BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah
adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak ada pihak swasta yang mau melakukannya.
Sejak dunia
dilanda depresi 1930an, masyarakat bersandar pada pemerintah untuk menjaga perekonomian nasional.
Oleh karena itu, pemerintah di banyak negara dengan
caranya sendiri, mulai turun tangan membenahi perekonomian negaranya masingmasing. Dalam tujuan inilah, kecenderungan pemerintah membentuk perusahaan negara dalam segala bidang di banyak negara meningkat(Jusmaliani,2003). Pemerintah bertanggung jawab untuk menghasilkan barang dan jasa karena sektor swasta tidak mau atau tidak mampu dan atau karena jika dilaksanakan swasta dikhawatirkan akan merugikan masyarakat. Terdapat sektor-sektor tertentu dalam perekonomian yang memiliki posisi strategis dan dalam upaya menjamin terlaksananya tanggung jawab sosial, maka pemerintah harus mengendalikannya sehingga dengan demikian tidak mungkin memberikannya kepada pihak swasta baik nasional maupun asing. Beberapa negara awalnya menggunakan kebijakan nasionalisasi terhadap sektor-sektor utama dalam perekonomian demi manfaat yang dapat dinikmati masyarakat, menghilangkan konsentrasi kekayaan, ketidakadilan ekonomi dan
1
distorsi sosial lainnya dalam perekonomian.
Namun demikian jika nasionalisasi
adalah kebijakan, maka kebalikannya privatisasi adalah sekedar kebijakan pula yang jika penggunaannya tepat akan menguntungkan dan jika tidak tepat akan merugikan masyarakat. Ternyata hampir semua negara melakukan privatisasi atas beberapa atau semua perusahaan negara dengan cara melibatkan sektor swasta dalam mengelola atau membiayai aktivitas yang sebelumnya dilakukan oleh negara, karena privatisasi diyakini menjadi solusi umum atas permasalahan yang terjadi pada industri milik negara(Kikeri dan Nellis,2004). Badan internasional seperti International Monetery Fund (IMF) dan Bank Dunia sangat meyakini privatisasi juga mampu menjadi solusi bagi perbaikan kesejahteraan. Sehingga privatisasi selain dipandang sebagai ideologi daripada strategi bisnis, juga dianggap termasuk masalah ekonomi politik. Oleh karena itu privatisasi diharapkan dapat menjadi jembatan antara ekonomi politik dan implementasinya dalam mengelola perusahaan publik (Bastian,2006). Privatisasi perusahaan negara yang di Indonesia sering disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semakin menjadi bagian penting dari kebijakan ekonomi pemerintah. Yasin (2002) menyebutkan bahwa pengelolaan BUMN secara umum selama ini tampaknya belum diikuti dengan implementasi praktek corporate govennance yang memadai. Praktek kurang terpuji akibat belum adanya standar bisnis dan belum penuhnya transparansi dalam pengelolaan perusahaan, membuat situasi semakin memburuk. Oleh karena itu reformasi BUMN yang berwujud restrukturisasi dan privatisasi manjadi sangat krusial. Fokus pengelolaan BUMN
2
perlu diarahkan pada peningkatan daya saing, pengembangan usaha dan penciptaan peluang baru melalui manajemen yang dinamis dan profesional. Wee (2003) juga menjelaskan berbeda dengan perusahaan-perusahaan swasta yang hanya mengejar laba, BUMN selama Orde Baru mengemban pula misi pembangunan disamping tugas komersial murni.
Disamping itu BUMN juga
memperlihatkan kelemahan manajerial dan organisatoris. Hampir semuanya hanya berorientasi pasar domestik yang diproteksi, tidak mau atau hanya sedikit mengekspor produk-produk mereka, tidak mempunyai insentif untuk meningkatkan efisiensi mereka dan sangat tergantung pada teknologi yang diimpor.
Sehingga
dalam kenyataannya, kinerja BUMN jauh dari memuaskan dan membebani anggaran pemerintah. Oleh karena itu, sejak akhir tahun 1980an pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk memperbaiki kinerja BUMN tetapi hasilnya kurang memuaskan. Setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi yang dahsyat tahun 1997/98, privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilihat sebagai salah satu cara terbaik untuk menanggulangi defisit anggaran pemerintah, meningkatkan efisiensi serta memperbaiki corporate governance di BUMN. Privatisasi di Indonesia mulai dilakukan pada tahun 1991 melalui Initial Public Offering (IPO) terhadap 35% saham milik pemerintah di PT. Semen Gresik di pasar modal Indonesia. Tercatat sebanyak 19 BUMN telah diprivatisasi dengan cara Initial Public Offering sejak pertama kali dilakukan privatisasi yaitu oleh PT. Semen Gresik pada tahun 1991 hingga tahun 2011 dan terus diusulkan penambahan jumlah BUMN yang diprivatisasi tiap tahunnya. Artinya kepemilikan pemerintah di BUMN akan semakin berkurang.
