) dalam Sukaniasih dan Tenaya (2016), mereka membuktikan
7
independensi komite audit mampu memengaruhi fee audit secara positif dan signifikan. Searah dengan penelitian Nadia dkk. (2013), dimana arah relasi antara ukuran komite audit dengan fee audit eksternal adalah negatif. Hal ini diakibatkan oleh keinginan komite audit untuk mempertahankan reputasinya sebagai organisasi komite audit yang memiliki pengalaman, kualitas, dan keahlian lain yang diperlukan demi tercapainya tujuan komite audit. Penelitian Razman et al. (dalam Desi dkk, 2014) membuktikan bahwa perusahaan di Malaysia mempunyai pelaporan baik ketika lebih banyak melakukan pertemuan, sehingga tindakan pemantauan aktivitas manajemen lebih efektif. Bertentangan dengan penelitian Abbot et al. (2003), dalam Sukaniasih dan Tenaya (2016) dimana perusahaan dengan komite audit yang memenuhi paling tidak dalam setahun sebanyak empat kali, maka dianggap sudah menyajikan kembali laporan keuangan yang telah diaudit. Struktur kepemilikan pada perusahaan mempunyai peran penting berkaitan dengan perbedaan kepentingan, hal ini ditentukan berdasarkan konvergensi antara manfaat dari manajemen dan pemilik entitas ekonomi. Jika manfaat yang diterima manajer dan pemilik adalah sama akan terjadi kontroversi dalam institusi atau perusahaan yang berpotensi akan mempengaruhi kepentingan yang berbeda dalam perusahaan dan pasar modal. Menurut Indra (2012). Semakin tinggi kepemilikan institusional dalam perusahaan maka semakin tinggi pula pengelolaan laba, karena kepemilikan institusional yang tinggi memberikan fleksibilitaskepada manajer untuk
8
melakukan tindakan pengelolaan laba yang efisiendalam rangka melindungi perusahaan
dalam
mengantisipasi
kejadiankejadianyang
tak
terduga
untuk
keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalamkontrak. Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan komisaris. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan beberapa hasil yang berbeda untuk masing-masing variabel yang mempengaruhi Fee Audit, sehingga dapat menimbulkan adanya research gap. Hasil penelitian mengenai pengaruh komposisi dewan komisaris, karakteristik komite audit, dan manajemen laba terhadap fee audit menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Utama (2014), Chandra (2015), dan Sukaniasih dan Tenaya (2016) yang menyatakan bahwa independensi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap fee audit, sedangkan menurut Wibowo (2012) dan Hazmi dan Sudarno (2013) independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap fee audit.Penelitian yang dilakukan Wibowo (2012) dan Chandra (2015) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap fee audit. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hazmi dan Sudarno (2013), dan Sukaniasih dan Tenaya
(2016) yang
menunjukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap fee audit. Penelitian yang dilakukan Sukaniasih dan Tenaya (2016) menyatakan bahwa independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap fee audit, sedangkan menurut Wibowo (2012) dan Hazmi dan Sudarno (2013) menunjukkan bahwa independensi komite audit berpengaruh terhadap fee audit.Penelitian mengenai ukuran komite audit
9
dilakukan oleh Wibowo (2012) dan Hazmi dan Sudarno (2013) menunjukkan hasil ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap fee audit. Hasil ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Desi, dkk (2014) yang menunjukan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap fee audit.Penelitian yang dilakukan Chandra (2015) menyatakan bahwa intensitas pertemuan komite audit tidak berpengaruh terhadap fee audit, sedangkan menurut Wibowo (2012), Desi, dkk (2014), Wedari (2015) dan Sukaniasih dan Tenaya (2016) menunjukkan bahwa intensitas pertemuan komite audit berpengaruh terhadap fee audit. Tabel 1.2 Hasil Penelitian Terdahulu (Research Gap) No
Variabel Independe n
1
2
3
4
5
6
Independen si Dewan Komisaris Ukuran Dewan Komisaris Independen si Komite Audit Ukuran Komite Audit Intensitas Pertemuan Komite Audit Kepemilika n Institusional
Hasil Penelitian
Depende n Rahmat Haryo Wibowo (2012)
Muhamma d Al Hazmi, Sudarno (2013)
Chintya Paramitha Septyarini Putri dan I Made Karya Utama (2014)
Anistya Vinta Desi, Lili Sugeng Wiyantoro, dan Helmi Yazid (2014))
signifikan
Tdk signifikan
Tdk signifikan
_
Signifikan
_
_
signifikan
Tdk signifikan
_
Tdk signifikan
Tdk signifikan
Tdk signifikan
_
Signifikan
Tdk signifikan
Fee Audit
Linda Kusumanin g Wedari (2015)
Marcella Oktavia Chandra (2015)
_
Tdk signifikan
_
Tdk signifikan
_
_
Ni Kadek Sukaniasi h dan Agus Indra Tenaya (2016) Tdk signifikan signifikan Tdk signifikan
_
signifikan
_
_
Signifikan
_
_
_
_
Sumber : Disarikan dari berbagai jurnal , 2016.
