1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.1 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern, karena penggunaan teknologi selalu mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Suatu teknologi pada dasarnya diciptakan untuk peningkatan kualitas hidup dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih efekif dan efisien. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa selain memiliki sisi positif, teknologi juga memiliki sisi negatif. Salah satu hasil kemajuan teknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah Internet.2 Teknologi internet membawa manusia pada peradaban baru yang turut mempengaruhi cara berfikir, bersikap dan bertindak, dimana terjadi perpindahan realitas kehidupan dari aktivitas nyata ke aktivitas maya (virtual) yang disebut
1
Lihat Bagian Menimbang Point C pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 2 The US Supreme Court mendefinisikan internet sebagai international Network of interconnected computers,(Reno V ACLU, 1997 dalam Ari Juliano Gema, 2000), yang artinya jaringan internasional dari komputer-komputer yang saling berhubungan, sehingga melewati batas-batas territorial suatu Negara, dalam Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Bandung: Refika Aditama, 2005, hal. 31
2
dengan istilah cyberspace.3 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pulalah
yang turut mempengaruhi cara berpikir, bersikap dan bertindak. Perubahan sikap, pandangan dan orientasi warga masyarakat inilah yang mempengaruhi kesadaran hukum dan penilaian terhadap suatu tingkah laku. Apakah perbuatan tersebut dianggap lazim atau bahkan sebaliknya merupakan suatu ancaman bagi ketertiban sosial. Perbuatan yang mengancam ketertiban sosial atau kejahatan seringkali memanfaatkan atau bersaranakan teknologi. Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan yang tergolong baru serta berbahaya bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk mengantisipasi perkembangan masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan kejahatan tersebut, maka dapat dilakukan usaha perencanaan pembuatan hukum pidana yang menampung segala dinamika masyarakat hal ini merupakan masalah kebijakan yaitu mengenai pemilihan sarana dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat.
Hukum
pidana
seringkali
digunakan
untuk
menyelesaikan masalah sosial khususnya dalam penanggulangan kejahatan. Khususnya masalah perjudian sebagai salah satu bentuk penyakit masyarakat, satu bentuk patologi sosial.4 Penegakan hukum pidana untuk menanggulangi perjudian sebagai perilaku yang menyimpang harus terus dilakukan. Hal ini sangat beralasan karena perjudian merupakan ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial yang dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan
3
Menurut Howard Rheingold, Cybescpace adalah sebuah ruang imajiner atau ruang maya yang bersifat artificial, dimana setiap orang melakukan apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan cara-cara yang baru, dalam Yasraf Amir Piliang, Public Space dan Public Cyberspace : Ruang Publik dalam Era Informasi, tersedia pada http://www.bogor.net/idkf/idkf-2/public-space-dan-public-cyberspace-ruang-publik-dalam-era inf. 4 Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. hal. 57
3
sosial. Perjudian merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban sosial.5 Perkembangan
teknologi
informasi
dengan
adanya
internet,
menimbulkan bentuk kejahatan baru dalam perjudian yakni perjudian melalui internet (internet gambling). Disinilah dapat dilihat bagaimana peran pihak kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat menangani tindak pidana perjudian melalui internet berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) undang-undang tersebut. Tindak pidana perjudian melalui internet, dilakukan melalui sistem elektronik, informasi elektronik dan dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang ITE, di samping itu alat bukti elektronik di atas dianggap sebagai perluaran alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, karena disetarakan sebagai alat bukti surat, sehingga pelaku perjudian melalui internet dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Pada tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling), website penyelenggara perjudian melalui internet dan E-mail peserta judinya, serta sms merupakan bagian dari informasi elektronik, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu alat bukti yang sah secara hukum, dalam hal ini alat bukti petunjuk. Ada beberapa kendala dalam menemukan alat bukti tersebut, 5
Saparinah Sadli, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cet. II, Bandung: Penerbit Alumni, 1998. hal. 148
4
berdasarkan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang ITE, penggeledahan dan/atau penyitaan sistem elektronik serta penangkapan dan penahanan pelaku cyber crime harus dilakukan atas izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam, hal ini sulit untuk diwujudkan, karena tidak dimungkinkan mendapatkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan hal termaksud dalam waktu yang sangat singkat itu. Terlebih lagi belum ada peraturan pemerintah atas undang-undang tersebut. Oleh karena itu ketentuan di atas menjadi salah satu kendala dalam menangani kasus perjudian melalui internet ini. Sangatlah tepat jika perjudian itu dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual, karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak “pemalas”, sedangkan pembangunan membutuhkan individu yang giat bekerja keras dan bermental kuat.6 Sangat beralasan kemudian judi harus segera dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatu pemecahannya karena sudah jelas judi merupakan problema sosial yang dapat mengganggu fungsi sosial dari masyarakat.7 Salah satu usaha rasional yang digunakan untuk menanggulangi perjudian adalah dengan pendekatan kebijakan hukum pidana. Penggunaan hukum pidana ini sesuai dengan fungsi hukum sebagai social control atau pengendalian sosial yaitu suatu proses yang telah direncanakan lebih dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh atau bahkan memaksa anggota-anggota masyarakat agar mematuhi norma-norma 6
B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung: Tarsito, 1980, hal. 352353 7 Ibid, hal. 354
5
hukum atau tata tertib hukum yang sedang berlaku.8 Penegakan hukum pidana untuk penanggulangan perjudian mengalami dinamika yang cukup menarik. Karena perjudian seringkali sudah dianggap sebagai hal yang wajar dan sah. Namun di sisi lain kegiatan tersebut sangat dirasakan dampak negatif dan sangat mengancam ketertiban sosial masyarakat. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Peningkatan modus dari tindak pidana perjudian yang semakin tinggi ini dapat terlihat dari maraknya tipe perjudian, misalnya togel, judi buntut, judi kupon putih, bahkan sampai yang memakai tekhnologi canggih melalui telepon, internet maupun SMS (short massage service). Pada hekekatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan masyarakat, bangsa dan negara dan ditinjau dari kepentingan nasional. Perjudian mempunyai dampak yang negatif merugikan moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Di satu pihak judi adalah merupakan problem sosial yang sulit di tanggulangi dan timbulnya judi tersebut sudah ada sejak adanya peradaban manusia. Masalah judi ataupun perjudian merupakan masalah klasik yang menjadi kebiasaan yang salah bagi umat manusia. Sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi maka tingkat dan modus kriminalitas juga mengalami perubahan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pada hakekatnya judi maupun perjudian jelas-jelas bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral 8
Ronny Hanitjo Soemitro, Permasalahan Hukum di Dalam Masyarakat, Alumni, Bandung, 1984. hal. 4
6
Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Perjudian merupakan salah satu tindak pidana yang meresahkan masyarakat, sehingga menurut Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Polres Banyumas pada November 2010 telah menggerebek sebuah warung internet di Purwokerto yang biasa dijadikan ajang bermain judi bola. Polisi menggelar razia setelah mendapat informasi dari seorang pelanggan warnet. Sedikitnya sepuluh pelaku ditangkap beserta barang bukti berupa gambar di layar monitor, 12 unit komputer serta uang tunai Rp 15.643.000,- dari transaksi mereka yang digunakan untuk taruhan. Kasubag Humas Polres Banyumas AKP Joko Witarso menambahkan, selama tahun 2011 polisi sudah mengamankan 50 pelaku judi, dari 26 kasus atau perkara.9 Dalam hal kasus perjudian online, ini merupakan satu-satunya kasus perjudian bola online yang terungkap oleh Polres Banyumas dengan adanya peran aktif dari masyarakat dalam memberikan informasi kepada pihak Kepolisian Resor Banyumas. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dianggap sangatlah perlu bagi semua pihak kepolisian untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kerjasama antara lembaga-lembaga yang saling terkait dan peran serta masyarakat harus ditingkatkan pula dalam menangani kasus-kasus kejahatan perjudian bola online. Terlebih mengingat peran kepolisian sebagai pihak yang mengambil tindakan
9
http://www.pikiran-rakyat.com/node/150420. Judi Togel Marak, Polres Banyumas Tangani 26kasus. Diakses pada tanggal 20 juni 2012.
7
pertama terhadap kejahatan perjudian bola online ini sehingga pihak kepolisian perlu meningkatkan kualitas kinerja dari para anggotanya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian
PENCEGAHAN
DAN
dengan
judul
:
“PERAN
PENANGGULANGAN
POLRI
DALAM
PERJUDIAN
BOLA
ONLINE (Studi di Polres Banyumas)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana peran POLRI dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas)? 2. Faktor-faktor apa yang cenderung mendorong dan menghambat dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas)? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peran POLRI dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas). 2. Untuk mengetahui hambatan apa yang dihadapi POLRI dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas).
