Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah LSI DENNY JA Oktober 2014
Mayoritas Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah •
Kalah lagi dalam pemilihan pimpinan MPR, Koalisi Jokowi-JK (Koalisi Indonesia Hebat) kalah telak 5-0 dari Koalisi Merah Putih. Kekalahan dalam voting penentuan pimpinan MPR merupakan kekalahan beruntun yang telah dialami Koalisi Indonesia Hebat. Sebelumnya Koalisi Indonesia Hebat juga kalah dalam voting Undang-Undang MD3, pengesahan Tatib DPR, pemilihan pimpinan DPR, dan pengesahan UU PIlkada DPRD.
•
Koalisi Merah Putih yang mayoritas di parlemen dan “menyapu bersih” pimpinan DPR maupun MPR memunculkan fenomena yang sering diistilahkan dalam ilmu politik sebagai pemerintahan terbelah “divided government”. Dimana pemerintahan di eksekutif dan eksekutif tidak dikuasai oleh koalisi partai yang sama. Eskekutif dikuasai koalisi partai pemerintah yaitu Koalisi Indonesia Hebat. Sementara legislatif (parlemen) dikuasai koalisi partai oposisi yaitu Koalisi Merah Putih.
•
Fenomena “pemerintahan terbelah” ini mencemaskan publik. Survei LSI terbaru menunjukan bahwa mayoritas publik khawatir dengan kondisi pemerintahan yang terbelah. Sebanyak 77.25 % publik menyatakan mereka khawatir dengan kondisi pemerintahan yang terbelah. Dan hanya 17.46 % yang menyatakan tidak khawatir dengan fenomena ini.
•
Demikian salah satu temuan survei Lingkaran Survei Indonesia – Denny JA. LSI Denny JA kembali mengadakan survei khusus merespon kondisi politik nasional pasca pilpres.
•
Survei ini dilakukan melalui quick poll pada tanggal 6 – 7 Oktober 2014. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar +/- 2,9 %. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview.
•
Kekhawatiran publik terhadap “pemerintah terbelah” merata di semua segmen masyarakat. Rata-rata di semua segmen masyarakat, tingkat kekhawatiran terhadap kondisi pemerintahan ini berkisar di antara 73 % sampai dengan 87 %. Namun publik yang perpendidikan tinggi, tinggal di kota, tingkat ekonomi menengah atas dan laki-laki lebih khawatir dengan kondisi politik ini dibandingkan dengan mereka yang tinggal di desa, wong cilik, perempuan, dan berpendidikan rendah.
•
Publik yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi dan berekonomi menengah atas lebih banyak mengakses berita politik dari berbagai jenis media (termasuk media sosial) sehingga kekhawatiran mereka lebih tinggi.
•
Publik laki-laki lebih tinggi prosentasenya yang khawatir dengan kondisi pemerintahan ini dibanding publik perempuan, karena umumnya lak-laki memiliki intensitas lebih tinggi mengikuti berita politik dan mendiskusikannya.
•
Begitupun dengan pemilih partai politik di Pemilu 2014. Tak hanya pemilih yang partainya masuk dalam Koalisi Indonesia Hebat yang khawatir, namun juga pendukung koalisi partai Koalisi Merah Putih pun khawatir dengan kondisi pemerintahan yang terbelah. Namun jika dibuat rata-rata, prosentase pendukung pemilih koalisi Indonesi Hebat lebih tinggi tingkat kekhawatirannya dibanding dengan pendukung koalisi Merah Putih. Rata-rata antara 79 % sampai dengan 87 % pemilih partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat menyatakan khawatir dengan kondisi pemerintahan yang terbelah. Sementara antara 67 % sampai dengan 74 % pemilih partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang menyatakan khawatir.
•
Dari hasil analisis media yang dilakukan LSI Denny JA, dunia usaha pun khawatir. Dari berbagai berita media menunjukan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pasca pemilihan pimpinan DPR. Pelaku investasi khawatir dengan kondisi politik nasional yang terbelah ke dalam dua kutub utama yang nantinya akan menyulitkan pemerintahan Jokowi-JK.