3
Hampir semua teori ekonomi tentang privatisasi mengarah kepada peningkatan produktivitas, efisiensi dan output.
Meskipun bukti empiris
menunjukkan hasil yang berbeda, namun kenyataannya hampir semua negara melakukan privatisasi. Sedangkan alasan dilakukan privatisasi di negara berkembang adalah asumsi perusahaan negara berlaku tidak efisien, produksi barang dan jasa dengan kualitas rendah dan biaya tinggi. Oleh karena itu diyakini privatisasi di Indonesia pada prinsipnya tidak berbeda dengan hakekat dan tujuan privatisasi secara internasional. Pemerintah Indonesia dalam perspektif jangka panjangnya menetapkan bahwa tujuan privatisasi adalah untuk tujuan efisiensi makroekonomi yang sejalan dengan prinsip dari negara maju. Hakekat dan tujuan privatisasi tersebut dapat dilihat diberbagai dokumen negara seperti pada Keppres No.7 tahun 2002 tentang Privatisasi BUMN dan UU No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Kendala BUMN adalah adanya intervensi berlebih pemerintah yang tidak memiliki kompetensi utama dalam berbisnis sehingga terjadi ketidakprofesionalan dalam pengelolaan BUMN, karena itu dilakukan upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui privatisasi. Pemerintah Indonesia juga menyatakan privatisasi diarahkan bukan semata-mata untuk pemenuhan APBN, tetapi lebih diutamakan untuk pengembangan perusahaan dengan metode utama melalui penawaran umum di pasar modal (KemenegBUMN,2012). Asian Development Bank (2008) dalam laporannya pernah mengidentifikasi sekitar 30 BUMN sebagai persyaratan dalam pemberian pinjaman, agar pemerintah Indonesia
mengambil
langkah implementasi
privatisasi sebagai pengalihan
kepemilikan dan manajemen BUMN kepada sektor swasta. Disamping itu penjualan
4
kepemilikan dalam BUMN yang bernilai tinggi dapat digunakan untuk menambah pemasukan dalam menghadapi biaya fiskal dalam masa krisis ekonomi.
Dalam
kondisi ekonomi yang tidak menentu privatisasi akan dipandang sebagai langkah untuk mengatasi ketidakseimbangan fiskal. Berlawanan dengan negara lain dimana privatisasi dipandang sebagai langkah untuk memperkuat kekuatan pasar dan kompetisi. Privatisasi di Indonesia pasca krisis diduga semata hanya ditujukan untuk mengatasi masalah fiskal, sehingga arah privatisasi diharapkan akan lebih baik jika dilaksanakan dalam kondisi ekonomi yang lebih baik. Privatisasi BUMN di Indonesia kemudian banyak dilakukan sejak krisis moneter 1997, dimana pemerintah mulai meminta bantuan badan moneter internasional (IMF) untuk menambal defisit anggaran. Brune et al. (2003) dalam studinya mendapatkan bahwa setiap negara yang meminjam dari IMF berkonsekuensi harus memprivatisasi BUMN, membatasi peran negara dalam BUMN, menetapkan anggaran yang tidak berimbang, dan memperkuat pasar modal. Privatisasi dipandang sebagai langkah untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi yang seharusnya dilaksanakan oleh swasta.
Privatisasi diharapkan dapat
meningkatkan daya saing dan efisiensi perusahaan yang selanjutnya mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun privatisasi bukan merupakan penyebab langsung namun berkontribusi dalam reformasi struktural.
Investor melihat
privatisasi sebagai indikator peningkatan kredibilitas yang tidak terlihat namun mempunyai pengaruh penting bagi makroekonomi (Davis, Owssoski, Richardson dan Barret,2000).
5
Bahkan menurut Purwoko (2002) privatisasi BUMN telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat setuju dengan privatisasi sepanjang privatisasi dapat memberikan manfaat lebih baik, sementara sebagian menolak karena masalah nasionalisme.
