BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang pendidikan, maka berbicara pula tentang perkembangan peradaban manusia. Pendidikan berlangsung bagi siapa pun, kapan pun, dan dimana pun. Pendidikan tidak terbatas pada persekolahan saja, tetapi pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung di berbagai tempat atau lingkungan, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Tempat pertama seorang anak mendapat pendidikan adalah keluarga, karena keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mendidik, membimbing dan membentuk karakter anak menjadi pribadi yang baik. Salah satu lembaga yang tujuannya untuk mendidik anak selain keluarga adalah sekolah, karena sebagian besar orang tua menyerahkan anaknya kepada sekolah. Sekolah merupakan tempat untuk memberikan pendidikan dan pembinaan bagi siswa supaya berperilaku positif, memiliki akhlak yang mulia, memiliki kepribadian yang baik dan menjadi generasi penerus bangsa. Hal tersebut senada dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
1
Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. Sekolah adalah tempat anak mendapatkan pelajaran dan pendidikan, seperti pendidikan nilai moral. Penanaman nilai-nilai moral yang diberikan kepada anak merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan perilaku anak, pendidikan nilai moral sangat mempengaruhi perilaku anak baik itu di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Moralitas setiap anak sangat penting diperhatikan, karena akan menentukan masa depan mereka menuju kedewasaan. Pembinaan terhadap masalah-masalah moral yang sering dihadapi oleh remaja pada zaman sekarang merupakan hal yang perlu dilaksanakan bagi para pendidik, khususnya pendidik di sekolah. Pendidikan
nilai
moral
dapat
dipelajari
melalui
pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang dapat membentuk diri dengan beragam baik dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945. Orang yang berperan dalam pembentukkan pribadi seseorang di lingkungan sekolah adalah guru. Guru merupakan pendidik yang sangat berperan dan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan pendidikan, guru PKn adalah guru yang memegang peranan penting bagi siswa untuk membentuk warga negara yang baik. Guru PKn juga mempunyai tanggung jawab untuk menanamkan nilainilai moral pada siswa. Pullias dan Young (2006: 37) mengidentifikasikan sedikitnya ada 19 peran guru diantaranya:
2
Guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreatifitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan sebagai kulminator. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat dominan dalam pembentukan pribadi seseorang atau untuk mewujudkan manusia yang mampu hidup bermasyarakat. Maka guru PKn sangat berperan dalam mengendalikan sikap dan mentalitas perilaku anak atau peserta didik. Seperti yang dikemukakan oleh Nu’man Somantri (1976: 35) bahwa: Guru PKn harus banyak berusaha agar siswa-siswinya mempunyai sikap yang baik, kecerdasan yang tinggi, serta keterampilan yang bermanfaat, oleh karena itu guru PKn harus dapat memanfaatkan fungsinya sebagai penuntun moral, sikap serta memberi dorongan kearah yang lebih baik. Guru PKn juga memiliki tanggung jawab untuk membentuk karakter, mengarahkan siswanya berperilaku baik dan menjadikan pribadi yang sesuai dengan budaya Indonesia. Siswa atau remaja pada zaman sekarang sering berperilaku tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Perilaku negatif yang sering dilakukan oleh siswa-siswi di lingkungan sekolah salah satunya dikarenakan oleh faktor keluarga. Banyak anak yang terlantar serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua sehingga anak tersebut terjerumus kedalam kehidupan yang bebas dan sering melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Maka dari itu, guru PKn sangat besar peranannya untuk membina moral anak-anak yang perilakunya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Manusia lahir dan menemukan dirinya, mengembangkan pribadinya di dalam dan oleh keluarga. Dengan adanya perubahan-perubahan yang serba cepat 3
