BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kejahatan transnasional, penyelundupan manusia merupakan suatu bentuk kejahatan transnasional yang terorganisasi yang potensial menimbulkan berbagai macam implikasi pada kejahatan lain. Faktor pendorong terjadinya penyelundupan manusia adalah adanya kawasan negara lain yang memperlihatkan situasi “bumi dan langit”. Kawasan tersebut terlihat aman, makmur dan modern sehingga menjadi kawasan incaran berbagai pihak untuk mendatangi dan mendiaminya. Salah satu kawasan tersebut adalah Australia. Timbul permasalahan bagi Indonesia ketika negeri ini menjadi jalur perlintasan sebagian besar manusia yang hendak diselundupkan tersebut. Dalam arus pergerakan manusia, pada dasarnya perpindahan yang dilakukan selalu bertujuan untuk mencari solusi dari segala permasalahan yang ditemukan di tempat asalnya. Ketika manusia merasa tidak nyaman dengan kehidupannya karena masalah-masalah seperti keamanan, ekonomi (tempat tinggal, sandang, pangan) ataupun kondisi politik, ras, agama dan ideologi di tempat tinggal sebelumnya, maka naluri untuk mendapatkan tempat yang lebih baik pun akan muncul. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sejarah mencatat bahwa perpindahan selalu didasari karena ketidaknyamanan di tempat sebelumnya.
Menurut Marc Rosenblum dari Universitas California, San Diego, sebagaimana yang dikutip oleh Venti Musak, dalam penelitiannya di tahun 2000 mengenai warga Mexico yang masuk ke Amerika menyatakan bahwa pada tahun 1996 ditemukan sedikitnya ada 86.000 warga asing ilegal yang masuk ke wilayah Amerika. Yun Hua Liu dalam tulisannya Labour Migration of China juga menyatakan bahwa dari 220.000 warga negara China yang pergi ke luar negeri untuk mencari ilmu, hingga tahun 1995 hanya 75.000 yang kembali ke China. Di sisi lain Liu juga menyampaikan bahwa Indonesia menjadi target prioritas warga negara China untuk bertempat tinggal setelah keluar dari China, yang dibuktikan dengan data keberadaan orang China di Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan 1982 yaitu mencapai 6.150.000 orang 1. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwa tidak ada satupun negara yang dapat membatasi keinginan warga negaranya untuk keluar dari negaranya. Hal ini disebabkan karena mendapatkan hak hidup yang layak merupakan salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia sehingga perbuatan melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain dianggap sebagai sebuah kegiatan yang normal. Di sisi lain yang perlu diperhatikan dalam pergerakan migrasi ini adalah bahwa setiap negara mempunyai sebuah kedaulatan bangsa yaitu sebuah kondisi dimana negara itu merupakan negara merdeka yang mempunyai aturan hukum sendiri dan juga taat pada aturan hukum internasional. Dengan keadaan yang demikian, diperlukan perlindungan bagi 1
Venti Musak, “Perlunya Kriminalisasi Terhadap Kejahatan Penyelundupan Manusia di Indonesia”, http://krisnaptik.wordpress.com/2013/03/30/perlunya-kriminalisasi-terhadapkejahatan-penyelundupan-manusia-di-indonesia/, diakses 16 November 2014.
sebuah negara dari serangan pihak luar negaranya, yang salah satu caranya adalah dengan menerapkan aturan mengenai hal-hal yang menyangkut keimigrasian dengan tujuan agar tidak setiap orang dapat keluar masuk sebuah negara tanpa izin. Apabila hal itu dilanggar maka orang akan dikenai sanksi oleh negara yang bersangkutan dengan berbagai tuduhan, seperti pelanggaran keimigrasian, atau tindak pidana penyelundupan manusia. Bentuk tindak pidana lain dapat saja muncul seiring dengan pembiaran praktik penyelundupan manusia. Tindak pidana lain tersebut seperti tindak pidana konvensional (penipuan, pemerkosaan, pembunuhan dan pencurian), perdagangan orang, pencucian uang, narkotika, perdagangan senjata gelap, tindak pidana di bidang perbankan, prostitusi dan tidak menutup kemungkinan adanya tindak pidana terorisme. Penyelundupan manusia yang dibahas dalam kajian ini adalah sesuai dengan pemahaman PBB 2 mengenai “kegiatan perpindahan manusia ke negara lain dengan kesadarannya sendiri karena berbagai alasan dan dibantu oleh kelompok-kelompok yang mencari keuntungan”. Indonesia adalah negara yang sering digunakan oleh para pelaku penyelundupan manusia untuk masuk ke Australia. Fenomena penyelundupan manusia ini menjadi penting bagi Indonesia karena letak geografis Indonesia yang berdekatan dengan Australia dan Malaysia dengan akses keluar masuk yang luas sehingga tidak terpantau secara keseluruhan, menjadikan Indonesia sebagai negara yang
2
Sesuai isi protokol “Menentang Penyelundupan melalui Darat, Laut dan Udara”, pada Pasal 3 Konvensi Palermo Tahun 2000, “The procurement, in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit, of the ilegal entry or a person into a State Party of which the person is not national or a permanent resident”.
