perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menilik pada sejarah politik Indonesia, tidak ada hal yang tidak menarik ketika mendefinisikan sebuah pers mahasiswa dalam setiap perkembangannya. Pers mahasiswa, dapat dikatakan muncul sebagai salah satu penggerak kaum muda yang sangat dominan dalam sejarah bangsa Indonesia. Selain itu, sesuai dengan fungsinya, pers mahasiswa mampu diberdayakan sebagai promotor idealisme bangsa. Berbicara mengenai definisi pers mahasiswa, nyatanya belum ada batasan yang jelas mengenai apa yang disebut sebagai pers mahasiswa. Ketika diidentikkan dengan pers kampus, pers mahasiswa adalah terbitan berkala yang dibuat oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa di sebuah kampus atau perguruan tinggi. Namun, secara sekilas, orientasi pers mahasiswa ini dalam bentuk dan isinya tidak banyak berbeda dengan pers umum yang berada di luar kampus. Mengingat, banyak pula pers mahasiswa yang juga beredar serta mengeluarkan terbitan untuk khalayak secara umum. Pengertian lain dinyatakan oleh Prof. DR. D. A. Tisna Amidjaja dalam pidatonya, bahwa penerbitan kampus berbeda dengan pers mahasiswa. Penerbitan kampus merupakan suatu macam bentuk penerbitan khusus yang ada di kampus dan untuk kepentingan kampus. Sedangkan pers mahasiswa adalah bentuk penerbitan berkala yang dikelola mahasiswa di luar kampus dan
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk kepentingan umum. Terlebih, ada pula istilah penerbitan kampus mahasiswa yang diartikan sebagai segala bentuk penerbitan khusus yang ada di kampus, dikelola oleh mahasiswa, tetapi untuk kepentingan kampus. 1 Secara lebih jelas, pengertian penerbitan kampus, didukung dengan keluarnya peraturan Menteri Penerangan nomor 01/PER/MENPEN/1975, tanggal 15 November 1975, yang menjelaskan tentang lima kriteria penerbitan kampus, yaitu: 1) wadah
perguruan tinggi yang bersangkutan; 2) isi
disiplin ilmu atau beberapa disiplin ilmu; 3) lingkungan pembaca akademika; 4) pengusahaan
satu civitas
bersifat non-komersial; dan 5) bentuk berita
bersifat intern. 2 Kembali pada konteks pers mahasiswa, hal ini tidak dapat dipisahkan dengan peran serta dari mahasiswa yang ada di dalamnya. Ditinjau dari sifat dan karakteristiknya, pers mahasiswa yang dikelola oleh mahasiswa harus mencerminkan penalaran ala mahasiswa. Konteksnya, pers mahasiswa, bukan merupakan alat politik, dan bukan pula sebagai ajang agitasi.3 William L Rivers dalam bukunya The Mass Media, Reporting, Writing and Editing, menyatakan bahwa setiap penerbitan mahasiswa, entah surat kabar, majalah, atau buku tahunan haruslah mengikuti pendekatan jurnalistik yang serius. Penerbitan ini harus memuat kejadian yang memiliki nilai berita bagi lembaga serta kehidupan, dimana merupakan wadah bagi penyaluran
1
Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Penerbitan Kampus yang diterbitkan oleh Departemen Penerangan Republik Indonesia), hal. 50. Ibid. 3 Djafar H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini. Pengantar Ke Praktik Kewartawanan (Jakarta, 1983), hal. 104.
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
ekspresi bagi mahasiswa. Selain itu, sebuah penerbitan tidak boleh menjadi suatu alat klik yang hanya memuaskan satu kelompok saja dan harus memenuhi fungsinya sebagai media komunikasi.4 Pers mahasiswa dinyatakan harus memiliki derajat yang lebih tinggi dari pers umum sehingga pers mahasiswa tersebut dapat benar-benar berguna bagi lingkungan, dimana pers mahasiswa itu berada. Terkait dengan konten dalam pers mahasiswa, Rivers menambahkan, is writing and editing for a a small, homogeneous community a fact that should enable him to speak more meaningfully to the majority of his 5
Bermula dari tahun 1930-an, terdapat beberapa pers mahasiswa yang berfungsi sebagai corong kebangkitan nasional Indonesia. Sebut saja, Berkala Yong Jawa, Indonesia Merdeka (1942), Oesaha Pemuda (1930), dan Soeara Merdeka (1939). Selanjutnya, pada tahun 1970-an, muncul pula beberapa pers mahasiswa sebagai terompet idealisme, seperti Gelora Mahasiswa (UGM), Salemba (UI), dan Kampus (ITB).6 Perjuangan pers mahasiswa di Indonesia tercermin melalui Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) sebagai induk organisasinya. Dalam masanya, IPMI turut menyumbangkan evaluasi dan kritikan mengenai pemerintahan Soekarno yang menghendaki aktivitas mahasiswa untuk diarahkan kepada dukungan partai. Namun, IPMI secara tegas menolak dan menyatakan diri sebagai organisasi independen dalam menghadapi tekanan politik saat itu. 4
Ibid. Ibid. hal. 104-105 6 Redi Panuju, Sistem Komunikasi Indonesia (Yogyakarta,1997), hal. 111. 5
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada akhirnya, pada tahun 1966, aksi demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa muncul dan menandai berakhirnya rezim Orde Lama dengan ditolaknya pertanggungjawaban Presiden oleh DPR-GR. 7 Partisipasi
pers
mahasiswa
muncul
kembali
dalam
penataan
perekonomian nasional yang belum stabil pasca berakhirnya rezim Orde Lama. Pada saat itu, pers mahasiswa turut aktif dalam mencari, merumuskan, dan menegakkan ideologi pembangunan melalui terbitannya. Namun, hal ini tidak berlangsung lama. Puncak pergulatan dunia pers mahasiswa terjadi pada tahun 1974, dimana berbagai aksi demonstrasi mahasiswa muncul di Jakarta dan kota besar lainnya selama kunjungan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka (14-17 Januari 1974).8 Akibatnya, pemerintah memutuskan untuk membredel semua terbitan pers guna menghentikan pergolakan. Keputusan pemerintah ini dikenal sebagai peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) 9 dan menjadi dunia hitam sejarah dunia pers di Indonesia. Ketegasan pers mahasiswa terus muncul menjelang Sidang Umum MPR tahun 1978. Beberapa pers mahasiswa secara lugas menolak pencalonan Soeharto sebagai Presiden RI selanjutnya. Menanggapi hal ini, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Mendikbud Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus
(NKK) yang berisi tentang pokok
pelaksanaan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. SK ini secara teknik dijelaskan dalam Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) No.
7
8 9
Nur Heni Widyastuti Ibid. Ibid.
ah Mudah (Memperingati 20 Tahun www.lpm-visi.blogspot.com 10/10/2012/14.00.
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
002/DK/Ins/1978. Dalam NKK tersebut, dijelaskan pula tentang pembentukan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang bertugas untuk mengawasi kegiatan mahasiswa. 10 Pasca peristiwa Malari dan kemunculan NKK/BKK, tahun 1980-an pers mahasiswa mulai merintis kehidupannya kembali. Ditandai dari terbitnya berbagai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), seperti: Akademika (Universitas Udayana) tahun 1983, Balairung (UGM) tahun 1985, Solidaritas (UNJ) tahun 1986, Sketsa (UNSOED) tahun 1988, dan beberapa pers mahasiswa yang juga lahir di UNS.11 Dipopramono (1989) mencatat munculnya fenomena pers mahasiswa pada masa NKK/BKK tidak sekedar merujuk pada kegiatan tulis menulis, melainkan juga sebagai sebuah gerakan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya diskusi intensif yang dilakukan oleh pers mahasiswa, yang kemudian berkembang menjadi diskusi dalam materi politik. 12 Selanjutnya, tahun 1998, sejarah terulang dimana berbagai aksi demo besar-besaran kembali dilakukan oleh mahasiswa dalam upaya penggulingan rezim Orde Baru. Saat itu, pers mahasiswa bekerja sama dengan organisasi mahasiswa lainnya guna melawan kekuasaan pemerintah yang dianggap otoriter. Sebagai induk organisasi pers mahasiswa, IPMI bersitegas untuk bersikap independen dan tidak memihak terhadap partai politik manapun. Meskipun sebelumnya, IPMI sempat disinyalir sebagai anak Partai Sosialis
10
Ibid. Ibid. 12 Didik Supriyanto, Perlawanan Pers Mahasiswa Protes Sepanjang NKK/BKK (Jakarta, 1998), hal. 24-25. 11
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Islam (PSI) dan Masyumi karena tidak mencantumkan Manipol Usdek dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasinya. Menanggapi hal ini, pemerintah justru merespon dengan mendirikan Badan Kerjasama Pers Mahasiswa Indonesia (BKSPMI) sebagai lembaga tandingan yang diupayakan mampu mengerdilkan peran IPMI. Terlebih, sejak kebijakan back to campus dikeluarkan, IPMI terus mengalami kemunduran. 13 Hingga akhirnya, sesuai dengan Bandung Informal Meeting pada tanggal 7-10 Juli 1991, muncul nama Perhimpunan Penerbitan Mahasiswa Indonesia (PPMI) sebagai organisasi pers mahasiswa yang baru. Selanjutnya, diselenggarakanlah Lokakarya Penerbitan Mahasiswa se-Indonesia (14-18 Oktober 1992) di Universitas Brawijaya, guna merealisasikan tergabungnya seluruh LPM di Perguruan Tinggi dalam PPMI. Tepat pada tanggal 15 Oktober 1992, PPMI muncul sebagai organisasi yang mewadahi kegiatan Pers Mahasiswa. 14 Sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999, dinyatakan bahwa media pers
umum
diberi keleluasan untuk terbuka, interaktif, dan
kritis dalam setiap pemberitaan. Secara tidak langsung, hal ini berimbas pada posisi pers mahasiswa di tengah kekuatan banyaknya pers umum yang saling bersaing satu sama lain. Terkait hal ini, eksistensi dan orientasi pers mahasiswa dipertaruhkan. Mayoritas masyarakat menganggap, eksistensi dan orientasi pers mahasiswa sudah mulai bergeser. Pers mahasiswa cenderung
13
http://gosrok.blogspot.com/2011/09/sejarah-pers-mahasiswa-akhir-ipmi-awal_25.html. 10/10/2012/ 14.00. 14 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
bergerak menjadi sebuah lembaga yang hanya menyalurkan minat mahasiswa, baik di bidang jurnalistik, maupun di bidang lain yang mungkin berkaitan dengan dunia jurnalistik. Sebut saja, lomba karya ilmiah, diskusi, seminar, pendidikan jurnalistik, bahkan penerbitan antologi puisi.15 Meskipun begitu, pers mahasiswa nyatanya perlu berkembang sesuai dengan perubahan zaman, dan salah satunya adalah dengan menyelenggarakan beberapa kegiatan baru dalam dunia jurnalistik guna menarik minat dari mahasiswa untuk berpartisipasi ataupun masuk dalam pers mahasiswa itu sendiri. Dengan konsep terbitan yang berkala, seharusnya pers mahasiswa mampu menelurkan produk-produk yang kontinyu, tetapi tetap memuat unsur kekritisan. Namun, faktanya saat ini tidak semua pers mahasiswa mampu mengeluarkan produk terbitannya secara teratur dan mengakibatkan kurang dikenalnya pers mahasiswa di kalangan mahasiswa. Selain itu, dari segi kualitas pun, terbitan pers mahasiswa masih sangat kurang ketika dibandingkan dengan pers umum. Bahkan, atensi membaca dan menulis mahasiswa yang masih kurang, turut menjadi salah satu faktor yang menyebabkan apresiasi terhadap produk terbitan pers mahasiswa menjadi sangat minim. Pers mahasiswa, sebagai wadah menampung minat dan bakat mahasiswa di bidang menulis, sebenarnya memiliki nilai positif. Dalam orientasinya yang dapat dikatakan hampir serupa dengan pers umum, dasar keprofesionalan penggiat pers mahasiswa cenderung mengikuti kapasitas profesional jurnalis
15
Panuju, Op. Cit. hal. 112.