•
***** Dalam praktik politik dan pemerintahan di dunia, fenomena “pemerintahan terbelah” memang bukan hal baru. Di Amerika Serikat (AS) yang demokrasi telah mapan, fenomena pemerintahan terbelah seringkali terjadi. Misalnya Partai Demokrat menjadi pemenang pemilu presiden dan menguasai pemerintahan eksekutif, namun parlemennya (House of Representative dan Senate) dikuasai oleh Partai Republik. Atau sebaliknya. Kondisi ini di Amerika Serikat merupakan hal yang lumrah dan seringkali diyakini justru memperkuat check and balances antara eksekutif dan legislatif.
•
Namun fenomena pemerintahan terbelah di Indonesia pasca pemilu 2014 ini, tak bisa disamakan dengan Amerika Serikat. Di Amerika, kondisi pemerintahan terbelah tak bermasalah karena publik di luar partai (kekuatan civil society & economic society) sangat kuat untuk membuat partai bertindak rasional dalam membuat kebijakan. Kebijakan yang menjadi kehendak umum publik selalu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan.
•
Sementara di Indonesia, publik di luar partai masih lemah. Politisi dan partai politik pun masih sering mengabaikan kehendak mayoritas publik. Pemerintahan yang terbelah menjadi riskan jika kultur yang dominan masih “money politics” dan politik balas dendam.
***** •
Mengapa publik khawatir dengan kondisi pemerintahan yang terbelah ini? Dari hasil riset kualitatif, yaitu melalui in-depth interview dan focus group disscussion (FGD) ada dua alasan utama yang paling mengemuka.
•
Pertama, publik khawatir pemerintahan baru Jokowi-JK tak bisa fokus bekerja mengurus rakyat karena tak didukung oleh parlemen yang dikuasai oleh koalisi oposisi. Fungsi kontrol, legislasi, dan anggaran (budgeting) yang dimiliki DPR, mengharuskan pemerintah memperoleh dukungan parlemen. Belum lagi pemilihan jabatan-jabatan kenegaraan lainnya yang harus memperoleh persetujuan DPR (misalnya pemilihan Kapolri, Panglima TNI, dan lainnya).
•
Kedua, publik khawatir dengan kondisi politik 5 tahun mendatang yang hanya akan dipenuhi oleh konflik politik elit. Publik inginkan konflik elit, yang seperti gamblang terlihat dalam pemilihan pimpinan DPR dan MPR , segera berakhir. Publik inginkan pemerintah dan DPR dapat bekerja sama dalam mengurus rakyat. Sehingga kondisi politik Indonesia dalam 5 tahun mendatang tidak gaduh dan stabil.
•
Dengan kondisi pemerintahan yang terbelah dan kuatnya koalisi partai opisisi di parlemen, Jokowi potensial menjadi presiden terlemah dalam sejarah politik Indonesia. LSI Denny JA mencatat ada 3 alasan penjelas mengapa Jokowi potensial menjadi presiden terlemah.
•
Pertama, parlemen dikuasai oleh oposisi yang sangat “hostile” ke Jokowi. Total kursi Koalisi Merah Putih, yang terdiri dari Partai Gerindra, Golkar, PAN, PKS, dan PPP ditambah dengan Partai Demokrat, di DPR adalah 353 kursi (63 %). Sementara total kursi Koalisi Indonesia Hebat di DPR adalah 207 kursi (37 %). Kedua, tak ada satupun partai politik yang dikontrol langsung oleh Jokowi. Sebelumnya mulai dari Presiden Soekarno sampai Presiden SBY selalu ada partai politik yang dikontrol langsung oleh Presiden. PDIP dikontrol Megawati, bukan Jokowi Ketiga, Jokowi menang dengan dukungan yang tidak mutlak. Hanya berselisih tipis dengan Prabowo Subianto. Jokowi menang Pilpres 2014 dengan dukungan sebesar 53.15 %, sementara dukungan terhadap Prabowo Subianto sebesar 46.85 %. Dengan dukungan yang berselisih tipis, dukungan terhadap Jokowi potensial dengan cepat berubah jika ada kebijakan publik yang tidak popular. Salah satu kebijakan publik yang harus diambil oleh Jokowi-JK di masa awal pemerintahannya adalah kenaikan harga BBM. Jika BBM dinaikan di masa awal pemerintahan Jokowi-JK, maka dukungan terhadap pemerintahan baru akan menurun drastis.