_
signifikan
Tdk signifikan
Tdk signifikan
signifika
signifikan
_ _
10
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Ni Kadek Sukaniasih dan Agus Indra Tenaya (2016) dengan judul pengaruh komposisi dewan komisaris, karakteristik komite audit, dan manajemen laba terhadap fee audit, dimana penelitian ini menggunakan obyek perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menambahkan variabel kepemilikan institusional terkait struktur corporate governance karena dalam penelitian sebelumnya hanya menggunakan variabel dewan komisaris dan komite audit sebagai bagian dari struktur corporate governance, serta menggunakan variabel ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Berdasarkan
uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian
dengan judul “ Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris, Karakteristik Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Fee Audit” 1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian berupa adanya dua
pandangan yang berbeda terhadap hubungan antara pengaruh komposisi dewan komisaris, karakteristik komite audit, kepemilikan institusional dan manajemen laba yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap fee audit. maka secara spesifik rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah Independensi Dewan Komisaris berpengaruh terhadap Fee Audit ? 2. Apakah Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap Fee Audit ? 3. Apakah Independensi Komite Audit berpengaruh terhadap Fee Audit ? 4. Apakah Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap Fee Audit ?
11
5. Apakah Intensitas Pertemuan Komite Audit berpengaruh terhadap Fee Audit ? 6. Apakah Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap Fee Audit ?
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris dan menganalisis: 1. Menganalisis pengaruh Independensi Dewan Komisaris terhadap Fee Audit. 2. Menganalisis pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Fee Audit. 3. Menganalisis pengaruh Independensi Komite Audit terhadap Fee Audit. 4. Menganalisis pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Fee Audit. 5. Menganalisis pengaruh Intensitas Pertemuan Komite Audit terhadap Fee Audit. 6. Menganalisis pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Fee Audit.
1.3.2 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran sebagai berikut : a.
Perusahaan Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna dalam membantu pengambilan keputusan perusahaan, terutama yang berhubungan dengan fee audit.
12
b.
KAP Karena fee audit memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas audit, maka auditor dalam memberikan fee harus sesuai dengan struktur biaya yang sebenarnya dan sesuai dengan kompleksitas jasa yang diberikan. KAP masih perlu di tinjau ulang mengenai biaya-biaya yang dilakukan KAP dalam mengaudit klien yang komplek agar bisa masuk kedalam ketegori yang sangat baik.
c.
Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama mengenai fee audit dan faktor- faktor yang mentukan besarnya fee audit sehingga dapat digunakan dalam mengambil keputusan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 3.1.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada
suatu nilai. Dalam penelitian ini menggunakan 8 variabel yaitu 1 variabel terikat (Dependen Variabel), 6 variabel bebas (Independen Variabel) dan 1 variabel kontrol (Control Variabel). a. Variabel Terikat (Dependen Variabel) Variabel terikat adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi variabel lain (independen) atau variabel akibat. Variabel dependen penelitian ini adalah fee audit. b. Variabel Bebas (Independen Variabel) Variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain baik secara positif maupun negatif atau variabel sebab. Variabel independen penelitian ini adalah independensi dewan komisaris (BoardInd), ukuran dewan komisaris (BoardSize), independensi komite audit (ACInd), ukuran komite audit (ACSize), intensitas pertemuan komite audit (ACMeet), kepemilikan institusional (KI), serta ukuran perusahaan (LNASSETS) sebagai variabel kontrol dengan fee audit (LNFEE).