dijadikan tempat transit dan titik tolak pergerakan para pelaku penyelundupan manusia. Terkait titik-titik kedatangan manusia-manusia yang diselundupkan itu, khususnya yang datang dari laut, berbagai pelabuhan resmi maupun tidak resmi di seluruh Indonesia telah dipergunakan sebagai tempat berlabuh. Semakin lama, semakin banyak lokasi pendaratan yang baru dan tak terduga. Demikian pula lokasi keberangkatan juga hampir selalu baru atau bergantiganti. Sebaliknya, bagi yang mempergunakan bandara udara, maka berbagai bandara besar di Indonesia, termasuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta, cukup sering dipergunakan oleh imigran untuk masuk ke negeri ini sebelum berpindah ke negara yang lain. Seperti dalam perkara yang terdakwanya Muhammad Khodaei Bin Ayatollah alias Baitullah Moostafavi, orang yang diselundupkan yaitu Mohammad Shafie Bin Heidar (imigran asal Iran) masuk Indonesia tanggal 3 Juli 2013 dengan menggunakan paspor Iran nomor passpor J18304253 dan visa on arrival (VOA). Selanjutnya oleh terdakwa ditempatkan di Villa Cisarua Bogor kemudian pada tanggal 21 Agustus 2013 terdakwa membawa imigran tersebut ke Villa Pantai Samboang selama 2 minggu lalu pada tanggal 22 Agustus 2013 imigran tersebut didatangi saudara Reza untuk dibawa ke Makassar di Hotel Darma Nusantara I, yang rencananya akan diberangkatkan ke Australia 3. Dalam kaitan itu, konteks modus operandi kemudian berperanan. Ada yang sengaja datang dengan tidak membawa selembar dokumen pun. Ada pula 3
Muhammad Randi Ramli, 2014, “Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Imigran”, Skripsi, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, hlm. 53.
yang mendarat seraya mengaku berstatus sebagai pengungsi atau pencari suaka. Tak kurang pula yang datang dengan paspor palsu. Ada pula yang datang dengan paspor resmi karena memang menjadikan Indonesia sebagai batu loncatan sebelum hijrah ke negara lain. Penyelundupan manusia umumnya dapat terjadi dengan persetujuan dari orang atau kelompok yang berkeinginan untuk diselundupkan, dan alasan yang paling umum adalah peluang untuk mendapatkan pekerjaan atau memperbaiki status ekonomi, harapan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik bagi diri sendiri atau keluarga dan juga untuk pergi menghindari konflik yang terjadi di negara asal 4. Penyelundupan manusia (People smuggling) dan imigran gelap merupakan suatu tindak pidana yang saling kait mengait. Kegiatan tersebut dapat terjadi jika salah satunya dapat direalisasikan, dalam artian imigran gelap akan berhasil dengan adanya persekongkolan dari agen-agen penyelundup, dan penyelundup orang mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah imigran gelap 5. Berdasarkan segi legalitas, disamping fenomena yang ada, ratifikasi pemerintah atas protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Menentang Penyelundupan Manusia Baik dari Laut, Darat dan Udara, Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 dimana Pemerintah berkewajiban untuk menjadikan
4
Sam Fernando, 2013, “Politik Hukum Pemerintah (Direktorat Jenderal Imigrasi) dalam Menanggulangi Masalah Penyelundupan Manusia”, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. hlm. 4. 5 Kadarudin, “People Smugling Dalam Perspektif Hukum Internasional dan Penegakan Hukumnya Di Indonesia”, Jurnal Perpustakaan, Informasi dan Komputer “Jupiter”, Volume XII Nomor 2 Edisi Juni 2013, UPT. Perpustakaan Universitas Hasanuddin. hlm. 69-70.