•
•
•
•
***** Saat ini, posisi Jokowi dan koalisinya masih diuntungkan dengan persepsi dan dukungan publik yang menilai bahwa Koalisi Indonesia Hebat sebagai koalisi yang sikap dan kebijakannya selaras dengan kepentingan rakyat. Survei LSI Denny JA menunjukan bahwa sebesar 63.02 % publik menyatakan Koalisi Indonesia Hebat lebih memperjuangkan kepentingan rakyat. Hanya 32.96 % yang menyatakan Koalisi Merah Putih yang lebih memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun posisi pemerintahan baru Jokowi akan makin lemah jika Koalisi Merah Putih (KMP) melakukan manuver politik di parlemen mendukung kebijakan yang popular sehingga menarik simpati publik. Salah satu putusan DPR yang dinanti oleh publik adalah persetujuan DPR terhadap Perppu Pilkada Langsung. Jika Koalisi Merah Putih balik arah dan mendukung Perppu Presiden SBY, maka simpati publik terhadap koalisi ini pun naik. Survei LSI Denny JA menunjukan bahwa simpati publik terhadap kedua koalisi di parlemen yaitu KIH dan KMP akan berimbang jika akhirnya KMP mendukung Perppu Pilkada Langsung. Mereka yang menyatakan KMP dan koalisi Indonesia Hebat sama-sama berjasa mengembalikan pilkada langsung dipilih rakyat sebesar 67.80 %.
•
Koalisi Indonesia Hebat dan Jokowi harus mengambil langkah-langkah strategis dan cepat untuk bisa mengubah konstelasi politik. Kondisi pemerintahan yang terbelah jangan sampai menjadikan Jokowi sebagai presiden terlemah dalam sejarah politik Indonesia.
•
LSI merekomendasikan tiga hal untuk mengubah konstelasi politik ini.
•
Pertama, semua pendukung dan pimpinan partai Koalisi Indonesia Hebat secara gradual benar-benar menjadikan Jokowi sebagai komando tertinggi. Jangan pernah lagi menyebut Jokowi yang menjadi presiden Indonesia dengan sebutan “petugas partai”.
•
Kedua, dengan insentif politik yang dibolehkan dalam sistem demokrasi, Jokowi dan KIH harus secepatnya merangkul dua partai politik lagi untuk bergabung dengan koalisi pemerintahan. Itu agar koalisi Jokowi menguasaii mayoritas legislatif.
•
Ketiga, harus ada komunikasi dan kerjasama politik antara dua tokoh penting yaitu Megawati dan SBY. Megawati sebaiknya menemui sendiri SBY bukan lagi utusannya.
Kamis, 9 Oktober 2014 Lingkaran Survei Indonesia - Denny JA Narasumber : Adjie Alfaraby (0811.16.14.14 / 0812.811.21.696) Moderator : Fitri Hari (0813.80140260) Tim Riset Nasional LSI Fitri Hari, Dewi Arum.
