BAB I PENDAHULUAN I.LATAR BELAKANG Gramsci menilai bahwa ideologi itu tidak bisa dinilai dari kebenarannya atau kesalahannya, tetapi harus dinilai dari kemanjurannya dalam mengikat berbagai kelompok sosial yang berbeda-beda ke dalam satu wadah, dan dalam peranannya sebagai pondasi atau agen proses penyatuan sosial1. Posisi ideologi itu memiliki peran penting dan sangat sentral dalam kehidupan manusia. Ideologi menjadi magnet atau penarik bagi manusia sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat. Maka tidak heran ketika manusia itu pada titik tertentu mau melakukan apa saja, bahkan bunuh diri sekalipun rela dilakukan karena terjadi proses ideologisasi dalam dirinya yang tertanam kuat. Ideologi dalam konteks tertentu hampir menyerupai agama. Ada nilainilai yang diyakini kebenaranya secara mutlak, walapun secara historis ideologi itu lahir dan terbentuk tidak bisa dilepaskan dari konteks sosiologis, antropologis yang melatari konstruksi ideologi itu. Dalam kehidupan sosial dan politik, ideologi itu memiliki andil besar sebagai rujukan atau flatform perjuangan. Ideologi menjadi pondasi yang kokoh demi mencapai tujuan politik sesuai dengan cita-cita dan semangat sebagaimana terkandung dalam ideologi itu. Dalam perjalanannya, ideologi tidak lagi memiliki makna dan pemahaman tunggal. Pemahaman yang beragam terhadap ideologi menjadi
1
Roger Simon. Gagagsan-gagasan politik Gramsci. . 2001. Insist Jakarta. Hal 86
1
keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Faktor budaya, sosial politik, dan ekonomi
bahkan
keagamaan
menjadi
penyebab
terjadinya
banyak
pemahaman terhadap ideologi. Dampak dari pemaknaan dan pemahaman terhadap ideologi tersebut bisa menyebabkan terjadinya sikap demokratis, toleran dan saling menghargai. Tetapi dititik lain ideologi itu melahirkan sikap
intoleransi,
radikal, dan fanatik. Hal itu terjadi sebagai wujud dari pemahaman ideologi tersebut. Penilaian yang beragam terhadap konsep ideologi itu tidak bisa dihindari. Misalnya ada yang menilai bahwa ideologi hanya bergerak dalam dunia hayalan, hanya sebatas ide, penilaian ini dibantah oleh Gramsci, Gramsci menilai bahwa ideologi tidak sekedar berada dalam dunia hayalan, lebih dari itu ideologi memiliki ruang aktifitas politik praktis sebagai wujud eksistensi dari sebuah ideologi dan menjadi aturan normatif bagi terwujudnya moralitas manusia2 Louis Althuser yang memiliki cara pandang relatif sama mengenai ideologi, ideologi tidak sekedar pelembagaan ide, tetapi bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, upacara keagamaan, adat dan ritual serta tradisi yang dilakukan sehari-hari menjadi wujud nyata materialisasi ide bagi Althuser 3. Dilain pihak, ideologi memiliki tiga makna, pertama ideologi bermakna sebagai kesadaran palsu, kedua ideologi memiliki makna netral,
2
Ibid.Hal 84 Ian Adam, Ideologi Mutakhir. Konsep ragam krtitik dan masa depannya. Qalam Yokyakarta 2004 hal xii 3
2
ketiga ideologi dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah. 4 Arti ketiga, ideologi sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran metafisis termasuk dalam wilayah ideologi.5 Dalam konteks politik, ideologi memiliki posisi penting. Ian Adam memposisikan ideologi sebagai politik gerakan, dengan kata lain ideologi sebagai doktrin yang membimbing tindakan politik, idealitas-idealitas yang mesti diyakini sebagai iman politik yang harus dicapai dan diperjuangkan untuk mewujudkan masyarakat yang baik. 6 Saat ini partai politik mengalami penolakan dan krisis kepercayaan oleh masyarakat karena seringkali tidak mampu menerjemahkan