sebagai konsekuensi globalisasi, modernisasi, industrialisasi, dan iptek telah mengakibatkan perubahan pada nilai-nilai kehidupan sosial dan budaya. Perubahan itu antara lain pada nilai moral, etika, kaidah agama dan pendidikan anak dirumah. Keluarga merupakan tempat pertama seorang anak mendapatkan pendidikan. Sejak dalam kandungan anak telah mendapatkan pendidikan. Orang tua atau keluarga merupakan pendidik yang paling utama yang mendukung proses pembentukan pribadi anak. Seorang anak sebagai individu yang pertama kali dikenal adalah orang tua dan anggota-anggota yang berada dalam keluarga. Orang tua merupakan pembina pribadi yang utama bagi anak dan tokoh yang diidentifikasikan atau ditiru anak sampai menjelang usia remaja. Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya terutama dari keluarganya. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orang tua sangatlah penting terutama pada waktu anak masih kecil. Pada dasarnya setiap anak membutuhkan bantuan dari orang tua dalam memenuhi kebutuhan dan persyaratan hidupnya secara mandiri, sehingga untuk melangsungkan kehidupannya ia masih tergantung kepada orang tua sebagai orang dewasa. Sebagai anak yang didalam hidupnya bergantung pada orang tua, maka anak harus dididik, dibimbing dan diarahkan agar kelak dapat melaksanakan tugas dan pola hidupnya sebagai manusia dewasa ( M.I. Soelaeman, 1985:139). Selain peranan anak, dalam keluarga juga terdapat peranan ayah dan ibu sebagai orang tua. Peranan seorang ibu dalam hubungan dengan anaknya tidak sebatas hanya mengasihi, melindungi dan membesarkannya secara fisik dan
4
ekonomis, melainkan dengan ayah bersama-sama mendidik dan memperhatikan perkembangan anak. Dalam perannya sebagai pendidik, ibu dan ayah juga memiliki peranan memonitor dan mengawasi kelangsungan pendidikan anak, mengadakan dan melengkapi dana dan fasilitas yang dibutuhkan, serta bantuan dan arahan yang diperlukan anak dalam melaksanakan pendidikan baik secara informal, formal maupun non formal. Pada umumnya keluarga ideal yang dicita-citakan setiap orang adalah keluarga yang utuh, yakni keluarga yang mencakup ayah, ibu dan anak. Hubungan ayah, ibu dan anak dijalani secara terstruktur yang didasari oleh nilai-nilai agamis, adat istiadat, dan kebudayaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gerungan W A (2004) bahwa: Keutuhan keluarga adalah keutuhan dalam struktur keluarga itu adanya ayah, ibu dan anak-anaknya. Sedangkan apabila dalam keluarga sering bertengkar dan menyatakan sikap bermusuh-musuhan disertai tindakantindakan agresif, keluarga itu tidak disebut utuh lagi dan disamakan keluarga tidak utuh secara fungsional. Orang tua baik ayah maupun ibu, mempunyai fungsi masing-masing dalam menunjang perkembangan anaknya. Adanya keserasian antara ayah dan ibu dalam menjalankan fungsinya akan membantu anak mencapai perkembangan yang wajar, sehingga memiliki kesiapan dalam menanggulangi permasalahannya terutama pada masa remaja. Pada kenyataannya ada beberapa keluarga yang tidak memiliki ayah atau tidak memiliki ibu, maka keluarga tersebut tidak lagi dikatakan sebagai keluarga utuh. Keluarga yang tidak memiliki ayah atau ibu bisa disebabkan karena perceraian. Keluarga dikatakan bercerai, apabila salah satu dari orangtua, baik
5
ayah atau ibu tidak lagi menjadi kesatuan hidup tersebut. Save M Dagun (1999 : 1995) mengatakan bahwa: Faktor yang menyebabkan perceraian adalah masalah ekonomi, perbedaan antara yang besar keinginan memperoleh anak dan perbedaan prinsip hidup yang berbeda, perbedaan pemahaman dan cara mendidik anak pengaruh dukungan sosial dan pilihan lain. Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang, dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama tidak mampu menompang keruntuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Maka dengan adanya perceraian tersebut seorang anak akan merasa sedih, minder, murung dan akan melakukan perilaku negatif lainnya diakibatkan lingkungan keluarga tidak harmonis. Seperti yang dikemukakan oleh Djamarah (1994: 27) menyatakan bahwa: Ketidakutuhan keluarga atau broken home disebabkan oleh timbulnya konflik-konflik diantara ayah dengan ibu, ayah dengan anak dan konflik diantara anak dengan anak. Konflik ini muncul karena ketidaksepahaman antara anggota keluarga dalam memandang suatu permasalahan. Broken home adalah keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan di masyarakat. Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Anak akan menjadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu,
6
