BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia dari waktu ke waktu terus bertambah, namun demikian jumlah korban jiwa akibat serangan penyakit berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya penanganan penderita DBD. Menurut Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang bahwa jumlah kasus DBD di kota Semarang menunjukkan tren peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2006 tercatat terdapat 1.845 kasus DBD dimana 42 (2,28%) diantaranya meninggal dunia, pada tahun 2007 meningkat menjadi 2.924 kasus dan 32 (1,09%) diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2008 jumlah korbannya meningkat menjadi 3.368 kasus DBD, dan 15 (0,45%) diantaranya meninggal dunia (DKK Semarang, 2008). Meski menunjukkan peningkatan jumlah penderita DBD, namun kasus DBD di Semarang belum dimasukkan dalam kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). Namun demikian hampir semua wilayah di daerah Semarang termasuk endemis DBD meliputi kecamatan Tembalang, Genuk, Gayamsari, Pedurungan, dan Tugu. Beberapa daerah endemis DBD di Semarang, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang tahun 2008 kecamatan Pedurungan merupakan daerah endemis DBD dengan jumlah penderita paling tinggi dibandingkan dengan daerah endemis lainnya. Hal ini terlihat dari data selama
1
tiga tahun terakhir (2006 – 2008) yaitu sebanyak 467 orang pada tahun 2006, 648 orang pada tahun 2007, dan 576 kasus DBD pada tahun 2008. Sementara daerah / kecamatan lain hanya berkisar 440 orang pada tahun 2006, 340 orang pada tahun 2007, dan 409 kasus DBD pada tahun 2008 (DKK Semarang, 2008). DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor perilaku masyarakat. Faktor lingkungan antara lain karena kondisi geografis seperti tingkat ketinggian dari permukaan laut, peralihan musim yang berkepanjangan yang membuat jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti semakin mudah untuk berkembang biak, kondisi musim seperti angin, tingkat kelembaban udara, dan kondisi curah hujan yang belum tentu turun setiap hari menyebabkan timbulnya genangan-genangan air hujan yang berpotensi menjadi sarang berkembang biaknya jentik-jentik nyamuk, serta kondisi kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan transportasi (Nyoman, 2007). Siklus hidup nyamuk umumnya mulai dari telur, larva (jentik), pupa (kepompong), dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Telur nyamuk bisa mencapai ratusan butir dan dapat bertahan hidup selama 3 sampai 4 minggu. Telur-telur nyamuk akan menetas sekitar 2 hari kemudian menjadi jentik-jentik nyamuk. Jentik-jentik nyamuk ini akan berkembang biak di permukaan air jernih. Kondisi lingkungan yang sesuai pertumbuhan dan perkembangan jentik nyamuk antara 27 hingga 30ºC dengan kelembaban udara antara 70 hingga 74% dan pH rata-rata 7. pada kondisi normal nyamuk dapat menghasilkan telur antara 50 sampai 100 butir. Sedangkan apabila terjadi peningkatan suhu lingkungan bisa meningkat mencapai 400 butir. Nyamuk
2
Aedes aegypti sebagai vector penyakit memiliki pola hidup dan berkembangbiak pada daerah panas. Hal itulah yang menyebabkan penyakit ini banyak berkembang di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pegunungan yang dingin. Namun, dengan adanya pemanasan global, daerah pegunungan mulai meningkat suhunya sehingga memberikan ruang baru untuk nyamuk ini berkembangbiak (Febrianti, 2007). Selama ini DBD disebabkan oleh 4 macam varian virus. Keempat varian tersebut yaitu sub virus dengue (DEN) I, DEN II, DEN III, dan DEN IV. Setiap sub virus memiliki tingkat keganasan berbeda dan spesifikasi sendiri-sendiri. Kemungkinan terjadi mutasi virus ditandai munculnya gejala awal penderita DBD yang tidak lazim. Terjadi mutasi tersebut bisa disebabkan oleh pola hidup manusia saat ini, diantaranya penggunaan obatobatan, perubahan alam. Karena perubahan perilaku tersebut, virus yang semula natural, kini menjadi lebih ganas, itu karena mengalami mutasi (Siswono, 2005). Tingginya kasus DBD juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa perilaku pada nyamuk Aedes aegypti untuk hidup dan berkembang biak. Sebagian besar masyarakat telah mengetahui program pemberantasan nyamuk demam berdarah melalui kegiatan 3M (menguras, mengubur, dan menutup), namun sebagian besar tidak banyak yang melaksanakannya
(Tatik,
2008).
