BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Batang Kuis adalah sebuah kawasan kota di Kabupaten Deli Serdang, yang berada di pesisir timurnya. Batang Kuis merupakan daerah pertanian dan juga terkenal dengan peternakan nya. Selain itu, wilayah Batang Kuis juga terkenal dengan seni budayanya. Kawasan ini juga berkembang dengan pesat di sektor perekonomian,
yang
memberikan
dampak
terhadap
penduduk
yang
menempatinya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat yang terdapat di daerah Batang Kuis terdiri dari bermacam-macam suku, seperti: Melayu, Mandailing, Jawa, Batak Toba, Simalungun, Karo, Tamil, Hokkian, dan lain-lainnya. Mereka hidup dalam suasana budaya yang heterogen, sesuai dengan filsafat hidup bangsa Indonesia yaitu bhinneka tunggal ika, artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Namun dilihat dari sisi sejarah, kawasan Batang Kuis berada di dalam wilayah kebudayaan Melayu Serdang, yang di masa pemerintahan kesultanan, berada di wilayah Kesultanan Melayu Serdang. Dengan demikian, “tuan rumah” Batang Kuis adalah etnik Melayu, yang sangat terbuka menerima etnik-etnik lain untuk berdampingan hidup bersama secara sosial dengan mereka. Dalam konteks Sumatera Utara, orang Melayu di Batang Kuis memiliki berbagai genre kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka. Di antara genre seni-seni Melayu adalah: marhaban, barzanji, syair, gurindam, pantun, seloka, tari serampang dua belas, tari inang, tari zapin, tari inai, dan lain-lain.
1 Universitas Sumatera Utara
Di antara kesenian tersebut, ada yang difungsikan di dalam upacara pernikahan (perkawinan), terutama tari inai, persembahan, dan silat. Upacara pernikahan dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Batang Kuis di dalam pelaksanaannya berdasar kepada tata cara adat Melayu dan agama Islam. Masyarakat Melayu, dalam hal ini mempunyai konsep adat bersendikan sayarak (hukum Islam), dan syarak bersendikan kitabullah (Al-Qur’an). Peraturan tersebut melibatkan tata cara komunikasi yang digunakan ketika proses upacara pernikahan berlangsung. Upacara pernikahan yang dilaksanakan oleh masyarakat Melayu merupakan gabungan dua faktor
yang saling
melengkapi, yaitu aspek syari’at sebagaimana yang diajarkan di dalam agama Islam dan aspek adat. Setiap upacara pernikahan dalam budaya Melayu melibatkan adat-istiadat dan agama yang akan dilakukan secara tertib dan berurutan dari awal sampai akhir. Dalam upacara pernikahan masyarakat Melayu, pada umumnya malam berinai digunakan untuk berkumpul dengan semua keluarga dan teman-teman terdekatnya sebagai tanda melepas masa lajangnya untuk terakhir kalinya. Dahulu malam berinai dapat dilakukan selama tiga malam yakni: malam pertama disebut malam inai curi, dimana pengantin diberi inai1 oleh teman-temannya sewaktu ia tidur sehingga tidak ketahuan. Malam kedua disebut malam inai kecil, pengantin wanita dihiasi, didandani dan didudukkan di atas pelaminan yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, dan kerabat untuk ditepungtawari. Lalu dilanjutkan dengan inai besar, terlebih dahulu tari inai ditampilkan dan tarian Melayu lainnya, kemudian pengantin wanita dipasangkan inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh 1
Inai adalah tumbuhan yang hidup di dataran tinggi yang memiliki daun yang lebat dan berukuran relatif kecil. Daun yang telah tua ditandai dengan adanya bintik-bintik hitam yang terdapat di daun tersebut, daun yang tua itulah yang digiling halus dicampur dengan gambir dan kapur dan dibubuhkan pada kuku atau kulit sehingga menghasilkan warna kemerah-merahan. 2 Universitas Sumatera Utara