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pers secara umum. Dalam hal ini, konsep profesional jurnalis dipahami sebagai kompetensi dalam bidang jurnalistik
kesadaran etik, penguasaan
pengetahuan, dan keterampilan.16 Kapasitas ini nyatanya berkaitan erat dengan pelaksanaan etika jurnalistik pada tubuh pers mahasiswa. Namun, bukan berarti etika jurnalistik bagi para penggiat pers mahasiswa (wartawan mahasiswa) harus identik atau sama dengan jurnalis pada pers umum. Konteksnya, keberadaan etika jurnalistik ini harus dirumuskan oleh lembaga profesi wartawan mahasiswa sendiri. 17 Secara konseptual, etika jurnalistik bagi wartawan mahasiswa memang merujuk pada etika jurnalistik bagi jurnalis pers umum, mengingat kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan mahasiswa sama dengan kegiatan jurnalistik pada pers umum. Dalam hal ini, etika yang dimaksud adalah Kode Etik Jurnalistik dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Di sisi lain, tentu harus ada sinkronisasi kode etik di dalamnya. Paling tidak ada sebuah unsur tertentu yang dapat membedakan antara wartawan mahasiswa dengan jurnalis pada pers umum. Sebut saja, sifat berpikir ilmiah yang menjadi ciri khas mahasiswa.18 Kembali pada profesionalisme, saat ini pers mahasiswa masih bekerja dalam konsep amatir. Fenomenanya, penggiat pers mahasiswa cenderung mempertahankan status
kemahasiswaan sehingga
hal ini
tidak lagi
representatif. Di sisi lain, status kemahasiswaan ini mutlak, mengingat
16
Jurnal Komunikasi Massa (Vol. 3 No. 1 Januari, Surakarta: FISIP UNS, 2010), hal. 19. 17 Drs. Ana Nadhya Abrar, MA., Panduan Buat Pers Indonesia (Yogyakarta, 1995), hal. 28. 18 Ibid.
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mahasiswa memang dituntut untuk belajar dan menyelesaikan kewajibannya dalam perkuliahan secara tepat waktu. Terkait hal ini, Nono Anwar Makarin memandang
pers
mahasiswa
masih
terperangkap
dalam
konsep
profesionalisme pers yang sebenarnya hanya sesuai untuk pers umum.19 Satrio Arismunandar menyatakan beberapa sifat amatir yang dimiliki oleh pers mahasiswa, antara lain adalah: a. Pers mahasiswa merupakan aktivitas sampingan, di luar kewajiban mahasiswa sendiri untuk belajar dan menyelesaikan perkuliahan. b. Keterbatasan lama waktu studi yang pada akhirnya tidak memungkinkan mahasiswa
untuk
menjadi
seorang
jurnalis
profesional,
yang
memerlukan waktu bertahun-tahun. Konteksnya, mahasiswa hanya menjadi penggiat ketika masih tercatat sebagai mahasiswa sehingga pasca lulus, secara langsung status sebagai penggiat pers mahasiswa akan hilang dan berganti pada penggiat-penggiat berikutnya yang masih menjadi mahasiswa sebagai hasil pengkaderan. c. Kurangnya
kaderisasi
dan
profesionalisme
pada
penggiat
pers
mahasiswa karena proses regenerasi yang singkat sehingga diperlukan kaderisasi yang maksimal guna mencetak penggiat yang berkompeten. d. Pendanaan dan independensi pers mahasiswa yang masih dipengaruhi oleh universitas sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi
19
Persma dalam Diskursus Sejarah isampaikan dalam Diklat Jurnalistik Mahasiswa oleh LPM VISI FISIP UNS di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1997, dikutip Posisi dan Peran Mahasiswa Pasca Reformasi 1998 (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Posisi dan Orientasi Peran Pers Mahasiswa Di Universitas Sebelas Maret (Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2008), hal. 10.
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
redaksional penulisan terbitan serta kebijakan yang berlaku pada pers mahasiswa terkait. 20 Dalam ranah penerbitan kampus, pers mahasiswa diharapkan memiliki corak atau image yang berbeda dengan pers umum. Corak ini dapat dilihat dari aspek martabat masyarakat kampus, seperti kecendekiaan, keobjektifan, dan kecermatan.21 Ketika dibandingkan dengan era 98, aktivitas pers mahasiswa memang terkesan menurun. Namun, ini tidak bisa dikatakan
mencari angle yang tepat setelah mengalami perubahan dalam kondisi sosial politik dan dunia kemahasiswaan. 22 Sesuai dengan kerangka filosofisnya, pers mahasiswa hadir dengan pemahaman bahwa mahasiswa adalah bagian dari kaum intelektual dan menjadi motor perubahan sosial masyarakat. Untuk itu, pers mahasiswa berposisi strategis dalam proses demokrasi. Selain itu, sesuai karakternya, pers mahasiswa mengarah pada upaya untuk mencari dan mengamalkan kebenaran.23 Melihat pada pers mahasiswa di UNS sendiri, adanya kebijakan NKK/BKK cukup memberikan warna kelabu dalam kehidupan pers kampus di dalamnya. Tercatat akhir tahun 1989, aktivitas pers mahasiswa di UNS terbukti dari lahirnya Ikatan Mahasiswa Surakarta (IMS), yang kemudian pada tahun 1994 berubah menjadi Solidaritas Mahasiswa Untuk Demokrasi (SMID). Dalam prosesnya, IMS yang dikenal sebagai gerakan yang cukup 20
Satrio Arismunandar, Bergerak Peran Persma dalam Penumbangan Rezim Soeharto (Yogyakarta, 2005), hal. 88, dikutip oleh Ibid. hal. 10-11. 21 Amidjaja. Op. Cit. hal. 53. 22 Abdul Rohman, Op. Cit. hal. 176. 23 Ibid. hal. 177.
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
kritis dan radikal dalam aksinya ini mampu memberikan inflitrasi ke LPMLPM yang ada di UNS guna mendukung gerakannya, seperti LPM Kalpadruma (FSSR) dan LPM Kentingan. Akibatnya, beberapa terbitan pers mahasiswa tersebut sempat mengalami pencekalan dan pembredelan oleh pihak rektorat. 24 Saat ini, di Universitas Sebelas Maret (UNS), terdapat 10 Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Di tingkat universitas, berdiri LPM Kentingan (1993), kemudian di tingkat fakultas, berdiri pula Badan Pers Mahasiswa (BAPEMA) dari Fakultas Ekonomi (1984), LPM Novum dari Fakultas Hukum (1985), LPM Kalpadruma dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa (1985), LPM Motivasi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1986), LPM VISI dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1988), LPM Erythro dari Fakultas Kedokteran (1991), LPM Scienta dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (1997), LPM Folia dari Fakultas Pertanian (1999), LPM Eureka dari Fakultas Teknik (2001). 25 Mengenai produk penerbitannya, setiap pers mahasiswa yang berada di lingkup UNS pun dikatakan mengalami pasang surut. Hanya beberapa LPM yang mampu mempertahankan eksistensi dalam menerbitkan produknya. Sebut saja, LPM Kentingan dengan produk Majalah Kentingan dan Buletin Civitas; LPM Motivasi dengan Majalah Motivasi serta Buletin AK-47; LPM Kalpadruma dengan Buletin Gema Kade; serta LPM VISI dengan Majalah
24
http://citacerita.wordpress.com/2009/01/25/pers-mahasisewa-di-uns-dari-awal-mulanya-hinggareformasi-1998/. 10/10/2012. 14.00 25 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
VISI dan Buletin Acta Diurna. Namun di sisi lain, tak menutup kemungkinan ketika produk-produk ini keluar, justru harus terbit secara tersendat dan tidak teratur sesuai jadwal. Padahal, terkait eksistensinya, dapat dinyatakan frekeunsi kemunculan produk terbitan merupakan salah satu indikator penggiat
selain
yang dapat digunakan untuk mengukur keberadaan sebuah pers
mahasiswa. Selain produk terbitan, setidaknya terdapat tiga orientasi yang mampu mengarahkan pers mahasiswa untuk menjalankan perannya. Pertama, meningkatkan kapasitas intelektualitas mahasiswa, baik dari sisi keilmuan maupun wacana sosial. Kedua, meningkatkan kesadaran kritis mahasiswa untuk peduli dan berani mengambil sikap terhadap apa yang terjadi di lingkungan. Ketiga, melaksanakan fungsi kontrol yang lebih fokus pada dinamika kampus.26 Melalui tiga orientasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa serta kehidupan kampus sangatlah berperan dalam perkembangan pers mahasiswa. Mahasiswa, dalam konteksnya mampu menjadi titik tolak keberadaan pers mahasiswa, mengingat mahasiswa merupakan khalayak atau audiens utama dari pers mahasiswa, serta secara nyata penggiat pers mahasiswa adalah berasal dari mahasiswa itu sendiri. Kehadiran pers mahasiswa di UNS saat ini, mungkin sudah tidak terlalu dirasakan bagi mahasiswa. Mengapa demikian? Ibarat hiasan kampus, pers mahasiswa di UNS mulai ditinggalkan dan kurang menarik perhatian khalayak, khususnya mahasiswa. Namun, pernyataan ini tentunya belum dapat
26
Rohman. Op. Cit. hal. 177-178.
