BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa adalah ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistik dari kelompok pemakai bahasa tertentu (Wellek dan Warren, 2014: 13). Bahasa sastra memgandung fungsi ekspresif, menunjukkan nada (tone) dan sikap pembicara atau penulisnya yang selanjutnya berusaha mempengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya mengubah sikap pembacanya (Wellek dan Warren, 2014: 14). Bahasa dalam karya sastra tidak dapat dilepaskan dari konteksnya sebagai satu kesatuan. Karya sastra mengandung unsur ekspresi sastrawan dan kesan khusus yang ingin ditimbulkannya terhadap pembaca. Karya sastra juga mengandung unsur emosi, efek keindahan kata dan ungkapan, efek keindahan bunyi, serta dengan segala nuansa. Oleh karena itulah dalam karya sastra tidak jarang dijumpai adanya bahasa figuratif atau yang sering disebut majas. Im Ji-ryong (via Lee Jong-yeol, 2001: 170) menjabarkan bahwa bahasa figuratif dapat dipahami secara tradisional dan modern. Secara tradisional, bahasa figuratif (figurative senses) adalah suatu cara memperindah ekspresi bahasa melalui penyimpangan makna kata yang dipahami penutur sehari-hari secara umum untuk mendapatkan makna khusus atau efek tertentu. Akan tetapi saat ini, bahasa figuratif tidak hanya sebagai gaya penulisan puisi atau ucapan dan dianggap sangat penting keberadaannya untuk
mencapai fungsi kebahasaan, tetapi juga karena berkembang secara luas dalam bahasa sehari-hari, bahasa figuratif dianggap sebagai suatu siasat pengetahuan yang memberikan arti mendasar dan sangat alami dalam percakapan. Terjemahan karya sastra merupakan hal yang tidak asing lagi baik di bidang sastra maupun bidang ilmu yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa terjemahan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan saat ini. Terjemahan karya sastra Korea banyak dilakukan hingga tahun 1980-an (Indrastuti, 2013: 9). Karya sastra Korea belum mendunia karena sebagian besar orang tidak mengerti bahasa Korea terutama Hangeul. Oleh karena itulah dilakukan penerjemahan karya sastra Korea ke dalam bahasa asing agar dapat dimengerti. Indrastuti menambahkan, penerjemahan sastra Korea dipelopori oleh orang Korea yang tinggal di Amerika (2013: 9). Karya-karya sastra terjemahan tersebut sebagian besar diterbitkan oleh penerbit luar negeri sehingga cakupan pembaca karya sastra Korea menjadi semakin luas. Pada hakikatnya, penerjemahan adalah kegiatan pengalihan pesan atau amanat dari bahasa sasaran (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa). Penerjemahan harus mampu mencapai kesepadanan dari sudut pandang makna, gaya, dan struktur. Kegiatan menerjemahkan tidak semata-mata memindahkan bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) secara apa adanya tetapi juga harus menyampaikan amanat secara komunikatif. Selanjutnya, makna yang telah dipahami tadi diungkapkan kembali dengan menggunakan kosa kata dan struktur gramatikal BSa
yang baik dan cocok dengan konteks budaya BSa.
Menerjemahkan karya sastra merupakan usaha untuk menjembatani dua budaya
yang berbeda, dengan dua bahasa yang berbeda (Suryawinata dan Hariyanto, 2007: 154). Oleh karena itulah Suryawinata dan Hariyanto (2007: 153) menyatakan bahwa seorang penerjemah karya sastra perlu memiliki pengetahuan yang luas tentang latar belakang sosiokultural BSu sebab hal ini sangat diperlukan untuk memahami benar-benar karya sastra yang diterjemahkannya. Penerjemah tidak dapat mengacuhkan begitu saja keberadaan bahasa figuratif atau majas dalam suatu karya sastra. Hal ini dikarenakan penggunakan bahasa figuratif atau majas dalam karya satra memang disengaja untuk mencipkatan makna khusus atau efek tertentu. Selain itu, bahasa figuratif juga menunjukkan ciri khas seorang penulis atau sastrawan. Penelitian ini menggunakan salah satu karya sastra yang berupa novel Korea berjudul 엄마를 부탁해 (Eomma-reul Buthakhae) karya Kyung-sook Shin. Kyung-sook Shin merupakan salah satu novelis Korea Selatan yang karyanya paling banyak dibaca. Eomma-reul Buthakhae merupakan buku pertamanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggis. Novel tersebut telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan diterbitkan di kurang lebih 19 negara. Novel tersebut juga bahasa Indonesia dengan judul “Ibu Tercinta” yang diterjemahkan oleh Tanti Lesmana.
