BAB I PENDAHULUAN II.1
Latar Belakang Dalam
pemerintahan
sistem
pemerintahan
dijalankan
dengan
yang
dikelola
melibatkan
secara
partisipasi
demokratis,
publik
secara
luas.Kebijakan pemerintah tidak lagi ditentukan dan diputuskan oleh beberapa orang pejabat yang dirasa berkompeten di suatu bidang, tetapi harus dilakukan dengan prosedur demokrasi yang melibatkan orang banyak baik secara langsung maupun secara tidak langsung.Bahkan sekarang, suara terbanyak dalam lembaga legislatif pun tidak dapat lagi secara bebas memutuskan sendiri suatu kebijakan dalam ruang yang tertutup, tanpa mendapat dukungan publik secara luas. Pelibatan publik atau partisipasi publik menjadi mutlak dalam rangka menjalankan prinsip demokratisasi pemerintahan. Idealnya peran serta publik dilibatkan sejak proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Hal ini lebih dikenal sebagai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.Pelaksanaan kebijakan daerah diharapkan dapat menjadi ajang peningkatan partisipasi publik dalam berbagai urusan publik.Perwujudan nyata demokrasi ada pada tingkatan sejauh mana rakyat turut berperan dalam merumuskan kebijakan daerah. Menurut Seidman, pelibatan publik yang terkait amat penting artinya karena stakeholder pada dasarnya memiliki kepentingan pada setiap perundnag-undangan yang diusulkan, publik juga memiliki pengetahuan sendiri mengenai masalah yang ada dalam lingkungannya, serta untuk
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan
stakeholders
dalam
kemampuan
mereka
bekerjasama
membentuk prundang-undangan 1. Konsisten dengan alasan-alasan tersebut pasal 53 Uundang-undang (UU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 10 tahun 2004) dan pasal 139 (1) UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004) menyediakan ruang bagi partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan perundangan. Keduanya menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan masukan, secara lisan maupun tertulis, dalam pembahasansuatu undang-undang atau peraturan daerah (Perda). Perda
merupakan salah satu instrumen hukum yang srategis dalam
mendukung pembangunan di daerah. Keberhasilan otonomi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya, ditentukan melalui Perda.Peluang besar ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah (pemda)
untuk
menghasilkan
Perda
yang
berkualitas
dalam
kerangka
pembentukan hukum yang bertanggungjawab sosial, mampu mendorong kemajuan dan pemberdayaan daerah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Australia Indonesia Government Research Partnership pada tahun 2009 diketahui bahwa berbagai manfaat demokratis yang potensial untuk diperoleh melalui partisipasi ini sebagian besar telah hilang dalam proses pembuatan peraturan. Meskipun masyarakat memiliki
1
Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan Rancangan Undang-undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis.Jakarta : Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
hak untuk berpartisipasi, namun tidak diikuti dengan pemberian dukungan yang mampu mendorong dan memudahkan anggota masyarakat untuk melaksanakan haknya dalam pembentukan peraturan daerah. Proses legislasi masih menjadi wilayah elit politis. Pembuat kebijakan dan pembuat peraturan jarang berupaya untuk berkonsultasi dengan konstituen mereka untuk menentukan apakah peraturan-peraturan tertentu memang diperlukan, dan jika memang diperlukan apa yang seharusnya ada di dalamnya. Bahkan warga masyarakat maupun swasta yang mengetahui bahwa penyusun peraturan tengah mempertimbangkan untuk memasukkan suatu kebijakan tertentu dalam sebuah peraturan mungkin memiliki kesulitan mengakses informasi yang relevan. Akses pubik ke informasi yang relevan untuk proses penyusunan peraturan, termasuk dokumentasi kebijakan yang relevan dan draf peraturan, secara umum tidak mencukupi. Analisis atas biaya dan manfaat peraturan yang dibuat jarang dilakukan sebelum pengesahan, berarti bahwa beban yang sangat signifikan kadang-kadang dipikul oleh swasta sementara manfaat bagi pemerintah juga sangat sedikit 2. Masyarakat sering dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif dalam pembuatan Perda salah satunya dalam pembuatan perencaan kota. Mereka diberi tempat untuk aktivitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim akan tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan perencanaan. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota di Indonesia masih sering diabaikan, padahal penting sekali artinya untuk menumbuhkan harga diri,
2
M. Nur Sholikin dan Simon Butt.2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen Daerah (DPRD). Crawford School of Economics and Government at The Australian National University