kebutuhan dan kepentingan publik untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terjadi akibat dari lemahnya political will. Orientasi politik untuk membangun masyarakat
sejahtera
belum dijadikan cita-cita politik bagi para elit politik sehingga banyak kendala dalam mengimplementasikannya. Ditambah lagi para elit politik
4
Jimly Asshiddiqie. Ideologi Pancasila dan Konstitusi. www.jimly.com, di akses pada 11 Februari 2011 5 Karl Mannheim . misalnya, menyatakan bahwa pengetahuan yang bersifat ideologis berarti pengetahuan yang lebih sarat dengan keyakinan subyektif seseorang, daripada sarat dengan faktafakta empiris. Lihat, Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, Judul Asli: Ideology and Utopia, An Introduction to the Sociology of Knowledge, Penerjemah: F. Budi Hardiman, (Jakarta: Penerbit Kanisius, 1998), hal. xvii. 6 Ibid. Jadi ideologi mengajarkan kepada anggota gerakan politik segala sesuatu yang berkenaan dengan kebijakan yang harus dikejar, menentukan siapa kawan dan lawan, dan menjelaskan mengapa kepercayaan politik yang bertentangan dengan keimanan politiknya adalah sesuatu yang berbahaya.Dengan demikian secara psikologis, selain memberikan keyakinan dan kemantapan, setipa ideologi politik selalu mempropagandakan dan menularkan virus-virus kepada para penganutnya yang pada gilirannya akan mempertebal rasa terancam dan permusuhan
3
tidak memiliki orientasi politik jangka panjang yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan dan keputusan politik. Partai politik merupakan sarana dalam memperjuangkan asiprasi rayat. Oleh karena itu keberadaanya sangatlah penting. Partai politik tidak sekedar menjadi alat untuk meraih kekuasaan, akan tetapi partai politik berfungsi untuk melakukan rekruitmen dan kaderisasi, penanaman ideologi partai politik tersebut menjadi kebutuhan dasar bagi para kader partai. Memposisikan ideologi sebagai dasar-dasar perjuangan bagi partai politik merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Keberadaan ideologi dalam partai politik menjadi rujukan dalam bentuk platform partai, visi-misi partai, garis perjuangan partai pola kaderisasi partai serta tujuan jangka panjang partai politik tersebut, apakah ideologi partai telah dipahami secara baik dan utuh bagi kader partai tersebut. Ideologi dan partai politik menjadi satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Ideologi partai itu menjadi ruh perjuangan sebuah partai politik. Apakah partai itu beraliran nasionalis atau agamis, hal ini akan berimplikasi terhadap cita-cita partai dalam memperjuangkan rakyat melalui wakilnya di parlemen. Ideologi itu menjadi landasan perjuangan partai, dalam implementasinya bahwa ideologi itu juga menentukan akan kebijakan yang dibuat oleh para politisi melalui kadernya di parlemen itu. Bisa dilihat dan dibuktikan
sikap
politik
dan
orientasi
politiknya
bahkan
dalam
memperjuangkan rakyat melalui kebijakan publik itu apakah kebijakan publik yang diperjuangkan partai politik itu berkorelasi dengan ideologi partai tersebut.