: Adjie Alfaraby, Ardian Sopa, Ade Mulyana, Rully Akbar,
Track Record LSI Prediksi Survei Yang Diiklankan Sebelum PILEG 2014 NAMA PARTAI PDIP GOLKAR GERINDRA DEMOKRAT PKB PAN PKS NASDEM PPP HANURA PBB PKPI
PREDIKSI LSI*
HASIL KPU
TERBUKTI/TIDAK TERBUKTI
DIATAS 16% DIATAS 16% 8-16% 8-16% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% TIDAK LOLOS PT TIDAK LOLOS PT
18.95% 14.75% 11.81% 10.19% 9.04% 7.59% 6.79% 6.72% 6.53% 5.26% 1.46% 0.91%
TERBUKTI *Selisih 1,3% TERBUKTI TERBUKTI * Selisih 1.05% TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI
Rakyat Merdeka 8 April 2014, hal 12
Dimuat, antara lain di Sehari Sebelum PILEG Hanya 2 partai dari 12 partai yang selisih 1.3%
11
Track Record LSI Prediksi Survei Yang Diiklankan Sebelum PILPRES 2009 DUKUNGAN PEMILIH
SURVEI LSI AWAL JUNI 2009
SURVEI LSI AKHIR JUNI 2009
PREDIKSI PEMENANG PILPRES 2009
HASIL KPU
DI ATAS 50%
SBYBOEDIONO
SBYBOEDIONO
SBY-BOEDIONO
TERBUKTI
30%-50%
-
-
-
DI BAWAH 30%
MEGAMEGAPRABOWO PRABOWO JK-WIRANTO JK-WIRANTO
-
-
TERBUKTI
Dimuat di KOMPAS pada tanggal 3 Juli 2009 halaman 3. Tepat 5 hari sebelum Pemilihan Presiden 2009. 12
Track Record LSI Quick Count Paling Akurat Pasangan CapresCawapres Prabowo-Hatta Jokowi-JK
Quick Count LSI (Data 100 %)
Hasil Resmi KPU 22 Juli 2014
46. 70 % 53. 30 %
46. 85 % 53. 15 %
*Simpangan baku antara hasil KPU vs LSI hanya 0. 15 %
METODOLOGI SURVEI Pengumpulan Data : 6 – 7 Oktober 2014 • • • •
Quickpoll (smartphone LSI) Metode sampling : multistage random sampling Jumlah responden : 1200 responden Margin of error : ± 2.9 % Survei dilengkapi dengan Riset Kualitatif • FGD di tujuh ibu kota propinsi terbesar • In Depth Interview • Analsis media nasional
Semua pemilih di Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi responden 14
Mayoritas Publik Cemas Pemerintahan Terbelah Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Kategori
%
Sangat khawatir, cukup khawatir
77. 25 %
Kurang khawatir, tidak khawatir sama sekali
17. 46 %
Tidak Tahu/Tidak Jawab
5. 29 %
Hanya 17.46% publik yang menyatakan tak cemas
Publik Laki-Laki Lebih Khawatir Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Gender
Base
Khawatir
Tidak Khawatir
TT/TJ
Laki-laki
50 %
78. 72 %
12. 77 %
8. 51 %
Perempuan
50 %
76. 04 %
21. 88 %
2. 08 %
Baik laki-laki maupun perempuan diatas
75 % yang khawatir Publik Laki-Laki Lebih Intens mengikuti berita politik dan mendiskusikanya
Publik Di Kota Lebih Khawatir Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Status Wilayah
Base
Khawatir
Tidak Khawatir
TT/TJ
Desa
75.89 %
75. 51 %
16. 33 %
8. 16 %
Kota
24.11 %
78. 01 %
17. 73 %
4. 26 %
Publik di Kota lebih intens dan variatif dalam mengakses berita politik (termasuk social media)
Publik Ekonomi Atas Lebih Khawatir Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Tingkat Pendapatan
Base
Khawatir
Tidak Khawatir
TT/TJ
Menengah – Bawah
45.89 %
73. 78 %
22. 33 %
3. 88 %
Menengah
29.11 %
76. 19 %
14. 29 %
9. 52 %
Menengah Atas
24.63 %
85. 83 %
14. 17 %
0. 00 %
Di semua segmen ekonomi diatas
70 % yang khawatir
Publik Berpendidikan Tinggi Lebih Khawatir Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Tingkat Pendidikan
Base
Khawatir
Tidak Khawatir
TT/TJ
Tamat SLTP ke bawah
48.13 %
65. 79 %
23. 68 %
10. 53 %
Tamat SLTA ke bawah
38.43 %
76.06 %
19. 72 %
4. 23 %
Tamat D3/S1/diatasnya
13.44 %
83. 33 %
12. 50 %
4. 17 %
Di semua segmen pendidikan diatas
65 % yang khawatir