8
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaharuan hukum nasional pada umumnya. b. Dapat menambah wawasan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam lingkup pidana yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian online yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas melalui media internet. 2. Secara Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan bagi mereka yang berminat dibidang hukum. b. Untuk dapat berperan dalam membantu para penegak hukum melakukan pemberantasan tindak pidana perjudian pada umumnya dan tindak pidana perjudian bola online pada khususnya.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia Polri (Kepolisian Republik Indonesia), arti kepolisian disini ditekankan pada tugas-tugas yang harus dijalankan sebagai departemen pemerintahan atau bagian dari pemerintahan, yakni memelihara keamanan, ketertiban, ketentraman masyarakat, mencegah dan menindak atau memberantas pelaku kejahatan. Sesuai dengan Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa polisi diartikan: 1) sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (seperti menangkap orang yang melanggar undang-undang, dsb.), dan anggota dari badan pemerintahan tersebut di atas (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan, dsb.).10 Pengertian lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, “Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundanga-undangan”. Istilah kepolisian dalam Undang-undang Polri tersebut mengandung dua pengertian, yakni fungai polisi dan lembaga polisi. Jika mencermati dari pengertian fungsi polisi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri tersebut fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaaan keamanan 10
W.J.S. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, hal. 763
10
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat, sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian
berbicara kepolisian berarti berbicara tentang fungsi dan lembaga kepolisian. Pemberian makna dari kepolisian ini dipengaruhi dari konsep fungsi kepolisian yang diembannya dan dirumuskan dalam tugas dan wewenangnya.11 2. Tugas dan Wewenang Kepolisian 2.1 Tugas Kepolisian Tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang diklasifikasikan menjadi tiga yakni: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakan hukum; memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Di dalam menjalankan tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri memiliki tanggungjawab terciptanya dan terbinanya suatu kondisi yang aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sadjijono di dalam menyelenggarakan tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat tersebut melalui tugas preventif dan tugas represif. Tugas dibidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya. Faktor11
Sadjijono, Mengenal hukum Kepolisian (Perspektif Kedudukan dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi), Surabaya: LaksBang Mediatama, 2008, hal. 5
11
faktor yang dihadapi pada tataran preventif ini secara teoritis dan teknis kepolisian, mencegah adanya Faktor Korelasi Kriminogin (FKK) tidak berkembang menjadi Police Hazard (PH) dan muncul sebagai Ancaman Faktual (AF). Sehingga dapat diformulasikan apabila niat dan kesempatan bertemu, maka akan terjadi kriminalitas atau kejahatan (n + k = c), oleh karena itu langkah preventif, adalah usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat, sehingga tidak terjadi kejahatan atau kriminalitas.12 Tugas di bidang represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum termasuk didalamnya pihak kepolisian setelah adanya tindak kejahatan atau tindak pidana. Yang termasuk dalam tindakan represif adalah
penyidikan,
penyelidikan,
penuntutan,
dan
seterusnya
sampai
dilaksanakannya pidana. Tugas pokok kepolisian yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tersebut dirinci dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang terdiri dari: a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan; b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dijalan;
12
Sadjijono, Ibid, hal. 117
12
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/ atau pihak yang berwenang; j. memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
sesuai
dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta k. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.2 Wewenang Kepolisian Kepolisian
Negara
Republik
indonesia
dalam
melaksanakan
wewenangnya bukan tanpa batas, melainkan harus selalu berdasarkan hukum,
13
karena menurut penjelasan UUD 1945 dirumuskan “Bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Guna terselenggaranya fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan wewenang yang pada hakekatnya berupa “kekuasaan negara di bidang kepolisian untuk bertindak atau untuk tidak bertindak” baik dalam bentuk upaya preventif mapun upaya represif. Wewenang untuk melakukan tindakan yang diberikan kepada Polri umumnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: wewenang-wewenang umum yang mendasarkan tindakan yang dilakukan polisi dengan azas Legalitas dan Plichmatigheid yang sebagian besar bersifat preventif dan yang kedua adalah wewenang khusus sebagai wewenang untuk melaksanakan tugas sebagai alat negara penegak hukum khususnya untuk kepentingan penyelidikan, dimana sebagian besar bersifat represif.13 Wewenang umum tersebut akan memberikan hak kepada petugas polisi untuk dapat mengeluarkan perintah-perintah dengan keharusan untuk ditaati sepanjang masih dalam lingkup tugas kepolisian. Perintah tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan maupun dalam bentuk yang lainnya.14 Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: 13 14
Warsito Hadi Kusumo, Hukum Kepolisian Di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005, hal. 99 Ibid, hal. 101
14
a. menerima laporan dan/atau pengaduan; b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi
aliran
yang dapat
menimbulkan
perpecahan atau
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti; j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Sedangkan dalam ayat (2), Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang : a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
15
b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan; g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait; j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional; k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan pasal 14 dibidang proses pidana, maka kepolisian mempunyai wewenang yang telah diatur secara rinci pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, yaitu: a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
16
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan; i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Seorang anggota polisi dituntut untuk menentukan sikap yang tegas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Apabila salah satu tidak tepat dalam
17
menentukan atau mengambil sikap, maka tidak mustahil akan mendapat cercaan, hujatan, dan celaan dari masyarakat. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada etika moral dan hukum, bahkan menjadi komitmen dalam batin dan nurani bagi setiap insan polisi, sehingga penyelenggaraan fungsi, tugas dan wewenang kepolisian bisa bersih dan baik. Dengan demikian akan terwujud konsep kepolisian yang baik sebagai prasyarat menuju good governance. Dalam pasal 18 UU kepolisian, Selain tugas dan wewenang yang disebutkan di dalam UU Kepolisian ini, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia,
untuk
kepentingan
umum,
dalam
melaksanakan
tugas
dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Tindakan menurut penilaian sendiri ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3. Tinjauan Peran Polisi dalam Penegakan Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa atau bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu peristiwa,15 sehingga peranan dapat diartikan sebagai langkah yang diambil seseorang atau kelompok dalam menghadapi suatu peristiwa. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, Peranan (role) merupakan aspek dinamika dari status (kedudukan), apabila seseorang atau beberapa orang
15
W.J.S. Purwodarminto, op. cit, hal. 751
18
atau organisasi yang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia atau mereka atau organisasi tersebut telah melaksanakan suatu peranan.16 Beliau juga mengutip pendapat Levinson bahwa peranan mencakup paling sedikit 3 hal, yaitu: 1) Peranan adalah meliputi sarana yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini menempatkan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) Peranan dapat juga dikatakan sebagai perihal individu yang penting dalam struktur sosial.17 Berdasarkan pengertian di atas, peranan mengandung makna sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Dimana setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
16 17
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1987, hal. 220 Ibid. hal. 221
19
Khusus mengenai peran Kepolisian dinyatakan dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. sebagai berikut: “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Secara sosiologis maka setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu didalam struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya hak-hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hal sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas, suatu peranan tertentu dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :18 1. Peranan yang ideal (ideal role) 2. Peranan yang seharusnya (expected role) 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role) 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). Masalah Peranan dianggap Penting, oleh karena pembahasan mengenai penegakan hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi. Maka diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang sangat terkait oleh hukum tetapi dalam
18
Soerjonno Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Bandung: Alumni, 1982, hal. 20
20
penerapannya, penilaian pribadi juga memegang peranan. Didalam penegakan hukum diskresi sangat penting, oleh karena :19 1. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia. 2. Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundangundangan didalam masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpastian. 3. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana dikehendaki oleh pembentuk undang-undang. 4. Adanya kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus. B. Tinjauan Tentang Perjudian 1. Definisi Judi dan Jenis-jenis Perjudian 1.1 Definisi Judi Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”.20 Berjudi ialah “Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula”.21 Perjudian menurut Kartini Kartono adalah: “Pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan pertandingan, perlombaan dan kejadiankejadian yang tidak/belum pasti hasilnya”.22 Dali Mutiara, dalam tafsiran KUHP menyatakan sebagai berikut: “Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam perlombaan-perlombaan yang 19
Ibid, hal. 22 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hal. 419. 21 Ibid, hal. 419. 22 Kartini Kartono, op. cit, hal. 56 20
21
diadakan antara dua orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain”.23 Perjudian menurut KUHP dalam Pasal 303 ayat (3) yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkan bahwa: “Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.” Berdasarkan yurisprudensi MA No.130/K/Kr/1972 tanggal 8 januari 1985 tentang perjudian, permainan “Lotre Buntut” harus dipandang sebagai judi yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 303 ayat 3 KUHP jo pasal 1 UU No.7 tahun 1974. Perjudian ditinjau dari KUHP pasal 303 ayat (3) jo pasal 27 ayat (2) UU no.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.” Kemudian dilihat dari aspek KUHPerdata pasal 1774 tentang perjanjian untunguntungan : “suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.” 23
Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1962, hal. 220.
22
1.2 Jenis-jenis Perjudian Pada masa sekarang, banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta keterampilan dijadikan alat judi. Umpamanya pertandinganpertandingan atletik, badminton, tinju, gulat dan sepak bola. Juga pacuan-pacuan misalnya: pacuan kuda, anjing balap, biri-biri dan karapan sapi. Permainan dan pacuan-pacuan tersebut semula bersifat kreatif dalam bentuk asumsi yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas ketegangan sesudah bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan. Di samping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu. Dalam PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian, perjudian dikategorikan menjadi tiga : 1. Perjudian di kasino yang terdiri dari Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super Ping-pong, Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine (Jackpot), Ji Si Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser / bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran). Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa Hwe serta Kiu-Kiu. 2. Perjudian di tempat keramaian yang terdiri dari lempar paser / bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran), lempar gelang, lempar uang (Coin), kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing, kailai, mayong/macak dan erek-erek.
23
3. Perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan yang terdiri dari adu ayam, adu sapi, adu kerbau, pacu kuda, karapan sapi, adu domba/kambing. Bahkan perjudian saat ini sudah menjadi industri terutama di bidang olahraga. Salah satu olahraga yang saat ini menjadi olahraga paling populer di dunia adalah sepakbola dan sudah sering menjadi bahan taruhan hasil pertandingan dari sepakbola yang bisa dilakukan secara konvensional maupun online. Jika kita perhatikan perjudian yang berkembang dimasyarakat bisa dibedakan berdasarkan alat/sarananya yaitu ada yang menggunakan hewan, kartu, mesin ketangkasan, bola, video, internet dan berbagai jenis permainan olah raga. Ketentuan di atas mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang sepanjang termasuk kategori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP jo pasal 27 ayat (2) UU no.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perkembangan teknologi informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang konvensional menjadi lebih modern. Jenis kegiatannya mungkin sama, namun dengan media yang berbeda yaitu dalam hal ini internet, suatu kejahatan akan lebih sulit diusut, diproses, dan diadili. Kejahatan yang seringkali berhubungan dengan internet antara lain perjudian yang dilakukan melalui internet (internet gambling), yang tidak lagi menjadi kejahatan konvensional saja, tetapi juga sebagai kejahatan yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui penyalahgunaan media internet, yang salah satunya yaitu tindak pidana perjudian bola online.
24
2. Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Sumber utama hukum pidana di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah mulai berlaku di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda. Dahulu ketentuan mengenai perjudian dalam KUHP diatur dalam dua Pasal yaitu Pasal 303 KUHP dan Pasal 542 KUHP. Pasal 303 KUHP dikualifikasikan sebagai kejahatan, sedangkan Pasal 542 KUHP dikualifikasikan sebagai pelanggaran. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, Pasal 303 ayat (1) KUHP dan Pasal 542 ayat (1) dan ayat (2) KUHP diubah dan diperberat sanksi pidananya. Kemudian berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Pasal 542 KUHP ditiadakan, dijadikan Pasal 303 bis dengan beberapa perubahan yang mengubah sanksinya. Untuk mewujudkan masyarakat bebas dari perjudian maka sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana perjudian diperberat. Tindak pidana perjudian diatur dalam pasal 303 KUHP, Pasal 303 bis KUHP dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 yang pada konsideran huruf a menyebutkan bahwa perjudian pada hakekatnya bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Adanya perjudian melalui internet (internet gambling), harus dapat dibuktikan berdasarkan alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang. Berbicara tentang pembuktian pada perjudian melalui internet tidak terlepas dari ketentuan mengenai alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE). Pada
25
Pasal 5 ayat (1) UU ITE disebutkan bahwa Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU ITE, yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sementara itu, Pasal 1 angka 4 UU ITE menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengan melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Apabila ditelaah, maka Website penyelenggara perjudian melalui internet dan E-mail peserta judinya, serta sms merupakan bagian dari informasi elektronik, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu alat bukti yang sah secara hukum. Sementara itu, Pasal 5 ayat (2) UU ITE juga menegaskan bahwa Informasi elektronik dan/atau Dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di atas merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Terlihat jelas bahwa Website
26
penyelenggara perjudian melalui internet, E-mail serta sms peserta judinya merupakan salah satu bagian dari informasi elektronik yang dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah secara hukum, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan mengenai alat bukti dan pembuktian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam hal ini perluasan dari alat bukti petunjuk. Dengan demikian, Website penyelenggara perjudian melalui internet, Email serta sms peserta judinya memiliki kekuatan pembuktian sebagai salah satu alat bukti khususnya dalam kasus perjudian melalui internet ini. Selain itu, keterangan saksi dan keterangan ahli dapat dijadikan alat bukti pada proses pembuktian tindak pidana perjudian melalui internet termaksud. Proses pembuktian tindak pidana perjudian melalui internet di pengadilan sangat membutuhkan pendekatan teknis karena bukti bukti yang ditemukan dapat berupa bukti elektronik yang masih belum diakui oleh hukum acara (KUHAP), sehingga masih harus didukung dengan keterangan ahli agar dapat diterima di pengadilan. 3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perjudian Beberapa faktor penyebab terjadinya perjudian:24 a. Faktor Sosial dan Ekonomi Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian sering kali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Selain itu kurangnya pendidikan moral dan pengawasan oleh orang tua terutama pada generasi muda, sulitnya mencari pekerjaan sehingga mereka memilih untuk 24
http://suhadirembang.blogspot.com/2010/09/perjudian-dalam-kajian-terdahulu.html diakses tanggal 14 mei 2012.
27
melakukan perjudian, pengaruh lingkungan sekitar yang mendukung adanya perjudian dan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya semakin jauh, sehingga si miskin berlomba-lomba untuk menjadi kaya meskipun dengan cara berjudi. b. Faktor Situasional Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). c. Faktor Belajar Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuat atau diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah atau sesuatu yang menyenangkan.
28
d.
Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat
evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. 4. Akibat-akibat Perjudian Perjudian bukan merupakan masalah baru dalam masyarakat Indonesia, sejak dulu sampai sekarang praktik perjudian selalu ada. Kejahatan ini mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah faktor sosial dan ekonomi yang berperan dalam perkembangan perjudian. Menurut ilmu kriminologi, tindak pidana perjudian dapat disebut sebagai kejahatan tanpa korban (crime without victim) karena yang menderita adalah pelaku tindak pidana perjudian itu sendiri. Namun jika dianalisa lebih dalam, tindak pidana perjudian juga dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban. Perjudian akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi sehingga bisa menjadi pemicu kejahatan yang lain. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana yang dapat merusak ekonomi, moral, psikologis, biologis, kebudayaan bahkan dalam suatu masyarakat. Negara yang mempunyai masyarakat yang menyukai berjudi dapat
29
dipastikan akan menjadi negara yang rusak, bahkan hancur dalam seketika, karena perjudian dapat merusak sendi-sendi pembangunan dalam suatu negara. Beberapa akibat dalam perjudian:25 1) Beberapa orang akan menjadi ketagihan. Mereka tidak dapat berhenti berjudi, dan kehilangan banyak uang. 2) Kadang-kadang judi tidaklah adil. Jika anda menang atau kalah, anda harus membayar sejumlah uang. Berdasarkan beberapa masalah dalam perjudian diatas, timbul banyak masalah sosial pada berbagai bidang kehidupan salah satunya bidang ekonomi, antara lain : a. Karena ketagihan dan tidak punya uang, biasanya penjudi berbuat nekat demi mendapat uang kembali seperti mencuri, merampok, ini merupakan tindakan kriminal. b. Karena terus-terusan kalah judi, penjudi banyak kehilangan uang sehingga dapat mengakibatkan kemiskinan. 3) Pada psikologis, besar kemungkinan penjudi yang kalah main akan mengalami stress ataupun kegilaan karena telah banyak kehilangan uang. 4) Pada bidang biologis, perjudian membuat para penjudi memiliki daya tahan tubuh yang lemah, ini dikarenakan biasanya perjudian dilakukan pada malam hari hingga pagi hari. Seseorang yang terlalu banyak menghirup udara malam, sangatlah tidak baik bagi kesehatan.
25
Fandi Aditiya Ricky.2010, http;//raf1816phyboy.blogspot.com/2010/02/judi-dan-togel-ditinjauoleh-sosiologi.html (20 Juni 2012)
30
5) Menurut bidang kebudayaan, perjudian membuat penjudi menjadi malas bekerja sehingga tidak dapat menghidupi dirinya dan keluarganya. Selain itu agama juga melarang perjudian. 5. Aspek Keperdataan dalam Perjudian Perjudian merupakan suatu permasalahan yang tidak hanya diatur di KUHP saja, tetapi juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW). Perjudian terdapat di dalam bab ke lima belas tentang perjanjian untung-untungan. Pasal-pasal yang mengatur tentang perjudian adalah pasal 1774, 1788, 1789, 1790 dan 1791 BW. Pasal1774 BW : Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : Perjanjian pertanggungan; Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.26 Pasal 1788 BW : Undang-undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian dan pertaruhan.27
26
Tjitrosudibjo dan Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1999, halaman 455 27 Ibid, halaman 457
31
Pasal 1789 BW : Dalam ketentuan tersebut di atas namun itu tidak termasuk permainanpermainan yang dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti main anggar, lari anggar, lari cepat dan lain sebagainya. Meskipun demikian, Hakim dapat menolak atau mengurangi gugatan, apabila uang taruhannya menurut pendapatnya lebih dari sepantasnya.28 Pasal 1790 BW : Tidaklah diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuanketentuan kedua pasal yang lalu dengan jalan perjumpaan utang.29 Pasal 1791 BW : Seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya, sekali-kali tak diperbolehkan menuntutnya kembali, kecuali apabila dari pihak pemenang telah dilakukan kecurangan atau penipuan.30 Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perjudian merupakan perjanjian untung-untungan yaitu suatu perjanjian yang mewajibkan si penanggung membayar ganti rugi kepada tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan benar-benar terjadi. Namun jika peristiwa yang diperjanjikan tidak terjadi, maka penanggung dapat menikmati uang jaminan yang diberikan oleh tertanggung. Perjudian merupakan perbuatan yang dilarang juga dalam hukum perdata, karena pasal 1788 dan 1790 BW secara tegas menyebutkan bahwa tidak ada tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena
28
Ibid, Tjitrosudibjo dan Subekti. Ibid, Tjitrosudibjo dan Subekti. 30 Ibid, Tjitrosudibjo dan Subekti. 29
32
perjudian dan pertaruhan. Tuntutan hukum hanya boleh dilakukan apabila si pemenang telah melakukan kecurangan atau penipuan. C. Tinjauan Tentang Kebijakan Kriminal 1. Kebijakan Kriminal dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Secara gramatikal kebijakan berasal dari kata bijak. Menurut Hernz Eulau dan Keneth Prweitt, menyatakan bahwa kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dan mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.31 Kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal policy, atau strafrechts politiek adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Berbicara mengenai istilah kebijakan kriminal, Soedarto memaknai istilah ini dalam arti keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sosial dalam masyarakat.32 Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, sebagaimana pendapat Barda Nawawi Arief yang dikutip oleh Agus Raharjo dan Sunaryo, maksud dari pendekatan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut33: a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan sosial politik; 31
Charles o. Jones, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta: Rajawali Pers, 1991, hal.47 Soedarto, Kapita Selekta Pidana, Bandung : Alumni, 1982, hal.113-114 33 Agus Raharjo dan Sunaryo, Cyber Porn (Studi Tentang Aspek Hukum Pidana Pornografi di Internet, Pencegahannya dan Penanggulangannya), (Purwokerto : Jurnal Kosmik Hukum UMP Vol.2 No.2 Tahun 2002), hlm.94. 32
33
b. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal. Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. G. Peter Hoefnagels menyatakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan34: a. Penerapan hukum pidana; b. Pencegahan tanpa pidana; c. Mempengaruhi
pandangan
masyarakat
mengenai
kejahatan
dan
pemidanaan lewat media massa. Berdasarkan konsep upaya penanggulangan kejahatan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya penanggulangan kejahatan memiliki 2 (dua) metode, yaitu melalui jalur penal (hukum pidana) dan non penal (bukan atau di luar hukum pidana), dalam pembagian tersebut, poin 2(dua) dan 3(tiga) dapat dikategorikan sebagai upaya non penal. Upaya penanggulangan dengan upaya penal dapat dikatakan sebagai upaya represif, sedangkan jalur non penal dapat dikatakan sebagai upaya pencegahan atau preventif, sebagaimana dikatakan oleh Soedarto sebagai berikut : “Secara kasar dapatlah dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan atau pemberantasan atau penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan atau penangkalan atau pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan
34
Setya Wahyudi, Diktat Politik Kriminal, Purwokerto : Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, hal.25
34
sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represifpada hakekatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas.”35 Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Pelaksanaan dari politik hukum pidana harus melalui beberapa tahap kebijakan yaitu36: 1. Tahap formulatif yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang. 2. Tahap Aplikasi yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. 3. Tahap Eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Kasus-kasus Cyber Crime merupakan akibat lemahnya perlindungan informasi daripada diakibatkan oleh pelaku kejahatan sehingga perlu diberikan lebih banyak infomasi mengenai kelemahan/kerentanan dari sistem komputer dan sarana perlindungan efektif. Kebijakan non penal bisa berupa pendekatan budaya/kultural
dalam
kebijakan
penanggulangan
cyber
crime
yaitu
membangun/membangkitkan kepekaan masyarakat dan aparat penegak hukum
35
Setya Wahyudi, Ibid Al. Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Yogyakarta : Atma Jaya, 1999, hal.11 36
35
terhadap
masalah
cyber
crime
dan
menyebarluaskan/mengajarkan
etika
penggunaan komputer melalui media pendidikan.37 Dasar pemikiran dalam kriminalisasi karena perbuatan-perbuatan tersebut sangat mengganggu masyarakat dan layak dicegah, jika perbuatan itu tidak merugikan masyarakat maka jangan dicegah dengan hukum pidana. Dasar pembenaran untuk mengkriminalisasi suatu perbuatan sebagai tindak pidana berkaitan dengan faktor-faktor tertentu antara lain faktor moral, faktor nilai budaya, faktor ilmu pengetahuan dan faktor kebijakan negara. Kriminalisasi dalam konteks perspektif kebijakan negara artinya kriminalisasi dilihat dalam rangka mencapai tujuan negara dan perlindungan individu/masyarakat. Hukum pidana yang tepat bila dilihat dari segi tujuan kebijakan yang bersangkutan. Tujuan hukum pidana yaitu melindungi segenap masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan yang merugikan atau membahayakan keselamatan masyarakat. Kejahatan melanggar tujuan negara karena merugikan atau membahayakan keselamatan masyarakat.
37
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal.5
36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis, yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriftif-analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Dengan kata lain seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran tersebut.38 Metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang menekankan pada pencarian-pencarian hukum. Yuridis itu sendiri adalah suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga sosiologis yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku
dimasyarakat.
Keajegan-keajegan
(empirical
regularitis)
karena
mengkonstruksi hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri didalam praktek.39 Konsekuensinya adalah apabila tahap pengumpulan data sudah dikerjakan yang dikumpulkan bukan hanya yang disebut dalam hukum tertulis saja, akan tetapi diadakan observasi terhadap tingkah laku yang benar-benar terjadi. 38 39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, 1986, hal. 250 Ronny Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, 1986, hal. 11
37
B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, yaitu menggambarkan keadaan dari obyek yang akan diteliti untuk kemudian dianalisa berdasarkan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan tersebut di atas.40 C. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada lembaga yang terkait, yaitu di Polres Banyumas, Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dan Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Perkembangan teknologi informasi dengan adanya internet, menimbulkan bentuk kejahatan baru mengenai perjudian yang dilakukan melalui media-media yang canggih dan modern seperti tindak pidana perjudian bola online melalui internet di wilayah hukum Polres Banyumas. Dimana hal tersebut tentu mempengaruhi rasa keamanan dan kenyamanan serta meresahkan masyarakat. Berhubungan dengan tugas kepolisian yaitu
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
menegakan hukum; memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai peran POLRI dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online diwilayah hukum Polres Banyumas. Pengambilan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa sumber data yang dimungkinkan dan memungkinkan untuk dilakukan penelitian.
40
Ibid, hal. 13.
38
D. Teknik Penentuan Informan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling atau sering juga disebut sebagai metode penarikan sampel yang bertujuan. Untuk memilih unsur-unsur dari sampel, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu syaratsyarat yang harus dipenuhi.41 Persyaratan tersebut antara lain meliputi : a. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama populasi; b. Subjek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi; c. Penentuan dengan teliti dalam studi pendahuluan.42 Jadi metode purposive sampling merupakan metode dengan cara menetapkan terlebih dahulu siapa yang menjadi sumber data dan data apa yang diperoleh dari sumber data. E. Informan Penelitian Untuk melaksanakan penelitian tersebut ditentukan Informan Penelitian sebagai data primer kualitatif. Informan penelitian yang menjadi sumber data adalah : 1. Sat Reskrim Polres Banyumas 2. Sat Intelkam Polres Banyumas 3. Sat Binmas Polres Banyumas 41
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 196 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia 1990. hal. 51 Cet. 4 42
39
4. Masyarakat/tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat perjudian online ex: warnet dll Informan-informan tersebut merupakan pihak yang dianggap mengetahui peran POLRI dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online. F. Jenis dan Sumber Data Dalam skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu: 1) Sumber data primer, data primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari masyarakat, dalam hal ini yang berkaitan dan relevan dengan penelitian.43 Dalam hal ini penulis menggunakan data hasil wawancara dengan Sat Binmas, Sat Intelkam, Sat Sabhara, Sat Reskrim Polres Banyumas, pemilik wanet, petugas/penjaga warnet dan masyarakat diwilayah hukum Banyumas. 2) Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, data sekunder mencakup bahan hukum primer (norma, peraturan dasar, perundang-undangan dan lain-lain), bahan hukum sekunder yaitu penjelasan bahan hukum primer, bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan sekunder.44 G. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu di Polres Banyumas, dengan menggunakan metode:
43 44
Interview (Wawancara) Bebas Terpimpin
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 12 Ibid,hal.12-13
40
Wawancara adalah suatu cara yang dipergunakan untuk tujuan tertentu guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan
bercakap-cakap
berhadap
muka
dengan
orang
tersebut.45
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas namun terpimpin dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan tetapi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara. b. Data Sekunder, data yang diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literature dan dokumendokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian. H. Teknik Pengolahan Data Proses pengolahan data mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut:46 1. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau meneliti data yang
telah
diperoleh
untuk
menjelaskan
apakah
sudah
dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Di dalam tahap editing yang diperiksa adalah: -
Adanya jawaban atas pertanyaan yang diajukan dan kelengkapan jawaban.
-
Apakah jawaban itu benar atau salah atau kurang tepat.