kedua orangtuanya, keluarga, dan teman-teman dekatnya. Setelah semua acara selesai, selanjutnya pengantin wanita dipasangkan inai yang sebenarnya yang disebut berinai besar. Tetapi kini malam berinai hanya dilakukan satu malam saja karena faktor dan waktu yang kurang mendukung. Sehingga, malam berinai yang dilakukan hanya malam berinai besar saja. Kegiatan upacara berinai ini biasanya disertai dengan tari inai dan musik iringannya. Tari inai merupakan salah satu upacara adat masyarakat Melayu di Batang Kuis yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika tari inai atau upacara malam berinai tidak diadakan, upacara pernikahan keesokan harinya tetap berlangsung. Namun demikian, seiring berjalannya waktu, malam berinai sekarang dilakukan satu malam saja karena faktor waktu dan dana yang terkadang menjadi kendala, sehingga malam berinai hanya dilakukan satu malam sebelum keesokan harinya melakukan akad nikah. Kesenian inai adalah merupakan seni pertunjukan yang melibatkan tari dan musik. Tarian ini biasanya hanya dilakukan di rumah pengantin wanita saja, sedangkan di rumah pengantin pria tidak dilakukan upacara malam berinai. Hanya saja inai dihantar dari rumah pengantin wanita kerumah si calon pengantin pria dan menurut adat diadakan tepung tawar kemudian dilanjutkan pemasangan inai ke kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh keluarga dan temanteman dekatnya. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji tiga aspek dari tari inai, yaitu deskripsi gerak, deskripsi musik iringan baik ensambel maupun struktur musiknya dalam melodi dan ritme, serta kajian terhadap fungsi tari inai dan musik pengiringnya dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Deskripsi gerak akan difokuskan terhadap gerak tari yang meliputi motif gerak, hitungan dan siklus, pola lantai, busana, properti tari, dan hal-hal sejenis. Kemudian untuk musik iringan meliputi alat-alat musik yang digunakan di dalam ensambel, ritme, melodi, dan hal-hal sejenis. Untuk fungsi 3 Universitas Sumatera Utara
akan difokuskan kepada bagaimana tari inai dna musik iringan menyumbangkan perannya di dalam kehidupan masyarakat Melayu di batang Kuis. Gerakan tari inai yang dilakukan merupakan kombinasi dari gerak-gerak hewan atau kejadian-kejadian alam, sehingga gerakannya hampir menyerupai gerakan silat. Pada dasarnya alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi Tari inai ini adalah sebuah serunai Melayu yang berfungsi sebagai pembawa melodi, satu atau dua buah gendang Melayu satu muka (gendang ronggeng), dan sebuah gong. Rentak musik yang disajikan berdasarkan irama musik silat seperti yang telah diketahui bahwa musik dari Melayu Batang Kuis yang selalu digunakan adalah musik Melayu yang berirama dan bertajuk patam-patam. Namun dari hasil pengamatan di lapangan, alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tari hiburan Melayu adalah sebuah biola,sebuah gendang ronggeng dan keyboard, sedangkan alat musik untuk mengiringi tari Inai adalah sebuah gendang ronggeng sebagai rentak atau tempo, sebuah akordion dan satu buah biola sebagai pembawa melodi. Hal itu dipengaruhi karena adanya perubahan dalam penggunaan alat musik, akan tetapi musik yang digunakan dalam penyajian tari inai tetap patampatam. Fungsi tari inai yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang merupakan salah satu upacara adat Melayu. Tari inai adalah tari yang difungsikan pada malam berinai yang mempunyai makna simbolis dan pengintegrasian masyarakat terhadap keluarga yang menggunakan acara malam berinai. Penari inai