4
Pada masa Orde Baru eksistensi dan orientasi ideologi partai politik menjadi kabur, ketika rezim memaksa melakukan penyeragaman ideologi terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi sosial politik (orsospol) yaitu Pancasila. Dalam bentuk yang lain, menjadikan Pancasila sebagai ideologi tunggal berhasil, walaupun pemaksaan itu pada hakikatnya bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Implikasinya adalah peranan dan fungsi partai politik itu tidak mampu melakukan politik chek and balances karena partai politik dikebiri oleh rezim otoritarianisme Soeharto. Partai politik tidak lagi leluasa memainkan peran strategis untuk melakukan lobi dan negosiasi untuk membuat kebijakan yang pro rakyat. Fakta yang terjadi
partai politik tidak berdaya dengan
kekuasaan ORBA. Pada
gilirannya partai politik menjadi subordinasi dari kekuasaan. Kontrol terhadap kekuasaan yang melekat pada peran partai politik menjadi mandul karena kekuasaan yang totaliter sepenuhnya diatur oleh Soeharto. Inilah fakta politik di Indonesia yang bisa kita nilai secara bersama, apakah partai politik
sebagai pilar
demokrasi dan sarana
dalam
memperjuangkan rakyat itu berdampak terhadap kesejahteraan rakyat atau justru partai politik hanya menjadi tameng kekuasaan yang tidak lagi memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan rakyat Di tengah menjamurnya partai politik yang lebih mementingkan kepentingan politik sesaat, PKS hadir sebagai partai yang dinilai sebagai partai alternatif dan memberikan warna baru dalam politik Negeri ini. PKS lahir pada hari Sabtu tanggal 09 Jumaadil Ula 1423 Hijriyah bertepatan pada tanggal 20 April 2002 Masehi adalah kelanjutan dari Partai Keadilan yang
5
didirikan di Jakarta pada hari senin tanggal 26 Robiul Awal tahun 1419 hijriyah bertepatan pada tanggal 20 Juli 1998 masehi7 PKS juga menegaskan langkah perjuangan politiknya untuk mencapai agenda dan tujuannya dalam memberikan kontribusi
dalam membangun
Indonesia yang adil dan sejahtera. Hal ini tertuang dalam pasal 5 ayat 1) terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Pembukaan Undan-Udang dasar 1945 Negara Republik Indonesia dan 2) terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhai oleh Allah subhanahu ta ala dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia8 Cita-cita PKS mengenai masyarakat madani yang adil dan sejahtera menjadi hal yang menarik untuk ditelusuri, sebagai partai dakwah dan berkiblat pada Ihkwanul Muslimin maka menjadi penting ketika PKS mengunakan istilah madani daripada civil society. Karena civil society dan madani dua terma yang dilahirkan dari iklim politik dan sosial yang berbeda, jika civil society lahir dari eropa yang bernuansa sekuler walaupun subtansinya adalah sama-sama membangun masyarakat berperadaban, transparan, sejahtera dengan sistem politik yang demokratis dan adil. Dipihak lain civil society dinilai tidak memiliki akar sejarah Islam, hal ini yang dikhawatirkan oleh sebagian muslim perkotaan, salah satunya adalah M. Abdurrahman pimpinan pusat Persatuan Islam Indonesia ( Persis) ia menilai bahwa civil society berbau kebarat-baratan, sehingga ia lebih sepakat dengan istilah al-mujtama almadani ini. Hal ini karena akarnya masyarakat madani adalah masyarakat Madinah dulu. Paradigma Persis itu Quran dan Hadist, 7
8
Anggaran dasar PKS BAB I, ayat 1 dan 2 Ibid .
6
sebagaimana Quran dan Hadist itu dalam tatanan politik kemasyarakatan masyarakat Madinah. Ada nuansa yang berbeda dengan konsep civil society9 Terlepas dari perdebatan konsep dan istilah madani dan civil society, kehadiran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang lahir dalam rahim sejarah reformasi ini menjadi harapan baru bagi masyarakat di tengah mewabahnya penyakit elit politik negeri ini. Partai yang mengirkrarkan diri sebagai partai dakwah dan berideologi Islam ini memberi warna berbeda dalam performa politik Indonesia. Sebagai pendatang baru PKS dalam pentas politik nasional ini sangat fenomenal jika dilihat dari perolehan suara. Sejak terlibatnya partai ini pada pemilu tahun 2004 memperoleh suara yang cukup signifikan karena PKS adalah pemain baru dalam pentas politik. Hasil pemilu 2009 PKS ketika itu masih bernama Partai Keadilan (PK) tidak mencapai angka electoral treshold 2%, tetapi jika dibandingkan dengan partai politik yang lain dukungan terhadap PKS mengembirakan. Dari 160 parpol yang mendaftar di KPU, hanya 48 parpol yang lolos ikut pemilu, dan dari 48 parpol peserta pemilu itu hanya 21 partai yang memperoleh kursi di DPR RI, Partai Keadilan menduduki peringkat ke 7 dengan 7 kursi di DPR RI, 26 kursi di DPRD Provinsi, 153 kursi di DPRD Kabupaten/Kota. Jika diukur dengan modal sumber daya manusia dan struktur plus dukungan dana sebesar 4 milyar sejak pendirian partai pada bulan Juli 1998 hingga pemilu Juni 1999, perolehan 9
Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif. Islam dan civil society Pandangan Muslim Indonesia. Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan PPIM-IAIN Jakarta 2002 hal 162. perlu diketahui bahwa masyarakat madani dengan civil society dua hal yang berbeda, jika civil society adalah konsepsi yang lahir di eropa, sementara madani berasal dari bahasa arab yaitu almujtama almadani. Masyarakat madani mulai terkenal di Indonesia pada tahun1995 yang telah diperkenalkan oleh Anwar Ibrohim, pada waktu itu dia sebagai menteri keuangan dan Timbalan perdana Menteri Malaysia dalam ceramahnya pada acara festival di Masjid Istiqlal nopember 1995 .