Universitas Sumatera Utara
percaya diri dan jati diri. Apalagi bagi kaum papa yang termasuk dalam kategori ‘the silent majority’, keterlibatan mereka tidak boleh dikatakan tidak ada. 3 Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan.Hal ini dimaksudkan agar rencana tata ruang yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai produk kesepakatan antar-pemangku kepentingan sehingga dapat diimplementasikan secara efektif. Dalam proses ini, peran masyarakat tidak dapat diabaikan, mengingat masyarakat merupakan obyek dan subyek utama dalam penyelenggaraan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang serta Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa tujuan dari penataan ruang adalah mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran serta masyarakat dalam
3
Eko Budiharjo. 2011. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Penerbit P.T Alumni: Bandung. Hal. 8
Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan penataan ruang menjadi sangat penting dan perlu menjadi pertimbangan di dalam proses penataan ruang, baik pada proses perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang untuk meminimalisir terjadinya konflik-konflik antar pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya pemerintah perlu memfasilitasi agar penyampaian aspirasi masyarakat dalam penataan ruang dapat berjalan dengan efektif dan efesien. Kota Medan saat ini disebut sebagai unmanaged city. Kota ini, dilihat dari susunan tata ruang kota tidak lagi merupakan kota idaman seperti yang dimaksudkan pada awal pendirian sebuah kota. Dan kota ini pun tidak mungkin dapat ditata ulang sebagai sebuah kota harapan. Tata ruang kota Medan telah berantakan dan telah menghilangkan jati dirinya sebagai kota idaman, sebagai suatu pertanda begitu ganasnya kelompok bisnis dan elit kota memanfaatkan bagian bagian kota yang sebenarnya tidak pantas dijadikan kegiatan bisnis 4. Berdasarkan hasil survey Most Liveable City Index tahun 2011, kota Medan memiliki persepsi kenyamanan warga yang rendah hampir pada semua kriteria. Kota Medan dipersepsikan warganya memiliki kondisi tata kota dan kualitas lingkungan yang buruk, kualitas pedestrian yang buruk, perlindungan bangunan bersejarah yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas kota 5. Saat ini Pemerintah Kota Medan telah memiliki rencana tata ruang wilayah berupa peraturan daerah (perda) yakni Peraturan Daerah Kota Medan No.13 4
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2849:dukaanak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh ( diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15) 5 http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=312 (diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 01.00)
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan.Perda ini merupakan kelanjutan dari Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Disahkannya Perda tersebut banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Kritikan tersebut mengenai proses pembentukan maupun substansi dari Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011. Adapun beberapa kritikan tersebut yakni sejak diajukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) pada pertengahan Maret 2011 lalu, DPRD Medan terkesan memburunya untuk cepat disahkan. Tercatat, sejak pengajuan tersebut, Panitia Khusus (Pansus) RTRW yang terbentuk untuk membahasnya hanya melakukan rapat sebanyak lima kali. Hal tersebut terungkap saat pembahasan Pansus, rapat-rapat internal dan rapat bersama SKPD terkait tanpa melibatkan publik seperti NGO dan akademisi hanya dilakukan sebanyak lima kali karena beberapa agenda yang dibatalkan dan tertunda. Selain itu, Pansus hanya melakukan konsultasi ke Kementrian PU Jakarta serta Pemerintahan Yogyakarta pada 25 hingga 29 April 2011, hingga melakukan rapat finalisasi pembahasan Ranperda RTRW pada 20 Juni 2011.Catatan wartawan, Pansus hanya melakukan satu kali rapat pada bulan April dantertunda berulang kali serta dua kali pada bulan Juni 2011 6. Catatan lain dari Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU), Perda mengenai RTRW ini disahkan tidak melalui proses yang partisipatif dari
6
Portal online Berita Sore, http://beritasore.com/2011/07/14/walhi-akan-gugat-walikota-2/ diakses pada 5 Februari 2014 pukul 15.16 WB
Universitas Sumatera Utara