penyelundupan manusia sebagai sebuah tindak pidana, maka Pemerintah melakukan revisi atas Undang-Undang Imigrasi Nomor 9 Tahun 1992 dengan menerbitkan Undang-Undang Imigrasi Nomor 6 Tahun 2011 dimana terdapat bagian khusus mengenai penanganan penyelundupan manusia oleh jajaran imigrasi dan kepolisian. Hal ini merupakan perkembangan signifikan dibandingkan dengan Undang-Undang Imigrasi Nomor 9 Tahun 1992 dimana penyelundupan manusia belum bisa dikatakan sebagai sebuah tindak pidana, sehingga penanganannya hanya menggunakan pasal-pasal terkait yang ada di Undang-Undang Keimigrasian. Salah satu kasus penyelundupan manusia di Indonesia terjadi pada tanggal 23 September 2015, sebanyak 18 orang WNA yang diduga merupakan imigran gelap dari Bangladesh, India dan Pakistan ditemukan terdampar di perairan laut Cianjur tepatnya di wilayah Cidaun. Saat diamankan oleh pihak kepolisian setempat, juga ditangkap tiga orang WNI asal Makassar yang diketahui bertugas sebagai nakhoda dan anak buah kapal (ABK) yang akan menyeberangkan mereka ke Pulau Chrismast, Australia 6. Kasus lainnya terjadi pada bulan November 2014, 14 (empat belas) orang imigran asal Afganistan masuk ke Indonesia berbekal surat keterangan pencari suaka dari UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), mereka menuju Australia melalui jalur Afganistan-India-Malaysia-
6
Aditya A. Rohman, “Kantor Imigrasi Selidiki Keterlibatan Dua WNA Pakistan”, http://www.antaranews.com/berita/519840/kantor-imigrasi-selidiki-keterlibatan-dua-wnapakistan, diakses 20 Februari 2016.
Indonesia 7. Dari Malaysia para imigran tersebut menyebrang ke Indonesia menggunakan perahu kayu dan speed boat melalui pelabuhan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Perjalanan lalu diteruskan menuju Jakarta dan Cisarua, Bogor. Di kawasan puncak itulah mereka mengontrak rumah milik seorang warga desa Citeko, Cisarua, yang dibayar secara patungan. Rumah tersebut berkapasitas 5-6 orang, dan para imigran tersebut tak memiliki kartu identitas dari Imigrasi Indonesia. Dalam proses selanjutnya, melalui seorang calo, para imigran diarahkan terbang ke Balikpapan dengan membayar Rp 1 (satu) juta; belum termasuk biaya tiket pesawat dan taksi. Kedatangannya ke Balikpapan secara terpisah, 3-4-7 orang. Para imigran tersebut dipastikan cuma angguk kepala karena tidak tahu peta dan buta mekanismenya. Begitu sampai di Balikpapan, para pencari suaka itu terkejut karena tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh si calo. Semula para imigran dijanjikan akan diserahkan langsung ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudemin) Balikpapan tapi nyatanya para imigran ditampung di Kantor Imigrasi setempat untuk diidentifikasi lebih mendalam statusnya. Masalahnya lagi, bagi imigran itu, untuk memindahkan diri mereka ke Rudenim harus melalui persetujuan Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Kasus lain terjadi pada Mei 2014. Empat orang imigran gelap masuk ke Indonesia yang terdiri dari dua orang laki-laki dan satu orang perempuan asal Somalia serta satu orang laki-laki warga negara Sudan 8. Sebelum tiba ke Indonesia melalui pelabuhan Tanjungbalai, Sumatera Utara, para imigran 7
Alfi Rahmadi, “Surga Sindikat Penyelundupan Manusia”, http://indonesianreview.com/alfirahmadi/surga-sindikat-penyelundupan-manusia, diakses 20 Februari 2016. 8 Ibid.