44
45
c. Variabel Kontrol (Control Variabel) Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen tergantung tidak dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan (LSASSETS).
3.1.2
Definisi Operasional
3.1.2.1 Fee Audit Iskak dalam Desi, dkk (2014) mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Data fee audit diwakilkan melalui akun professional fees yang didapat melalui pengamatan atas informasi keuangan tahunan perusahaan yang bersangkutan, lebih tepatya pada biaya administrasi dan tertuang secara terperinci pada catatan atas laporan keuangan. Data fee audit yang dicantumkan pada laporan tahunan perusahaan go public masih tergolong sedikit akibat data fee audit yang diungkapkan hanya sebatas voluntary disclosures. Fee audit sebagai variabel dependen diukur dengan logaritma natural, yang kemudian dilambangkan LNFEE (Sukaniasih dan Tenaya (2016).
46
3.1.2.2 Dewan Komisaris Komisaris independen dipandang dapat melakukan pengawasan secara signifikan terhadap kegiatan dan pengendalian dalam perusahaan sehingga memerlukan informasi yang independen yang berasal dari auditor eksternal (Hay et. al., 2008) dalam Sukaniasih dan Tenaya (2016). Dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, sehingga memerlukan informasi yang independen yang berasal dari auditor eksternal. Komisaris independen diukur melalui prosentase total komisaris independen terhadap total dewan komisaris, jumlah anggota diukur melalui jumlah total dewan komisaris yang ada pada perusahaan selama periode akuntansi (Dillian, 2007) dalam Sukaniasih dan Tenaya (2016). Untuk selanjutnya komisaris independen akan dilambangkan dengan BOARDIND, jumlah anggota dilambangkan dengan BOARDSIZE. 3.1.2.3 Komite Audit Hay et al. (2008) dalam Widiasari (2009) menyatakan bahwa komite audit bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaporan keuangan dan pengendalian internal perusahaan serta sebagai penengah antara auditor internal dan eksternal. Variabel akan dihitung dengan ketentuan bahwa komite audit memiliki komite audit independen, ukuran komite audit, pertemuan komite audit. Selanjutnya komite audit Independen diukur melalui persentase total komite audit diluar komisaris independen terhadap total komite audit di dalam perusahaan dan dilambangkan dengan ACInd, (Yatim et, al., 2006) dalam Desi, dkk (2014).
47
Ukuran komite audit diukur melalui jumlah total komite audit yang ada pada perusahaan dan dilambangkan dengan ACsize, jumlah pertemuan komite audit diukur melalui jumlah total pertemuan yang dilakukan komite audit selama periode akuntansi dan dilambangkan dengan ACmeet (Dillian, 2007) dalam Desi, dkk (2014). 3.1.2.4 Kepemilikan Institusional Menurut Bushee (1998) dalam Indra (2012) kepemilikan institusional memiliki
kemampuan
untuk
mengurangi
insentif
para
manajer
yang
mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan manajemen untuk memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas laba yang dilaporkan. Kepemilikan institusional dalam penelitian ini menggunakan persentase saham yang dimiliki oleh insitusi. Institusi disini berupa perusahaan asuransi, investasi, bank, dan lembaga keuangan lainnya yang memang aktivitas utamanya melakukan investasi saham untuk memperoleh return. (Wedari, 2015) 3.1.2.5 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan yaitu besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai totak aktiva (Riyanto, 1993) dalam Rizqiasih (2010). Selain jumlah pendapatan, salah satu tolak ukur yang bisa menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu relatif lama, selain itu juga
48
mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil (Rizqiasih, 2010). Variabel ini akan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total aset perusahaan. Selanjutnya variabel ini akan dilambangkan dengan LNASSETS didalam persamaan. (Sukaniasih dan Tenaya, 2016)
No
Tabel 3.1 Pengukuran Variabel dan Operasional Variabel Variabel yang diukur Indikator Skala
1
Variabel Terikat Fee Audit
2
Variabel Bebas Independensi Dewan Komisaris
Referensi
Logaritma natural (ln) atas proffesional fees
Rasio
Sukaniasih dan Tenaya (2016)
Prosentase komisaris independen terhadap dewan komisaris
Rasio
Sukaniasih dan Tenaya (2016)
Jumlah anggota dewan komisaris
Nominal
Sukaniasih dan Tenaya (2016)