anak juga akan kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan (www.smallcrab.com). Anak-anak broken home adalah anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Anak broken home juga dapat diartikan sebagai korban yang diakibatkan oleh keputusan orang tua yang memilih untuk bercerai sebagai jalan keluar dari permasalahannya. Anak pada umumnya membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya anak sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut, sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi. Masalah keluarga yang tidak utuh lagi bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Seperti halnya pendapat dari Y. Singgih D. Gunarso dan Singgih D. Gunarso (1990: 29) bahwa: Pengaruh lingkungan keluarga bisa bersifat positif maupun negatif. Individu dapat berkembang dengan baik jika mendapat dukungan dan dorongan muril dari keluarganya. Individu mungkin juga berkembang kurang wajar karena lingkungan keluarga memberi suasana yang tidak diterimanya. Sebuah penelitian yang dilakukan di University of California, Los Angeles setelah mempelajari masalah dalam (kurang lebih) 2000 keluarga, membuktikan
7
bahwa anak tetap menjadi korban dalam pertikaian rumah tangga. Efek pertikaian ini, biasanya akan membuat anak cenderung melakukan hal-hal negatif diluar kebiasaannya. Ketidakstabilan emosi yang disebabkan oleh pertikaian orang tua akan membuat anak mencoba menggunakan obat-obatan terlarang, mengkonsumsi alkohol hingga melakukan seks bebas (www.vivanews.com). Orang tua yang bercerai, sering berselisih, bertengkar, jarang berada di rumah, kurang perhatian terhadap anaknya, dan kurangnya komunikasi antar anggota keluarga dapat menyebabkan seorang anak lebih cenderung berperilaku negatif, baik itu di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Westima dan Haller (dalam Syamsu Yusuf 2001 : 99) yaitu bahwa anak broken home cenderung menunjukkan ciri-ciri berperilaku nakal, mengalami depresi, melakukan hubungan seksual secara aktif, dan kecenderungan pada obat-obat terlarang. Berdasarkan hasil observasi awal di SMA PGRI 1 Majalengka menunjukkan bahwa terdapat siswa yang berperilaku negatif. Sesuai hasil wawancara dengan guru BK bahwa sebanyak 70 % permasalahan siswa di sekolah adalah diakibatkan oleh keluarga broken home, yang dimaksud dengan siswa broken home dalam hal ini adalah anak yang jauh dari orang tua yang sedang bekerja di luar kota bahkan luar negeri sehingga anak kurang mendapat perhatian serta kasih sayang dari orang tua tersebut. Kasus atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh siswa broken home yang terjadi di sekolah diantaranya adalah sering membolos sekolah, sebagian siswa betah nongkrong di WC, tidak mengikuti pelajaran tertentu, membentuk geng sekolah, merokok, dari segi
8
pakaian yang tidak lengkap karena kurangnya perhatian dari orang tua, tidak disiplin waktu atau kesiangan pada waktu masuk sekolah dan sering keluyuran atau keluar malam. Selain itu juga ada beberapa siswa yang ikut tergabung di komunitas luar sekolah, mereka bergabung dengan teman-temannya karena mempunyai permasalahan yang sama yaitu akibat kurangnya perhatian dari orang tua mereka, maka guru PKn sangat memegang peranan penting bagi siswa yang berperilaku tersebut, terutama pada siswa broken home. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam dan
meneliti mengenai “PERANAN GURU PKN DALAM
MEMBINA MORAL SISWA BROKEN HOME”.
9
B. Rumusan Masalah Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peranan guru PKn dalam membina moral siswa broken home?” Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian, maka masalah pokok tersebut dapat dijabarkan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan guru PKn sebagai penasehat dalam membina moral siswa broken home? 2. Hambatan apa yang ditemukan oleh guru PKn yang berperanan sebagai penasehat dalam membina moral siswa broken home? 3. Upaya apa yang dilakukan oleh guru PKn untuk mengatasi kesulitan dalam membina moral siswa broken home?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang dikemukakan di atas yaitu untuk mengetahui peranan guru PKn dalam membina moral anak-anak broken home. 2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui peranan guru PKn sebagai penasehat dalam membina moral siswa broken home. b. Untuk mengetahui hambatan yang ditemukan oleh guru PKn yang berperanan sebagai penasehat dalam membina moral siswa broken home.
10
c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh guru PKn untuk mengatasi kesulitan dalam membina moral siswa broken home.