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
merepresentasikan pandangan sebenarnya mengenai apa yang terjadi pada pers mahasiswa di UNS. Untuk itu, diperlukan sebuah penelitian yang diharapkan mampu berpengaruh terhadap eksistensi serta perkembangan pers mahasiswa di UNS ke depannya. Salah satunya adalah melalui persepsi mahasiswa UNS tentang keberadaan dan eksistensi pers mahasiswa di UNS. Menilik pada uraian di atas, selanjutnya dalam penelitian ini, peneliti memilih judul Persepsi Mahasiswa Terhadap Pers Mahasiswa (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Mahasiswa Terhadap Eksistensi Pers Mahasiswa Di Universitas Sebelas Maret Surakarta).
B. Rumusan Masalah Sesuai dengan kondisi yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap eksistensi pers mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap eksistensi pers mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya kajian Ilmu Komunikasi, terutama dalam konteks studi persepsi. 2. Diharapkan mampu menambah informasi dan pengetahuan di bidang jurnalistik, terutama dalam kajian studi serta referensi mengenai pers mahasiswa. 3. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi setiap aktivis ataupun penggiat pers mahasiswa dalam mengembangkan organisasi, meningkatkan kinerja, serta menjaga eksistensi pers mahasiswa.
E. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicates atau communication atau communicare yang berarti berbagai maupun menjadi milik bersama. Secara singkat, komunikasi dapat dimaknakan sebagai suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Berelson dan Steiner mengidentifikasikan komunikasi sebagai proses penyampaian informasi, gagasan, keahlian, dan sebagainya.27 Menambahi pengertian ini, Harold Laswell (1960) menyatakan komunikasi sebagai proses mengenai siapa (who), apa yang dikatakan (what), saluran apa yang digunakan (in which channel), kepada siapa ditujukan (to whom), dan bagaimana hasil atau akibatnya (what effect). Melalui definisi Lasswell ini,
27
Riswandi, Ilmu Komunikasi (Jakarta, 2008), hal. 3.
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara tidak langsung, komunikasi dinyatakan memiliki unsur-unsur tertentu, seperti komunikator, pesan, saluran, komunikan, serta tanggapan atau efek.28 Pemahaman berbeda mengenai komunikasi disampaikan oleh Gode (1959) sebagai proses yang membuat sesuatu yang dimiliki seseorang kemudian menjadi milik orang lain.29 Dalam proses ini, Gode menyatakan bahwa dalam komunikasi terjadi proses penularan kepemilikan antara pihak satu kepada pihak lain. Selanjutnya, Barnlund (1964) melihat komunikasi dari segi tujuan dengan mendefinisikannya sebagai sesuatu yang didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, serta cara mempertahankan ego yang dimiliki oleh seseorang.30 Sesuai dengan pendapat beberapa ahli di atas, dapat diperoleh batasan tertentu mengenai apa yang disebut sebagai komunikasi,31 yakni: a. Komunikasi adalah suatu proses Komunikasi adalah
rangkaian peristiwa yang terjadi secara
berurutan, bertahap, dan memiliki sekuensi. Sebagai sebuah proses, komunikasi tidak bersifat statis dan selalu mengalami perubahan secara dinamis. b. Komunikasi merupakan upaya yang disengaja dan memiliki tujuan
28
Ibid. Ibid. hlm 4. 30 Ibid. 31 Ibid. hlm 4-7. 29
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikasi adalah kegiatan yang secara sadar, sepenuhnya berada dalam jangkauan kontrol seseorang, serta mengandung tujuan selayaknya apa yang diinginkan oleh orang tersebut. c. Komunikasi mengharuskan adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat di dalamnya Dalam sebuah komunikasi, dituntut adanya keterlibatan antara beberapa orang yang ada di dalamnya sehingga tercapai perhatian serta konsentrasi yang sama terhadap topik yang dibahas. d. Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi dinyatakan sebagai aktivitas berlambang, baik lambang verbal maupun non verbal, yang mana lambang-lambang ini bertujuan
untuk
mempermudah
penyampaian
pesan
dalam
komunikasi yang dilakukan. e. Komunikasi bersifat transaksional Transaksi
dalam
komunikasi
dinyatakan
sebagai
kegiatan
menyampaikan dan menerima pesan informasi. Untuk itu, adanya keberhasilan
dalam
transaksional
sebuah
komunikasi
sangat
diperhitungkan ketika kedua pihak yang berkomunikasi dapat menyepakati hal-hal yang dikomunikasikan secara seimbang. f. Komunikasi menembus ruang dan waktu Konsep ruang dan waktu tidak menjadi masalah dalam proses komunikasi. Hal ini diartikan bahwa komunikasi dapat berkembang
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara dinamis dan para pelaku komunikasi tidak harus hadir dalam situasi atau kondisi yang sama, maupun tempat yang sama pula. Selanjutnya, komunikasi memiliki beberapa fungsi, yakni fungsi sosial
membangun konsep diri, eksistensi dan aktualisasi diri, dan
kelangsungan hidup; ekspresif
komunikasi sebagai instrumen untuk
menyalurkan perasaan; ritual
kegiatan yang biasa dilakukan secara
kolektif;
instrumental
menginformasikan,
mengajar,
mendorong,
mengubah sikap dan keyakinan, menggerakkan tindakan, menghibur. 32
2. Komunikasi Massa Kata komunikasi dapat dimaknakan sebagai proses penyampaian ide, pesan, maupun informasi dari satu pihak kepada pihak lain melalui media atau sarana tertentu guna memperoleh efek tertentu. Sedangkan istilah massa, dinyatakan sebagai sekumpulan orang
kelompok, kerumunan,
ataupun publik. Terkait dengan definisi awal ini, William R. Rivers mengatakan
bahwa
komunikasi
massa
diiidentifikasikan
sebagai
komunikasi oleh media dan komunikasi untuk massa.33 Komunikasi massa, dinyatakan oleh Bittner (1980) sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dalam batasannya, komunikasi ini mencakup komponen komunikasi massa, yakni pesan, media massa (koran, TV, radio, dan film), dan
32
Ibid. hal. 13-23. William R. Rivers, Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson, Mass Media and Modern Society 2nd Edition, atau Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua, terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna (Jakarta: Prenada Media, 2012), hal. 18. 33
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
khalayak. 34 Selanjutnya, Defleur dan Dennis McQuail (1985) merumuskan komunikasi
massa
sebagai
suatu
proses,
dimana
komunikator-
komunikatornya menggunakan media untuk menyebarkan pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda dengan berbagai cara. 35 Istilah mass communications sebenarnya lebih ditekankan pada saluran yang digunakan, yakni mass media
kependekan dari media of
mass communications.36 Sedangkan untuk pengertian massa, Berlo menyatakan bahwa massa dimaknakan lebih dar Massa bukan hanya sekedar orang banyak yang berkumpul di suatu tempat ataupun lokasi yang sama, melainkan meliputi semua orang yang menjadi sasaran dari alat-alat komunikasi massa atau orang-orang yang pada ujung lain dari saluran.37 Komunikasi massa merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh suatu organisasi media dalam membuat pesan untuk publik. Dalam hal ini, organisasi media menyalurkan pesan dan informasi secara serentak kepada khalayak luas yang heterogen, dalam waktu yang singkat dan hampir bersamaan. Selain itu, dalam kewenangannya pun, organisasi media memiliki
otoritas
penuh
dalam
menyeleksi,
memproduksi,
menyampaikan pesan mana yang akan diberikan kepada publik.
34
Riswandi, Op. Cit. hal 103. Ibid. 36 Wiryanto, Teori Komunikasi Massa (Jakarta, 2000), hal. 2. 37 Ibid. 35
serta
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikasi massa dinyatakan memiliki beberapa karakteristik oleh Willliam R. Rivers. Beberapa karakteristik ini, antara lain adalah: bersifat satu arah; melalui proses seleksi, dimana media memilih khayalak sasarannya; mampu menjangkau khalayak luas
heterogen, anonim, dan
tidak saling mengenal; memiliki segmentasi dan tujuan tertentu; dilakukan oleh lembaga pers atau media, dimana lembaga ini memiliki pengaruh timbal balik serta melakukan interaksi tertentu dengan masyarakat. 38 Ciri khas lain yang menonjol dari komunikasi massa dapat dilihat dari sifat komunikasinya. Komunikasi massa merupakan kegiatan yang bersifat teratur dan berkesinambungan, serta memungkinkan adanya pengaruh yang sesuai dengan kemauan komunikatornya. Hubungan yang terjalin antara komunikator dengan khalayak tidak bersifat pribadi. Selain itu, umpan atau efek yang dihasilkan pun bersifat tidak langsung sehingga respon khalayak tidak secara langsung dapat diketahui oleh media. Terkait dengan fungsinya, beberapa ahli mengemukakan beberapa fungsi dari komunikasi massa, antara lain adalah: a. Wilbur Schramm Komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder.
Sebagai
decoder,
komunikasi
massa
men-decode
lingkungan sekitar untuk masyarakat, mengawasi kemungkinan munculnya bahaya, serta memungkinkan adanya efek hiburan bagi masyarakat.
38
Rivers, Op. Cit. hal. 19-20.