tahun 2007 APTRSU melakukan pengawalan penyusunan RTRW di Sumut termasuk tawaran pada waktu itu adalah RTRW Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo) namun karena begitu lambannya respon pemerintah pada saat itu, akhirnya APTRSU tidak lagi menjadi mitra strategis Pemko sebagai pemberi masukan kritis dalam perumusan RTRW tersebut. Apa yang diketuk palu oleh DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan hanya sekedar memenuhi mandat Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Tata Ruang 7. Penelitian mengenai proses pembentukan Perda ini pernah dilakukan oleh Simbolon pada tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perda ini pembentukannya dimulai dari pihak eksekutif yaitu Waikota Medan yang kemudian dibahas bersama dengan DPRD. Dalam proses pembentukannya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam membentuk Perda ini telah melakukan focus group discussion dan melakukan pendekatan partisipatif dengan masyarakat 8. Bappeda juga telah melakukan jaring aspirasi masyarakat di setiap kecamatan 9. Selain itu penetapan kebijakan harus menyerap aspirasi dalam masyarakat, oleh karena itu Panitia Khusus DPRD untuk Perda No. 13 Tahun 2011, dalam pembuatan Perda ini
telah melakukan surveyke lapangan
(masyarakat) 10.
7
Wawancara melalui email dengan Bapak Bekmi salah seorang anggota APTRSU pada 18 Desember 2013 pukul 16.42 WIB 8 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Fisik dan Tata Ruang Bappeda Kota Medan dalam Shynta Nastasia Simbolon.2012. Analisis Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Skripsi pada Universitas Sumatera Utara: Medan. Hal. 229 9 Hasil wawancara dengan Kepala Sub-bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dalam ibid. 10 Hasil wawancara dengan Kepala Sekretaris Pansus DPRD untuk Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 dalam ibid. Hal. 234
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Simbolon berfokus pada analisis proses formulasi dan adopsi Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Informan penelitian berasal dari pihak Pemerintah Kota Medan dalam hal ini Walikota beserta Satuan Perangkat Kerja terkait dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan tanpa melibatkan masyarakat sebagai informan penelitiannya. Berdasarkan uraian mengenai kritikan yang muncul dari masyarakat serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon yang terkesan kontradiksi diatas serta ketertarikan peneliti pada pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan publik, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”
II.2
Fokus Penelitian Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mencoba
menjawab bagaimana penyelenggaraan demokrasi partisipatif dalam Peyusunan peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011. Untuk memfokuskan arah penelitian, maka dilakukan pembatasan.Pertama, demokrasi partisipatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah partisipasi publik dalam memberi masukan ke dalam materi peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011.Kedua, publik yang dimaksud adalah para ahli atau praktisi baik individu maupun kelompok yang mempunyai kemampuan untuk memerikan pandangan-pandangan yang konstruktif.Ketiga,proses Peyusunan peraturan daerah yang dimaksud dapat terjadi pada awal atau pada pembahasan.
Universitas Sumatera Utara
II.3
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah 1.
Bangaimana proses Peyusunan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
2.
Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kota Medan untuk mengoptimalkan partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
3.
Bagaimana inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?
II.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1.
Untuk menganalisis proses Peyusunan Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
2.
Untuk
mengetahui
upaya
Pemerintah
Daerah
Kota
Medan
untuk
mengoptimalkan partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
Universitas Sumatera Utara
3.
Untuk mengetahui inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
II.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU.
2.
Penelitian ini diharapkan bergunan bagi peneliti untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam bidang demokrasi partisipatif dan perumusan kebijakan publik.
3.
Secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan kepada Pemerintah Kota Medan dalam perumusan kebijakan publik dan mengatasi permasalahan tata ruang di kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
II.6
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analis data, pengujian kredibilitas data, etika penelitian, dan tantangan dalam penelitian.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
BAB V
PROSES
PENYUSUNAN
RENCANA
TATA
RUANG
WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 20011-2031 BAB VI
DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN
BAB VII PENUTUP
Universitas Sumatera Utara