3
Ukuran Dewan Komisaris
4
Independensi Komite Prosentase total komite audit diluar komisaris independen Audit terhadap total komite audit
Rasio
Desi, dkk (2014)
5
Ukuran Komite Audit
Jumlah anggota seluruh komite audit
Nominal
Desi, dkk (2014)
6
Intensitas Pertemuan Komite Audit
Jumlah pertemuan komite audit Nominal
Desi, dkk (2014)
7
Kepemilikan Institusional
Membagi total kepemilikan saham institusional dibagi dengan total kepemilikan saham yang dimiliki perusahaan
Wedari (2015)
Rasio
49
8
Ukuran Perusahaan
3.2
Logaritma natural (ln) atas total asset perusahaan
Rasio
Sukaniasih dan Tenaya (2016)
Objek Penelitian, Populasi dan Sampel
3.2.1 Objek Penelitian Objek Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 20122015. 3.2.2 Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2015. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu (purposive sampling) dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut ditentukan sebagai berikut : 1
Perusahaan yang masuk dalam katagori perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2015 yang memiliki laporan keuangan lengkap.
3
Perushaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2015 yang menggunakan mata uang rupiah.
50
4
Perusahaan yang masuk dalam katagori perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2012-2015 yang terdaftar secara terus menerus mencantumkan professional fee
5
3.3
Memenuhi kelengkapan data penelitian yang diperlukan
Jenis dan Sumber data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data
yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain, baik lisan maupun tulisan. Untuk penelitian ini data diperoleh dengan menganalisis data-data yang diperoleh, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan dan pencatatan. Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan keuangan yang berasal dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2012- 2015. 3.4
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari atau mengumpulkan catatan atau dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Indriantoro dan Bambang, 2002). Data diperoleh dari laporan tahunan yang diunduh dari www.idx.co.id serta literatur lainnya yang terkait.
51
3.5
Metode Analisis
3.5.1
Uji Asumsi Klasik
a.
Uji Normalitas Digunakan untuk menguji apakah variabel bebas dan variabel terikat memiliki
distribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan melihat diagram dari distribusi normal atau analisis Grafik P-P plot dengan melihat penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik normal. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika data menyebar di sekitar garis diagonalnya maka bisa dikatakan memiliki normalitas, tapi jika menyebar jauh dari garis diagonal maka tidak memiliki normalitas. Tetapi metode ini masih bisa menimbulkan perbedaan persepsi karena bersifat relatif terhadap pembaca grafik. Agar tidak ada perbedaan persepsi maka dapat digunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk memastikan hasil normalitas. Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov ini yaitu jika hasil signifikansi di bawah 0,05 maka sampel yang digunakan tidak memiliki distribusi normal dan jika signifikansi di atas 0,05 maka sampel yang digunakan terdistribusi dengan normal. Tetapi apabila jumlah data yang digunakan besar (lebih dari 30) maka pelanggaran asumsi normal tidak seserius pelanggaran asumsi lain (Niawati, 2011).
b. Uji Multikolinearitas Digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model.
52
Multikolinearitas muncul ketika variabel-variabel bebasnya saling berkorelasi. Dalam sebuah model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebasnya. Variabel bebas yang saling berkorelasi membuat pengambilan kesimpulan mengenai masing-masing koefisien regresi dan dampaknya terhadap variabel terikat menjadi sulit. Untuk mendeteksi apakah model regresi mengalami multikolinearitas dapat diperiksa menggunakan Variance Inflationary Factor (VIF) dan tolerance untuk masing-masing variabel independen. 1. Jika Variance Inflation Factor (VIF) > 10, maka terdapat multikolinearitas. 2. Jika Variance Inflation Factor (VIF) < 10, maka tidak terdapat multikolinearitas Jika nilai tolerance kurang dari 0,1 maka hal ini juga menunjukkan adanya masalah multikolinearitas.