Selanjutnya,
komunikasi
massa
juga
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menginterpretasikan hal-hal yang di-decode sebelumnya sehingga dapat mengambil kebijakan terhadap efek yang terjadi. Terakhir, komunikasi massa meng-encode pesan guna memelihara hubungan antar masyarakat serta melakukan transmisi budaya kepada anggota masyarakat tersebut. b. Harold D. Lasswell Fungsi
dari
komunikasi
massa
adalah
surveillance
of
the
environment (disebut sebagai decoder yang menjalankan fungsi sebagai The Watcher), correlation of the parts of society in responding to the environment (menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat sehingga media mampu menjadi interpreter yang menjalankan fungsi forum bagi masyarakat), transmission of the social heritage from one generation to the next (sebagai encoder untuk fungsi pewarisan budaya). c. Charles Robert Wright Fungsi dari komunikasi massa adalah sebagai surveillance, correlation, transmission, dan entertainment.39
3. Jurnalisme Kehidupan demokrasi dewasa ini ternyata telah membawa pengaruh besar bagi perubahan dalam setiap segi kehidupan. Tak terkecuali dalam kehidupan pers dan jurnalistik yang ada di suatu negara. Adanya peran
39
Wiryanto, Op. Cit. hal. 10-12.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penting jurnalisme dalam masyarakat menjadikannya sebagai salah satu bagian yang sangat menentukan sebuah konsep demokrasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Paus Johanes Paulus II dalam Associated Press pada Laporan Deklarasi Tentang Hari Tahun Suci Vatikan Untuk Wartawan, bahwa jurnalisme harus dihayati dalam batas tertentu yang suci, bertindak-tanduk dengan sebuah pemahaman, yakni melalui cara berkomunikasi kuat yang telah dipercayakan kepada semua jurnalis demi kebaikan semua orang.40 Adanya campur tangan publik dalam dunia pers dinyatakan oleh Dave Burgin sebagai kompleksitas yang memiliki fokus minat berbeda terhadap informasi. Dalam teori keterkaitan publik ini, fungsi utama pers adalah melayani kepentingan komunitas dengan mengutamakan adanya kompleksitas ketertarikan publik terhadap informasi.41 Pers
sebagai
sebuah
institusi
diharapkan
mampu
menjaga
keloyalitasan dan menjunjung tinggi demokrasi yang bertanggung jawab melalui peningkatan kualitas dan efektivitas pemberitaan. Hal inilah yang menjadi dasar pemahaman terhadap jurnalisme, sebagaimana yang yang dinyatakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and The Public Should
40
Bill Kovach, Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect, atau Elemen-elemen Jurnalisme, Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik, terj. Yusi A. Pareanom (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2004), hal. 16. 41 Ibid. hal. 28.
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Expect (2001) tentang sembilan elemen dasar bagi jurnalis
42
. Elemen-
elemen ini adalah: a. Jurnalisme berkewajiban untuk menyampaikan kebenaran Pada dasarnya, kebenaran adalah intisari dari sebuah berita yang mampu
menciptakan
rasa
aman.
Namun,
Walter
Lippman
mengidentifikasikan kebenaran dan berita sebagai hal yang berbeda.43 Fungsi berita, oleh Cassandra Tate dalam tulisannya, What Do Ombudsmen Do pada Columbia Journalism Review (Mei/Juni 1984) adalah menandai peristiwa dan membuat setiap orang sadar terhadap hal tersebut. Sedangkan kebenaran sendiri berfungsi untuk menerangi fakta yang tersembunyi dan membuat gambaran realitas.44 Dalam hal ini, kebenaran tidak sekedar tidak berat sebelah (fairness), keseimbangan (balance), akurasi (accurate), dan
verifikasi
(verification)
dalam
pemberitaan.
Kebenaran
mencakup komitmen dengan citizen dan memiliki derajat lebih tinggi dari sekadar egoisme profesionalitas.45 Jurnalisme juga harus mampu melaporkan kebenaran tentang adanya fakta yang ditemukan dalam masyarakat secara jujur dan akurat. Pada akhirnya, bentuk kebenaran yang dinyatakan dalam jurnalisme ini adalah kebenaran yang mampu dipraktikkan dan bersifat fungsional sehingga hanya publik yang mampu menilai kebenaran jurnalisme ini. 42
Ibid. hal. 9-257. Ibid. hal. 42. 44 Ibid. 43
45
Massa (Vol. 3 No. 1 Januari, Surakarta: FISIP UNS, 2010), hal. 52.
Jurnal Komunikasi
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Jurnalisme memiliki loyalitas kepada masyarakat Loyalitas dimaknakan sebagai kemandirian jurnalisme. Dengan tidak bekerja atas kepentingan pelanggan, jurnalis menjalankan tugasnya atas komitmen keberanian, nilai yang diyakini, sikap, kewenangan, serta profesionalitas yang diakui oleh masyarakat. c. Jurnalisme memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi Verifikasi dinyatakan sebagai kegiatan menelusuri saksi dalam peristiwa,
mencari
narasumber,
serta
mengungkap
berbagai
komentar yang muncul sehubungan dengan berita yang telah diliput. Guna memisahkan poin
jurnalisme dalam
konteks hiburan,
propaganda, fiksi, serta seni, verifikasi juga penting untuk dilakukan. Berdasarkan pendapat Kovach dan Rosenstiel, terdapat lima konsep verifikasi yang harus dilaksanakan oleh setiap jurnalis, yakni: Jangan menambah ataupun mengarang pemberitaan Jangan menipu dan menyesatkan pembaca, pemirsa, ataupun pendengar Bersikap transparan dan jujur terkait metode serta motivasi dalam melakukan liputan (reportase) Mengutamakan resportase yang dilakukan sendiri Bersikap rendah hati 46 d. Jurnalisme memiliki kemandirian terhadap apa yang diliputnya
46
Kovach, Rosenstiel, Op. Cit. hal. 95-96.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemandirian jurnalisme diwujudkan dalam kredibilitas kepada berbagai pihak melalui ketaatan pada prinsip kejujuran, kesetiaan, serta kewajiban dalam menyampaikan informasi, tanpa disertai manipulasi. Dalam hal ini, kemandirian merupakan salah satu bentuk penegasan bahwa seseorang dapat dikenal sebagai jurnalis. e. Jurnalisme memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaan Guna memantau kekuasaan, jurnalisme bertugas untuk mengawasi investigasi pers dengan melaporkan berbagai pelanggaran, kasus, ataupun kejahatan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, baik pemerintah,
ataupun
lembaga
yang
kuat dalam
lingkungan
masyarakat. Pers dalam konteksnya dilindungi agar bisa membuka rahasia pemerintah dan memberi informasi kepada rakyat. Hanya pers yang bebas dan tidak terbelenggu, yang dapat secara efektif mengungkapkan ketika terjadi penyimpangan dalam pemerintahan.47 Dalam menjalankan tugasnya, para jurnalis biasanya mendapatkan tantangan berupa sikap represi penguasa yang otoriter. Namun, tantangan lain bagi jurnalis muncul ketika media massa yang bersangkutan justru terjebak dalam kepentingan bisnis. Akibatnya, dimungkinkan muncul pemberitaan yang berimbas pada sensasi dan mampu mengaburkan idealisme jurnalisme sendiri.
47
New York Times Co. v United States 403 US 713 (1971), dikutip oleh Ibid. hal. 142.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Jurnalisme menjadi forum bagi kritik dan kesepakatan publik Ruang kritik dan kompromi adalah salah satu medium yang diperlukan publik untuk membuat sebuah kesepakatan. Ruang ini dipakai oleh jurnalis, yang kemudian mampu menciptakan forum dimana publik dapat mengingat serta membuat penilaian sikap terhadap setiap permasalahan yang diangkat. Dalam konteks ini, pers menyediakan ruang analisis guna membahas permasalahan melalui konteks, perbandingan, ataupun perspektif tertentu. Adanya ruang publik nyatanya juga dipengaruhi oleh kemunculan internet saat ini. Melalui internet, para jurnalis dapat secara langsung berhubungan dengan audiens
terutama dengan para publik muda
melalui
beragam informasi yang akurat di media online.48 g. Jurnalisme menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan Tanggung jawab seorang jurnalis adalah menyediakan informasi bagi khalayak. Namun, tanggung jawab ini tidak hanya sekedar menyediakan informasi saja, melainkan juga menyampaikan berita secara menyenangkan dan menyentuh sensasi masyarakat. Berita yang disampaikan harus berkaitan dengan apa yang bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, sudah menjadi kewajiban seorang jurnalis untuk bisa mengemas informasi sedemikian rupa agar khalayak tertarik untuk menyimaknya.
48
Rem Rieder, "Journalism in the time of change" American Journalism Review 18 (Jurnal Gale Education, Religion and Humanities Lite Package, 1996), website: http://go.galegroup.com/ps/i.do?id=GALE%7CA18858465&v=2.1&u=ptn063&it=r&p=GPS&sw =w 02/12/2012/13.00.
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h. Jurnalisme membuat berita secara komprehensif dan proporsional Adanya keterbatasan dalam media memungkinkan berita yang disajikan tidak dapat menampilkan peristiwa secara utuh. Dalam hal ini, harus ada pemisahan antara hal yang penting dengan hal yang tidak penting. Akan tetapi, nilai jurnalisme sebuah berita juga bergantung pada kelengkapan serta proporsionalitas. Ini menjelaskan bahwa penyajian berita yang dilaporkan tidak boleh berlebihan dan tepat pada ukurannya. Kunci utama penyajian berita ini terletak pada akurasi dan kemampuan dalam membidik audiens. i. Keleluasaan bagi wartawan untuk mengikuti hati nurani Kovach dan Rosenstiel berpendapat, -orang untuk menyuarakan nurani mereka dalam redaksi memang akan membuat pengelolaan menjadi makin menyulitkan. Namun, 49
Berdasarkan pendapat tersebut, keleluasaan bagi jurnalis untuk mengikuti hati nurani bertujuan untuk mengatasi kesulitan dan tekanan wartawan dalam membuat berita secara akurat, berimbang, adil, berani, bebas, serta bertanggung jawab pada masyarakat. Hal ini diwujudkan dalam keterbukaan di ruang redaksi, dimana setiap jurnalis memperoleh kebebasan dalam unjuk suara. Setiap personil yang bekerja dalam institusi berita tentunya harus saling mengakui adanya kewajiban pribadi untuk menentang redaktur, pemilik,
49
Septiawan Santana Kurniawan, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta, 2005) hal. 10.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengiklan, bahkan otoritas, ketika pemberitaan bertentangan dengan kejujuran dan akurasi yang dijunjung. Secara lebih jelas, kualitas ataupun mutu jurnalisme dalam dunia demokrasi ditunjang melalui peninjauan terhadap news value yang terkandung dalam berita yang dilaporkan. Dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Kontemporer, Septiawan Santana Kurniawan menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah berita sebagai berikut: a. Immediacy Istilah immediacy serupa dengan timelines,
yang bermakna
kesegaran peristiwa yang dilaporkan dan sangat mementingkan unsur waktu pada peristiwa yang terjadi. b. Proximity Proximity dapat dikatakan sebagai keterdekatan peristiwa dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Nilai ini berkaitan erat dengan keberhasilan media-media lokal dalam melaporkan berita lokal yang terdekat dengan kehidupan masyarakat. c. Consequence Konsekuensi
merupakan
nilai
tanggung
jawab
yang
harus
terkandung dalam sebuah berita. Sebagai salah satu contoh, ketika ada berita kenaikan harga sembako, maka masyarakat akan mengikuti perkembangannya melalui berita tersebut karena berkaitan dengan
kalkulasi
ekonomi
sehari-hari.