7
suara dan kursi tersebut merupakan suatu kapitalisasi politik yang luar biasa. Aset politik PKS terlalu kecil jika dibandingkan dengan margin politik tahun 1999.10 Banyak kalangan menilai bahwa PKS sebagai partai dakwah dengan gerakan pendidikan (tarbiyah) menampilkan dua wajah sekaligus, pertama PKS mengundang simpati publik dan kedua kecemasan publik. Hal ini terkait karena PKS secara ideologi dan doktrinal sangat lekat dengan Ikhwanul Muslimin Hasan Al-bana dimana gerakan politiknya adalah mendirikan Negara Islam. Di sisi lain, demokrasi yang dibangun dan diterapkan di PKS adalah dengan demokrasi yang biaya politiknya rendah. Suksesi pemilihan ketua umum yang diselenggarakan dalam kongres, munas membutuhkan ongkos yang tidak sedikit, bahkan money politic sulit dihindari dalam rangka meraih pimpinan itu. Tetapi yang dipraktikkan di PKS sangat berbeda, musyawarah nasional itu menjadi media konsolidasi, strategi dalam menyusun visi-misi misi partai, ketetapan-ketetapan, dan rekomendasi musyawarah nasional, dan memilih pimpinan pusat partai, serta keputusankeputusan strategis lainnya. Pemilihan ketua umum dan pimpinan yang lain diwakilkan kepada majelis syuro yang berjumlah 99 orang yang telah dipilih melalui mekanisme pemilihan raya yang melibatkan seluruh anggota kader inti partai.11 Rendahnya ongkos politik adalah cara untuk menghindari dari money politic
10
Joko Yuniarto. Survival PKS Sebagai Partai Dakwah Dalam Melakukan Fungsi Partai Politik Pada Sistem Politik Indonesia; http://djokoyuniarto.multiply.com/journal/item/11/di akses paa tanggal 20 April 2011 11 Abdul Hakim MS. Demokrasi ala PKS http://www.koran-jakarta.com/beritadetail.php?id=54876 16 juni 2010 diakses pada 15 April 2011
8
Momentum pemilu tidak ada kader PKS yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif atau ekskutif ditingkat daerah maupun pusat. Calon tersebut diajukan berdasarkan pilihan kader-kader di bawah dengan mempertimbangkan
tingkat
spritulitasnya
dan
kiprah
dakwahnya
dimasyarakat yang kemudian direkomendasikan kepada pimpinan majelis pertimbangan wilayah /pusat atas pilihan atau usulan kader-kader yang ada di lapisan bawah12 Model demokrasi yang dikembangkan oleh PKS memberikan contoh yang perlu diapresiasi kita bersama. Dengan model ini, barangkali akan menekan terhadap laju dan berkembangnya money politic. Kecemasan publik terhadap orientasi politik PKS cukup beralasan di mana mengingat PKS terisnpirasi oleh Ikhwanul Muslimin lahir di Timur Tengah yang didirikan oleh Hasan Albanna itu berimplikasi terhadap cara pandang
kader-kader
PKS
sehingga
mendorong
kader-kadenya
bepandangan anti-Semitik, berpandangan konspiratif terkait dengan sikap anti Barat13 PKS yang mengusung pentingnya nilai-nilai Islam bersemai dalam konteks kenegaraan tidak bisa dihindari. Sebagai partai yang terinspirasi oleh Ikhwanul Muslimin, maka tidak bisa mengelak bahwa model dan pola pengkaderan yang diterapkan relatif sama dengan yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin. Misalnya, pola kaderisasi seperti sistem keluarga ( usroh) pembimbing ( murobbi). Langkah ini dilakukan untuk membina dan memperkuat pemahaman niai-nilai ideologi PKS.