-
Apakah
jawabannya
seragam
untuk
pertanyaan
yang
sama
konsistensinya. 45 46
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1986, hal.129 Ronny Hanitijo Soemitro, op. cit, hal. 64-68
41
Selanjutnya di dalam editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yangbelum lengkap. 2. Coding yaitu mengkategorisasikan data dengan cara pemberian kode-kode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan pada daftar pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan maksud untuk dapat ditabulasikan. 3. Tabulasi yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam tabeltabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut. 4. Menganalisis data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil pengolahan data, yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan baik perumusan-perumusan atau kesimpulan-kesimpulan. I. Metode Pengujian Data Dalam penelitian ini validitas atau keabsahan data diperiksa dengan metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.47 Triangulasi menurut Denzin dibagi menjadi 4 (empat), yaitu : 1.
Triangulasi Sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif .
47
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011, hal. 330
42
2.
Triangulasi Metode, terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan
penemuan
hasil
penelitian
dengan
beberapa
teknik
pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. 3.
Triangulasi Peneliti, yakni dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan. Pengambilan data dilakukan oleh beberapa orang.
4.
Triangulasi Teori, yakni melakukan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisa dengan menggunakan beberapa perspektif teori yang berbeda. Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi
sumber. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara (interview) yang dilakukan terhadap beberapa informan terhadap masalah yang sama di Polres Banyumas. J. Teknik Penyajian Data Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun secara sistematis, artinya data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan penelitian.
43
K. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan model analisis kualitatif. Hal ini dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asasasas
dan
informasi-informasi
yang bersifat
responden.48
48
Ronny Hanitijo Soemitro, op. cit, hal. 89
ungkapan
monografis
dari
44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Struktur Organisasi Kepolisian Daerah Jawa Tengah Lembaga Kepolisian adalah merupakan organisasi yang disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, artinya kepolisian pusat dan daerah memiliki keterkaitan dan hubungan yang tak terpisahkan. Bahkan dapat dikatakan, kepolisian tingkat daerah menjadi kepanjangan tangan kepolisian tingkat pusat dalam menjalankan tugas, wewenang, dan tercapainya tujuan organisasi.49 Dengan kata lain kepolisian dalam menjalankan tugas dan kewenangannya merupakan sistem pendelegasian dari pusat sampai ke daerah. Pendelegasian tugas dan wewenang dilakukan secara berjenjang, seperti tugas dan kewenangan pusat (Mabes) delegasi wewenang kepada Kepolisian Provinsi (Polda), tugas dan wewenang Kepolisian Provinsi sebagian didelegasikan kepada Kepolisian Wilayah (Polwil), dan selanjutnya didelegasikan lagi sebagian kepada Kepolisian Kabupaten/Kota (Polres/Polresta), dari Polres Kepada Kepolisian Sektor (Polsek) demikian seterusnya. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia mengenal adanya pembagian wilayah hukum, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 6 ayat (2). Pembagian wilayah hukum adalah membagi wilayah atau daerah dengan menentukan batas daerah yang menjadi area dalam menjalankan tugas dan wewenang untuk melakukan tindakan hukum dan menjadi 49
Sadjijono, Ibid, hal. 73
45
tanggungjawabnya. Dimana daerah hukum berkaitan erat dengan pembagian kewenangan satuan kepolisian berdasarkan penjenjangan satuan, sehingga semakin kecil kesatuan semakin sempit daerah hukumnya dan semakin terbatas wewenangnya.
Dengan
demikian
luas
wilayah
dalam
suatu
wilayah
kabupaten/kota merupakan daerah hukum suatu Kepolisian Resort (Polres) dalam menjalankan tugas dan wewenang dan tanggungjawabnya. Susunan organisasi dan tata kerja di tingkat kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 Tentang Sususan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor. Dimana dalam peraturan Kapolri tersebut dapat dilihat kedudukan Polres terdiri dari beberapa jabatan fungsional yang tercantum dalam Peraturan Kapolri No. 23 Tahun 2010, unsurunsurnya antara lain meliputi : a. unsur pimpinan, yang terdiri dari Kapolres dan Wakapolres; b. unsur pengawas dan pembantu pimpinan, yang terdiri dari Bagops, Bagren, Bagsumda, Siwas, Sipropam, Sikeu, dan Sium; c. unsur pelaksana tugas pokok, yang terdiri dari SPKT, Satintelkam, Satreskrim,
Satresnarkoba,
Satbinmas,
Satsabhara,
Satlantas,
Satpamobvit, Satpolair, dan Sattahti; d. unsur pendukung, yang terdiri dari Sitipol, serta e. unsur pelaksana tugas kewilayahan, yang terdiri dari Polsek. Dalam pembahasan ini penulis memberi batasan untuk membahas bagian yang menangani penanganan kejahatan di Polres Banyumas yang berkaitan
46
dengan judul skripsi yang penulis susun, yakni mengenai pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online di wilayah hukum Banyumas. Dimana bagian yang menangani penanganan kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian yaitu Satreskrim yang merupakan unsur pelaksana tugas pokok pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres. Satreskrim dipimpin oleh Kasatreskrim yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan dalam melaksanakan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolres. Satreskrim
bertugas
melaksanakan
penyelidikan,
penyidikan,
dan
pengawasan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan laboratorium forensik lapangan serta pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS.
Dimana
dalam
melaksanakan
tugasnya
tersebut,
Satreskrim
menyelenggarakan fungsi50 : a. pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan penyidikan, serta identifikasi dan laboratorium forensik lapangan; b. pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum; d. penganalisisan
kasus
beserta
penanganannya,
serta
mengkaji
efektivitas pelaksanaan tugas Satreskrim; e. pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik pada unit reskrim Polsek dan Satreskrim Polres; f. pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS baik di bidang operasional maupun administrasi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 50
Peraturan KAPOLRI No.23 tahun 2010, pasal 43 ayat 3
47
g. penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus, antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum Polres. Satreskrim dalam melaksanakan tugas dibantu oleh51 : a.
Urusan Pembinaan Operasional
(Urbinopsnal),
yang bertugas
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap administrasi serta pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan, menganalisis penanganan kasus dan mengevaluasi efektivitas pelaksanaan tugas Satreskrim; b.
Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;
c.
Urusan Identifikasi (Urident), yang bertugas melakukan identifikasi dan laboratorium forensik lapangan, dan pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum; dan
d.
Unit, terdiri dari paling banyak 6 (enam) Unit, yang bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum, khusus, dan tertentu di daerah hukum Polres, serta memberikan pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
51
Peraturan KAPOLRI No.23 tahun 2010, pasal 46
48
49
2. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Perjudian Bola Online Yang Dilakukan Oleh Polres Banyumas Untuk Upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online di wilayah Banyumas dilakukan oleh Polres Banyumas. Dimana untuk tindak pidana perjudian pada umumnya dapat ditangani oleh semua fungsi anggota kepolisian Polres Banyumas dan pada khususnya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian mencakup 3 (tiga) tindakan utama, yaitu upaya preemtif yang ditangani oleh Sat Binmas Polres Banyumas, upaya preventif yang ditangani oleh Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas, dan upaya represif yang ditangani oleh Sat Reskrim Polres Banyumas. 2.1 Upaya Pre-Emtif Upaya pre-emtif yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online di masyarakat untuk wilayah hukum Banyumas dilakukan oleh SAT BINMAS Polres Banyumas. Tindakan pre-emtif dilakukan dengan melakukan kegiatan edukatif untuk menghilangkan faktor peluang dan pendorong tindak pidana perjudian dengan upaya-upaya sebagai berikut :52 1) Upaya pre-emtif dengan melakukan kegiatan tatap muka atau dialog sebagai sarana kegiatan pembinaan dan pengembangan lingkungan masyarakat bebas penyakit masyarakat dengan sasaran kelompok pelajar sampai dengan masyarakt pada umumnya. 2) Upaya informasi dan edukasi prevensi dengan peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan akibat perjudian dengan cara sosialisasi 52
Wawancara dengan AKP Sunarto,S.H, selaku Kasat BINMAS Polres Banyumas pada tanggal 23 Juli 2012.
50
dan
menyelenggarakan
dialog-dialog
tentang
perjudian
(penyakit
masyarakat). 3) Upaya pemberdayaan masyarakat dengan membangun daya tangkal masyarakat dengan mendorong dan memotivasi serta membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan melakukan kegiatan positif lainnya. Matriks 2: Jadwal GIAT SAT BINMAS POLRES BMS Periode Juni 2012 No
Kelompok
Waktu/ Tanggal
1.
BINTIBMAS
5, 8, 11, 14, 17, 20, 23, Tidak tetap 26
2.
3.
Sasaran
Fleksibel
BINPOKDAR
2, 5, 10, 14, 19, 22, 25, Selalu berubah
KAMTIBMAS
28
BIN KAMSA
9, 18, 27
Sumber : Bamin / Banum Sat Binmas Polres Banyumas Berdasarkan matriks 2 diatas sangat jelas terlihat bahwa peran Polri dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian bola online sangatlah serius. Dimana dapat terlihat dalam Jadwal GIAT Sat Binmas Polres Banyumas yang dilakukan secara rutin minimal 18 kali dalam 1 bulan. Dengan itu diharapkan peran Polri dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online di wilayah hukum Banyumas dapat terwujud atau setidaknya pihak
51
kepolisian dapat meminimalisir tindak pidana perjudian bola online di wilayah hukum Banyumas. Diharapkan dengan adanya upaya-upaya Pre-Emtif yang dilakukan oleh SAT BINMAS Polres Banyumas, maka masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan, kewaspadaan serta terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disinilah peran penting SAT BINMAS untuk mencegah timbulnya atau terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat, guna meningkatkan peran kepolisian dalam melakukan tugasnya untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakan hukum; memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Berkaitan dengan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, khususnya upaya Pre-Emtif yang dilakukan oleh SAT BINMAS Polres Banyumas berdasarkan hasil interview yang dilakukan dapat di ungkapkan dalam matriks sebagai berikut : Matriks 3: Peran Kepolisian Dalam Upaya Pre-Emtif Informan
Hasil Wawancara
Substansi
AKP. Sunarto, S.H Upaya penanganan paling Melakukan (KASAT BINMAS utama didalam pendekatan Polres Banyumas) pencegahan dan atau penanggulangan suatu melakukan tindak pidana dalam hal himbauanini khususnya tentang himbauan perjudian (penyakit kepada masyarakat) dilakukan masyarakat oleh SAT BINMAS Polres melalui Banyumas. kegiatankegiatan yang positif.
Tema Mencegah timbulnya atau terjadinya suatu tindak pidana.
Tujuan Memberikan pengetahuan dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat serta meningkatkan kesadaran hukum.
52
Bripka. Yusup S, S.H (BAMIN/BANUM SAT BINMAS Polres Banyumas)
Dalam menjalankan Melakukan Tupoksinya, dalam upaya kegiatan tatap pre-emtif pencegahan dan muka atau penanggulangan perjudian dialog dengan yang dilakukan oleh Sat masyarakat. Binmas polres banyumas tidak mengenal adanya kata pembinaan atau penyuluhan tentang perjudian, karena dapat disalah artikan sebagai pembelajaran perjudian terhadap masyarakat. Sumber : Data primer yang sudah diolah
Upaya preemtif sebagai tugas Sat Binmas Polres Banyumas.
Meningkatkan kerjasama atau hubungan baik agar masyarakat mengurungkan niatnya untuk melakukan perjudian.
