BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak berkontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa UMKM mengambil peranan penting dalam terciptanya keberhasilan pembangunan di Indonesia. Berdasarkan Laporan Tim Studi Potensi Perusahaan UMKM (2011), UMKM telah memberikan kontribusi sekitar 59 persen terhadap PDB setiap tahunnya selama periode 2007- 2009. Selain itu, UMKM juga menjadi penopang kegiatan ekonomi nasional saat terjadi krisis ekonomi 1997/1998. Disaat bisnisbisnis besar gulung tikar, perusahaan berbasis UMKM justru masih dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang relatif luas. Secara umum, UMKM memiliki peran yang besar di dalam negara yang didominasi usaha berskala kecil dan menengah seperti Indonesia dan negara negara ASEAN lainnya. Peran usaha jenis ini adalah (Tim Studi Potensi Perusahaan UMKM, 2011) : 1) sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan, 2) memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan 3) berkontribusi kepada peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi. 1
2
Potensi tersebut mendorong pentingnya pengembangan UMKM di Indonesia termasuk industri rumah tangga sebagai salah satu upaya yang berpotensi besar untuk mendukung keberhasilan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan warga Indonesia. Salah satu UMKM yang banyak ditemui dan tumbuh di lingkungan masyarakat Indonesia ialah industri tempe. Sampai pada tahun 2012 lalu, terdapat sebanyak 81 ribu usaha pembuatan tempe yang memproduksi sekitar 2,4 juta ton tempe per tahun. Dengan produksinya tersebut industri tempe menghasilkan Rp. 37 triliun nilai tambah. Selain itu, berdasarkan data yang dimiliki Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti), dari 1,6 Juta ton kedelai yang diimpor dari Amerika Serikat, sekitar 80 persen-nya diolah menjadi tempe dan tahu, sementara 20 persen lainnya untuk penganan lain seperti susu kedelai. Dari catatan ini, industri tempe cukup memberi nilai bagi perekonomian rakyat (Badan Standardisasi Nasional, 2012). Di Yogyakarta, Industri tempe merupakan satu dari beberapa jenis UMKM pengolahan pangan yang berkembang di masyarakat. Walaupun telah lama ada, sebagian besar industri tempe di Yogyakarta masih berupa industri rumah tangga yang memiliki banyak keterbatasan dalam pengelolaan usaha. Permasalahan klasik yang dihadapi dalam pengembangan jenis industri ini yaitu rendahnya efisiensi dan produktivitas usaha. Kebutuhan penggunaan sumber daya, seperti biaya yang tinggi untuk kegiatan produksi tidak diimbangi dengan besarnya penerimaan yang didapatkan akibat efisiensi yang masih rendah. Padahal seperti yang telah kita ketahui, sumber daya yang terbatas merupakan salah satu kendala yang sering
3
dihadapi industri rumah tangga. Maka dari itu permasalahan efisiensi harus segera diatasi dan terus ditingkatkan agar industri jenis ini dapat terus bertahan dalam persaingan. Menurut Sari (2002), pendapatan para pengrajin tempe sangat tergantung dari penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Selain penjualan yang belum mampu mendatangkan keuntungan yang optimal karena harga unitnya yang murah, biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku produksi tempe pun cukup besar. Hal tersebut sangat mempengaruhi efisiensi usaha pengrajin tempe sehingga banyak pengrajin tempe yang tidak mampu berproduksi lagi. Kinerja industri tempe juga masih cukup rendah akibat masih tradisionalnya pengelolaan usaha dan proses produksi serta minimnya penerapan teknologi. Penggunaan berbagai sumber daya juga belum dioptimalkan untuk memaksimalkan output. Walaupun beberapa peralatan dan ruang sebenarnya cukup menunjang untuk memaksimalkan produksi tempe, namun sebagian besar pengrajin sudah merasa puas dengan ukuran minimal produksi yang dilakukan. Selama ini target produksi hanya bertujuan untuk mengembalikan modal dengan keuntungan yang minimal. Sementara itu, pengembangan industri dan peningkatan efisiensi yang berkelanjutan belum menjadi fokus utama para pengrajin. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai pemborosan karena sumber daya tidak digunakan secara optimal. Ini sangat disayangkan mengingat bahwa sebenarnya produk tempe memiliki peluang yang cukup besar untuk terus dikembangkan. Tempe merupakan salah satu makanan tradisional khas yang populer di Indonesia. Lebih dari itu,
4