memakai busana adat Melayu. Kepala ditutup dengan memakai peci dan mengenakan baju baju Gunting Cina atau baju Kecak Musang dan celana panjang longgar kemudian, memakai. Sesamping yaitu kain sarung atau songket yang dibentuk segitiga atau sejajar dan diikatkan ke pinggang tepatnya di atas lutut. Properti yang digunakan pada tarian 4 Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai pelengkap saja atau juga sebagai alat pendukung gerak tari tersebut, properti juga sering dipakai sebagai nama, judul dari sebuah tarian, misalnya properti payung untuk tari payung, properti piring untuk tari piring, keris untuk tari keris, dan lain-lainnya. Properti yang digunakan pada tari inai etnik Melayu di Batang Kuis, penari menggunakan piring dan lilin yang sudah dinyalakan, serta inai yang sudah ditumbuk mengelilingi lilin. Masing-masing penari memegang dua buah piring untuk tangan kanan dan tangan kiri. Penelitian ini juga akan memperhatikan pertunjukan tari inai dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis. Adapun aspek utama yang akan penulis diskusikan di dalam penulisan ini adalah bagaimana gerak, musik iringan, dan fungsi tari inai tersebut dalam penyajiannya pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis? Gerak-gerak yang bagaimanakah yang diekspresikan penari inai ini, apa saja istilah-istilahnya menurut para penari Melayu? Kemudian di dalam penyajian tari inai digunakan ensambel musik inai. Selanjutnya jika fungsinya dianggap penting, bagaimanakah proses penyajian tari inai tersebut agar dapat memenuhi fungsi yang dimaksud? Jika fungsi tari inai mengalami perubahan, apakah ada pengaruhnya terhadap masyarakat Melayu di Batang Kuis tersebut? Berdasarkan pertanyaan ini, saya memilih judul untuk penelitian ini adalah: Tari Inai dalam Konteks Upacara Adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi.
5 Universitas Sumatera Utara
1.2 Pokok Permasalahan Adapun pokok permasalahan yang ditentukan agar pembahasan lebih terarah dalam skripsi nantinya. Penulis menentukan tiga pokok masalah yaitu: 1.
Bagaimana struktur gerak tari inai yang digunakan dalam upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan deskripsi tentang pola lantai, jenis-jenis gerak, istilah gerak, makna gerak, dan hal-hal sejenis.
2.
Bagaimana musik iringan tari inai yang digunakan dalam upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan uraian terhadap ensambel musik inai, dan jalinan antara alat-alat musik. Selanjutnya juga akan dikaji struktur melodi utama yang disajikan oleh biola. Juga rentak gendang yang disajikan oleh pemain gendang ronggeng.
3.
Sejauh apa fungsi seni inai dalam konteks upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Ini akan diurai dengan dua pendekatan utama yaitu guna dan fungsi kesenian inai dalam masyarakat pendukungnya.
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini: 1. Untuk mengetahui dan memahami gerak yang dilakukan penari inai dalam menarikan tarian inai. 2. Untuk mengetahui dan memahami struktur ritme dan melodi musik pengiring yang digunakan mengiringi tarian inai. 3.
Untuk mengetahui fungsi tari inai yang dimaksud dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis. 6 Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Manfaat Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. (1)
Menambah refrensi tulisan tentang kesenian, khususnya tari inai dalam konteks kebudayaan Melayu.
(2)
Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai kesenian tari inai.
(3)
Untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya etnomusikologi dalam konteks ilmu pengetahuan.