Berdasarkan hasil interview yang dituangkan dalam matriks 3 diatas dapat terlihat pernyataan informan dari pihak Kepolisian melakukan peranannya dalam rangka pencegahan dan penanggulangan tindak pidana khususnya perjudian dengan upaya-upaya pre-emtif yang dilakukan oleh SAT BINMAS Polres Banyumas kepada masyarakat umum. Untuk itu dengan adanya upaya pre-emtif yang dilakukan oleh SAT BINMAS Polres Banyumas dalam rangka penanggulangan tindak pidana perjudian pada umumnya, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar selalu waspada dan tidak melakukan tindak pidana perjudian bola online serta segera melaporkan kepada pihak kepolisian jika mengetahui adanya pelaku dan tempat-tempat yang dicurigai atau terindikasi melakukan tindak pidana perjudian pada umumnya. 2.2 Upaya Preventif Pencegahan kejahatan (crime prevention) pada dasarnya adalah segala tindakan yang memiliki tujuan khusus untuk membatasi meluasnya kekerasan dan kejahatan, baik melalui pengurangan potensial maupun melalui masyarakat
53
umum.53 Upaya atau langkah-langkah pencegahan (preventif) yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online diwilayah hukum Banyumas dilakukan oleh Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas. Berkaitan dengan peran kepolisian dalam tindakan pencegahan atau upaya preventif yang dilakukan oleh Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas, berdasarkan hasil interview yang dilakukan dapat di ungkapkan dalam matriks sebagai berikut : Matriks 4: Peran Kepolisian Dalam Upaya Preventif Kode Hasil Wawancara Substansi Informan SAT INTELKAM Tupoksi Sat Intelkam adalah Mencari info Polres Banyumas (unit mencari info bahwa ada dan patroli IV) atau tidaknya, baik sebelum, secara saat maupun sesudah tertutup. terjadinya suatu tindakpidana.
SAT SABHARA Tupoksi Sat Sabhara adalah penjagaan, pengawalan, Polres Banyumas patroli.
Patroli secara terbuka.
Tema Mencegah terjadinya tindak pidana masuk wilayah hukum Banyumas Pelaksana an upaya preventif terhadap perjudian
Tujuan Agar wilayah hukum Banyumas aman dan kondusif.
Agar masyarakat mengurungkan niatnya untuk tidak melakukan perjudian.
Sumber : Data primer yang sudah diolah Peran Kepolisian dalam rangka pencegahan perjudian melalui upaya preventif yang dilakukan oleh Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas berdasarkan informan dalam matriks 4 diatas dapat diketahui bahwa Dalam melakukan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, pihak kepolisian harus berusaha 53
Heru Permana, Politik Kriminal, Yogyakarta : Universitas Atma jaya, 2007, hal. 89
54
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya. Sehingga peran Kepolisian sebagai upaya preventif dalam pencegahan dan penangulangan perjudian bola online dapat terlaksana dengan baik guna mencegah timbulnya atau terjadinya tindak pidana pada umumnya dan perjudian online pada khususnya agar wilayah hukum Banyumas aman dan kondusif. 2.3 Upaya Represif Dalam malakukan upaya penanggulangan tindak pidana perjudian, sebagai upaya represif dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online dilakukan oleh Sat Reskrim (Reserse Kriminal) Polres Banyumas yang berpedoman kepada pasal 303 ayat 3 KUHP jo pasal 1 UU No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan berdasarkan ketentuan pasal 27 ayat (2) dan pasal 45 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yang termasuk tindakakan penanggulangan (represif) oleh Kepolisian adalah mulai dari tahap penyidikan, penyelidikan, penindakan dan pemberkasan. Berkaitan dengan tindakan tersebut yang dilakukan Kepolisian berdasarkan hasil interview dapat diungkapkan dalam matriks berikut : Matriks 5: Peran Kepolisian Dalam Upaya Represif Kode Hasil Wawancara Substansi Informan IPTU. Djunaidi Tindak pidana perjudian Upaya (KBO Reskrim Polres merupakan salah satu konkrit. Banyumas) prioritas utama POLRI dalam pemberantasan penyakit masyarakat.
Tema
Tujuan
Melakukan penangkapan penggledahan, penyitaan, penyegelan
Agar meminimalisir jumlah angka tindak pidana prjudian.
55
SAT Reskrim Unit IV TIPITER (Tindak Pidana Tertentu) Polres Banyumas.
Tindak pidana bola online merupakan kasus yang sulit diungkap, oleh karena dilakukan tertutup, bisa dilakukan siapa saja & dimana saja sehingga pendeteksiannya perlu kecermatan dan ketelitian.
Pengungk apan sesuai dengan prosedur.
tempat sampai pemberkasan. Memproses baik pelaku maupun penyedia tempat.
Agar tidak terjadi salah sasaran atau salah tangkap.
Sumber : Data primer yang sudah diolah Peran Kepolisian dalam rangka penanggulangan tindak pidana perjudian berdasarkan informan dalam matriks 5 diatas dapat diketahui bahwa, Dalam melakukan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, pihak kepolisian harus berusaha memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Dimana setelah pihak kepolisian mendapatkan laporan atau informasi dari masyarakat pihak Kepolisian akan segera memberikan Pelayanan Prima kepada masyarakat sesuai dengan prinsip Quick Respon, yaitu dengan segera memberikan tindakan sesuai prosedur Kepolisian. Pihak kepolisian juga sangat berharap adanya partisipasi dari masyarakat
guna
terlaksananya
peran
Polri
dalam
pencegahan
dan
penanggulangan perjudian bola online. Informasi dari masyarakat sangat dibutuhkan guna penanggulangan tindak pidana perjudian, hal ini guna kepentingan tindak lanjut penyelidikan dan penyidikan Kepolisian untuk mengungkap adanya pelaku maupun tempat yang diindikasi melakukan tindak pidana perjudian. Oleh karena itu, jika terbukti adanya tindak pidana perjudian pihak Kepolisian dapat melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penyegelan dan memproses baik pelaku maupun penyedia tempat guna kepentingan pemberkasan.
56
Dari data jumlah kasus yang sudah ditangani oleh Polres Banyumas dalam kurun waktu januari 2012 sampai juni 2012 terdapat 49 kasus perjudian, untuk kasus perjudian ini termasuk cukup banyak di wilayah Banyumas. Namun modus perjudian tersebut cukup beragam, ada yang judi kartu remi, dadu, togel, bola online dan sejenisnya, sehingga untuk penerapan hukumnya, pihak kepolisian menerapkan Pasal 303 ayat (3) KUHP jo pasal 1 UU No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan pasal 27 ayat (2) UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menjerat para pelaku tersebut. Berikut ini merupakan rekapitulisasi data kasus tindak pidana perjudian yang ditangani Polres Banyumas: Matriks 6: Rekapitulasi data kasus tindak pidana perjudian periode januari 2012 – juni 2012 No Bulan
Jumlah Kasus
Jumlah Tersangka
1.
Januari
5
8
2.
Februari
10
10
3.
Maret
11
11
4.
April
7
10
5.
Mei
6
7
6.
Juni
8
8
49
54
Sumber : Kaurmintu Satreskrim Polres Banyumas Berdasarkan matriks 6 diatas khusus mengenai perjudian bola online dalam kurun waktu Januari 2012 – Juni 2012, hanya ada 1 (satu) kasus perjudian bola online yang terungkap, dimana pada tanggal 19 Juni 2012 petugas Satreskrim Polres Banyumas berhasil menangkap tersangka pelaku bisnis judi bola online atas nama inisial BP (24), warga Purwokerto Lor, Purwokerto Timur Banyumas.
57
Dalam bisnis judi bola tersebut, tersangka bertindak sebagai bandar. Peristiwa penangkapan tersebut bermula dari pengaduan masyarakat tentang judi bola. Upaya penanggulangan terhadap tindak pidana perjudian yang ditangani Satreskrim Polres Banyumas berdasarkan interview dalam matriks 5 diatas adalah sebagai berikut: 1. Penyelidikan a. Mengumpulkan informasi : dengan menerima laporan dari masyarakat. b. Mengkaji Laporan dari masyarakat tersebut. c. TPTKP (Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara) : dengan mendatangi tempat kejadian perkara sesuai prinsip Quick Respon dimana anggota Kepolisian bertindak cepat dan maksimal 15 menit berada di TKP serta mengumpulkan bukti-bukti termasuk saksi. 2. Penindakan (tindak lanjut dari penyelidikan) a. Sat Reskrim bekerjasama dengan Sat Intelkam serta masyarakat untuk mencari informasi yang lebih mendalam mengenai aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh pelaku yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian. b. Setelah mengetahui keberadaan tempat dan pelaku, Sat Reskrim bekerjasama dengan anggota kepolisian setempat melakukan tindakan penggeledahan, penyitaan, dan penyegelan tempat. c. Melakukan penangkapan terhadap pelaku dengan menerbitkan Surat Perintah Penangkapan untuk kepentingan penyelidikan.
58
3. Penyidikan a. Penahanan : melakukan penahanan terhadap tersangka untuk kepentingan penyidikan. b. Pemeriksaan saksi : memeriksa para saksi yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian (yang dia dengar sendiri, dia lihat sendiri, dan dia alami sendiri). 4. Pemberkasan Setiap penyelidikan dan penyidikan harus dibuatkan berita acaranya dan setelah pemberkasan dinyatakan lengkap (P-21) kemudian perkara diserahkan ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan dan segera digelar persidangan. Dari data jumlah kasus yang terjadi selama kurun waktu Januari – Juni tahun 2012 yang dituangkan pada matriks 6, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat masih banyak yang melakukan tindak pidana perjudian. Jadi masyarakat harus lebih waspada dalam menjaga keluarganya agar tidak terjerumus dalam kegiatan yang berkaitan dengan perjudian karena perjudian merupakan ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial yang dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan sosial. Selain itu, pada hakekatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan masyarakat, bangsa dan negara, dan perjudian mempunyai dampak yang negatif merugikan moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan dan
59
penanggulangan tindak pidana perjudian yang dilakukan baik oleh pihak Kepolisian maupun oleh masyarakat pada umumnya. 3. Tanggapan atau sikap masyarakat terhadap tindak pidana perjudian bola online Berkaitan dengan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, masyarakat memiliki peran yang penting dalam memberikan informasi-informasi mengenai adanya tindak pidana tersebut untuk membantu pihak kepolisian dalam mengungkap pelaku tindak pidana perjudian bola online. Berdasarkan hasil interview yang dilakukan kepada masyarakat dapat di ungkapkan dalam matriks sebagai berikut : Matriks 7: Tanggapan Masyarakat Terhadap Perjudian Bola Online Informan Ari Tri Wibowo (pemilik Warnet didaerah Grendeng)
Lulu (penjaga Warnet didaerah Grendeng)
Hasil Wawancara
Substansi
Mengetahui tentang perjudian - Kesadaran terhadap bola online bertentangan hukum dengan hukum, akan melaporkan kepihak berwajib apabila ada perjudian bola online diwarnetnya, namun selama ini belum menjumpai dan belum ada pembinaan atau razia dari pihak Kepolisian. Tahu perjudian dilarang - Pengetahuan tentang namun kebanyakan masih acuh tindak pidana atau tidak peduli dengan yang perjudian itu dilakukan oleh para pelanggan dilarang warnetnya karena tidak mungkin dapat diawasi satu per satu.
Implikasi Tidak ingin warnetnya dijadikan tempat perjudian, karena akan merugikan dirinya apabila terjadi kasus sehingga menumbuhkan kesadaran hukum. Mendapatkan pengetahuan dari berita dan informasi-informasi ditelivisi.
60
Ungkas (penjaga Warnet didaerah Grendeng)
Tahu perjudian dilarang - Kesadaran hukum namun tidak ada himbauan rendah diwarnet sehingga tidak jadi - Hanya mencari masalah yang penting warnet nafkah dan rame oleh pelanggan dan tidak keuntungan saja. menggangu satu sama lain.
Dengan rendahnya kesadaran hukum dari masyarakat menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap tindak pidana perjudian bola online.
Tidak tahu kalo permainan Kurangnya atau perjudian online itu dapat pengetahuan dan dipidana. Acuh dan takut kesadaran hukum. apabila ada pelaku yang di duga melakukan perjudian online. Sumber : Data primer yang sudah diolah
Menganggap perjudian online itu sebagai hal yang wajar atau biasa.