1.2.
Rumusan Masalah
Penelitian ini membahas tentang majas dalam novel Eomma-reul Buthakhae dan penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah majas dalam novel Eomma-reul Buthakhae karya Kyung-sook Shin diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah adalah mendeskripsikan majas dalam novel Eomma-reul Buthakhae karya Kyung-sook Shin dan padanannya dalam terjemahan bahasa Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi keilmuan maupun secara praktis bagi masyarakat. Manfaat tersebut antara lain: 1.4.1.
Manfaat teoritis Manfaat teoritis atau secara keilmuan yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan kajian tentang terjemahan majas dari bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia.
1.4.2.
Manfaat pragmatis Manfaat secara praktis bagi masyarakat diantaranya dapat digunakan sebagi model untuk melihat dan menganalisis penerjemahan bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia, khususnya pada komponen majas.
1.5.
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berfungsi untuk mengetahui penelitian atau tulisan terdahulu yang berhubungan dengan topik yang akan ditulis (Indrastuti, 2012: 43). Melalui tinjauan pustaka dapat diketahui kebaruan suatu topik penelitian. Dengan mengetahui keaslian sebuah karya ilmiah dapat menghindarkan terjadinya plagiarisme penelitian. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Jevi dengan judul “Analisis Terjemahan Berdasarkan Makna Figuratif Melalui Tiga Makna Figuratif dalam Komik Crayon Shinchan Vol. 32 dan Manga Kureyon Shinchan Vol. 32”. Penelitian yang dilakukan tahun 2009 tersebut berupa skripsi program strata satu jurusan sastra Jepang Universitas Bina Nusantara Jakarta. Objek material dalam penelitian tersebut berupa komik dan manga (komik Jepang). Dalam penelitian tersebut Jevi hanya mengkaji tiga macam makna figuratif, antara lain: metonimia, sinekdoke, dan metafora. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Andi Endah Agustini dalam penelitian yang berjudul “Diksi dan Bahasa Kiasan dalam Novel Daerah Salju karya Ajip
Rosidi: Kajian Stilistika”. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 tersebut berupa tesis program S2 Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Objek material dalam penelitian tersebut penulis menganalisis bahasa yang terdapat pada novel Daerah Salju dengan membatasi kajiannya pada diksi dan bahasa kiasan, kemudian ditelusuri bentuk diksi dan bahasa kiasan dalam novel aslinya yang berbahasa Jepang, Yukiguni, kemudian dicari bentuk-bentuk penyetaraan maupun deviasi atas diksi dan bahasa kiasan yang terjadi dalam teks terjemahan yang mendukung grand idea yang terdapat dalam novel tersebut. Yang membedakan penelitian yang dilakukan oleh Jevi dan Agustini dengan penelitian ini adalah bahasa yang dikaji sebagai sumber data. Kedua penelitian tersebut mengkaji karya berbahasa Jepang sedangkan penelitian ini mengkaji karya sastra Korea.
1.6.
Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah dimaksudkan agar pembahasan tidak terlalu melebar dan menyimpang dari permasalahan. Dalam penelitian ini hanya akan dibahas empat jenis majas, antara lain: metonimia, sinekdoke, metafora, dan simile. Pemilihan keempat jenis majas tersebut dikarenakan keempat majas tersebut paling dominan di dalam novel Eomma-reul Buthakhae.
1.7.