Pihak yang tidak mendukung
kebijakan tersebut menganggap bahwa privatisasi merupakan penjualan kepada pihak investor asing, tidak nasionalis dan merugikan negara, sedangkan pihak yang mendukung privatisasi menganggap privatisasi selain untuk menutup defisit APBN, juga mendorong transparansi yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi dan menguntungkan konsumen. Dengan demikian perlu dipertimbangkan secara matang manfaat dan biaya sebelum dilakukan privatisasi. Pangestu dan Habir (1989) telah mengingatkan jika privatisasi dilakukan atas pertimbangan deregulasi maka transfer kepemilikan dari pemerintah kepada sektor swasta akan dihalangi oleh politik, ideologi dan halangan aplikasi privatisasi. Meskipun demikian tetap terjadi perubahan persepsi dalam memandang keterlibatan sektor swasta dalam perekonomian. Megginson et al. (1998) menyebutkan privatisasi yang awalnya dirintis negara maju hanya dilandasi keyakinan, sedangkan teori dan analisa mengenai manfaat dan biaya privatisasi sangat terbatas.
Sekarang meskipun jumlah privatisasi banyak
dilakukan namun analisa dan kesimpulan masih jauh dari cukup. Bahkan Asropi (2008) ketika membandingkan hasil kinerja privatisasi antara Indonesia dan Malaysia menemukan bahwa masih banyak hal yang harus diperbaiki pemerintah Indonesia untuk penerapan kebijakan privatisasi BUMN dimasa mendatang.
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, diperoleh gambaran bahwa untuk meningkatkan kinerja BUMN dapat dilakukan melalui privatisasi. Namun demikian perlu dipertanyakan kembali apakah kinerja BUMN setelah melaksanakan privatisasi memiliki perbedaan dengan sebelum melakukan privatisasi. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah terdapat perbedaan kinerja BUMN sesudah privatisasi dengan sebelum privatisasi? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan membandingkan apakah kinerja BUMN sesudah privatisasi memiliki perbedaan dengan kinerja sebelum privatisasi. Analisa yang dilakukan terhadap faktor-faktor kinerja keuangan: 1. Profitabilitas 2. Efisiensi 3. Rasio hutang 4. Deviden
1.5 Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan.
7
Bagi perusahaan negara atau BUMN penelitian ini dapat menjadi masukan dalam mengambil keputusan berkaitan dengan privatisasi dan meningkatkan pemahaman mengenai privatisasi sehingga mampu mengarahkan respon terhadap privatisasi secara bijaksana. Bagi pemerintah penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia sehingga tujuan privatisasi BUMN dapat tercapai sesuai dengan yang seharusnya. 1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Batasan-batasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Objek penelitian adalah seluruh Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang melakukan privatisasi sesudah terjadi krisis ekonomi 1997 dengan cara Initial Publik Offering (IPO). Jumlah BUMN yang melakukan privatisasi dengan cara tersebut adalah 13 BUMN. 2. BUMN yang melakukan privatisasi tahap kedua atau secondary public offering tidak dimasukkan dalam penelitian karena tujuan penelitian adalah untuk membandingkan kinerja sebelum dan sesudah privatisasi agar jelas peran privatisasi dari kondisi sebelum ada pengaruh swasta atau menjadi milik negara. Demikian juga privatisasi dengan cara strategic sales dan private placement tidak dimasukkan dalam obyek penelitian karena masalah independensi dan kelangsungan data. 3. Periode waktu privatisasi yang dipilih adalah sejak krisis ekonomi 1997 sampai 2001. Hal ini dikarenakan sejak masa itu terdapat tekanan kuat dari
8
International Monetary Fund (IMF) atau badan moneter internasional agar pemerintah memprivatisasi BUMN yang dianggap kinerjanya kurang maksimal. Disamping itu penelitian dibatasi pada IPO sampai tahun 2011 karena agar didapat laporan keuangan yang cukup untuk data yang relevan.
1.7 Sistematika laporan penelitian Sistematika penulisan laporan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini akan diuraikan mengenai konsep privatisasi, penelitian terdahulu dan hipotesis penelitian. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini akan dijelaskan tentang populasi, sampel dan teknik sampling, sumber data dan teknik pengumpulan data, analisis rasio dan uji statistik. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hasil perhitungan statistik dan analisa hasil perhitungan statistik. Bab V Simpulan, Keterbatasan dan Implikasi Dalam bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian dan implikasi
9