Selain
itu,
adanya
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
konsekuensi dalam pemberitaan mampu mengubah kehidupan masyarakat. d. Conflict Unsur konflik harus ada dalam sebuah berita. Asumsinya, nilai konflik ini adalah inti dari permasalahan yang disajikan dalam berita. Selain itu, nilai konflik ini adalah elemen natural dalam berita dan menjadi pokok pembicaraan pada berita yang diliput. e. Oddity Oddity adalah salah satu nilai berita yang bermakna unik dan lain dan tidak biasa. Nilai ini menjadikan sebuah berita menjadi menarik untuk dibaca. f. Sex Dalam sebuah berita, aspek sex kerap menjadi elemen utama di dalamnya. Namun, tak jarang pula aspek nilai ini dapat menjadi topik tambahan dalam pemberitaan tertentu, seperti berita olahraga, kriminal, ataupun selebritis. g. Emotion Emosi adalah salah satu nilai dalam berita yang berkaitan dengan human interest. Nilai ini erat hubungannya dengan kisah yang mengandung kesedihan, emosi, kesenangan, ataupun perasaan pada diri manusia.
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
h. Prominence Istilah prominence berdasar pada names make news, dimana nama atau popularitas mampu mempengaruhi ketertarikan masyarakat pada berita yang disampaikan. i. Suspence Suspence adalah nilai berita yang mengandung unsur ketegangan pada rincian fakta kejadian, tata urutan waktu kejadian yang dilaporkan, serta terkadang juga menyangkut adanya wacana politik yang melatarbelakanginya. j. Progress Adanya perkembangan pada peristiwa yang diberitakan menjadi salah satu nilai berita yang harus ada. Nilai ini dapat mempengaruhi pembaca untuk senantiasa mengikuti alur berita guna menambah informasi yang dapat diperoleh. 50
4. Pers Mahasiswa Pers mahasiswa, pada akhirnya tidak terlepas dengan proses kesadaran subjektif mahasiswa, yang kemudian mendorong timbulnya aksi protes dalam setiap gerakan mahasiswa. Terkhusus pada tahun 80-an, pers mahasiswa muncul dengan keberanian untuk mengungkapkan realitas sekaligus kritik sosial terhadap struktur sosial dimana pers mahasiswa tersebut tumbuh dan berkembang. Dalam hal ini, setidaknya terdapat dua
50
Ibid. hal. 18-20.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
faktor yang melatarbelakangi tumbuhnya kesadaran subjektif mahasiswa. Pertama, artikel yang ada di dalam pers mahasiswa merupakan karya mahasiswa sehingga dapat dinyatakan bahwa di dalamnya terdapat sebagian harapan, pemikiran, kehendak, dan sikap mahasiswa. Kedua, sasaran pembaca pers mahasiswa adalah mahasiswa. Maka dari itu, setiap isi yang ada di dalamnya tentu banyak merekam aktivitas mahasiswa sehingga dapat ditemukan bentuk-bentuk aktivitas politik mahasiswa. 51 Berbicara mengenai pers mahasiswa, sebenarnya ada istilah lain untuk penerbitan yang dikelola mahasiswa, yaitu pers kampus. Namun, istilah ini memiliki dimensi politis dalam pemaknaannya. Istilah pers kampus juga dapat diartikan sebagai pers yang terbit di lingkungan kampus, dimana pengelolanya tidak hanya mahasiswa, melainkan dosen dan elemen kampus yang lainnya.52 Untuk itu, secara sederhana, pers mahasiswa diartikan sebagai pers yang dikelola oleh mahasiswa. 53 Istilah ini dalam batasan tertentu harus dibedakan dengan pers kampus ataupun pers kampus mahasiswa. Adapun perbedaan antara pers mahasiswa dengan pers umum
pers yang dikelola secara profesional oleh institusi
pers yang mendapat pengesahan dari pemerintah54
adalah terletak pada
sifat kemahasiswaannya yang menonjol, terutama dalam hal keredaksian serta keperusahaan. Secara lebih jelas, Dhakidae (1977) menyatakan, -masalah sosial politik yang dihadapi masyarakat umum tidaklah meragukan. Sympaty, compassion 51
Supriyanto, Op. Cit. hal. 23-24. Rohman, Op. Cit. hal. 26. 53 Supriyanto, Op. Cit. hal. 24. 54 Rohman, Loc. Cit. 52
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selalu ada dalam diri mereka. Tingginya refleksi jurnalistik mereka cukup jelas dalam pemilihan berita-berita utama, editorial, serta karikatur yang senantiasa diusahakan untuk sejalan dengan masalah 55
Sesuai dengan konten terbitannya, pers mahasiswa memiliki beragam daerah liputan yang dapat dikembangkan, antara lain adalah meliputi: a) berita seputar pendidikan dan mahasiswa di perguruan tinggi; b) penelitian dan dana yang tersedia untuk penelitian; c) penemuan baru yang dikembangkan; d) seni dan olahraga yang dilaksanakan di perguruan tinggi; serta e.) konvensi serta pertemuan ilmiah. Namun, pers mahasiswa oleh Robert Dardenne diartikan sebagai laboratorium demokrasi. Pers mahasiswa, dalam tugasnya membentuk dan memberikan kesadaran kepada khalayak untuk menentukan sikap serta pandangan dalam menanggapi dinamika lingkungan. Selain itu, pers mahasiswa juga bertanggung jawab dalam memperkuat komunitasnya agar mampu menjalankan peran sebagai salah satu bagian dari masyarakat. 56 Terkait dengan pers mahasiswa, muncul istilah campus newspapers yang juga digunakan untuk menyebut media atau surat kabar yang diterbitkan di kampus. Namun, dalam sejarahnya, campus newspapers ini justru pernah menjadi polemik melalui konfliknya dengan mahasiswa kulit hitam. Tercatat antara tahun 1992 sampai 1997, berdasarkan informasi dari Student Press Law Center di Arlington, VA, pernah terjadi penyitaan sudar kabar yang terjadi di kampus, tepatnya di Evanston, Illinois 55
Supriyanto, Op. Cit. hal. 24. Robert Dardenne, Pointer Institute, 1996), dikutip oleh Rohman, Op. Cit. hal. 27. 56
(Publication Department of The
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Northwestern
University. 57
Penyitaan
tersebut
terkait
dengan
permasalahan rasialisme yang menyebabkan konflik antara mahasiswa kulit hitam dengan surat kabar kampus setempat meningkat. Sebagian besar media kampus mendistorsikan aspek rasial dalam berita yang diangkat. Sementara itu, koran kampus tersebut mengklaim bahwa mereka memiliki hak untuk mendistribusikan koran mereka tanpa perlu ditahan ataupun dikekang. 58 Berbicara mengenai fungsi utama dari pers mahasiswa, secara lebih jelas, Robert Dardenne menggariskan fungsi utama student press, yang kemudian diidentikkan dengan pers mahasiswa, yakni: a. Menjadi tempat pembelajaran Pers mahasiswa berfungsi sebagai wahana yang menyediakan pembelajaran bagi penggiat yang ada di dalamnya. Melalui berbagai aktivitas yang dijalankan, aktivitas pers mahasiswa dimaknai sebagai proses pembelajaran, baik dalam bidang jurnalistik, kepemimpinan (leadership), bisnis, serta bagaimana menjalin koordinasi dengan pihak lain. Pembelajaran yang dapat diperoleh oleh penggiat pers mahasiswa dapat dikategorikan pembelajaran ke dalam dan ke luar. Pembelajaran ke dalam memungkinkan penggiat pers mahasiswa untuk menjadi pihak yang terjun ke masyarakat umum. Sedangkan
57
Eric Stern, "Black students versus campus newspapers" American Journalism Review 19.4 (Jurnal Gale Education, Religion and Humanities Lite Package, 1997), hal. 14. website: http://go.galegroup.com/ps/i.do?id=GALE%7CA19438929&v=2.1&u=ptn063&it=r&p=GPS&sw =w 02/12/2012/13.00 58 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
pembelajaran ke luar dilihat dari fungsi informatif produk-produk jurnalistik yang telah dihasilkan oleh pers mahasiswa. Melalui produk pers mahasiswa, beragam informasi dan pengetahuan baru dapat tersampaikan kepada khalayak sehingga mereka mampu memberikan pandangan serta menentukan tindakan dalam menyikapi segala persoalan yang ada. b. Menyampaikan informasi Layaknya pers umum, pers mahasiswa bertugas untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh khalayak berdasarkan fakta dan kebenaran. Pemberitaan yang disajikan oleh pers mahasiswa tidak hanya berkutat seputar kampus saja, melainkan juga menyangkut berbagai disiplin ilmu akademis serta persoalan sosial dalam bentuk laporan ataupun interpretasi peristiwa. c. Sebagai katalisator demokrasi Katalisator demokrasi diartikan sebagai salah satu forum yang menyediakan dialog, diskusi dan argumentasi, serta menganalisis berbagai persoalan guna memberikan alternatif penyelesaian dalam persoalan yang terjadi di dalam masyarakat. Dalam hal ini, pers mahasiswa menyediakan sebauh ruang yang diharapkan mampu menampung aspirasi khalayak guna menciptakan iklim demokratis. d. Meningkatkan partisipasi khalayak melalui produk jurnalistik Partisipasi khalayak dapat ditingkatkan melalui kualitas produk jurnalistik pers mahasiswa. Konteksnya, melalui produk-produk
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jurnalistik yang berkualitas, hal ini mampu menjadi salah satu sumber informasi dan inspirasi bagi khayalak untuk terus bersikap kritis dan analitis. e. Menciptakan iklim akademis Pers mahasiswa diharapkan mampu membentuk iklim akademis di kalangan mahasiswa. Iklim akademis ini dengan sendirinya akan mendukung aktivitas dalam meningkatkan intelektualitas mahasiswa. Sebagai sasaran pokok pers mahasiswa, intelektualitas ini dibangun melalui berbagai kegiatan, seperti diskusi internal, penelitian untuk meningkatkan interpretasi, analisis, serta sharing ide dan ilmu pengetahuan. 59 Menilik pada fungsi utama dari student press yang dijelaskan oleh Robert Dardenne di atas, tentu dapat disimpulkan bahwa pers mahasiswa merupakan sebuah media khusus yang dikelola oleh mahasiswa, yang berperan dalam menjalankankan fungsi pers pada media, tetapi tetap membawa unsur edukasi (pendidikan) dan pembelajaran, mengingat posisi pers mahasiswa adalah sejatinya merupakan media yang diperuntukkan secara khusus bagi lingkungan universitas
kampus.