Metode Penelitian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012: 321), metode adalah cara yang telah diatur dengan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; cara belajar dan sebagainya. Sudaryanto (1992: 25-26) mengemukakan bahwa dalam kegiatan ilmiah linguistik, metode merupakan komponen kegiatan ilmiah dan merupakan jalan yang harus ditempuh linguis dalam menuju ke pembenaran atau penolakan hipotesis serta ke penemuan asas-asas yang mengatur kerja bahasa itu. Metode sangat penting dalam terwujudnya tujuan linguistik untuk memahami asas-asas yang dicari. Metode tidak hanya terkait dengan hipotesis tetapi juga dengan pikiran atau teori. Agar metode dapat bermanfaat, haruslah digunakan dalam pelaksanaan yang konkret. Untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan, diperlukan metode penelitian yang sistematis. Menurut Kesuma (2007: 30) penelitian yang sistematis adalah penelitian yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Berikut adalah paparan ketiga tahapan yang dilalui dalam penelitian. 1.
Persiapan Penelitian Pada tahap ini dilakukan penentuan topik, studi pustaka, dan penyusunan rancangan penelitian. Topik yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah sematik dan terjemahan. Digunakannya teori semantik berguna untuk mengetahui makna figuratif. Teori terjemahan digunakan untuk mencapai kesepadanan makna dari bahasa Korea sebagai Bsu ke dalam
bahasa Indonesia sebagai Bsa. Penelitian ini tidak ditujukan sebagai bentuk kritik terjemahan suatu karya sastra. Akan tetapi hanya meneliti empat macam majas dalam novel BSu dan padanannya dalam BSa. 2.
Pelaksanaan Penelitian Objek material dalam penelitian ini adalah novel. Novel lebih sering diteliti sebagai karya sastra daripada sebagai alat komunikasi. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan novel dapat dikaji dengan teori linguistik. Data yang dikaji dalam penelitian ini diambil dari novel berbahasa Korea dengan judul Eomma-reul Buthakhae karya Kyung-sook Shin, serta terjemahan novel tersebut dalam bahasa Indonesia dengan judul “Ibu Tercinta” yang diterjemahkan oleh Tanti Lesmana. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan data dengan menggunakan teknik catat. Menurut Sudaryanto (1992: 33) teknik catat adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan pencatatan pada kartu-kartu data yang
sudah
menggunakan
disediakan. metode
Selanjutnya
padan
data-data
intralingual.
tersebut
Mahsun
dianalisis
(2012:
118)
mendefinisikan metode padan intralingual sebagai metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda. 3.
Pelaporan Penelitian Suatu penelitian dinyatakan selesai apabila hasil analisis data yang telah dikerjakan oleh peneliti telah ditulis dan disajikan dalam laporan (Kesuma,
2007: 34). Tahap ini ditandai oleh kegiatan membuat dan terwujudnya sebuah laporan penelitian yang berbentuk skripsi.
1.8.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari novel. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra. Bahasa yang digunakan dalam suatu karya sastra hampir dapat dipastikan berbeda dengan bahasa sehari-hari. Hal ini dikarenakan karya sastra mengandung nilai estetika atau keindahan. Cara yang dapat digunakan untuk memperindah ekspresi bahasa adalah dengan menggunakan bahasa figuratif atau majas, yaitu penyimpangan makna kata yang dipahami penutur sehari-hari secara standar untuk mendapatkan makna khusus atau efek tertentu. Data yang dikaji dalam penelitian ini diambil dari novel berbahasa Korea dengan judul Eomma-reul Buthakhae karya Kyung-sook Shin (2008). Novel tersebut telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Novel tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Please Look After Mom”. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Ibu Tercinta” yang diterjemahkan oleh Tanti Lesmana pada tahun 2011. Penelitian ini mengkaji tentang majas dalam novel Eomma-reul Buthakhae dan padanannya dalam bahasa Indonesia.
1.9.
Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian bermanfaat untuk mempermudah penyusunan laporan penelitian. Selain itu melalui sistematika penyajian dapat diketahui gambaran tentang masalah yang akan dibahas dalam suatu penelitian secara jelas dan menyeluruh. Berikut adalah sistematika penyajian penelitian ini. Bab I, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, ruang lingkup masalah, metodologi penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Latar belakang menguraikan alasan pemilihan topik penelitian. Bab II, berisi kerangka teori yang diaplikasikan dalam penelitian ini, yaitu semantik dan terjemahan. Bab III, berisi tentang kajian majas dalam novel bahasa Korea beserta strategi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Bab IV, Simpulan. Bab ini merupakan bagian terakhir penelitian ini. Bab ini berisi paparan simpulan dari keseluruhan kajian.