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai ajang pengembangan disiplin ilmu yakni Pendidikan Kewarganegaraan dan sebagai bahan kajian bagi para pendidik. 2. Kegunaan Praktis Dengan adanya penelitian ini, maka penulis berharap dapat digunakan bagi semua pihak, terutama pihak yang berhubungan dengan dunia pendidikan, yaitu: a. Bagi guru: Memberi masukan kepada guru bagaimana upaya yang dapat dilakukan dalam membina moral khususnya anak-anak broken home. b. Bagi siswa: Memberi kesadaran bagi anak-anak broken home supaya berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. c. Bagi orang tua: Membantu menyelesaikan masalah orang tua dengan anak agar lebih membina keharmonisan keluarga dan terjalinnya hubungan yang baik antar anggota keluarga.
11
E. Penjelasan Istilah Untuk mempermudah penulis memfokuskan pada pembahasan masalah yang dituju, maka penulis mendefinisikan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul yaitu sebagai berikut: 1. Peranan adalah sebagai sekolompok norma-norma dan harapan mengenai tingkah laku seseorang (Y Singgih D Gunarsa dan Singgih D Gunarsa, 2001: 101). Namun dalam penelitian ini peranan yang dimaksud adalah tingkah laku yang dilakukan dari seorang guru PKn dalam membina moral anak-anak broken home. 2. Guru PKn menurut Achmad Kosasih Djahiri (1992: 11) guru adalah: “ orang yang tugasnya mengajar, berdiri dan menyampaikan pelajaran di muka kelas dengan tugas menentukan penelitian atau yang mengabdi pada dunia pendidikan”. Guru PKn yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar bidang studi pendidikan kewarganegaraan. 3. Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan atau keinginan pribadi (Abuddin Nata, 2003: 196). 4. Pembinaan moral adalah pembinaan dasar yang utama bagi seluruh makhluk dalam masyarakat. Pembinaan moral melatih pikiran, ucapan dan perbuatan agar selalu benar. Hal tersebut bertujuan agar kita selalu berbuat kebaikan dan mencegah kesalahan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri,
12
keluarga maupun lingkungan sekitar (Wisnu Prakasa, tidak diketahui tahun dan halamannya). 5. Broken home adalah keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian (www.smallcrab.com). 6. Siswa broken home adalah siswa yang kurang mendapat perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang
anak
menjadi
frustasi,
brutal
dan
susah
diatur
(http://yusti23.blogspot.com).
F. Metode dan Teknik Penelitian 1. Metode Penelitian Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif yang merupakan prosedur penlitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, seperti yang dikemukakan oleh Lexy J Moleong (2000: 3) bahwa: Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah studi habituasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pustaka Phoenix: 2009) yang dimaksud dengan habituasi adalah “proses pembiasaan atau penyesuaian supaya menjadi terbiasa atau terlatih pada habitat”, dalam hal ini studi habituasi merupakan studi
13
pembiasaan yang dilakukan oleh anak-anak broken home seperti kebiasaan mereka dalam mengikuti proses pembelajaran PKn dan di luar pembelajaran PKn. 2. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Observasi sebagai pengamatan dan pencatatan serta sistematik terhadap gejala yang nampak pada objek penelitian (Margono, 1997:158). Observasi merupakan langkah awal untuk memperoleh data yang diperlukan. Dengan melakukan observasi peneliti dapat memperoleh suatu gambaran yang lebih jelas tentang masalah yang sedang diteliti dan dapat memberikan deskripsi mengenai gambaran umum objek yang akan diteliti. b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. c. Studi dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis. Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan, menganalisis dokumen-dokumen, catatan-catatan penting dengan tujuan untuk membantu memecahkan permasalahan dalam penelitian. d. Studi literatur adalah teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengkaji buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh informasi teoritis yang berkaitan dengan masalah penelitian.
14
G. Lokasi dan Subjek penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian menunjukkan pada pengertian tempat atau lokasi sosial penelitian yang dicirikan oleh adanya 3 unsur yaitu pelaku, tempat dan kegiatan yang dapat diobservasi (Nasution : 1996). Unsur tempat dan lokasi adalah tempat dimana penelitian dilakukan, dalam hal ini lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah SMA PGRI 1 Majalengka. 2. Subjek Penelitian Nasution (1992: 32) mengemukakan bahwa subjek penelitian adalah sumber penelitian yang dapat memberikan informasi, dipilih secara purposif dan bertalian dengan purfose atau tujuan tertentu, sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Guru PKn SMA PGRI 1 Majalengka. b. Guru BK SMA PGRI 1 Majalengka. c. Siswa yang berjumlah 5 orang yang berasal dari keluarga broken home.
15