Kepedulian
masyarakat
terhadap
PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD relatif belum optimal, ini ditunjukkan berdasarkan survei di 37 kelurahan di kota Semarang menunjukkan bahwa angka bebas jentik (ABJ) nyamuk baru mencapai 78,8 persen (Achyani, 2006). Di sisi
3
lain masyarakat lebih senang jika pemberantasan nyamuk demam berdarah dilakukan dengan cara yang langsung dapat dilihat yaitu dengan cara pengasapan (fogging) (Achyani, 2006). Perilaku masyarakat yang cenderung berpikir cepat-hasil dalam penanganan DBD tanpa memperdulikan efek samping yang ditimbulkan dari kegiatan pengasapan selayaknya harus diubah. Perilaku hidup masyarakat harus diperbaiki dan jangan bergantung pada fogging (pengasapan), karena fogging sebetulnya tidak efektif untuk memberantas DBD (Erna, 2008). Di sisi lain kegiatan pengasapan justru hanya membuat nyamuk makin kebal terhadap pestisida dan hanya membunuh nyamuk di permukaan. Sementara ribuan telur di bawah air tidak mati dan akan segera berubah menjadi nyamuk dewasa yang kebal terhadap semprotan. Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu dicari alternatif lain yang berbasis pada upaya pemberdayaan masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan survey jentik nyamuk. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mencegah agar lingkungan menjadi bebas jentik nyamuk DBD yang dilakukan dengan pemeriksaan tempat-tempat yang dicurigai sebagai perindukan nyamuk DBD. Cara ini lebih efektif dibandingkan dengan kegiatan pengasapan. Adanya program survey jentik nyamuk ini diharapkan timbul suatu kesadaran dan pemahaman bagi seluruh masyarakat terhadap pencegahan DBD sehingga berdampak pada angka bebas jentik nyamuk (ABJ). Semakin besar angka bebas jentik nyamuk semakin kecil resiko terhadap penyakit
4
DBD, sebaliknya semakin kecil angka bebas jentik nyamuk (BJN) semakin besar resiko terhadap penyakit DBD (Tatik, 2008). Berdasarkan data dari Puskesmas Tlogosari Kulon diketahui bahwa kegiatan survey jentik nyamuk yang dilakukan di RW 9 kelurahan Gemah mampu menekan terjadinya DBD bahkan dalam tahun 2008 tidak ditemukan adanya warga setempat yang menderita DBD (dr. Faizin, Kepala Puskesmas Tlogosari Kulon, Komunikasi Personal, 20 Februari 2009). Namun demikian diperlukan kesiapan seluruh lapisan masyarakat terutama dari sisi pengetahuan, sikap, maupun, dari sisi ketrampilan dalam melakukan kegiatan survey jentik nyamuk. Karena dengan pengetahuan yang cukup diharapkan akan berimbas pada sikap atau dukungan yang positif terhadap kegiatan survey jentik nyamuk yang pada akhirnya berdampak positif pada perilaku atau praktik survey jentik nyamuk itu sendiri. Salah satu upaya untuk meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat adalah melalui kegiatan pelatihan. Fokus dari pelatihan adalah melatih masyarakat untuk melakukan monitoring dan pemberantasan jentik-jentik nyamuk. Karana itu pelatihan mengenai DBD diberikan sebagai upaya awal meningkatkan pengetahuan masyarakat akan berbahayanya penyakit DBD. Perspektif yang berpusat pada pesona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, system kognitif yang menjelaskan perilaku menusia (Rakhmat, 1994). Sehingga secara garis besar ada 2 faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson dikutip oleh
5
Rakhmat (1994), perilaku sosial seseorang dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Program ini berfungsi untuk mengatur perilaku manusia untuk memiliki kemampuan memahami ekspresi wajah sampai kepada persaingan politik. Sebagaimana diketahui bahwa perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya melainkan sebagai akibat dari stimulus atau rangsang yang diterima oleh individu yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun internal (Walgito, 2001). Hasil penelitian di daerah Kabupaten Gresik tentang pengaruh pelatihan terhadap tingkat pengetahuan siswa dalam pemantauan jentik nyamuk, yang melibatkan siswa-siswa sekolah untuk kegiatan penanggulangan DBD yang dikenal dengan kegiatan WAMANTIK (Siswa Pemantau Jentik) mampu meningkatkan angka bebas jentik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ABJ di rumah WAMANTIK yang semula 51% dapat ditingkatkan menjadi 89% pada akhir pelatihan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan pelatihan (p < 0.05) (Hidayat, 2005).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
pada
latar
belakang
maka
rumusan
masalah
penelitiannya adalah adakah perbedaan kemampuan masyarakat dalam melakukan survey jentik nyamuk DBD sebelum dan setelah dilakukan pelatihan tentang pencegahan DBD melalui survey jentik di Kecamatan Pedurungan?
6
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh perbedaan kemampuan
masyarakat dalam
melakukan survey jentik nyamuk DBD sebelum dan setelah dilakukan pelatihan
tentang pencegahan DBD melalui survey jentik di Kecamatan
Pedurungan. 2. Tujuan Khusus a.
Mendeskripsikan tingkat kemampuan masyarakat dalam survey jentik nyamuk sebelum dilakukan pelatihan pencegahan DBD melalui survey jentik nyamuk.
b. Mendiskripsikan tingkat kemampuan masyarakat dalam survey jentik nyamuk setelah dilakukan pelatihan pencegahan DBD melalui survey jentik nyamuk. c. Menganalisis perbedaan kemampuan masyarakat dalam survey jentik nyamuk sebelum dilakukan pelatihan tentang pencegahan DBD melalui survey jentik nyamuk. d. Menganalisis perbedaan kemampuan masyarakat dalam survey jentik nyamuk setelah dilakukan pelatihan tentang pencegahan DBD melalui survey jentik nyamuk.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat direkomendasikan ke Puskesmas Tlogosari sebagai manajemen pengelolaan pencegahan DBD terutama dalam program survey jentik nyamuk di daerah Kecamatan Pedurungan melalui pemberdayaan masyarakat (community empowerment). 2. Masyarakat Memberikan
informasi
dan
pengetahuan
kepada
masyarakat
khususnya masyarakat di wilayah Kelurahan Palebon tentang bagaiamana praktik pencegahan DBD melalui survey jentik nyamuk. 3. Dinas Kesehatan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran, khususnya dalam menjalankan program dan menentukan strategi serta evaluasi dalam penanggulangan dan pencegahan DBD melalui survey jentik nyamuk. 4. Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam mengkaji permasalahan tentang DBD terutama tingkat kemampuan masyarakat dalam pencegahan DBD melalui survey jentik nyamuk. E.
Bidang Ilmu Bidang keilmuan yang diteliti adalah ilmu keperawatan komunitas.
8