tersebut dijanjikan oleh kelompok penyelundup akan dipekerjakan di Australia, dengan membayar 3.000-4.000 US$ per kepala. Sebelum sampai ke negara tujuan, penyelundup itu menginapkan para imigran terlebih dulu di salah satu hotel di Medan. Namun demikian, begitu para imigran tersebut bangun di pagi hari, penyelundup yang sudah dibayar itu raib. Para imigran kemudian mengadu ke unit kriminal umum Kepolisian Daerah Sumut hingga diserahkan ke Kantor Imigrasi setempat untuk diamankan dan diproses lebih lanjut. Persatuan dan kesatuan bangsa dalam hal ini memang dipertaruhkan. Hadirnya ribuan orang yang berstatus tidak jelas di negeri ini bisa menimbulkan berbagai masalah, mulai dari masalah individual (misalnya perkawinan tidak sah, atau hubungan perdata yang lemah) hingga masalah komunitas (konflik antara penduduk dan kelompok migran, atau antara kelompok migran melawan petugas). Belum lagi apabila ada di antara para migran tersebut yang memiliki motivasi ingin mengacaukan negeri ini dengan kemampuan persenjataan maupun teknik berperang yang dimiliki. Ahli sosiologi hukum, Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum. Proses penegakan hukum menjangkau pula sampai kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. Dalam
kenyataan, proses penegakan hukum memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum 9. Dengan demikian peraturan hukum yang dibuat itu dimaksudkan untuk mengatur ketertiban dalam masyarakat sehingga menimbulkan kenyamanan hidup bermasyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, orang yang diselundupkan disebut sebagai korban dan tidak dapat dikenakan tindak pidana keimigrasian seperti yang tercantum dalam Pasal 113, 119, 122 dan 123 huruf
b karena memang keberadaannya yang dilindungi sesuai
dengan Protokol Menentang Kejahatan Penyelundupan Manusia Melalui Darat, Laut, maupun Udara mendukung Konvensi Melawan Kejahatan Transnasional Terorganisir, yang telah diratifikasi oleh Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 yang salah satu dari pasalnya di butir 6 protokol menyatakan bahwa migran tidak dikenai tanggung jawab pidana. Dengan demikian, walaupun secara normatif imigran melanggar keberadaan Pasal 113, 119, 122 dan 123 huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian namun pidana untuk pasal-pasal tersebut tidak dapat dikenakan kepada imigran. Tidak dapat dipidananya orang yang diselundupkan ini menjadi celah bagi imigran untuk masuk ke wilayah Indonesia tanpa membawa surat-surat yang resmi atau surat-surat yang dipalsukan dengan dalih untuk mencari suaka dan sebagai pengungsi, sehingga dapat terbebas dari jeratan pidana.
9
Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 24.
Dalam asas Legalitas yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP dirumuskan di dalam bahasa Latin : “Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali” yang dapat disalin ke dalam bahasa Indonesia kata demi kata dengan : “tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya” 10. Indonesia nampak bersikap ambigu atau mendua terkait kedatangan para imigran ilegal tersebut (maksudnya antara menolak atau menerima implikasi akibat kedatangan para imigran ilegal tersebut). Jika menolak, dikhawatirkan akan dianggap sebagai tidak berperikemanusiaan, namun jika menerima, maka harus menanggung social cost atau ongkos sosialnya. Kelompok penyelundup yang merupakan spesialis pelaku kejahatan terorganisasi dengan cerdik membuat
Indonesia
terpojok
melalui
gelombang
manusia
yang
dikirimkannya 11. Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain peraturan perundang-undangan, traktat, hukum adat dan doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena perundang-undangan itu. Berdasarkan kasus-kasus penyelundupan manusia yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa begitu mudahnya warga negara lain masuk 10
Andi Hamzah, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.40. Adrianus Meliala, 2011, Tinjauan Kritis Terhadap Penyelundupan Manusia di Indonesia dan Berbagai Dampaknya, Departemen Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 126.
11
ke wilayah Indonesia tanpa memiliki surat yang sah (ilegal). Penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia juga dinilai masih lemah karena aturan yang berlaku di Indonesia belum secara tegas dapat menindak obyek penyelundupan manusia yang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 disebut sebagai korban dan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 orang yang diselundupkan tidak dapat dipidana walaupun sesungguhnya tindakan yang dilakukan oleh orang yang diselundupkan dapat dipidana. Dengan lemahnya aturan yang mengatur tentang tindak pidana penyelundupan manusia mengakibatkan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga kepolisian, kejaksaan dan pengadilan menjadi tidak maksimal. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaturan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia dan bagaimana putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia serta bagaimana seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang (ius constituendum). Berdasarkan dari hal-hal yang diteliti tersebut peneliti menuangkan tulisan ini dengan judul Analisis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Manusia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas permasalahan yang diteliti dalam penulisan yang berjudul “ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MANUSIA” adalah: 1.