12
Hasil wawancara dengan ketua PKS Kab. Nganjuk Moh,salim M. Imdadun Rakhmat.Ideologi politik PKS dari Masjid ke Gedung Parlemen Yogyakrta: LKIS . 2009 hal 7 13
9
Untuk menjaga dan meneguhkan pemahaman ideologi PKS, maka pengajian rutin dalam berbagai bentuknya seperti halaqoh/usroh, majelis taklim dan daurah itu dinilai efektif dalam memberikan dan menanamkan nilai-nilai keislaman dan dakwah terhadap kader. Bahkan dalam bidang infrastruktur sosial seperti pendidikan, PKS menilai sangat efektif agar akar keislaman, ideologi gerakan ditanamkan sedini mungkin. Berdasarkan referensi dan prediksi awal di atas, penulis ingin lebih mendetail dan komprehensif untuk meneliti mengenai konstruksi ideologi PKS oleh kader PKS, dan proses yang dilakukan PKS dalam melakukan konstruksi pemahaman mengenai ideologi partai oleh kader-kader PKS Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui lebih dalam dan luas mengenai
konstruksi ideologi partai politik oleh kader
Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) yang berideologi Islam dengan sistem tarbiyah dan terinspirasi
gerakan iIkhwanul Muslimin. Menjadi kader PKS itu tidak
semudah seperti yang dibayangkan. Tahapan demi tahapan dilakukan sebagai sarana untuk memahami ideologi partai tersebut, pola rekruitmen dan kaderisasi sebagai media agar kader secara maksimal memahami ideologi yang diterapkan dan diyakini oleh PKS itu Memahami ideologi parpol bagi PKS menjadi keniscayaan. Partai itu akan menjadi kuat dan survive jika pemahaman kader terhadap ideologi parpol itu baik pula. Begitu juga sebaliknya, parpol itu akan rapuh dan tidak akan eksis jika pemahaman kader parpol terhadap ideologi lemah, sehingga memiliki kecenderungan untuk memiliki sikap loyal dan komitmen yang kuat untuk berjuang membesarkan partai tersebut.
10
Memahami ideologi partai bagi kader PKS menjadi mutlak adanya, apalagi partai yang mengikrarkan diri sebagai partai dakwah dengan gerakan tarbiyah. Dakwah menjadi spirit utama bagi PKS, walaupun politik menjadi bagian dari salah satu perjuangannya. Akan tetapi, dakwah tetap menjadi yang utama dan pertama bagi PKS, oleh karena itu, dengan model gerakan tarbiyah, pemahaman kader terhadap ideologi parpol yang banyak mengadopsi gerakan Ikhwanul Muslilimin menjadi penting untuk ditelusuri, bagaimana tahapan yang dilakukan agar kader bisa memahami ideologi parpol yang berliran timur tengah ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti mengenai Konstruksi Ideologi Parpol Oleh Kader PKS ( Studi pada DPC PKS Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk) B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana konstruksi ideologi Partai Politik oleh kader PKS C. TUJUAN PENELITIAN Mendeskripsikan konstruksi ideologi partai politik oleh kader PKS D. KEGUNAAN PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan nanti bisa digunakan untuk : Secara teoritis penelitian ini bisa memberikan kontribusi positif dan menambah khasanah keilmuan khususnya teori sosial politik, ideologi Secara praktis penelitian ini berguna untuk konsep ideologi bagi para pegiat sosial politik NGO/ORNOP
11