produk tempe Indonesia berpeluang besar untuk dipasarkan secara internasional semenjak disahkannya produk ini menjadi new work item dan disetujuinya standar tempe pada sidang Codex Alimentarius Commision (CAC) tahun 2011 lalu. Peluang ini seharusnya diimbangi dengan peningkatan kinerja industri tempe yang ada sehingga pengembangan industri secara luas dapat dilakukan dengan optimal. Peningkatan efisiensi berpotensi untuk mengurangi berbagai pemborosan yang selama ini terjadi dalam kegiatan produksi tempe. Peningkatan efisiensi ini dapat dilakukan dengan metode Benchmarking. Benchmarking dalam hal ini dapat dilakukan dengan suatu pendekatan yang memperbandingkan kinerja tiap – tiap operasi pada suatu industri tempe dengan kinerja tiap operasi tersebut pada industri tempe yang lain. Dalam suatu wilayah yang sama, diasumsikan bahwa kondisi sosial dan lingkungan yang terjadi di sekitar industri dan yang berpengaruh terhadap industri ialah serupa, sehingga dapat diasumsikan pula permasalahan yang dihadapi oleh para pengrajin tempe tersebut juga serupa. Apabila nantinya ditemukan adanya suatu permasalahan industri yang terjadi dan menghambat pencapaian efisiensi pada suatu industri di wilayah tersebut, diharapkan nantinya perbaikan dapat dilakukan dengan mengacu pada pemecahan permasalahan tersebut pada industri yang telah efisien pada wilayah yang sama. Dengan demikian diharapkan permasalahan pemborosan dan peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan tepat. Maka dari itu pada penelitian ini dilakukan Analisis Tingkat Efisiensi Kinerja Usaha Pengolahan Produk Tempe di Wilayah Kota Yogyakarta sebagai usaha peningkatan kinerja dengan melakukan benchmarking antar industri tempe
5
yang ada di wilayah tersebut. Pada analisis tingkat efisiensi ini digunakan sebuah tool Data Envelopment Analysis (DEA) sebagai metode untuk melakukan usaha benchmarking dengan menganalisis dan memperbandingkan parameter kinerja yang berpengaruh terhadap tingkat efisiensi relatif antara satu industri dengan industri lainnya yang sejenis. Dalam hal ini DEA dipilih karena memiliki kelebihan daripada metode lain, diantaranya ialah (Ozcan, 2008): 1) tidak seperti analisis rasio, DEA dapat mengakomodasi lebih dari satu (multiple) variabel input dan output dalam pengukuran efisiensi, 2) DEA dapat mengidentifikasi best performant maupun obyek yang belum efisien. Sifat ini merupakan kekurangan dari metode Least-Squared Regression (LSR) karena pada LSR perhitungan efisiensi dilakukan berdasarkan nilai kecenderungan, 3) dengan DEA, telah dapat diketahui dan dipisahkan pula sumber dari ketidakefisienan. DEA tidak mensyaratkan untuk merumuskan hubungan fungsi tertentu antara input dan output sehingga tidak akan terdapat terlalu banyak asumsi yang terlibat. Hal ini tidak dapat dilakukan pada Stochastic Frontier Analysis (SFA). Selain itu, DEA juga mendukung proses benchmarking industri karena nilai efisiensi yang dihasilkan merupakan hasil perbandingan secara menyeluruh antara seluruh Decision Making Unit (DMU) yang terlibat, sehingga metode ini menunjang dalam proses saling mengkoreksi kinerja sebagai upaya perbaikan bagi keseluruhan DMU. Diharapkan dengan dilakukannya analisis tersebut dapat diketahui parameter yang menyebabkan terjadinya inefisiensi pada industri tempe
6
yang diamati sehingga dapat dilakukan usaha peningkatan efisiensi yang mengacu pada parameter tersebut. 1.2. Rumusan Masalah Pada penelitian ini akan dibahas mengenai permasalahan efisiensi kinerja pada beberapa industri tempe yang ada di beberapa sentra industri di wilayah Kota Yogyakarta. Usaha benchmarking diharapkan dapat menjadi solusi untuk peningkatan efisiensi kinerja di tiap – tiap industri tempe pada beberapa area yang diamati dan juga sebagai usaha pengembangan industri tempe secara praktis. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimana penerapan teknologi pada proses produksi usaha pengolahan tempe di wilayah Kota Yogyakarta sampai saat ini? 2) Bagaimana tingkat efisiensi relatif kinerja industri tempe antara satu dengan yang lainnya dalam penggunaan sumber dayanya? 3) Bagaimana rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan industri tempe yang belum efisien dalam melakukan kegiatan produksinya?
1.3. Batasan Masalah 1) Obyek penelitian hanya dibatasi pada industri pengolahan tempe yang sejenis, yaitu industri tempe skala rumah tangga, sehingga perbandingan dapat dilakukan karena industri memiliki karakteristik serupa.
7
2) Penerapan teknologi yang diamati merupakan penerapan yang sekiranya berpengaruh terhadap tingkat efisiensi proses produksi, yaitu penggunaan peralatan dalam produksi tempe. 3) Dalam perhitungan efisiensi, parameter yang diperhitungkan ialah parameter kuantitas, dan tidak membahas mengenai parameter kualitas.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah : 1) Mengidentifikasi penerapan teknologi yang terjadi pada proses produksi usaha pengolahan tempe di wilayah Kota Yogyakarta sampai saat ini. 2) Menganalisis tingkat efisiensi relatif parameter kinerja industri tempe di wilayah Kota Yogyakarta dalam penggunaan sumber daya. 3) Menganalisis parameter kinerja apa saja yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dan menganalisis rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan industri tempe yang belum mencapai efisiensi berdasarkan hasil tersebut.
1.5. Manfaat Penelitian 1) Menjadi bahan referensi bagi para peneliti untuk penelitian pada pengembangan industri tempe selanjutnya dan maupun UMKM secara umum 2) Menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan terkait untuk pengembangan industri tempe dan UMKM secara umum.