5. Persepsi Dalam studi persepsi, ditekankan adanya penafsiran, interpretasi, serta pemaknaan terhadap sensasi, stimuli, atau pesan. Terkait definisinya,
59
Rohman, Op. Cit. hal. 7-17.
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
persepsi oleh John R. Wenburg dan William W. Wilmot dinyatakan sebagai cara organisme dalam memberi makna.60 Rudolph F. Ferderberg menyatakan persepsi sebagai proses menafsirkan informasi inderawi.61 Sedangkan J. Cohen menyimpulkan persepsi sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representasi objek eksternal.62 Terkait dengan pendapat Cohen tersebut, Fisher menambahkan bahwa persepsi adalah pengetahuan tentang apa yang dapat di tangkap oleh panca indera, dimana ini melibatkan sejumlah karakteristik yang mendasari upaya manusia untuk memahami proses yang terjadi antar pribadi. 63 Berdasarkan pengertian di atas, dinyatakan bahwa persepsi adalah proses dimana seseorang menyimpulkan, menafsirkan, ataupun memaknai informasi yang diperoleh berdasarkan pengalaman tentang objek, peristiwa, ataupun hubungan yang diperoleh dari beberapa hal tersebut. Persepsi memang erat hubungannya dengan penafsiran secara inderawi. Namun, dalam hal ini, persepsi dinyatakan sebagai konseptualisasi sebuah konsep, dimana proses ini merupakan kegiatan dalam mengidentifikasi serta memberi struktur dan pemaknaan mengenai sebuah objek sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi dalam implementasinya tidak selalu terkait dengan inderawi, melainkan lebih kepada proses berpikir (kemampuan otak).
60
Riswandi, Op. Cit. hal. 49. Ibid. 62 Ibid 63 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik (Yogyakarta, 2009), hal. 149. 61
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Persepsi merupakan inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti dari persepsi, yang identik dengan penyandian balik atau decoding. 64 Dalam bukunya An Introduction to Human Communication: Understanding and Sharing, Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, persepsi awalnya dinyatakan sebagai sebuah proses yang pasif. Akan tetapi, selanjutnya, persepsi dinyatakan sebagai proses aktif, dimana pikiran manusia mampu memilih, mengorganisasi, dan memaknai segala sesuatu yang diterima oleh indera. 65 Jalaludin Rakhmat mengidentifikasikan persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. 66 Selanjutnya, konteks the process by which you become aware of objects, events, and especially, people through your senses: 67
Dengan kata lain, persepsi mencakup beberapa hal, seperti penginderaaan (sensasi) melalui panca indera, atensi, dan interpretasi.68 Persepsi muncul dan dipengaruhi oleh adanya komunikasi. Namun, dalam hal ini, persepsi tidak hanya dipengaruhi oleh komunikasi. Ada faktorfaktor lain yang juga mampu mempengaruhi komunikasi, baik faktor lain
64
Ibid. Judy C. Pearson, Paul E. Nelson, An Introduction to Human Communication: Understanding and Sharing (New York, 2000), hal. 26. 66 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung, 2009), hal. 51. 67 Joseph A. Devito, Human Communication: The Basic Course (Boston, 2003), hal. 56. 68 Riswandi, Op. Cit.. hal. 50. 65
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mendahului ataupun muncul bersamaan dengan komunikasi itu sendiri. Dalam kaitannya dengan persepsi sosial, beberapa sifat yang dapat diidentifikasikan dalam persepsi sosial, antara lain adalah pengalaman, selektif, dugaan, dan evaluatif.69 Persepsi dinyatakan bersifat pengalaman karena menyangkut dasar interpretasi seseorang mengenai objek atau halhal yang menyerupainya. Dalam hal ini, persepsi manusia terhadap seseorang, objek, peristiwa, ataupun kejadian didasarkan pada pengalaman masa lalu,
dimana
terkait
realitas
sosial
yang
telah
dipelajari
sebelumnya.70 Persepsi bersifat selektif terhadap bagian-bagian tertentu yang dipersepsikan oleh orang lain. Asumsinya, ketika seseorang melakukan seleksi pada karakteristik tertentu dari objek persepsi, maka seseorang tersebut akan mengabaikan karakteristik yang tidak relevan dari objek persepsi ini. Persepsi bersifat selektif berkaitan dengan adanya atensi seseorang terhadap objek yang dipersepsi. Konteksnya, atensi terhadap suatu rangsangan yang diterima merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas seseorang atas rangsangan tersebut. 71 Selanjutnya, persepsi berkaitan dengan dugaan. Persepsi bersifat dugaan memungkinkan seseorang menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang manapun. Di sisi lain, karena ketersediaan informasi yang menjadi rangsangan tidak akan selalu 69
Ibid. hal. 53. Ibid. 71 Ibid. hal. 54. 70
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lengkap, maka sebuah dugaan diperlukan untuk menjadikan persepsi seseorang meloncat pada tahap kesimpulan. Dengan kata lain, dugaan dalam persepsi ini secara tidak langsung membuat pemikiran seseorang langsung
tertuju
pada
sebuah
kesimpulan
terhadap
objek
yang
dipersepsi.72 Sifat selanjutnya, persepsi bersifat evaluatif. Persepsi yang muncul tidak akan bersifat objektif (subjektif) karena didasarkan pada interpretasi pengalaman dan refleksi sikap, nilai, serta keyakinan pribadi pada makna persepsi objek. Persepsi bersifat pribadi dan didasarkan pada keadaan fisik dan psikologis individu yang mempersepsi daripada merujuk pada karakteristik serta kualitas mutlak objek yang dipersepsi.73 Persepsi juga berkenaan dengan pengalaman masa lalu dan peranan.74 Pengalaman secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap cara seseorang dalam memaknai kondisi yang sedang terjadi dan yang akan datang selanjutnya. Sedangkan peranan dinyatakan sebagai part an individual plays in a grou functions or expected behavior.75 Sebagai aspek yang bersifat dinamis, peranan sangat erat hubungannya dengan status, dimana setiap orang selalu berharap untuk dapat memberikan serta menjalankan peran dan fungsinya terhadap orang lain. Soerjono Soekanto menyatakan peranan mencakup tiga hal, yakni:
72
Ibid. hal. 56. Ibid. hal. 56-57. 74 Pearson dan Nelson, Op. Cit. hal. 28-30. 75 Ibid. hal. 29. 73
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Peranan adalah meliputi norma-norma yang dikaitkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. b. Peranan adalah konsep perihal mengenai apa yang akan dapat dilakukan
oleh
individu
dalam
masyarakat
sebagai
sebuah
organisasi. c. Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.76 Pada dasarnya, persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Dalam kaitannya, David Krech dan Richard S. Crutchfield menyebut kedua faktor ini sebagai faktor fungsional dan faktor struktural.77 Terkait hal ini, Jalaludin Rakhmat menambahkan adanya faktor perhatian yang turut mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek. Perhatian dinyatakan sebagai proses mental yang terjadi ketika rangsangan yang muncul menjadi dominan dalam kesadaran ketika rangsangan lainnya melemah. Perhatian ini dipengaruhi oleh faktor internal, seperti faktor sosiopsikologis, motif sosiogenis, sikap, kemauan, dan kebiasaan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perhatian adalah gerakan, intensitas rangsang, perulangan, dan kebaruan.78
76
Rosenberg, Sociological Theory, a book of readings, edisi ke-2, The Macmilan Company, New York, 1964, hal. 204 dan seterusnya, dikutip oleh Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta, 1990), hal. 269. 77 Rakhmat, Op. Cit. hal. 51. 78 Ibid. hal. 52-54.
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Selanjutnya, faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi adalah kebutuhan masa lalu dan segala sesuatu yang berkaitan dengan personal. Dalam hal ini, faktor fungsional juga disebut sebagai kerangka rujukan, dimana faktor ini sangat mempengaruhi selektivitas persepsi seseorang. Artinya bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.79 Sedangkan untuk faktor struktural, faktor ini dipengaruhi oleh sifatsifat rangsangan fisik dan efek saraf yang muncul pada sistem saraf individu. Faktor ini berkenaan dengan teori Gestalt, yang menyatakan bahwa ketika seseorang mempersepsi sesuatu, maka ia akan mempersepsi sesuatu tersebut secara keseluruhan dengan tidak melihat bagian-bagian, lalu menghimpunnya. Dengan kata lain, ketika seseorang memahami suatu objek, ia tidak dapat memandangnya secara terpisah, melainkan harus melihat objek tersebut dalam konteks dan lingkungannya secara keseluruhan.80 Secara lebih lanjut, Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson menyatakan persepsi tidak hanya bersifat kreatif, melainkan juga aktif dan subjektif.81 Dalam kaitannya, adanya persepsi orang satu tidak akan sama dengan persepsi orang lain, meskipun dihadapkan pada objek yang sama. Pada dasarnya, persepsi terdiri dari tiga hal, yakni orang yang mempersepsi (khalayak), objek persepsi, serta interpretasi atau makna dari 79
Ibid. hal. 55-56. Ibid. hal. 58-59. 81 Pearson, Nelson, Op. Cit. hal. 26. 80
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hasil persepsi. Terkait hal tersebut, dapat dinyatakan elemen-elemen yang mendasari persepsi adalah sensasi (penginderaan) dan interpretasi; harapan sebagai kekuatan yang mengarahkan persepsi; bentuk dan latar belakang (figure and ground); serta perbandingan ketika persepsi yang dihasilkan konsisten dengan kriteria yang digunakan sebagai pembanding.82
F. Penelitian Terdahulu
tidak mengalami perubahan dalam kerangka filosofisnya. Dengan melakukan penelitian pada seluruh pers mahasiswa di Universitas Sebelas Maret (UNS), sesuai dengan latar belakangnya, pers mahasiswa cenderung mengalami pasang surut sehingga hal ini berimbas pada eksistensi dan orientasi gerakan yang dilakukan oleh pers mahasiswa. Melalui penggambaran fungsi media yang
dibangun
oleh
pers
mahasiswa,
penelitian
tersebut
berupaya
mendeskripsikan kondisi organisasi pers mahasiswa hingga eksistensinya melalui peran yang ditunjukkan. 83 Pers mahasiswa dijelaskan sebagai aktivitas yang berawal dari potensi strategis mahasiswa, yakni sebagai agent of change. Selanjutnya, sebagai institusi pers, pers mahasiswa memiliki peran stategis dalam proses informasi. Kemudian, adanya krakter ilmiah yang dibentuk di Perguruan Tinggi turut
82 83
Fajar. Op. Cit. hal. 152-154. Rohman, Op. Cit, hal. xvi.