(4)
Untuk memberikan data awal bagi pengembangan kesenian etnik sebagai pendukung utama kesenian nasional, dalam konteks pembentukan jatidiri dan karakter bangsa di tengah-tengah globalisasi.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R. Merton mendefenisikan sebagai berikut: “Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati. Seterusnya, konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris” (Merton, 1963:89). Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258). Upacara yang dilakukan masyarakat dilandasi oleh kepercayaan dan kebudayaan rutinitas semata akan tetapi mengandung maksud dan tujuan tertentu. Upacara bukan sebagai suatu kegiatan biasa yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi merupakan aktivitas yang mengandung makna religius yang serba sakral dan terpisah dari hal yang bersifat duniawi 7 Universitas Sumatera Utara
(KBBI 2005:1250). Dalam tulisan ini yang dimaksud adalah upacara perkawinan, setiap upacara perkawinan masing-masing etnik memiliki tujuan tertentu dan selalu menampilkan musik dan tarian yang berfungsi sebagai hiburan maupun kepercayaan religius. Tulisan ini berisi suatu kajian tentang fungsi tari inai masyarakat Melayu pada masyarakat Melayu di Batang Kuis. Pada umumnya tari inai yang dipakai oleh masyarakat Melayu di Batang Kuis yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang termasuk kedalam konteks upacara perkawinan adat Melayu. Curt Sachs (1963:5) dalam bukunya yang berjudul History of The Dance mengemukakan bahwa perkembangan tari sebagai seni yang tinggi telah ada pada zaman prasejarah. Pada awal kebudayaan tari telah mencapai tingkat kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya . Dalam tulisan ini yang dimaksud tari inai adalah tari etnik Melayu yang digunakan dalam konteks upacara perkawinan. Jumlah penari pada tari inai harus genap atau berpasangan misalnya 2 penari, 4 penari, maupun 6 penari yang menggunakan properti rumah inai. Dalam kenyataanya sekarang mengalami perubahan properti karena sudah sulit mendapatkan rumah inai, jadi diganti dengan piring ataupun properti lainnya. Dalam penyajiannya, tari inai diawali dari posisi depan, sebelum memulai tarian dilakukan penghormatan kepada pengantin dan para tamu, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan silat yang bersifat refleks dan saling berlawanan (saling mengisi gerakan dan ruangan yang kosong antara penari yang satu dengan penari yang lainnya). Tari inai juga menggunakan istilah-istilah gerak tertentu yang dari tahun ke tahun mengalami perubahan dan terdapat gerakan-gerakan variatif sesuai ide si penari.
8 Universitas Sumatera Utara
Fungsi merupakan tujuan dari suatu pertunjukan suatu kesenian. Setiap suatu upacara adat yang dibuat pasti memiliki suatu tujuan dari pihak keluarga ataupun segi pandangan dari masyarakat itu sendiri. Jadi, upacara adat malam berinai yang menggunakan musik dan tari inai yang memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda-beda dari masyarakat, selain untuk meneruskan kebiasaan etnik Melayu yang telah ada pada zaman dahulu, tarian inai ini juga memiliki fungsi religi dan pengintegrasian masyarakat. Fungsi sebagai religi menurut keluarga ataupun masyarakat, jika tari inai yang ditampilkan diharapkan supaya kedua belah pihak calon pengantin tidak mendapatkan kendala ketika menjelang akad nikah keesokan harinya. Sedangkan fungsi pengintegrasian masyarakat menurut penulis pada penelitian di lapangan, ketika malam upacara berinai akan dilaksanakan, sebelumnya pihak keluarga juga mengundang persatuan masyarakat Melayu yang ada di daerah Batang kuis agar menghadiri upacara malam berinai dan menjalin silaturahmi sesama masyarakat Melayu pada acara malam berinai tersebut. Kata masyarakat di dalam tulisan ini memiliki makna tertentu yang dikemukakan
oleh
Koentjaraningrat
(1990:146-147)
menyatakan
bahwa
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat yang terdapat di Batang Kuis ialah masyarakat nya bermacam-macam suku dan mengidentitaskan diri masing-masing sebagai suku Melayu dan berbahasa Melayu, sehingga adat- istiadat nya pun memakai upacara etnik Melayu.
