1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kemiskinan perdesaan telah menjadi isu utama dari sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat di perdesaan telah mempengaruhi performa ekonomi dan pembangunan. Pembangunan yang berlandaskan percepatan pertumbuhan ekonomi memang telah menjadikan daerah perkotaan semakin berdaya. Akan tetapi, pembangunan yang terjadi di perkotaan dengan segala bentuknya terkadang tidak dibarengi dengan pembangunan di kawasan perdesaan. Akibatnya, keterbelakangan pembangunan terjadi di kawasan perdesaan dan bermuara pada kemiskinan yang kompleks. Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat perdesaan disebabkan oleh kerasnya hidup dan ketidakpastian yang harus dijalani oleh mereka. Selain itu, menurut Nurmalida (2002) kemiskinan juga disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya alam dan pemanfaatan alam yang kurang optimal. Keterbatasan sumber daya alam yang dimaksud disebabkan jumlah penduduk yang sudah terlalu besar sehingga tekanan penduduk terhadap lahan menjadi sangat tinggi. Oleh karena itu, jumlah penduduk menjadi variabel penting dalam menjelaskan kemiskinan di perdesaan, khususnya di Jawa. Penyebab lain kemiskinan di perdesaan adalah karena struktur pekerjaan (Haughton and Khandker, 2009). Seperti diketahui bahwa masyarakat perdesaan sangat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian bahkan menjadi satu-satunya mata pencaharian yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibatnya ketika sektor pertanian terpuruk, maka kondisi petani juga ikut
1
2
terpuruk. Beberapa publikasi senantiasa menjadi bukti bahwa kemiskinan terkait erat dengan setor pertanian di perdesaan. Raharja (1995) menyebutkan bahwa kemiskinan 60 % terdapat di sektor pertanian yang berada di perdesaan. Laporan World Bank (1990) yang mengatakan bahwa salah satu ciri kemiskinan adalah bahwa secara sektoral kemiskinan terkonsentrasi pada sektor pertanian. Kemiskinan yang terjadi di perdesaan menyebabkan penduduknya terpaksa untuk melakukan perpindahan ke perkotaan. Alasan untuk mencari kehidupan yang lebih baik menjadi determinan terjadinya perpindahan ini. Sayangnya terjadinya perpindahan ini tidak serta merta mengubah nasib mereka menjadi lebih baik. Keterbatasan kemampuan dan ketrampilan memaksa mereka bekerja pada sektor informal yang menjadi pemicu kemiskinan baru di perkotaan. Perpindahan penduduk dari desa ke kota tidak hanya berhenti di situ saja dalam membawa masalah kemiskinan. Penduduk yang melakukan perpindahan kebanyakan adalah penduduk berusia produktif yang akan mencari pekerjaan di perkotaan. Akibatnya, penduduk yang tinggal di perdesaan adalah mereka yang berada pada usia tidak produktif yaitu anak-anak dan orang tua. Pertanian yang seharusnya membutuhkan pekerja yang produktif untuk menggarap lahan menjadi tidak maksimal baik dalam pelaksanaan maupun dalam hasil panen yang nantinya dicapai. Dengan adanya migrasi keluar penduduk muda maka menyebabkan ekonomi daerah tersebut akan sulit berkembang, peningkatan pembiayaan untuk mengurusi penduduk lansia akan semakin bertambah. Dampak dari itu semua adalah upaya mengurangi kemiskinan di perdesaan menjadi sulit meskipun program bantuan dan kebijakan pemerintah dalam mengurangi kemiskinan terus diupayakan.
3
Berbagai pendekatan telah dilakukan dalam mengukur angka kemiskinan diantaranya pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective (Tukiran, 2010). Berbagai program pun telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan, antara lain melalui Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mandiri perdesaan, program bantuan beras untuk keluarga miskin (Raskin), block grant, bantuan dana bagi gabungan kelompok tani (Gapoktan), dan bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Namun, program-program tersebut belum juga mampu mengatasi kemiskinan secara menyeluruh dan permanen (Tukiran, 2010). Diindikasikan implementasi yang dilakuakan belum seluruhnya tepat sasaran sehingga dampak dari kebijakan dan program yang dilakukan belum banyak berdampak pada penurunan kemiskinan perdesaan. Kemiskinan yang melanda perdesaan telah memaksa penduduknya untuk beradaptasi dengan tata cara sesuai dengan kemampuannya. Strategi penghidupan (livelihood strategy) yang diterapkan oleh setiap rumahtangga berbeda-beda sesuai dengan
profil
rumahtangganya.