Pendukung Koalisi Merah Putih Pun Khawatir Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Partai Politik
Khawatir
Tidak Khawatir
TT/TJ
Golkar
71. 64 %
18.58 %
9. 77 %
Demokrat
67. 06 %
23. 84 %
9. 10 %
Gerindra
67. 53 %
26. 60 %
5. 87 %
PKS
74. 74 %
21. 58 %
3. 68 %
PAN
74. 97 %
22. 25 %
2. 78 %
PPP
73. 78 %
22. 25 %
3. 97 %
Rata-rata pendukung Koalisi Merah Putih diatas
67 % yang khawatir
Konstituen Koalisi Indonesia Hebat Lebih Khawatir Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Pilihan Partai Pileg 2014
Khawatir
Tidak Khawatir
TT/TJ
PDIP
87. 46 %
9. 97 %
2. 57 %
PKB
82. 22 %
16. 73 %
1. 06 %
HANURA
79. 60 %
18. 38 %
2. 02 %
NASDEM
79. 85 %
16. 40 %
3. 75 %
Rata-rata pendukung Koalisi Indonesia Hebat diatas 79 % yang khawatir
Pendukung Prabowo-Hatta Pun Khawatir Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih. Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Pilihan Capres 9 Juli 2014
Khawatir
Tidak Khawatir
TT/TJ
Prabowo-Hatta
71. 96 %
21. 63 %
6. 41 %
Jokowi - JK
83. 06 %
15. 46 %
1. 48 %
Hanya 21.63 % pendukung Prabowo-Hatta yang menyatakan tidak khawatir
Pelaku Usaha Pun Khawatir Dari berbagai berita media menunjukan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pasca pemilihan pimpinan DPR. Pelaku investasi khawatir dengan kondisi politik nasional yang terbelah ke dalam dua kutub utama yang nantinya akan menyulitkan pemerintahan JokowiJK.
Pemerintahan Terbelah di Indonesia, Berbeda dengan Amerika Seringkali di Amerika Serikat, Partai Demokrat menguasai eksekutif namun Partai Republik menguasai Legislatif. Atau sebaliknya. Meski di AS terjadi “divided government” namun publik di luar partai sangat kuat. Partai akhirnya bertindak rasional. Di Indonesia, publik di luar partai masih lemah. Kultur yang dominan masih “money politics” dan politik balas dendam
Mengapa publik cemas? Pertama, publik khawatir banyak kebijakan pemerintahan baru terganggu karena tak didukung DPR. Kedua, publik khawatir politik nasional dalam 5 tahun mendatang gaduh dan tak stabil.
Jokowi Potensial Jadi Presiden Terlemah ? Pertama, parlemen dikuasai oleh oposisi yang sangat “hostile” ke Jokowi. Kedua, tak ada satupun partai politik yang dikontrol langsung oleh Jokowi. Ketiga, Jokowi menang dengan dukungan yang tidak mutlak. Hanya berselisih tipis dengan Prabowo Subianto. Bisa cepat berubah, jika ada kebijakan tak populer, seperti menaikkan BBM
Pamor KMP Berimbang dengan KIH Jika Dukung Perppu Langsung Q : Presiden SBY telah mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada Langsung yang telah membatalkan UU Pilkada DPRD yang disahkan DPR. Namun Perppu ini harus mendapat persetujuan DPR untuk menjadi UU. Jika DPR setuju terhadap Perppu Pilkada langsung tersebut, menurut bapak/ibu koalisi partai manakah yang dinilai paling berjasa?
Kategori
%
Kedua koalisi sama sama berjasa
67. 80 %
Hanya salah satu koalisi yang berjasa
31 20 %
Tidak Tahu/Tidak Jawab
1. 00 %
Jika mendukung Perppu Pilkada Langsung, Pamor KMP Naik. Namun masih seimbang dengan pamor KIH.
3 REKOMENDASI LSI DENNY JA Pertama, KIH harus menjadikan Jokowi komando tertinggi. Jokowi jangan lagi disebut atau diperlakukan sebagai “petugas partai.”
Kedua, Jokowi dan KIH harus secepatnya merangkul dua partai politik lagi untuk bergabung dengan koalisi pemerintahan dengan insentif politik tertentu, agar mereka mayoritas di legislatif Ketiga, Megawati sebaiknya menemui sendiri SBY bukan lagi utusannya. SBY sepantasnya bernegosiasi langsung dengan Megawati, bukan utusannya.