Dengan
adanya
masalah
multikolinearitas,
dampak
yang
ditimbulkan terhadap hasil regresi yang diperoleh yaitu, varians koefisen regresi menjadi besar dan interval kepercayaan menjadi lebar. Besarnya varians akan mempengaruhi uji t karena varians yang besar menyebabkan standard error yang besar pula. Dampak lain dari adanya multikolinearitas ini bisa menyebabkan angka estimasi regresi yang didapat tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan semula sehingga ada kemungkinan terjadi salah interpretasi. Jika ditemukan adanya masalah multikolinearitas maka bisa dilakukan beberapa cara untuk mengatasinya seperti, menambah jumlah data, atau menghilangkan satu atau lebih variabel independen yang memiliki korelasi tertinggi. Tetapi untuk menghilangkan variabel independen harus sangat berhati-hati karena bisa saja variabel yang dikeluarkan merupakan variabel
53
yang sangat penting bagi pengujian ini. Jika variabel penting ini dikeluarkan maka dapat menimbulkan bias (Niawati, 2011). c.
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak konstan pada regresi
sehingga akurasi hasil prediksi menjadi meragukan. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model. Dasar analisis heteroskedastisitas (Ghozali, 2006) :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-tititk yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur
(bergelombang,
melebar
kemudian
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji autokorelasi dilakukan dengan Run
54
Test untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.(Ghozali, 2006) 3.6
Model Regresi Linier Berganda Karena variabel independen yang digunakan dalam penelitian lebih dari satu
maka pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis Regresi Berganda (Multiple Regression). Analisis ini digunakan untuk menentukan hubungan antara fee audit dengan variabel-variabel independen. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut : Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = a+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+e Keterangan : Y = Fee Audit a = Konstanta X1 = Independensi Dewan Komisaris X2 = Ukuran Dewan Komisaris X3 = Independensi Komite Audit X4 = Ukuran Komite Audit X5 = Intensitas Pertemuan Komite Audit X6 = Kepemilikan Institusional e = error
55
3.7
Uji Hipotesis Pengujian ini akan mencoba meneliti tentang pengaruh komposisi dewan
komisaris, struktur komite audit dan kepemilikan institusional, terhadap fee audit. Pada pengujian hipotesis akan dilakukan 3 jenis pengujian yaitu: 3.7.1
Koefisien Determinasi (R2) Dilakukan untuk mengukur seberapa besar peran variabel bebas terhadap naik
turunnya variabel terikatnya. Ini adalah suatu ukuran yang penting dalam regresi karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi. R2 mencerminkan seberapa besarnya variasi dari variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen. Nilai R2 berada antara 0 dan 1, dimana jika R2 = 1 berarti bahwa variasi dalam variabel dependen dapat diterangkan sepenuhnya oleh variabel independen. Sedangkan, jika R2 bernilai kecil maka kemampuan variabel independen menjelaskan variasi dalam variabel dependen masih rendah. Hal ini berarti banyak variabelvariabel lain yang tidak terdapat dalam model dan lebih mempengaruhi variabel dependen. Dengan demikian, baik buruknya persamaan regresi ditentukan oleh nilai R2nya (Niawati, 2011).
3.7.2
Uji F Hal ini dilakukan untuk menguji apakah seluruh variabel independen
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini didasarkan atas probabilitas. Jika probabilitas lebih besar dari 0,05 (α) maka variabel independen tidak secara bersamaan mempunyai pengaruh
56
yang signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan, jika lebih kecil dari 0,05 (α) maka variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Niawati, 2011).
3.7.3
Uji t Uji ini dilakukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen, menguji apakah secara individu variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Dalam hal ini juga berdasarkan probabilitas. Jika probabilitas lebih besar 0,05 (α) maka koefisien regresi tidak signifikan. Sedangkan jika probabilitas lebih kecil 0,05 (α) maka koefisien regresi signifikan (Niawati, 2011).