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengarahkan pers mahasiswa sebagai sebuah institusi media yang berupaya untuk mencari dan mengamalkan kebenaran. 84 Perkembangan era reformasi, dijelaskan dalam penelitian tersebut sebagai salah satu faktor yang mendorong pers mahasiswa untuk melakukan perubahan terhadap strategi gerakan yang dilakukan. Di tengah maraknya persaingan media umum, pers mahasiswa berkonsentrasi pada strategi pemberitaan dengan sasaran utama mahasiswa umum. Adanya informasi yang disampaikan oleh pers mahasiswa melalui terbitan, diarahkan untuk menciptakanintelektualitas
mahasiswa.
Dalam
hal
ini,
intelektualitas
mahasiswa berkaitan dengan sifat keilmuan dan wacana sosial, yang selanjutnya turut menggerakkan kesadaran mahasiswa untuk kritis dan evaluatif terhadap perkembangan lingkungan, baik di lingkungannya masyarakat, maupun di lingkungan kampus.85 Terkait dengan relevansinya dengan penelitian ini, keberadaan pers mahasiswa nyatanya sangat berkaitan dengan mahasiswa. Sebagai sebuah institusi media, pers mahasiswa terdiri dari para penggiat yang tidak lain adalah mahasiswa. Sedangkan sasara utama atau khalayak dari pers mahasiswa adalah mahasiswa pula. Ketika mahasiswa menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi eksistensi pers mahasiswa ke depannya, dirasa perlu diketahui pandangan mahasiswa terhadap pers mahasiswa tersebut. Konteksnya adalah pada bagaimana persepsi mahasiswa mengenai
84
Ibid. Ibid.
85
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
eksistensi pers mahasiswa, dengan didasari pada latar belakang yang menunjukkan keadaan pers mahasiswa saat ini.
G. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan kerangka pemikiran bahwa eksistensi dan orientasi pers mahasiswa saat ini tidak terlepas dari konteks mahasiswa. Eksistensi dan orientasi pers mahasiswa dianggap sudah mulai bergeser. Pers mahasiswa cenderung bergerak menjadi lembaga yang menyalurkan minat mahasiswa, terutama di bidang jurnalistik. Namun, dalam hal ini, setidaknya terdapat tiga orientasi yang mampu mengarahkan pers mahasiswa untuk menjalankan peran yang sebenarnya, yakni: meningkatkan kapasitas intelektualitas mahasiswa, meningkatkan kesadaran kritis mahasiswa untuk peduli dan berani mengambil sikap terhadap apa yang terjadi di lingkungan, dan melaksanakan fungsi kontrol yang fokus terhadap dinamika kampus. Terbitan, adalah salah satu tolak ukur dimana pers mahasiswa dianggap mampu bertahan. Sesuai orientasinya, melalui konsep terbitan yang berkala, pers mahasiswa dapat menjadi sebuah media yang memuat unsur kekritisan dan intelektualitas. Namun, faktanya tidak semua pers mahasiswa mampu menerbitkan produknya secara teratur dan mengakibatkan kurang dikenalnya pers mahasiswa di kalangan mahasiswanya sendiri sehingga atensi dan
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
apresiasi mahasiswa terhadap produk terbitan pers mahasiswa menjadi sangat minim. Guna menjamin kemerdekaan pers dan hak publik untuk memperoleh informasi, maka wartawan ataupun jurnalis memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasionalnya. Konteksnya, diperlukan sebuah pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik terhadap pers serta menegakkan integritas dan profesionalisme. Pers mahasiswa, sebenarnya memiliki nilai positif sebagai organisasi yang menampung minat dan bakat mahasiswa di bidang jurnalistik. Secara umum, dasar profesionalisme pers mahasiswa cenderung mengikuti kapasitas profesional jurnalis secara umum. Hal ini dikarenakan secara konseptual, kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan mahasiswa sama dengan kegiatan jurnalistik pers umum. Namun, tentunya harus ada sinkronisasi dalam dasar profesionalisme wartawan mahasiswa ini, yakni sesuatu yang dapat membedakan antara wartawan mahasiswa dengan jurnalis pers pada umumnya. Dalam kredibilitas pers mahasiswa ini, fenomenanya para penggiat pers mahasiswa cenderung mempertahankan status kemahasiswaannya. Di sisi lain, pers mahasiswa dirasa berkiblat pada profesionalisme pers umum yang sebenarnya kurang sesuai dengan konteks pers mahasiswa. Hal ini menjadikan penggiat pers mahasiswa terlihat amatir, dimana kecenderungan yang muncul bahwa pers mahasiswa hanya sebagai aktivitas sampingan, keterbatasan waktu studi yang tidak memungkinkan mahasiswa menjadi jurnalis profesional
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
layaknya pers umum, kurangnya kaderisasi, serta adanya dependensi dari universitas dalam hal pendanaan. Terkait dengan peran dan orientasi, konsep terbitan, serta kredibilitas pers mahasiswa, keberadaan mahasiswa menjadi salah satu faktor penentu perkembangan pers mahasiswa. Ketika mahasiswa kurang memiliki atensi terhadap pers mahasiswa yang ada, tentunya hal ini akan menjadi suatu permasalahan. Untuk itu, mahasiswa dirasa perlu memberikan pandangan terkait pemahaman mereka terhadap eksistensi pers mahasiswa yang sebenarnya. Hal ini dapat ditinjau dari posisi mahasiswa sebagai orang-orang di balik media
penggiat pers mahasiswa
serta mahasiswa sebagai audiens
yang menjadi sasaran utama dari pers mahasiswa. Selanjutnya, kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah: Mahasiswa di dalam pers mahasiswa (Penggiat pers mahasiswa)
Persepsi mahasiswa terhadap eksistensi pers mahasiswa
Mahasiswa di luar pers mahasiswa
1. Peran dan orientasi 2. Kredibilitas dan profesionalisme anggota 3. Konsistensi terbitan
(Khalayak pers mahasiswa)
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian jenis ini merupakan penelitian yang menggambarkan realitas dengan memberikan pemahaman realitas tersebut. Dalam konteksnya, pemahaman yang dihasilkan dilakukan dengan membatasi realitas yang diteliti dengan konsep yang digunakan. Selanjutnya, data yang muncul adalah data berupa narasi bersifat deksriptif, yang kemudian akan dianalisis dan diinterpretasikan untuk membuat kesimpulan.86 Penelitian
deskriptif
kualitatif
ini
memakai
pendekatan
fenomenologis yang mengarahkan peneliti untuk turut serta menjadi partisipan dalam penelitiannya. Fenomenologi dapat dinyatakan sebagai upaya studi tentang pengetahuan yang timbul karena rasa kesadaran ingin mengetahui suatu objek, dimana berupa gejala atau kejadian yang dipahami melalui pengalaman sadar. Secara lebih jelas, Littlejohn menjelaskan gejala ini sebagai asal mula fenomenologi, yang diartikan sebagai suatu tampilan dari objek, kejadian, atau kondisi berdasarkan persepsi.87 Perspektif fenomenologis membahas tentang apa yang dicari peneliti dalam kegiatan penelitiannya, bagaimana melakukan kegiatan dalam situasi penelitian, dan bagaimana peneliti menafsirkan informasi yang
86
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta, 2007), hal. 36-37. Ibid. hal. 54.
87
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah diperoleh.88 Perspektif fenomenologis juga melihat perilaku manusia, apa yang dikatakan, dan apa yang dilakukan merupakan produk dari bagaimana orang tersebut menafsirkan dunia mereka. Berdasarkan pendapat Embree (1998), pendekatan fenomenologi membangun empat karakter pokok, yakni menolak pandangan filsafat positivisme
terutama naturalisme; menolak pemikiran yang spekulatif
serta kecenderungan pada segi bahasa semata; menyarankan metode reflektif yang berkenaan dengan proses kesadaran serta bagaimana proses kesadaran ini digunakan; dan cenderung menggunakan analisis yang mengutamakan description serta interpretation atas gejala yang diteliti. 89 Menurut Weber, adanya pemahaman empatik atau verstehen sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif berbasis fenomenologi. Konteksnya, hal ini dimaksudkan agar peneliti mampu memposisikan dirinya sebagai orang lain guna menangkap makna perilaku serta melihat segalanya dari segi pandangan orang lain tersebut
90
2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil adalah Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Secara khusus, penulis menitikberatkan pada seluruh mahasiswa yang berkuliah di UNS, dengan konsentrasi pada mahasiswa masing-masing fakultas, mengingat, pers mahasiswa yang ada di UNS
88
H. B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif (Surakarta, 2002) hal. 25. Pawito, Op. Cit. hal. 56-58. 90 Sutopo. Loc. Cit. 89
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
terdiri dari dua jenis, yakni pers mahasiswa di tingkat universitas dan pers mahasiswa di tingkat fakultas. Dalam konteks ini, observasi juga dilakukan pada 10 pers mahasiswa yang ada di UNS. Di tingkat universitas, terdapat sebuah pers mahasiswa yaitu LPM Kentingan. Selanjutnya, di tingkat fakultas terdapat sebuah LPM pada masing-masing fakultas, yakni: Badan Pers Mahasiswa (BAPEMA) dari Fakultas Ekonomi, LPM Novum dari Fakultas Hukum, LPM Kalpadruma dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa, LPM Motivasi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, LPM VISI dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, LPM Scienta dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, LPM Folia dari Fakultas Pertanian, LPM Eureka dari Fakultas Teknik, dan LPM Erythro dari Fakultas Kedokteran.
3. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah segala sumber informasi yang digunakan peneliti sebagai data penelitian. Dalam hal ini, subjek penelitian dapat dinyatakan sebagai sumber data. Selanjutnya, pada penelitian ini, sumber data yang digunakan peneliti terdiri dari dua jenis, yakni: a. Data Primer Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari informan ataupun responden yang digunakan. Data primer dalam penelitian ini merujuk pada observasi serta wawancara mendalam yang dilakukan kepada seluruh mahasiswa di UNS. Dalam
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
prosesnya, mahasiswa yang menjadi informan dibagi menjadi dua jenis, yakni mahasiswa yang menjadi bagian dari pers mahasiswa penggiat pers mahasiswa
dan mahasiswa di luar pers mahasiswa
khalayak atau audiens utama dari pers mahasiswa. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara tidak langsung. Dalam hal ini, data sekunder didapat oleh peneliti melalui beberapa sumber penunjang, seperti: dokumen, buku, literatur, jurnal, koran, majalah, dan internet.
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dalam tiga kegiatan, yakni: a. Observasi Observasi dilakukan oleh peneliti pada objek yang diteliti. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh data primer
data awal
dan data
sekunder
mahasiswa
melalui
dokumen-dokumen
dari
pers
pengamatan terhadap keberadaan pers mahasiswa yang di UNS. b. Wawancara Wawancara
mendalam
(in-depth
interview)
dilakukan
guna
memperoleh informasi dari narasumber atau informan secara mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan panduan atau interview guide yang bertujuan untuk memberikan acuan pada beberapa pertanyaan yang diajukan. Konteksnya, interview guide hanya
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjelaskan garis besar pertanyaan yang akan diajukan kepada informan. Interview guide ini juga bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam langkah sistematika data. Selebihnya, penelitilah yang mengembangkan pertanyaan berdasarkan konteks dan situasi wawancara guna memperoleh data secara lebih lengkap lagi. c. Studi Pustaka Studi dokumen dilakukan oleh peneliti melalui telaah pustaka, dokumen, serta data-data yang berkaitan dengan realitas yang akan diteliti. Selanjutnya, data-data dari studi pustaka ini digunakan untuk melengkapi serta menguatkan fakta-fakta yang diperoleh dari proses observasi dan wawancara mendalam.
5. Teknik Pengambilan Sampel Pada dasarnya cara pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif berfungsi sebagai internal sampling karena tidak bertujuan untuk mengusahakan
generalisasi
dalam
sebuah
populasi,
melainkan
memperoleh kedalaman studi di dalam suatu konteks.91 Dalam penelitian ini, karena sifat sampel yang mewakili informasi menjadikannya disebut sebagai informan, dan bukan responden. Selain itu, informan yang digunakan dalam penelitian kualitatif dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan yang didasarkan pada kenyataan di lapangan. 92
91
Ibid. hal. 55. Ibid. hal. 56
92
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan melalui dua teknik, yaitu purposive sampling dan snowball sampling. Untuk purposive sampling, teknik ini memiliki kecenderungan bahwa peneliti akan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan secara mendalam. Selain itu, teknik ini juga memungkinkan informan yang dipilih, dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. 93 Teknik purposive sampling digunakan oleh peneliti untuk mencari data melalui in-depth interview kepada informan di balik pers mahasiswa penggiat pers mahasiswa. Teknik ini digunakan melalui pertimbangan untuk mencari dan memilih informan yang dapat dipercaya sebagai sumber yang mewakili ketercukupan informasi. Untuk teknik snowball sampling, teknik ini digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi dari informan dalam satu lokasi. Dalam hal ini, satu lokasi yang dimaksud adalah dalam satu fakultas. Snowball sampling juga digunakan ketika peneliti tidak mengetahui secara pasti kondisi dan struktur informan dalam lokasi yang dipilih sehingga peneliti dapat langsung mendatangi lokasi dan bertanya kepada siapapun yang dijumpai pertama kali sebagai informan pertama.94 Dalam praktiknya, setelah mendapatkan informasi dari informan pertama, kemudian peneliti dapat menemukan informan kedua yang mungkin lebih mengetahui
93
Ibid. hal. 56. Ibid. hal. 57.
94
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi melalui petunjuk dari informan pertama.95 Selanjutnya, teknik sampling ini dilakukan dengan cara sama dan seterusnya. Teknik snowball sampling dilakukan untuk memperoleh informasi dari informan di luar pers mahasiswa. Konteksnya, informan yang dimaksud adalah mahasiswa yang menjadi khalayak atau audiens utama dari pers mahasiswa.
6. Teknik Analisis Data Analisis data dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data sejak awal. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik analisis interaktif. Miles dan Huberman (1994) merumuskan dalam teknik analisis ini terdapat tiga komponen utama, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.96
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan/verifikasi Gambar 2. Model analisis interaktif Miles dan Huberman 97
95
Ibid. Pawito, Op. Cit. hal. 104. 97 Ibid. hal. 105. 96
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Langkah pertama adalah reduksi data. Langkah ini dilakukan oleh peneliti selama analisis data dilakukan. Reduksi data melibatkan beberapa langkah, seperti editing, pengelompokan, dan meringkas data. Selanjutnya, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan yang kemudian berkenaan dan mengarah pada proses teorisasi data yang ditemui. Kemudian, tahap terakhir dalam reduksi data dilakukan dengan menyusun rancangan serta penjelasan yang berkaitan dengan tema, pola, ataupun kelompok yang bersangkutan. 98 Langkah kedua dalam model analisis interaktif adalah penyajian data. Penyajian data ini melibatkan pengorganisasian data dengan menjalin kelompok data satu dengan yang lain sehingga seluruh data dapat dianalisis dalam satu kesatuan. Dalam proses ini, kelompok-kelompok data yang ada saling dikaitkan dengan kerangka teori yang digunakan peneliti. 99 Langkah terakhir dalam model analisis data interaktif adalah penarikan dan pengujian kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini menandai berakhirnya pengumpulan data yang dilakukan peneliti. Kesimpulan dan verifikasi yang diambil dinyatakan berdasarkan reduksi dan sajian data yang telah dilakukan sebelumnya. 100
98
Ibid. hal. 104-105. Ibid. hal. 105-106 100 Sutopo, Op. Cit. hal. 96. 99
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Validitas Data Guna meningkatkan validitas data dalam penelitian ini, peneliti memakai teknik trianggulasi data (sumber). Menurut Patton, teknik ini mengarahkan peneliti untuk memakai berbagai sumber data yang berbeda guna memantapkan kebenaran pada data yang sama atau sejenis.101 Dalam trianggulasi data ini, peneliti menekankan pada adanya perbedaan sumber data dan bukan pada teknik pengumpulan data. 102 Trianggulasi data bertujuan untuk menguji data yang diperoleh dari satu sumber, untuk kemudian dibandingkan dengan sumber yang lainnya. Selanjutnya, peneliti akan menemukan kemungkinan bahwa data yang diperolehnya apakah ternyata bersifat konsisten, tidak konsisten, ataukah justru berlawanan. Dalam hal ini, peneliti mampu mengidentifikasikan gambaran yang lebih jelas terkait dengan gejala yang diteliti. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, peneliti mengambil beberapa informan yang berasal dari mahasiswa di UNS. Dalam penelitian ini, peneliti mencari informasi melalui wawancara mendalam kepada informan, baik informan mahasiswa yang berada di balik pers mahasiswa penggiat pers mahasiswa, ataupun informan mahasiswa yang berada di luar pers mahasiswa mahasiswa.
khalayak atau audiens utama pers
Adanya informasi yang diperoleh dari informan satu,
kemudian akan dikroscek dengan informan selanjutnya, sampai terpenuhi ketercukupan informasi. Kemudian, peneliti mengecek serta menganalisis 101 102
Ibid. hal. 79. Ibid.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
data yang diperoleh dari setiap informan, lalu disesuaikan dengan hasil observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu, peneliti juga menganalisis data yang diperoleh dengan sumber-sumber dari studi pustaka yang dilakukan.
data
observasi
pers mahasiswa
wawancara
informan
studi pustaka
buku, dokumen, arsip, literatur
Gambar 3. Alur trianggulasi sumber
8. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang permasalahan dalam penelitian, yakni terkait bagaimana persepsi mahasiswa terhadap eksistensi pers mahasiswa di UNS, sampai pada metodologi yang digunakan dalam penelitian. 2. Bab II Gambaran Umum Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Pers Mahasiswa di Universitas Sebelas Maret (UNS) Bab II ini berisi tentang gambaran umum dari subjek ataupun sumber penelitian, yakni mengenai deskripsi Universitas Sebelas Maret
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
(UNS) dan Pers Mahasiswa di Universitas Sebelas Maret (UNS). Secara lebih jelas, dalam bab ini dipaparkan mengenai deskripsi tentang lokasi penelitian yang dilakukan serta sumber-sumber data yang dapat diperoleh dalam penelitian. 3. Bab III Sajian Data dan Analisis Data Bab ini berisi tentang sajian ataupun deskripsi sumber data yang telah diperoleh dari proses penelitian, yakni melalui observasi, wawancara mendalam kepada informan, serta studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti. Selanjutnya data tersebut dianalisis dan diolah sesuai dengan batasan-batasan yang telah dirumuskan sebelumnya guna memperoleh simpul atau pokok penting dalam menjawab rumusan masalah. 4. Bab IV Kesimpulan dan Saran Bab IV terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah intisari pembahasan permasalahan penelitian. Ini merujuk pada jawaban pertanyaan dalam penelitian. Selanjutnya, peneliti memberikan saran sebagai rekomendasi singkat terkait dengan kelebihan serta kelemahan yang ada dalam penelitian.