9 Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Teori Dalam rangka mendeskripsikan gerak tari inai, musik iringan tari inai, dan fungsi kesenian inai, penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan judul di atas dan dianggap relevan. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1990:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini. Dalam meneliti gerak tari tersebut, penulis akan mendeskripsikan bagaimana gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari inai tersebut. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari bersama. Ditambah dengan penyesuaian ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, semuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dalam hal ini,yang dimaksud koreografi adalah gerakan-gerakan yang dilakukan para penari pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian etnik lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelaku dan penonton nya. Gerakangerakannya terpola didalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang dilakukan secara simbolis serta serta memiliki makna-makna tersendiri. Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik merupakan audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena audio (bunyi) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di dalam 10 Universitas Sumatera Utara
ruang dan waktu (Sachs, 1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74) serta dapat dirasakan
melalui
getaran
yang
dihasilkannya.
Aspek
dasar
yang
menghubungkan keduanya adalah waktu, yaitu gerak ritmis (musik dan tari) dan tempo. Untuk mendeskripsikan musik iringan tari inai ini, khususnya struktur melodi biola yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama, penulis menggunakan
teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang
ditawarkan oleh Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) distribusi nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadnsa, dan (8) kontur. Dalam hal ini, penulis juga akan membuat transkrip musik pengiring tari inai dengan menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua pendekatan, yaitu: 1. kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar, 2. kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas dan kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut. Dalam meneliti fungsi tari inai ini, penulis akan membahas tentang fungsi tari yang dikemukakan oleh V. Shay dalam terjemahan R.M. Soedarsono (1986), ada enam fungsi tari yaitu: sebagai refleksi organisasi sosial, sebagai sarana ekspresi untuk ritual,sekuler, dan keagamaan, sebagai aktivitas reaksi dan hiburan, sebagai refleksi ungkapan estetis, sebagai ungkapan serta pengendoran psikologis, dan sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.
11 Universitas Sumatera Utara
1.5
Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti tari Inai pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang dalam bahasa dan peristilahannya.” Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri.
Dalam bagian ini disusun
rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian. Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu, kamera digital merk Casio, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung (menyaksikan) upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan wawancara biasanya berlangsung lama.
12 Universitas Sumatera Utara
Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori.
Dan sebagai hasil akhir dari
menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan skripsi.
1.5.1 Studi Kepustakaan Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan literatur-literatur
yang
berhubungan
dan
dapat
membantu
pemecahan
permasalahan. Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan penelitian tari Inai dalam upacara perkawinan masyarakat adat Melayu masih sulit didapat. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsepkonsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Melayu yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.
1.5.2 Penelitian Lapangan Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metodemetode penelitian masyarakat.
Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa
pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan:
13 Universitas Sumatera Utara
(1) Observasi (pengamatan), dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115), bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan, maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya. Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya tari Inai pada upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak panitia upacara.
(2) Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirianpendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan.
Untuk ini penulis mengacu pada pendapat
Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu.
14 Universitas Sumatera Utara
Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan. (3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara, yaitu (a) perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan kamera digital Casio.
Perekaman ini sebagai bahan analisis
tekstual dan musikal. (b) Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan kamera digital merk Casio. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak pelaksana dan pihak yang bersangkutan.
1.5.3 Kerja Laboratorium Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa.
Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan
penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan. Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang interdisipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi), sehingga permasalahannya yang merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka penulis 15 Universitas Sumatera Utara
melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini dilakukan berulang-ulang. 1.6
Lokasi Penelitian Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih daerah Batang Kuis yang masih
menggunakan tari inai pada upacara adat malam berinai, informan dan anggota penari sanggar Pusaka Serumpun Pantai Labu menjadi penari Inai pada acara tersebut. Upacara inai ini tepatnya dilakukan di rumah O.K. Syarifuddin Rosha, yang mengadakan upacara perkawinan (termasuk di dalmnya upacara berinai dan pertunjukan tarian inai). Ia menyelenggarakan
pesta
perkawinan
anak
prempuannya yang bernama dr. Chici Elfida Rosha.
16 Universitas Sumatera Utara