Anggre (pemakai atau pelanggan warnet)
Dari hasil wawancara dalam matrik tersebut dapat diungkapkan bahwa pengusaha atau pemilik warnet pada umumnya mengetahui mengenai tindak pidana perjudian bola online itu bertentangan dengan hukum sehingga apabila pemilik warnet menjumpai adanya tindak pidana perjudian bola online di warnetnya maka akan melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Akan tetapi karena tidak adanya larangan atau razia mengenai situs-situs yang berbau tentang perjudian sehingga masih adanya perjudian-perjudian bola online yang dilakukan masyarakat. Pemilik warnet hanya dihimbau sebagai pengelola sebaiknya tidak menyediakan permainan-permainan judi online sehingga ini yang dirasa menjadi suatu masalah sebagai kelemahan penegakan hukum didalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian online. Kemudian dari hasil wawancara dengan masyarakat dalam matrik diatas, masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat tentang tindak pidana perjudian bola online. Dimana mereka biasanya hanya melakukan kegiatan
61
tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya sehingga biasanya apabila terjadi adanya tindak pidana perjudian bola online masyarakat tidak peduli atau merasa acuh untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib. Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap tindak pidana perjudian bola online akan menghambat kinerja kepolisian dalam mengungkap tindak pidana tersebut, hal ini dikarenakan biasanya masyarakat yang mengetahui adanya hal tersebut enggan untuk melaporkannya kepada aparat kepolisian, bahkan tidak jarang meskipun masyarakat tahu bahwa perjudian bola online melanggar hukum dan dilarang, mereka tetap melakukannya secara diam-diam dan tertutup. 4. Faktor pendorong dan penghambat yang ditemui oleh Polres Banyumas dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online. Kepolisian Resor Banyumas bertekad untuk memberantas tindak pidana perjudian bermotif apapun sampai ke akar-akarnya, karena perjudian dalam bentuk apapun sangat meresahkan masyarakat dan menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat dan negara. Upayanya tersebut yaitu dengan melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap tindak pidana perjudian bola online. Dimana dalam melakukan upaya-upaya tersebut adanya faktor-faktor yang mendorong pihak Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online selain itu Kepolisian menemui beberapa kendala yang dapat menghambat kinerja kepolisian. Berikut faktor-faktor pendorong dan hambatan-
62
hambatan yang ditemui Polres Banyumas dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online berdasarkan hasil interview: Matriks 8: Faktor yang mendorong Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi perjudian bola online Informan
Hasil Wawancara
Substansi
Tema
Implikasi
Iptu. Djunaidi -Bahwa secara hukum (KBO Reskrim Polres perjudian dalam bentuk Banyumas) apapun dilarang di Indonesia karena perjudian bertentangan dengan norma agama. -Banyaknya Warnet yang penggunanya tidak bisa diseleksi sehingga motivasi untuk mencegah anak-anak usia dini melakukan tindak pidana. Bripka. Yusup S, S.H Meningkatkan kualitas tugas (Bamin / Banum Sat POLRI guna meningkatkan Binmas Polres citra Kepolisian dengan Banyumas) GIAT melakukan patroli tertutup oleh Sat Intel/Sat Reskrim dan patroli terbuka oleh Sat Sabhara.
Pemberantas an perjudian salah satu prioritas utama POLRI
Menjadi faktor pendorong POLRI
Mendorong upaya POLRI
Meningkatka n kinerja Kepolisian
Menjadi faktor pendorong POLRI
Mendorong upaya POLRI
Sat Intelkam Polres Untuk mencegah tindak Banyumas pidana perjudian masuk ke wilayah hukum Banyumas sehingga mewujudkan Banyumas yang aman, kondusif serta bebas dari tindak pidana perjudian.
Meningkat kan peran Kepolisian terhadap masyarakat
Menjadi faktor pendorong POLRI
Mendorong upaya POLRI
Sumber : Data primer yang sudah diolah
63
Dalam matrik 8 di atas dapat diketahui bahwa pihak Kepolisian Resor Banyumas dalam upaya untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online sangatlah serius dan itu merupakan salah satu prioritas sasaran POLRI. Oleh karena itu, tidak adanya toleransi bagi para pelaku tindak pidana perjudian dalam bentuk apapun guna terwujudnya kehidupan masyarakat yang aman, kondusif serta bebas dari tindak pidana perjudian. Matriks 9: Faktor yang menghambat Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi perjudian bola online Informan
Hasil Wawancara
Substansi
Tema
Implikasi
Iptu. Djunaidi -Bahwa perjudian online (KBO Reskrim Polres menjanjikan keamanan bagi Banyumas) pelakunya karena bisa dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja sehingga pendeteksiannya perlu kecermatan dan ketelitian. Bripka. Yusup S, S.H -Bahwa masyarakat masih (Bamin / Banum Sat ada yang gemar/tertarik dan Binmas Polres melakukan perjudian. Banyumas) -Aktivitas perjudian tertutup dan kurangnya peran masyarakat dalam melaporkan adanya tindak pidana perjudian.
Teknologi canggih dan kurangnya kesadaran hukum
Penghambat Menjadi faktor penghambat
Kurangnya peran masyarakat dalam upaya POLRI
Penghambat Menjadi faktor penghambat
Sat Intelkam Polres Wilayah yang luas dan Banyumas keadaan geografis Banyumas Kurangnya jumlah personil pihak Kepolisian dengan ratio jumlah penduduk Banyumas sehingga kurangnya pengawasan.
Penghambat Ratio Menjadi perbandingan faktor jumlah pihak penghambat yang mengawasi dan yang di awasi
Sumber : Data primer yang sudah diolah
64
4.1 Hambatan
yang
ditemui
dalam
upaya
pencegahan
dan
penanggulangan tindak pidana perjudian bola online (dalam langkah pre emtif) Dalam matrik 9 diatas dapat diketahui bahwa pihak Kepolisian Resor Banyumas dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah adanya tindak pidana perjudian bola online tidak selalu berjalan dengan lancar, hal ini dapat disebabkan dari pihak kepolisiannya sendiri (internal) maupun dari pihak masyarakatnya (eksternal). Dari pihak kepolisian khususnya Sat Binmas Polres Banyumas sendiri menemui adanya beberapa kendala yang menjadi faktor penghambat di dalam melaksanakan upayanya dalam pencegahan dan penangulangan tindak pidana perjudian bola online dalam langkah pre-emtif adalah dikarenakan masih adanya oknum-oknum yang terlibat didalamnya. Sedangkan dari pihhak masyarakat, masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan arti penting kesadaran hukum, masih adanya masyarakat yang gemar/tertarik melakukan perjudian.54 Terlebih mengingat peran Sat Binmas sebagai pihak yang mempunyai peran pertama terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian di masyarakat agar tidak timbulnya tindak pidana perjudian tersebut. Oleh karena itu, Sat Binmas benar-benar berperan penting di dalam pencegahan timbulnya perjudian maka perlu kerjasama yang baik dengan masyarakat guna terciptanya upaya pre-emtif sebagai tugas dari pihak Kepolisian khususnya Sat Binmas Polres Banyumas.
54
Wawancara dengan Bripka.Yusup S, S.H selaku Sat Binmas Polres Banyumas pada tanggal 23 Juli 2012.
65
4.2 Hambatan
yang
ditemui
dalam
upaya
pencegahan
dan
penanggulangan tindak pidana perjudian bola online (dalam langkah preventif) Kemudian dalam upaya preventif yang dilakukan pihak Kepolisian khususnya Sat Intelkam dan Sat Sabhara dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah dan menanggulangi perjudian bola online juga tidak selalu berjalan dengan lancar. Dari pihak kepolisian khususnya dalam upaya preventif ini sendiri menemui beberapa kendala diantaranya adalah dikarenakan luasnya daerah kewenangan Polres Banyumas dan keadaan geografis wilayah Banyumas, dimana personil dan sarana prasararana yang ada masih terbatas, dimana jumlah personil polisi berbanding terbalik dengan jumlah warga masyarakat Banyumas sehingga dalam melaksanakan tugasnya dalam upaya pengawasan dan patroli terbuka maupun patroli tertutup guna mencegah terjadinya tindak pidana perjudian di wilayah hukum Banyumas masih belum terjangkau dan terlaksana dengan maksimal.55 Sehingga penyelenggaraan operasi-operasi yang dilakukan guna mencegah terjadinya tindak pidana perjudian seperti operasi “Pekat” atau Operasi Penyakit Masyarakat di wilayah hukum Banyumas dalam 1 tahun hanya dilakukan 3 kali. Selain itu masih kurangnya respon dari masyarakat didalam melaporkan adanya tindak pidana yang terjadi di lingkungan sekitarnya karena masyarakat masih menganggap perjudian sebagai suatu kebiasaan dan tidak merugikan orang lain sehingga masyarakat enggan untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak
55
Wawancara dengan Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas pada tanggal 20 Juli 2012.
66
yang berwajib, selain itu masyarakat pun tidak mau berurusan dengan kepolisian maupun dengan pelaku itu sendiri karena akan merasa takut untuk terlibat di dalamnya. 4.3 Hambatan
yang
ditemui
dalam
upaya
pencegahan
dan
penanggulangan tindak pidana perjudian bola online (dalam langkah represif) Dalam menjalankan tugasnya untuk menanggulangi tindak pidana perjudian bola online pihak Kepolisian Resor Banyumas dalam hal ini khususnya Sat Reskrim Polres Banyumas menemui beberapa hambatan diantaranya adalah dalam pengungkapan adanya tindak pidana perjudian bola online merupakan hal yang cukup sulit karena perjudian bola online itu sendiri dapat dilakukan oleh siapa saja dan dilakukan dimana saja sehingga Sat Reskrim dalam melakukan tindakan pendeteksiannya memerlukan kecermatan dan ketelitian.56 Dilihat dari sisi lain bahwa manusia cenderung mempunyai sifat spekulan yang tinggi dalam mencari keuntungan sehingga memandang perjudian bola online menjanjikan keuntungan yang sangat besar dan keamanan bagi para pelakunya. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak Kepolisian Resor Banyumas ini akan sedikit menghambat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online. Oleh karena itu, pihak kepolisian dalam upayanya mencegah dan menanggulangi perjudian bola online tersebut, perlu dukungan penuh dan partisipasi aktif dari masyarakat guna tercapainya keamanan dan ketertiban bersama. 56
Wawancara dengan Iptu. Djunaidi selaku KBO Reskrim Polres Banyumas pada tanggal 20 Juli 2012.
67
5. Cara Melakukan Perjudian Bola Online. Perkembangan media yang digunakan manusia untuk berjudi semakin meningkat. Salah satunya adalah perjudian yang dilakukan melalui internet atau yang biasa dikenal sebagai judi online. Perjudian ini dilakukan dengan cara warung internet tersebut menyediakan komputer yang sudah dilengkapi dengan fasilitas
permainan
judi
http://www.SBOBET.com
jenis dan
bola
online
yang
http://samwater.com,
didownload sehingga
dari
terhadap
pengunjung warnet tersebut dapat mengakses atau memanfaatkan fasilitas yang disediakan untuk melakukan perjudian bola online. Perjudian saat ini sudah menjadi industri terutama di bidang olahraga. Salah satu olahraga yang saat ini menjadi olahraga paling populer di dunia adalah sepakbola dan sudah sering menjadi bahan taruhan hasil pertandingan dari sepakbola yang bisa dilakukan secara konvensional maupun online. Berdasarkan penelitian, hampir tiap warung internet menyediakan komputer yang sudah dilengkapi dengan fasilitas permainan judi online, sehingga warnet-warnet tersebut akan ramai atau digemari para remaja yang melakukan perjudian bola online tersebut. Warnet atau tempat-tempat yang dicurigai adanya perjudian bola online antara lain Galaxy net, Viper net, Joss net dll. Hal ini pun dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun asalkan ada atau mempunyai komputer dengan jaringan internet sehingga pembuktian judi bola online cukup sulit dan bisa dikatakan sebagai mission impossible.
68
B. Pembahasan 1. Definisi Peran Peran merupakan suatu perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh individu. Adapun definisi peran adalah sebagai berikut : Menurut Ralph Linton tentang definisi peran adalah sebagai berikut : a) Peran adalah sebuah rangkaian konsep yang berkaitan dengan apa yang dapat dilakukan oleh individu didalam masyarakat yang berfungsi sebagai organisasi. b) Peran merupakan suatu perilaku yang penting bagi struktur sosial.57 Melihat dari definisi diatas, dapat dikatakan bahwa peran yang dijalankan oleh seorang individu ataupun kelompok merupakan suatu cermin dari sebuah harapan dan tujuan yang akan dicapai terhadap perubahan perilaku yang menyertainya. 2. Tindak Pidana Perjudian Bola Online Beberapa tahun terakhir, kejahatan yang sering terjadi dan meresahkan masyarakat adalah tindak pidana perjudian. Tindak pidana tersebut muncul karena keadaan masyarakat yang tidak stabil baik dari segi religi, ekonomi, moral maupun kesadaran hukumnya. Adanya tindak pidana perjudian menggambarkan keterpurukan masyarakat secara ekonomis maupun moral. Pada masa sekarang banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta keterampilan untuk dijadikan alat judi.
57
Soejono Soekanto, op. cit, hal. 146
69
Perkembangan teknologi informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang konvensional menjadi lebih modern. Jenis kegiatannya mungkin sama, namun dengan media yang berbeda yaitu dalam hal ini internet, suatu kejahatan akan lebih sulit diusut, diproses, dan diadili. Kejahatan yang seringkali berhubungan dengan internet antara lain perjudian yang dilakukan melalui internet (internet gambling), yang tidak lagi menjadi kejahatan konvensional saja, tetapi juga sebagai kejahatan yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui penyalahgunaan media internet, yang salah satunya yaitu tindak pidana perjudian bola online. Judi online menyebabkan pemberantasan perjudian semakin sulit dilakukan karena dapat dilakukan dengan pihak manapun, tanpa terlihat siapapun dan dapat dilakukan dimanapun. Tindak pidana perjudian online telah diatur dalam Undang-Undang ITE antara lain diatur dalam Pasal 27 ayat 2 sebagai perbuatan yang dilarang yaitu : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”. Ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang ITE mengandung unsur baik unsur subyektif maupun unsur obyektif. Sengaja dan tanpa hak merupakan unsur subyektif yang muncul karena adanya niat dan kesengajaan (opzettelijke) dari pelaku untuk melakukan tindak pidana perjudian online. Begitu pula dengan unsur tanpa hak maksudnya adalah pelaku melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Sedangkan unsur obyektif dari ketentuan di atas adalah mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
70
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Perjudian yang dimaksud disini adalah perbuatan yang didasari untung-untungan yang dilakukan melalui sistem elektronik. Kegiatan mengakses berarti melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan seperti diatur dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang ITE. 3. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian Bola Online yang Dilakukan Oleh Polres Banyumas Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan didalam negeri. Dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Pasal 13 dijelaskan bahwasannya tugas pokok kepolisian adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
71
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang diantaranya menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta tugas dan wewenangnya; h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh UndangUndang Kepolisian tersebut, maka kepolisian khusunya aparat Kepolisian Resor Banyumas perlu menerapkan langkah-langkah konkrit sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian bola online. Dimana untuk tindak pidana perjudian bola online upaya yang dilakukan pihak Kepolisian Resor Banyumas mencakup tiga (3) tindakan utama, yaitu : a. Upaya Pre-emtif b. Upaya Preventif c. Upaya Represif Menurut Sadjijono, didalam menyelenggarakan tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat adalah melalui tugas preventif (usaha
72
mencegah terjadinya kejahatan) dan melalui tugas represif (penegakkan hukum sesuai ketentuan undang-undang).58 3.1 Upaya Pre-emtif Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, upaya pre-emtif yang dilakukan Kepolisian Resor Banyumas terutama oleh Sat Binmas Polres Banyumas guna mencegah timbulnya tindak pidana perjudian bola online dilakukan dengan melakukan kegiatan edukatif untuk menghilangkan faktor peluang dan pendorong tindak pidana perjudian dengan upaya-upaya sebagai berikut :59 1) Upaya pre-emtif dengan melakukan kegiatan tatap muka atau dialog sebagai sarana kegiatan pembinaan dan pengembangan lingkungan masyarakat bebas penyakit masyarakat dengan sasaran kelompok pelajar sampai dengan masyarakat pada umumnya. Dimana dalam hal ini Sat Binmas Polres Banyumas melakukan kegiatan tersebut secara continue 18 kali dalam satu bulan namun sasaran pun selalu berubah mengikuti situasi dan kondisi. 2) Upaya informasi dan edukasi prevensi dengan peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan akibat perjudian dengan cara sosialisasi dan menyelenggarakan dialog-dialog tentang perjudian (penyakit masyarakat). Dimana Sat Binmas Polres Banyumas mengadakan pertemuan dengan paguyubanpaguyuban tukang ojek yang berada di wilayah Banyumas guna 58
Sadjijono, Op. Cit, hlm.177 Wawancara dengan AKP Sunarto,S.H, selaku Kasat BINMAS Polres Banyumas pada tanggal 23 Juli 2012. 59
73
memberikan informasi dan pemahaman mengenai kesadaran hukum. 3) Upaya pemberdayaan masyarakat dengan membangun daya tangkal masyarakat dengan mendorong dan memotivasi serta membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan melakukan kegiatan positif lainnya. Dalam hal ini Sat Binmas merangkul masyarakat dan membina hubungan baik dengan masyarakat untuk menghimbau masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum dan menimbulkan terjadinya tindak pidana seperti halnya tindak pidana perjudian. Upaya pre-emtif merupakan suatu kebijakan kriminal yang masuk pada langkah sarana non penal yang berupa upaya yang dilakukan oleh Sat Binmas Polres Banyumas guna mencegah timbulnya tindak pidana yang dilakukan dengan melakukan kegiatan edukatif untuk menghilangkan faktor peluang dan pendorong tindak pidana. Kegiatan tersebut antara lain dengan melakukan kegiatan tatap muka atau dialog sebagai sarana kegiatan pembinaan, peningkatan pemahaman dan kesadaran hukum serta upaya pemberdayaan masyarakat. 3.2 Upaya Preventif Upaya atau langkah-langkah pencegahan (preventif) yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online diwilayah hukum Banyumas dilakukan oleh Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas. Berkaitan dengan peran kepolisian dalam tindakan pencegahan atau upaya preventif yang dilakukan oleh Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas,
74
pihak kepolisian harus berusaha memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya. Sehingga peran Kepolisian sebagai upaya preventif dalam pencegahan dan penangulangan perjudian bola online dapat terlaksana dengan baik guna mencegah timbulnya atau terjadinya tindak pidana pada umumnya dan perjudian bola online pada khususnya agar wilayah hukum Banyumas aman dan kondusif. Langkah konkrit yang dilakukan Sat Intelkam Polres Banyumas guna mencegah terjadinya tindak pidana perjudian adalah mencari informasi dengan cara melakukan patroli tertutup dan langkah konkrit Sat Sabhara Polres Banyumas adalah dengan melakukan operasi atau patroli-patroli terbuka yaitu melakukan razia-razia ketempat-tempat yang berpotensi terjadinya tindak pidana perjudian antara lain razia ke warnet-warnet atau tempat game online. Dalam hal ini diharapkan agar masyarakat mengurungkan niatnya untuk melakukan perjudian sehingga tidak terjadi adanya tindak pidana perjudian yang dilakukan masyarakat dan masyarakat dapat lebih kooperatif dengan pihak Kepolisian dengan cara melaporkan pada Kepolisian apabila mengetahui adanya pelaku atau tempat yang terindikasi
melakukan
perjudian.
Mengingat
penyelenggaraan
perjudian
mempunyai ekses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat terutama generasi muda, maka dalam upaya menanggulanginya Kepolisian Resor Banyumas sangat berharap peran aktif dari masyarakat guna bekerjasama dalam mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Upaya preventif
75
merupakan suatu kebijakan kriminal yang masuk pada langkah sarana non penal yang berupa upaya yang dilakukan oleh Sat Intelkam dan Sat Sabhara Polres Banyumas guna mencegah terjadinya kejahatan/tindak pidana dengan melakukan patroli-patroli baik tertutup maupun terbuka ke tempat-tempat yang berpotensi terjadinya tindak pidana perjudian bola online. 3.3 Upaya Represif Dalam upaya berikut yang dimaksud dengan upaya Represif adalah setiap upaya dan pekerjaan untuk melakukan penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana perjudian bola online oleh penegak hukum, seperti yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Banyumas yaitu dengan langkah-langkah : a. Penyelidikan Yaitu melakukan penyelidikan sesuai dengan kronologis yang terjadi dalam kasus perjudian bola online yang dilakukan oleh orang ataupun kelompok dalam masyarakat dengan mengumpulkan informasiinformasi dari masyarakat. b. Penindakan Sat Reskrim bekerjasama dengan anggota Sat Intelkam untuk mencari informasi yang lebih mendalam mengenai aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh pelaku yang berkaitan dengan perjudian, dan setelah didapatkan bukti-bukti yang cukup dapat melakukan penangkapan terhadap pelaku. Pada kenyataannya dilapangan untuk prosedur penangkapan pelaku bisa saja tidak menggunakan Surat Perintah Penangkapan, dimana bila pelaku tertangkap tangan dengan barang
76
buktinya, maka setelah itu pihak Kepolisian harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang buktinya kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat untuk dibuatkan berita acara. Hal ini dikarenakan Polisi memiliki wewenang diskresi dimana menurut Sadjijono diskresi kepolisian merupakan suatu wewenang yang melekat pada kepolisian untuk bertindak atas dasar kebijaksanaan dan penilaiannya sendiri dalam menjalankan fungsi kepolisian, namun diskresi tersebut dilaksanakan tetap berdasarkan atas pertimbangan hukum dan moral serta tujuan diberikannya wewenang bagi setiap anggota kepolisian selaku pengambil keputusan untuk bertindak.60 c. Penyidikan Dengan melakukan penahanan terhadap tersangka untuk kepentingan penyidikan dan memeriksa para saksi yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian bola online serta diperlukan saksi ahli yang didatangkan baik dari akademisi maupun praktisi (ahli komunikasi) untuk memberikan keterangan mengenai tindak pidana yang dilakukan para pelaku. d. Pemberkasan Setiap penyelidikan dan penyidikan harus dibuatkan berita acaranya. Karena tindakan represif yang dilakukan kepolisian harus bisa dipertanggungjawabkan oleh hukum, dan tindakan tersebut dapat dikatakan berhasil bila berhasil dilapangan maupun laporannya.
60
Sadjijono, Ibid, hal. 154
77
Landasan yuridis lembaga kepolisian dalam penegakan hukum pidana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan UndangUndang No. 2 Tahun 2002 tentang POLRI. Perjudian merupakan salah satu tindak pidana yang meresahkan masyarakat, sehingga menurut pasal 1 UU No. 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Tindak Pidana Perjudian Bola Online diatur dalam KUHP pasal 303 ayat (3) jo pasal 27 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dirumuskan sebagai berikut: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”. Kejahatan perjudian bola online ini tidak lagi menjadi kejahatan konvensional saja, tetapi juga sebagai kejahatan yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui media internet sehingga harus dijamin kepastian hukumnya. Terungkapnya kasus-kasus tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Banyumas berdasarkan hasil penelitian berasal dari informasi dan laporan dari masyarakat. Dimana dalam menjalankan tugas sebagimana yang telah disebutkan dalam Pasal 13 UndangUndang No. 2 Tahun 2002 tentang POLRI, maka aparat kepolisian memiliki wewenang yang secara umum dimaksudkan dalam Pasal 15 Undang-Undang POLRI, yakni : a. Menerima laporan dan atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
78
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrative kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti; j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan atausurat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Berdasarkan Pasal tersebut, disebutkan dalam poin (a) secara atributif telah diatur wewenang kepolisian untuk menerima laporan ataupun pengaduan mengenai suatu peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana. Penerapan hukum dalam tindak pidana perjudian bola online para pelaku dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi : “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Dengan adanya ketentuan pidana tersebut diharapkan tindak pidana perjudian bola online dapat ditanggulangi dan diberantas keberadaanya, setidaknya pihak Kepolisian Resor Banyumas dapat meminimalisir angka tindak pidana tersebut. Akan tetapi ini merupakan Tindak Pidana Teknologi Informasi, sehingga untuk menanggulangi kejahatan ini menggunakan sarana penal (baik hukum pidana materiil maupun hukum acara pidana) sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi cyber crime antara lain KUHP, UU no.2 tahun 2002 tentang
79
POLRI dan UU no.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang ITE ini merupakan faktor pendukung penegakan hukum terhadap cyber crime, selain itu diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau
cyberlaw
guna
menjerat
pelaku-pelaku
cyber
crime
yang
tidak
bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi
informasi
guna
mencapai
sebuah
kepastian
hukum.
Upaya
penanggulangan kejahatan cyber crime tidak dapat dilakukan secara parsial dengan hukum pidana, tetapi juga harus ditempuh dengan pendekatan integral. Sebagai salah satu kejahatan yang dapat melampaui batas-batas negara merupakan hal yang wajar jika ditempuh dengan pendekatan teknologi, di samping pendekatan budaya, moral, dan bahkan pendekatan global. Upaya represif yang dilakukan pihak Kepolisian Resor Banyumas ini merupakan kebijakan kriminal yang masuk pada langkah sarana penal yang berupa upaya untuk melakukan penegakan hukum yaitu dari tahap penyelidikan, penindakan (tindak lanjut dari penyelidikan), penyidikan dan sampai ke tahap pemberkasan. Dimana dalam setiap penyelidikan dan penyidikan harus dibuatkan berita acaranya dan setelah pemberkasan dinyatakan lengkap (P-21) kemudian perkara diserahkan ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan dan segera digelar persidangan. Disinilah wewenang dan peran POLRI dalam upaya represif hanya sampai ke tahap pemberkasan (P-21). Berdasarkan hasil penelitian, di Polres Banyumas dalam kurun waktu 2010 - 2012 dalam hal kasus perjudian online baru terdapat 2 (dua) kasus yang terungkap yaitu pada tanggal 9 November 2010 digrebeg judi bola di sebuah warnet (Purwokerto Timur) dan pada tanggal 19 Juni
80
2012 petugas Sat Reskrim Polres Banyumas berhasil menangkap tersangka pelaku bisnis judi bola online atas nama inisial BP (24), warga Purwokerto Lor, Kec.Purwokerto Timur, Kab.Banyumas. 4. Hambatan yang ditemui oleh Polres Banyumas dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online 4.1 Hambatan yang ditemui dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian bola online (dalam langkah Pre-emtif) Pihak Kepolisian Resor Banyumas dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah adanya tindak pidana perjudian bola online tidak selalu berjalan dengan lancar, hal ini dapat disebabkan dari pihak kepolisiannya sendiri (internal) maupun dari pihak masyarakatnya (eksternal). Dari pihak kepolisian khususnya Sat Binmas Polres Banyumas sendiri menemui adanya beberapa kendala yang menjadi faktor penghambat di dalam melaksanakan upayanya dalam pencegahan dan penangulangan tindak pidana perjudian bola online dalam langkah pre-emtif adalah dikarenakan masih adanya oknum-oknum yang masih terlibat didalamnya. Sedangkan dari pihak masyarakat, polisi menganggap masyarakat memiliki pengetahuan dan kesadaran hukum yang rendah.61 Kondisi ini menyebabkan upaya pre-emtif yang dilakukan pihak kepolisian dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online terhambat. Oleh karena itu, supaya hambatan-hambatan tersebut dapat diminimalisir maka pihak kepolisian perlu kerjasama yang baik dengan masyarakat guna terciptanya upaya pre-emtif sebagai tugas dari pihak Kepolisian khususnya Sat Binmas Polres Banyumas. 61
Wawancara dengan Bripka.Yusup S, S.H selaku Sat Binmas Polres Banyumas pada tanggal 23 Juli 2012.
81
4.2 Hambatan yang ditemui dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian online (dalam langkah preventif) Kemudian dalam upaya preventif yang dilakukan pihak Kepolisian khususnya Sat Intelkam dan Sat Sabhara menemui beberapa kendala diantaranya adalah dikarenakan luasnya daerah kewenangan Polres Banyumas dan keadaan geografis wilayah Banyumas, dimana personil dan sarana prasararana yang ada masih terbatas, dimana jumlah personil polisi berbanding terbalik dengan jumlah warga masyarakat Banyumas sehingga dalam melaksanakan tugasnya dalam upaya pengawasan dan patroli terbuka maupun patroli tertutup guna mencegah terjadinya tindak pidana perjudian di wilayah hukum Banyumas masih belum terjangkau dan terlaksana dengan maksimal. Sehingga penyelenggaraan operasioperasi yang dilakukan guna mencegah terjadinya tindak pidana perjudian seperti operasi “Pekat” atau Operasi Penyakit Masyarakat di wilayah hukum Banyumas dalam 1 tahun hanya dilakukan 3 kali.62 Selain itu masih kurangnya peran aktif/respon dari masyarakat didalam melaporkan adanya tindak pidana perjudian yang terjadi di lingkungan sekitarnya karena masyarakat masih menganggap perjudian sebagai suatu kebiasaan dan tidak merugikan orang lain sehingga masyarakat enggan untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib, selain itu masyarakat pun tidak mau berurusan dengan kepolisian maupun dengan pelaku itu sendiri karena akan merasa takut untuk terlibat di dalamnya, hal ini menyebabkan terjadinya hambatan 62
Wawancara dengan Sat Intelkam Polres Banyumas pada tanggal 20 Juli 2012.
82
didalam upaya pemberantasan dan penanggulangan tindak pidana perjudian bola online yang dilakukan Kepolisian. Oleh karena itu, supaya hambatan-hambatan dalam upaya preventif ini dapat diminimalisir maka pihak kepolisian perlu lebih meningkatkan kerjasama dengan semua lapisan masyarakat agar upaya preventif dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online ini dapat terlaksana dengan baik. 4.3 Hambatan yang ditemui dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian online (dalam langkah represif) Dalam menjalankan tugasnya untuk menanggulangi tindak pidana perjudian bola online pihak Kepolisian Resor Banyumas dalam hal ini khususnya Sat Reskrim Polres Banyumas menemui beberapa hambatan diantaranya adalah dalam pengungkapan adanya tindak pidana perjudian bola online merupakan hal yang cukup sulit karena perjudian bola online itu sendiri dapat dilakukan oleh siapa saja dan dilakukan dimana saja sehingga Sat Reskrim dalam melakukan tindakan pendeteksiannya memerlukan kecermatan dan ketelitian. Dilihat dari sisi lain bahwa manusia cenderung mempunyai sifat spekulan yang tinggi dalam mencari keuntungan sehingga memandang perjudian bola online menjanjikan keuntungan yang sangat besar dan keamanan bagi para pelakunya.63 Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak Kepolisian Resor Banyumas ini akan sedikit menghambat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online. Oleh karena itu, pihak kepolisian dalam upayanya mencegah dan menanggulangi perjudian bola online tersebut, perlu 63
Wawancara dengan Iptu. Djunaidi selaku KBO Reskrim Polres Banyumas pada tanggal 20 Juli 2012.
83
dukungan penuh dan partisipasi aktif dari masyarakat guna tercapainya keamanan dan ketertiban bersama. Diharapkan agar masyarakat dapat lebih kooperatif lagi dengan pihak Kepolisian dengan segera melaporkan kepada pihak Kepolisian apabila mengetahui adanya pelaku atau tempat-tempat yang diduga melakukan atau menyediakan permainan perjudian bola online sehingga dapat segera diproses oleh pihak Kepolisian guna kepentingan penyidikan dan penyelidikan. Hal ini akan sangat membantu pihak kepolisian dalam upaya penyelidikan untuk memberantas atau setidaknya meminimalisir tindak pidana perjudian bola online.
84
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam menjalankan perannya untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online Kepolisian Resor Banyumas melakukan 3 upaya yaitu upaya pre-emtif, preventif dan represif. Untuk upaya pre-emtif khususnya dilakukan oleh Sat Binmas (Satuan Pembinaan Masyarakat) Polres Banyumas dengan cara melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan mengadakan dialog atau tatap muka guna mengajak dan menghimbau masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana, untuk upaya preventif dilakukan oleh Sat Intekam dan Sat Sabhara Polres Banyumas dengan cara mencari informasi dan melakukan operasi atau patroli tertutup maupun patroli terbuka, kemudian untuk upaya Represif dilakukan oleh Sat
Reskrim
Polres
Banyumas
melakukan
pemberantasan
dan
pengungkapan tindak pidana perjudian bola online mulai dari tahapan penyelidikan, penindakan, penyidikan, sampai ke pemberkasan untuk selanjutnya diserahkan kepada penuntut umum serta menjerat para pelaku tersebut dengan Pasal 303 ayat (3) KUHP jo Pasal 27 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2. Hambatan yang ditemui Kepolisian Resor Banyumas dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian bola online
85
yaitu, tindak pidana perjudian bola online dapat dilakukan oleh siapa saja dan dilakukan dimana saja sehingga pihak Kepolisian Resor Banyumas dalam melakukan tindakan pendeteksiannya mengalami kesulitan, kemampuan aparat kepolisian dalam teknologi informasi sebagai basis tindak pidana perjudian online masih kurang, serta kurangnya kesadaran masyarakat yang masih enggan untuk melaporkan adanya pelaku atau tempat-tempat yang melakukan perjudian kepada aparat kepolisian, sehingga akan sedikit menghambat upaya kepolisian tersebut. B. SARAN 1. Personil Kepolisian yang menangani tindak pidana perjudian bola online (Sat Binmas, Sat intelkam, Sat Sabhara dan Sat Reskrim) harus meningkatkan kemampuan diri baik secara formal (mengikuti kursus peningkatan tentang ITE yang diselenggarakan oleh POLRI) maupun secara informal (melakukan peningkatan kemampuan teknis diluar dinas/formal). 2. Polres Banyumas harus lebih bisa memperkuat kerjasama dengan pihakpihak terkait dalam rangka upaya melaksanakan peran Polri dalam pencegahan dan penanggulangan perjudian bola online diwilayah hukum Banyumas, sehingga masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran hukum terhadap tindak pidana perjudian bola online, dan dapat segera melaporkan bila mengetahui pelaku atau adanya tempat-tempat perjudian online ke petugas kepolisian terdekat.
86
DAFTAR PUSTAKA Literatur: Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung : Citra Aditya Bakti. -----------2006. Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Charles o. Jones. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Pers. Kartono, Kartini. 2005. Patologi Sosial. jilid I. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Koentjoroningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. Kusumo, Warsito Hadi. 2005. Hukum Kepolisian Di Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka. Maleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mutiara, Dali. 1962. Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. Permana, Heru. 2007. Politik Kriminal. Yogyakarta : Universitas Atma jaya. Poerwadarminta. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Rahardjo, Agus dan Sunaryo. 2002. Cyber Porn (Studi Tentang Aspek Hukum Pidana Pornografi di Internet, Pencegahannya dan Penanggulangannya). Purwokerto: Jurnal Kosmik Hukum UMP Vol.2 Sadjijono. 2008. Mengenal hukum Kepolisian (Perspektif Kedudukan dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi). Surabaya: LaksBang Mediatama. Soedarto. 1982. Kapita Selekta Pidana. Bandung : Alumni. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Bandung: Alumni. -----------1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press. Soemitro, Ronny Hanitjo. 1984. Permasalahan Hukum di Dalam Masyarakat. Bandung : Alumni.
87
-----------1986. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press. -----------1990. Metodologi Penelitian dan Jurimetri. Cet. 4. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sugiono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Wahyudi, Setya. 2006. Diktat Politik Kriminal. Purwokerto : Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Wisnubroto, Al. 1999. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya. Peraturan perundang-undangan : Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor Sumber-Sumber lain Hassanah, Hetty. Tindak Pidana Perjudian melalui Internet. Majalah Ilmiah UNIKOM. Vol.8 no.2 diakses tanggal 3 Mei 2012. http//:www.legalitas.com http://suhadirembang.blogspot.com/2010/09/perjudian-dalam-kajianterdahulu.html diakses tanggal 14 mei 2012. Fandi Aditiya Ricky.2010, http;//raf1816phyboy.blogspot.com/2010/02/judi-dantogel-ditinjau-oleh-sosiologi.html. diakses tanggal 20 Juni 2012. http://www.pikiran-rakyat.com/node/150420. diakses tanggal 20 juni 2012.