Dalam
menerapkan
strategi
penghidupan,
rumahtangga di perdesaan sebagian besar menggunakan strategi konsolidasi (consolidation strategy) atau strategi bertahan hidup (survival strategy) karena banyaknya penduduk miskin. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan propinsi dengan jumlah penduduk miskin perdesaan terbanyak di Pulau Jawa (Bappenas 2012). Diantara kabupaten dan kota yang ada, Kabupaten Kulon Progo menjadi
4
wilayah yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dengan persentase sebesar 23,15 persen pada 2010 (BPS, 2011). Persentase jumlah penduduk miskin terbanyak tersebut juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya (BPS, 2011). Penelitian dilakukan di tiga desa di Kabupaten Kulon Progo yaitu Desa Pagerharjo dan Desa Banjarsari di Kecamatan Samigaluh serta Desa Banjararum di Kecamatan Kalibawang. Tiga desa ini dipilih karena banyaknya rumahtangga miskin dengan sektor pertanian sebagai basis perekonomiannya (BPS, 2011). Desa Pagerharjo merupakan desa pertanian dengan mengandalkan perkebunan kakao sebagai komoditas utamanya. Kondisi alam Pegunungan Menoreh dengan akses terbatas menjadi salah satu penyebab kemiskinan di daerah itu. Selain itu banyaknya penduduk tua yang tinggal di desa ini menjadikan perekonomian kurang berkembang dan kemiskinan lebih sulit untuk dihapuskan. Desa Banjarsari lebih bervariasi dengan kemiringan lereng yang beragam. Di sebelah timur merupakan daerah pertanian sedangkan di barat merupakan daerah perkebunan kakao. Sedangkan Desa Banjararum lebih mengandalkan pertanian lahan basah dengan padi sebagai komoditas utamanya. Penguasaan aset yang dimiliki petani padi sangat berpengaruh dalam menentukan strategi yang nantinya digunakan untuk bertahan hidup. Mata pencaharian utama penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian serta kondisi kemiskinan perdesaan di kedua daerah ini menjadikan cermin yang sesuai bagi pemilihan daerah penelitian. Akhirnya ditentukan judul penelitian Strategi Penghidupan Rumahtangga Miskin Perdesaan (Kasus Di Tiga Desa Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta).
5
1.2 Rumusan Masalah Kemiskinan merupakan salah satu indikator penting ketertinggalan atau keterbelakangan suatu negara / daerah. Pengentasan kemiskinan merupakan komitmen global dan tujuan pertama Millenium Developments Goals (MDGs) yakni pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Tiga jalur pengentasan kemiskinan adalah keberpihakan pada penduduk miskin (pro-poor), pertumbuhan ekonomi yang ramah terhadap kemiskinan (pro-growth) dan ramah terhadap perluasan kesempatan kerja (pro-job / employment) (Tukiran, 2010).
Gambar 1.1 Proporsi Penduduk Miskin di Perdesaan dan Perkotaan, Menurut Provinsi Tahun 2011 Sumber : Bappenas 2012
Kemiskinan kian menjadi masalah serius karena kecenderungan negara berkembang mengutamakan program pembangunan ekonomi yang berskala makro, tanpa memerhatikan kondisi riil secara menyeluruh di daerah perdesaan secara mikro (Tukiran, 2010). Menurut Bappenas (2012) jumlah penduduk miskin di perdesaan
6
jauh lebih besar daripada di perkotaan. Persentase penduduk perdesaan yang masuk dalam kategori miskin sebesar 15,72 persen sedangkan di perkotaan sebesar 9,23 persen.
Meskipun
demikian,
keragaman
proporsi
kemiskinan
perdesaan
antarprovinsi juga sangat besar, yaitu dari 4,65 sampai 41,58 persen. Proporsi tertinggi penduduk perdesaan yang hidup dibawah garis kemiskinan berada di Papua, Papua Barat, Maluku, dan Gorontalo. Gambar 1.1 menjelaskan bahwa posisi Daerah Istimewa Yogyakarta berada pada rangking ke enam diantara propinsi lain di Indonesia dengan persentase penduduk miskin sebesar 21,82 persen. Sulitnya kehidupan dan jerat kemiskinan menjadikan penduduk di perdesaan berada pada kondisi yang rentan. Meskipun beberapa dari mereka dapat digolongkan tidak miskin, tetapi kehidupan mereka juga tidak sejahtera. Strategi penghidupan yang dilakukan masyarakat miskin perdesaan untuk mengatasi persoalan kemiskinan pun masih dipandang masih terlalu rapuh sehingga belum optimal dan sangat rentan untuk jatuh lebih dalam. Lebih lagi, produktivitas penduduk tua yang sebagian besar tinggal di daerah miskin perdesaan tidak memjanjikan mereka untuk bisa keluar dari kemiskinan. Untuk itulah, pilihan-pilihan strategi yang diterapkan seperti mengurangi pengeluaran, menabung, mencari pekerjaan sampingan, memanfaatkan lembaga ekonomi, serta meningkatkan aset sangat tergantung dari profil rumahtangganya. Pengaruh kondisi alam yang beragam ternyata turut pula mempengaruhi bentuk strategi penghidupan yang dilakukan oleh rumahtangga. Semakin miskin rumahtangga dan semakin terbatas kekayaan alam yang dikuasainya, semakin terbatas pula strategi yang diterapkan untuk bertahan hidup. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana profil rumahtangga miskin di daerah kajian?
7
2.
Apakah faktor penyebab terjadinya kemiskinan perdesaan di daerah kajian?
3.
Bagaimana strategi penghidupan masyarakat miskin perdesaan dalam menghadapi dan mengurangi kemiskinan yang mereka alami?
4.
Bagaimana hubungan antara profil rumahtangga dan pilihan strategi penghidupan yang digunakan oleh rumahtangga miskin?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1. Menjelaskan profil rumahtangga miskin perdesaan di daerah kajian. 2. Menjelaskan faktor penyebab kemiskinan di daerah kajian 3. Menemukan dan menjelaskan strategi penghidupan masyarakat perdesaan di daerah kajian dalam menghadapi dan mengurangi kemiskinan. 4. Menjelaskan hubungan antara profil rumahtangga dan pilihan strategi penghidupan yang digunakan oleh rumahtangga miskin.
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan umum penelitian ini tidak hanya terbatas pada tiga desa yang diteliti. Secara teoritis penelitian ini memiliki manfaat sebagai salah satu referensi/acuan terkait dengan masalah kemiskinan perdesaan dan pengelolaan sumberdaya manusia di dalamnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi implementasi program pengembangan wilayah perdesaan di Indonesia dalam penciptaan pembangunan yang berkelanjutan dengan melihat masalah dan kondisi penduduk di dalamnya.