Bagaimanakah pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia?
2.
Bagaimanakah
putusan
pengadilan
terhadap
tindak
pidana
penyelundupan manusia? 3.
Bagaimanakah seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia
dan
penegakan
hukumnya
di
masa
mendatang
(ius
constituendum)?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dari penulisan tesis ini adalah : 1.
Menelisik pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, sehingga dapat mengetahui pengaturan apa saja yang diatur dalam perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana penyelundupan manusia serta proses penegakan hukum yang diatur yang meliputi penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
2.
Menganalisis putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, sehingga dapat mengetahui dasar pertimbangan apa saja yang diambil oleh hakim dalam mengambil putusannya.
3.
Mengkaji pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang, sehingga dapat menangani tindak pidana penyelundupan manusia lebih baik ke depannya.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini yaitu : 1. Kegunaan Akademis Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pidana. Penelitian ini juga diharapkan memiliki kegunaan akademis yaitu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pidana khususnya dalam bidang kejahatan transnasional. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan praktis yaitu dapat mengkontribusikan ilmu khususnya bagi aparat penegak hukum seperti penyidik, penuntut umum, hakim terkait dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap perkara tindak pidana penyelundupan manusia, bagi penuntut umum dalam melakukan penuntutan terhadap perkara tindak pidana penyelundupan manusia dan bagi hakim dalam melakukan pemeriksaan di persidangan dan mengambil putusan dalam perkara tindak pidana penyelundupan manusia. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi pengaturan yang seharusnya (ius constituendum) mengenai tindak pidana penyelundupan manusia di masa yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada maupun internet, penulis menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, yaitu : 1.
Tesis yang ditulis oleh Sam Fernando dengan judul Politik Hukum Pemerintah (Direktorat Jenderal Imigrasi) dalam Menanggulangi Masalah Penyelundupan Manusia 12. Adapun masalah yang diangkat adalah : a.
Bagaimana politik hukum Pemerintah di Indonesia (Direktorat Imigrasi) dalam menanggulangi masalah penyelundupan manusia (people smuggling)?
b.
Bagaimana aturan yang mengatur mengenai penyelundupan manusia di Indonesia?
Kesimpulan Peneliti mengungkapkan bahwa usaha dari Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah penyelundupan manusia yaitu berupa penetapan peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI1489.UM.08.05 Tahun 2010 tanggal 17 September 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal, namun usaha ini baru berupa penanganan
12
Sam Fernando, Op.Cit., hlm.5.
imigran ilegal dengan ketentuan keimigrasian belum secara khusus tentang tindak pidana penyelundupan manusia. Hal yang membedakan antara penelitian tersebut dengan yang peneliti lakukan adalah bahwa dalam penelitian tersebut membahas politik hukum pemerintah di Indonesia dalam menanggulangi masalah penyelundupan manusia dan aturan yang mengatur penyelundupan manusia di Indonesia namun tidak menganalisis putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia. Penelitian tersebut juga tidak
mengkaji
bagaimana
prospek
pengaturan
tindak
pidana
penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang. 2.
Tesis yang ditulis oleh Fransisca dengan judul Analisis Yuridis Pembuktian Perkara Tindak Pidana Keimigrasian (Penyelundupan Manusia) di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kalianda (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2013/PN.KLD) 13. Adapun masalah yang diangkat adalah : a.
Bagaimanakah pembuktian perkara Tindak Pidana Keimigrasian (Penyelundupan Manusia) di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kalianda?
b.
Mengapa terjadi hambatan dalam pembuktian perkara Tindak Pidana Keimigrasian
(Penyelundupan
Manusia)
di
wilayah
hukum
Pengadilan Negeri Kalianda?
13
Fransisca, 2015, “Analisis Yuridis Pembuktian Perkara Tindak Pidana Keimigrasian (Penyelundupan Manusia) di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kalianda (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2013/PN.KLD)”, Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung.
