1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali
rangsang dari lingkungannya. Perilaku yang kita ketahui, baik pengalaman kita sendiri ataupun pengalaman orang lain diperoleh melalui indera karena indera mampu menerima banyak rangsang untuk mengetahui dunia sekitar kita. Namun demikian, manusia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya. Individu biasanya hanya memusatkan perhatian pada rangsang-rangsang tertentu saja, oleh karena itu objek-objek atau gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek. Upaya untuk mengetahui dunia sekitar merupakan suatu proses diterimanya
rangsang
melalui
penginderaan,
dengan
demikian
proses
penginderaan adalah hal yang sangat penting untuk menyadari adanya suatu rangsang. Seorang anak dapat memfokuskan pada satu stimulus atau prosesproses menyeleksi input-input yang ada diperlukan kemampuan sistem sensori, yaitu kemampuan menyeleksi mana yang perlu dan yang tidak perlu diperhatikan. Keberhasilan menyeleksi ini akan menghasilkan perhatian yang fokus, kemampuan untuk memusatkan perhatian sangat diperlukan sekali bagi seseorang dalam melakukan kegiatan belajar, melalui proses sensori yang terintegrasi dari penerimaan informasi sampai menghasilkan ide, keinginan, konsep, adaptasi sehingga seseorang dapat menerima secara otomatis dan secara adaptif terhadap situasi baru dan situasi yang sudah ada.
2
Seorang anak mungkin mempunyai masalah dalam mengkoordinasikan penglihatannya, khususnya jika ia mempunyai masalah disfungsi vestibuler yang berpengaruh pada gerakan mata. Ia mungkin saja menggunakan kedua matanya secara bersamaan layaknya sebuah tim (binokularitas). Atau ia mengalami masalah dalam belajar karena ia tidak dapat memfokuskan matanya pada wajah orang lain, papan tulis, buku, papan permainan atau keranjang bola basket. Sekalipun ia mempunyai kemampuan melihat yang memadai, namun penglihatan yang melibatkan kedua matanya kurang baik. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam mengetahui apa yang ia lihat. Anak tersebut kesulitan mengalami kesulitan dalam menghubungkan informasi visual ini dengan sensasi auditori, sensasi sentuhan dan sensasi gerakan, otaknya malah mencampuradukan pesan-pesan yang diterima. Jika semua bagian sensori tidak datang bersamaan dalam otaknya menjadi suatu kesatuan yang utuh, hal ini sungguh akan menjadi suatu tantangan besar untuk memberikan respon yang tepat sesuai dengan informasi yang diterima oleh mata. Beberapa masalah visual yang kerap ditemukan pada fungsi indera penglihatan anak autis adalah kesulitan membuat kontak mata, keterbatasan fokus mata terhadap benda-benda tertentu dan sebagainya. Tidak adanya kontak mata dari anak autis membuat mereka sulit untuk memfokuskan diri dalam mengamati suatu benda sehingga kerap timbul rasa depresi jika mereka dihadapkan pada objek-objek yang masih asing, kesulitan dalam mengikuti instruksi/pelajaran yang berdampak terhadap menurunnya prestasi belajar anak. Masalah-masalah visual yang muncul pada anak autis berhubungan erat dengan sistem penginderaan yaitu
3
indera-indera proximal (dekat) yang terdiri dari indera taktil (sentuhan), indera vestibuler (gravitasi dan keseimbangan) dan indera proprioseptif (gerakan dan posisi tubuh). Indera taktil memainkan satu peranan penting dalam pengembangan persepsi visual yaitu cara otak menafsirkan apa yang dilihat oleh mata. Dengan menyentuh benda, seorang anak menyimpan memori tentang ciri-ciri dari benda tersebut dan hubungan satu dengan yang lainnya. Pada umumnya, seorang anak kecil menyentuh apa yang ia lihat dan melihat apa yang ia sentuh. Banyaknya pengalaman menyentuh benda dan orang merupakan dasar bagi persepsi visual. Indera vestibuler memberikan pengaruh yang besar terhadap keterampilan visual dasar yang disebut keterampilan motorik ocular (gerak mata atau motorik mata). Indera proprioseptif mengirimkan informasi sensorik tentang gerakan dan posisi tubuh. Reseptor untuk indera proprioseptif terdapat dalam otot, sendi, ligament, urat dan jaringan penyekat. Sensasi-sensasi sendi dan otot yang berasal dari sistem proprioseptif berkaitan erat dengan dengan sistem taktil dan sistem vestibuler. Persepsi taktil-proprioseptif mengacu pada sensasi-sensasi sentuhan sekaligus sensasi-sensasi posisi tubuh, sedangkan persepsi vestibuler-proprioseptif mengacu pada sensasi-sensasi dari kepala sekaligus sensasi-sensasi posisi tubuh ketika seorang anak bergerak secara aktif. Permasalahan anak autis berinisial JM dalam penelitian ini adalah kesulitan dalam melakukan kontak mata saat anak berinteraksi sehingga menjadi kurang kooperatif dalam berinteraksi saat kegiatan belajar mengajar berlangsung,
4
anak sulit diarahkan dan perhatiannya mudah beralih. Hal ini akan menghambat proses belajarnya di kelas. Pendekatan Sensori Integrasi (SI) dapat mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem sensori yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, seperti : 1. Pendekatan SI dapat mengurangi perilaku hiperaktif pada anak autis 2. Pendekatan SI dapat meningkatkan fokus perhatian pada anak autis yang hiperaktif. Berkenaan dengan permasalahan tersebut, peneliti ingin meneliti permasalahan ini lebih lanjut melalui pendekatan SI dalam mengatasi masalahmasalah visual yang muncul pada anak autis khususnya kontak mata. Pendekatan SI yang dilakukan yaitu untuk melatih indera-indera proximal (dekat) yang terdiri dari indera taktil, indera vestibuler dan indera proprioseptif. Latihan ini dikemas dalam bentuk kegiatan bermain dengan menggunakan media permainan.
5
B.
Identifikasi Masalah Permasalahan anak autis dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Memiliki
masalah dalam berkomunikasi yaitu terlihat dari ekspresi wajah yang datar, jarang memulai komunikasi, sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang. (2) Masalah hubungan sosialnya dengan orang lain yaitu kontak mata terbatas, tidak responsive, menggunakan tangan orang lain sebagai alat. (3) Hubungan dengan lingkungannya juga terhambat, anak autis bermain repetitive (diulangulang), marah atau tidak menghendaki perubahan-perubahan, memutar-mutar, berputar-putar, membentur-bentur kepala atau menggigit-gigit pergelangan tangan dan sebagainya. (4) Respon terhadap rangsangan indera/sensoris kadang seperti tuli, memainkan jari-jari di depan mata, menarik diri ketika disentuh, tahan dan berespon aneh terhadap rasa sakit dan sebagainya. Secara khusus masalah yang dialami oleh subjek dalam penelitian ini sebagai akibat dari minimnya kontak mata, adalah : 1. Respon terhadap instruksi tidak konsisten. 2. Mudah beralih perhatiannya (karena melihat atau mendengar sesuatu) 3. Sering kesulitan mempertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain 4. Emosi subjek cenderung mudah frustrasi. 5. Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil pada pekerjaan sekolah atau aktivitas lain 6. Kadang seperti tuli, ketika diajak bicara.
6
C.
Batasan Masalah Kebanyakan
orang
hanya
mengenal
lima
macam
indera
yaitu
pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman dan perabaan. Kelima indera ini sering disebut sebagai indera-indera distal (jauh) karena indera-indera ini merespon stimulasi-stimulasi eksternal yaitu stimulasi-stimulasi yang berasal dari luar tubuh. Akan tetapi kita kurang mengenal tentang adanya indera-indera proximal (dekat) yang merespon apa yang terjadi di dalam tubuh. Indera-indera yang akan dilatih dalam SI untuk meningkatkan kemampuan kontak mata anak autis adalah indera-indera proximal (dekat), yang terdiri dari indera taktil, indera vestibuler dan indera proprioseptif. Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dalam latihan SI sangatlah banyak dan bervariasi. Akan tetapi, aktivitas-aktivitas yang akan diterapkan dalam penelitian ini yaitu : a. Taktil, kegiatannya berupa : 1. Bermain plastisin, yaitu anak membuat bentuk dari plastisin. Kegiatan ini berupa latihan membuat bentuk-bentuk bulat, pipih, kotak dan sebagainya dengan menggunakan plastisin. 2. Bermain air, yaitu anak bermain air di kolam mainan. b. Vestibuler, kegiatannya berupa : 1. Lompat tali, yaitu anak melompati tali karet setinggi 50 cm tanpa menyentuh tali tersebut. 2. Menaiki dan menuruni tangga, yaitu anak menaiki dan menuruni anak tangga dengan cara berjalan dan berlari.
7
c. Proprioseptif, kegiatannya berupa : 1. Menuangkan pasir ke dalam botol, yaitu anak menggenggam pasir kemudian memasukkan pasir tersebut ke dalam botol. 2. Merobek kertas, yaitu anak merobek-robek kertas koran sampai pada ukuran yang sangat kecil.
D.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, dapat
dikemukakan permasalahan pokok yang menjadi dasar perumusan masalah penelitian yaitu: “Apakah pendekatan SI berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan kontak mata anak autis ?”.
E.
Variabel Penelitian
1.
Definisi Konsep Variabel Sensory Integration Approach atau Pendekatan Sensori Integrasi (SI)
diperkenalkan oleh A. Jean Ayres Ph D. (1988), seorang pendiri Ayres Clinic di California. SI adalah pengintegrasian dari bermacam-macam informasi sensorik untuk dipergunakan sesuai dengan yang diperlukan. SI merupakan proses neurologis dalam mengatur informasi yang kita terima dari tubuh kita dan dari dunia sekitar kita untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. SI ini terjadi di dalam sistem syaraf pusat, yang terdiri dari sel-sel syaraf yang tak terhitung banyaknya, di dalam jaringan syaraf tulang belakang dan di dalam otak. (Kranowitz, 44: 1998).
8
Demikian pula pengertian SI sebagaimana yang dikemukakan oleh Schaefgen (2008: 19) bahwa “SI adalah suatu proses menyusun dan menganalisa informasi di otak, dan memanfaatkan informasi tadi untuk melakukan tindakan sehari-hari”. Sensorik yaitu “berhubungan dengan panca indera”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Integrasi yaitu “pembauran hingga menjadi kesatuan utuh dan bulat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan SI adalah suatu pendekatan yang bertujuan mengintegrasikan berbagai macam informasi indera pada otak seseorang dengan cara memberikan rangsangan-rangsangan dalam bentuk latihan SI dan memanfaatkan informasi tadi untuk melakukan tindakan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan. Kontak mata (eye contact) adalah kejadian ketika dua orang melihat mata satu sama lain pada saat yang sama. Kontak mata merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang disebut okulesik dan memiliki pengaruh yang besar dalam perilaku sosial. Frekuensi dan arti kontak mata sering bervariasi dalam berbagai budaya manusia. (http://id.wikipedia.org). Kontak yaitu “hubungan satu dengan yang lain”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Mata yaitu “indera untuk melihat ; indera penglihat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Dengan demikian, kontak mata yang dimaksud adalah hubungan timbal balik melalui kontak mata secara langsung dari anak dengan guru, dimana mata anak tertuju langsung pada guru ketika berinteraksi.
9
2.
Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel. Variabel pertama adalah
pengaruh pendekatan SI sebagai variabel bebas (X) yaitu variabel yang melatarbelakangi suatu perlakuan dan berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan. Variabel bebas dikenal dengan istilah intervensi (perlakukan). Pendekatan SI ini adalah suatu program latihan yang bertujuan untuk mengatur kerja sistem syaraf pusat pada otak manusia agar otak mampu menganalisis, mengatur dan menghubungkan atau mengintegrasikan pesan-pesan sensorik sehingga anak mampu memberikan respon pada informasi sensorik menjadi perilaku yang bermakna dalam cara yang konsisten. Dalam penelitian ini indera-indera yang akan dilatih dalam SI untuk meningkatkan kemampuan kontak mata anak autis adalah indera-indera proximal (dekat), yang terdiri dari indera taktil, indera vestibuler dan indera proprioseptif. Latihan SI secara keseluruhan dilakukan selama 2 jam pelajaran (2 x 35 menit) yang terbagi menjadi enam jenis latihan dan dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan. Setiap satu jenis latihan dilakukan selama 10 menit. 5 menit pertama yaitu pelaksanaan latihan SI dan 5 menit berikutnya mengukur kemampuan kontak mata subjek. Variabel kedua adalah kontak mata yang ditempatkan sebagai variabel terikat (Y) atau variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian kasus tunggal dikenal dengan istilah perilaku sasaran atau target behavior.
10
Kontak mata adalah hubungan timbal balik melalui kontak mata secara langsung dari anak dengan guru, dimana mata anak tertuju langsung pada guru ketika berinteraksi. Yang akan diteliti disini adalah kemampuan kontak mata anak sebelum, selama dan sesudah diberikan latihan SI. Pengukuran kemampuan kontak mata dilakukan selama 5 menit setelah anak menyelesaikan setiap sesi latihan yaitu ketika peneliti berinteraksi dengan anak. Satuan ukuran variabel yang digunakan yaitu durasi, berapa lama (detik) anak dapat melakukan kontak mata dengan peneliti ketika berinteraksi. Prosedur pencatatan kejadian yaitu dengan menggunakan stopwatch yang dimulai ketika anak melakukan kontak mata selama 5 menit.
F.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan pada latar
belakang, maka dapat diidentifikasi dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan kontak mata anak autis sebelum dan setelah diberikan latihan SI? 2. Bagaimana pengaruh pendekatan Sensori Integrasi (SI) terhadap peningkatan kemampuan kontak mata pada anak autis ?
11
G.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian a.
Mengetahui kemampuan kontak mata anak autis sebelum dan setelah diberikan latihan SI.
b. Memperoleh gambaran tentang pengaruh pendekatan SI terhadap kemampuan kontak mata pada anak autis.
2.
Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang pendekatan SI dalam meningkatkan kemampuan kontak mata anak autis. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para guru, orangtua, terapis dan pihak lainnya yang terkait dengan penanganan anak autis.