Kesimpulan peneliti mengungkapkan bahwa pembuktian pada putusan Pengadilan Negeri Nomor: 310/Pid.Sus/2013/PN.KLD, dalam perkara tindak pidana keimigrasian (penyelundupan manusia), hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa Imam Hussen telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP Jo Pasal 184 Ayat (1) KUHAP. Penyebab terjadinya hambatan dalam pembuktian perkara tindak pidana keimigrasian (penyelundupan manusia) dalam kasus atas nama terdakwa Imam Hussen dipengaruhi oleh faktor penegak hukum dan faktor sarana dan prasarana. Hal yang membedakan antara penelitian tersebut dengan yang peneliti lakukan adalah bahwa dalam penelitian tersebut membahas tentang pembuktian perkara penyelundupan manusia dan hambatan yang terjadi dalam proses pembuktian suatu perkara penyelundupan manusia. Sedangkan permasalahan yang dikaji oleh peneliti adalah bagaimana pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, bagaimana putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia dan bagaimana seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukummnya di masa mendatang. 3.
Tesis yang ditulis oleh Arya Perdana dengan judul Studi Komprehensif Dalam
Rangka
Penyusunan
Draft
Alternatif
Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia 14. Adapun masalah yang diangkat adalah : a.
Bagaimana penanganan migran gelap oleh UNHCR dan IOM?
b.
Apa yang dilakukan oleh Polri dan Imigrasi dalam penanganan kejahatan penyelundupan manusia?
c.
Bagaimana modus operandi kejahatan penyelundupan manusia dilihat dari sisi orang yang diselundupkan dan pelaku penyelundupan manusia?
d.
Proses penyidikan seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah Australia dalam penanganan kejahatan penyelundupan manusia? (sebagai bahan perbandingan dengan negara lain).
e.
Bagaimana
pendapat
penegak
hukum
tentang
kejahatan
penyelundupan manusia dan sanksi hukuman apa yang pantas diberikan kepada pelaku kejahatan ini? f.
Bagaimana isi draft alternatif undang-undang pemberantasan tindak pidana penyelundupan manusia sebagai sarana kriminalisasi terhadap kejahatan penyelundupan manusia sebagai implementasi alternatif dalam penyelesaian masalah kejahatan penyelundupan manusia?
Kesimpulan Peneliti mengungkapkan bahwa : a.
Indonesia tidak serius dalam menangani permasalahan kejahatan penyelundupan manusia. Hal ini terlihat dari sekian banyak imigran
14
Arya Perdana, 2010, “Studi Komprehensif Dalam Rangka Penyusunan Draft Alternatif UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia”, Tesis, Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Depok.
gelap yang masuk ke Indonesia secara ilegal, tidak sampai 10% dari pelaku kejahatan ini yang berhasil dimajukan ke persidangan untuk diadili. b.
Penegak hukum banyak yang tidak mau menangani kejahatan ini karena tidak adanya aturan yang jelas dan tidak sepahamnya penyidik,
penuntut
umum
serta
hakim
dalam
menentukan
penyelesaian permasalahan kejahatan penyelundupan manusia ini. c.
Penyidik sering mengidentikan kejahatan penyelundupan manusia ini dengan pelanggaran keimigrasian yang tidak mempunyai bobot penting dalam penegakan hukumnya. Pada kenyataannya kejahatan ini merupakan kejahatan yang sangat keji.
d.
Pembiaran yang dilakukan petugas terhadap imigran gelap yang ada di Indonesia membuat mereka bebas bergerak melakukan apa saja. Bukan tidak mungkin apabila suatu saat kejahatan besar datang dari orang-orang yang diremehkan keberadaannya.
e.
Draft alternatif Undang-Undang Pemberantasan Penyelundupan Manusia yang diajukan bersama dengan naskah akademik dalam tesis ini, memuat ketentuan-ketentuan dari kejahatan penyelundupan manusia yang ada di Indonesia. Hal yang membedakan antara penelitian tersebut dengan yang
peneliti lakukan adalah bahwa dalam penelitian tersebut membahas tentang Draft alternatif Undang-Undang Pemberantasan Penyelundupan Manusia karena pada saat pembuatan penelitian tersebut Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian belum disahkan dimana dalam salah satu pasalnya mengatur tentang penyelundupan manusia, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan saat ini sudah terdapat undang-undang yang mengatur tentang penyelundupan manusia yang terdapat dalam undang-undang keimigrasian namun belum diatur secara khusus. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji tentang bagaimana pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, bagaimana putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia dan bagaimana seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang.