BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Usaha Milik Daerah (sub-national State Owned Enterprise) telah menjadi salah satu bentuk badan usaha yang diakui di Indonesia semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (selanjutnya disebut UU Perusda). Kehadiran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini diharapkan menjadi salah satu pilar perekonomian di Indonesia pada era otonomi daerah saat ini. Hal ini terbukti dari banyaknya potensi bisnis di setiap daerah yang sangat prospektif. Buktinya hingga tahun 2013 tercatat sudah berkembang 1.007 BUMD dengan total aset mencapai Rp.500 triliun. Dari jumlah tersebut secara umum di berbagai daerah terbagi dalam lima sektor andalan yakni perbankan, jasa penyedia air minum, pertambangan, perdagangan (pasar) dan aneka usaha dan industri.3 Perusahaan milik daerah atau BUMD adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Daerah, baik tingkat Provinsi atau tingkat Kabupaten/Kota.4 Pembentukan dan pengelolaan BUMD ini adalah kewenangan Pemerintah Daerah yang secara tegas diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Pemerintah Daerah memiliki peran penting dalam suatu BUMD yaitu sebagai pemilik tunggal untuk BUMD yang berbentuk hukum 3 4
Wawan Zulmawan, 2015, Kenapa Harus BUMD?, Jala Permata Aksara, Jakarta, hlm.6 Ibid, hlm.1
1
Perusahaan Daerah atau pemilik secara mayoritas untuk BUMD yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas.5 Hakikat BUMD yang memiliki peran strategis tidak diikuti dengan pengeloaannya yang optimal. Data yang diperoleh dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di tahun 2013 menunjukkan bahwa dari 1.007 BUMD dengan aset sebesar Rp. 340,118 triliun hanya mendapat laba sebesar Rp. 10,372 triliun atau rata-rata rasio laba terhadap aset (ROA) sebesar 3,0 persen.6 Data dari Badan kerjasama BUMD seluruh Indonesia memperlihatkan bahwa dari 1.113 BUMD, hanya sekitar 40% (empat puluh persen) yang masuk kategori sehat. Mayoritas BUMD dengan nilai aset totalnya mencapai Rp 400 triliun sekarang ini, dalam kondisi stagnan atau dalam kondisi tinggal papan nama BUMD yang sehat tersebut berada di Pulau Jawa.7 Permasalahan yang sering ada di banyak BUMD adalah kinerja keuangan yang rendah sehingga fungsinya sebagai salah satu sumber pendapatan daerah tidak tercapai karena bagi hasil/laba yang diberikan ke Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/kota sangat kecil dan bahkan banyak yang merugi. 8 Sebagai salah satu contoh yaitu Provinsi Sumatera Utara, di Sumatera Utara sedikitnya ada 8 BUMD milik Pemerintah Provinsi Sumut baik berbentuk Perusahaan Daerah (PD) maupun Perseroan Terbatas (PT) yaitu PD Aneka Industri dan Jasa, PD Air 5
Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah 6 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ,2014, ”Reviu Literatur Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)”, http://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2291/14.125Reviu-Literatur-Pengelolaan-Badan-Usaha-Milik-Daerah, diakses pada tanggal 5 Januari 2016 7 Wawan Zulmawan, Op.cit, hlm.96 8 Sherly Simanjuntak & Mahendra Putra Kurnia, 2013, “Analisis Yuridis Terhadap Perubahan Status Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah Kaltim (BPD Kaltim) Dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas”, Jurnal Beraja Niti Volume 2 Nomor 10, Samarinda, hlm. 2
2
Minum (PDAM) Tirtanadi, Perseroan Terbatas Bank Sumatera Utara, Perseroan Terbatas Prasarana Pembangunan Sumatera Utara (PT PPSU), PT Kawasan Industri Medan, PT Asuransi Bangun Askrida dan PD Perhotelan Provinsi Sumatera Utara.9 Namun yang terjadi di tahun 2014 BUMD- BUMD di Sumatera Utara tidak memberikan profit yang setara dengan input yang diberikan berupa penyertaan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga menjadi beban keuangan daerah, seperti PT Tirtanadi, PT PPSU dan PD Perhotelan Provinsi Sumatera Utara (PD Perhotelan Provsu) hanya mencapai 12,19% dari jumlah laba yang seharusnya.10 Kinerja keuangan yang rendah ini disebabkan oleh berbagai problematika BUMD.11 Pertama, dasar hukum pengaturan BUMD yaitu UU Perusda telah dicabut dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) namun belum melahirkan peraturan pelaksana yang dapat dijadikan acuan bagi BUMD di seluruh Indonesia, melainkan hanya berdasarkan pada Perda masing-masing daerah yang belum tentu sama. Kedua, prinsip pengelolaan BUMD masih terkontaminasi dengan sistem birokrasi. Campur tangan pemerintah daerah dalam kinerja BUMD membuat lambannya kinerja badan usaha menghadapi perubahan situasi dan kondisi bisnis dikarenakan segala keputusan
9
Sinar Indonesia Baru, 2014, “Pengelolaan 8 BUMD Sumut Jangan Sarat Kepentingan Politisasi”, http://hariansib.co/view/Headlines/33336/Pengelolaan-8-BUMD-Sumut-Jangan-SaratKepentingan-dan-Politisasi.html#.VophVLZ950s , diakses pada tanggal 26 Desember 2015 pukul 19.15 WIB 10 Sinar Indonesia Baru, 2014, “Likuidasi BUMD yang Merugi”, http://hariansib.co/mobile/?open=content&id=22856, Medan, diakses pada tanggal 26 Januari 2016 pukul 13:53 WIB 11 Reydonnyzar Moenek, 2015, “Rakernas Revitalisasi BUMD, Pemantapan Penerapan PPKBLUD dan Optimalisasi Pengelolaan Barang Milik Daerah tentang “Problematik, Peluang, Tantangan dan Strategi Pengelolaan BUMD, BLUD dan BMD”, Paparan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah (Kemendagri), hlm.24
3
bisnis baik yang bersifat strategis maupun keputusan-keputusan konvensional lainnya harus melalui ijin pemerintah. Ketiga, tidak efisiennya pengoperasian suatu BUMD. Hal ini mengakibatkan pemborosan dana disana-sini dan para pengelolanya tidak memiliki keahlian yang cukup. Selain faktor tersebut, kinerja BUMD dipengaruhi oleh bentuk hukumnya. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan pendirinya.12 Faktor-faktor diatas adalah penyebab BUMD- BUMD tak sehat akan berakhir pada pembubaran meskipun pemerintah daerah selalu berupaya dengan langkah yang lebih halus yaitu dengan cara merubah bentuk hukum agar dapat memperluas kerjasama dengan pihak swasta. Menyoroti salah satu BUMD yang ada di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang baru-baru ini berganti nama menjadi PT Dhirga Surga Sumatera Utara (PT Dhirga Surya Sumut) yaitu PD Perhotelan Provsu. Seperti yang telah diterangkan diatas bahwa PD Perhotelan Provsu adalah salah satu PD yang tidak memberikan laba sesuai target kepada kas daerah semenjak didirikannya. Inilah yang menjadi alasan utama menurut Pemerintah Daerah Sumut untuk merubah bentuk hukumnya meskipun terdapat alasan lain seperti sengketa dalam kerjasama dengan pihak ketiga. Sengketa dengan pihak ketiga ini yaitu terkait kasus sengketa pendirian rumah sakit Siloam di lahan ex-Hotel Dhirga Surya milik PD Perhotelan Provsu yang seharusnya berdasarkan perjanjian bahwa yang harus didirikan adalah hotel. Selain itu dalam akta pendirian PD Perhotelan Provsu diketahui bahwa kegiatan yang dapat
12
Sherly Simanjuntak & Mahendra Putra Kurnia, Loc.cit.
4
dilakukan oleh PD ini hanya kegiatan di bidang usaha perhotelan, hal ini menjadi kendala bagi PD Perhotelan Provsu untuk dapat mengakomodir kegiatan usaha lain seperti layanan kesehatan (rumah sakit) karena tidak sesuai dengan maksud dan tujuan kegiatannya. Kedua, alasan lain perubahan ini agar PD Perhotelan Provsu yang nantinya berbentuk hukum PT dapat melepaskan saham dan go public kepada swasta dan memberi keuntungan kepada daerah.13 Alasan-alasan diataslah yang menjadi latar belakang pengambilan kebijakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) bersama DPRD Provinsi Sumut yaitu dengan mengubah bentuk hukum BUMD tersebut. Hingga pada tahun 2014 dibuatlah suatu draft Raperda tentang perubahan bentuk hukum PD Perhotelan Provsu menjadi PT Dhirga Surya Sumatera Utara (PT Dhirga Surya Sumut) untuk dibicarakan dan menjadi agenda Sidang Paripurna DPRD Sumut. Namun, apakah langkah yang tepat mengubah bentuk hukum suatu BUMD yang kurang sehat akan berdampak signifikan terhadap pendapatan daerah? Perubahan suatu bentuk hukum BUMD tidak bisa hanya melihat seberapa besar keuntungan materi melainkan harus lebih mengarah kepada konsep “privatisasi” yang mana bertujuan untuk memperbaiki kinerja perusahaan yang ada dan menciptakan perusahaan yang tangguh untuk bersaing dalam kompetisi di pasar global dan dapat menghasilkan laba.
13
Edward F. Bangun, 2014, PD Perhotelan Provsu Jadi PT Dhirga Surya, http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/?id=79390 , diakses pada tanggal 27 Desember 2015 pukul 18.00 WIB.
5
Perubahan bentuk hukum ini akan menghasilkan perubahan yang baik14 yang Pertama, membuat BUMD yang sebelumnya tunduk pada hukum publik akan menjadi tunduk pada hukum perdata khusus (bisnis) karena telah berubah menjadi BUMD berbadan hukum PT. Kedua, BUMD yang berbentuk PT ini memberikan kesempatan dalam pengisian jabatan komisaris dan direksi diisi oleh orang yang profesional untuk mengurusi perusahaannya tidak harus dari birokrat. Ketiga, pengurusan dan pertanggungjawaban BUMD berbentuk PT ini akan lebih profesional karena harus diberikan kepada akuntan publik yang ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diatur tegas dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT tahun 2007). Dari semua latar belakang dan tujuan baik perubahan bentuk hukum BUMD yang diterangkan diatas, disimpulkan bahwa perubahan bentuk hukum adalah langkah yang tepat meskipun proses yang dilalui akan cukup panjang yaitu dengan melewati beberapa tahap seperti yang diatur dalam Pasal 5 huruf (b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 (Permendagri 3 Tahun 1998) dimana salah satu yang utama adalah dengan menetapkan Peraturan Daerah Tingkat I atau Tingkat II tentang Perubahan Bentuk Hukum BUMD dari PD menjadi PT yang diatur tegas pula dalam Pasal 177 UU Pemda Nomor 32 Tahun 2004 jo. Pasal 331 UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014. Pengundangan Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum PD Perhotelan Provsu menjadi PT Dhirga Surya Sumut tanggal 2 Juni 2014, sebagai suatu peristiwa hukum yang masih baru membuat penulis 14
Safri Nugraha, Privatisasi BUMD Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja, BPHN-Departemen Kehakiman, Jakarta, 1996, hlm. 36
6
tertarik untuk mengangkat perubahan PD Perhotelan Provsu menjadi PT Dhirga Surya Sumut menjadi objek penelitian penulisan hukum penulis dengan judul Analisis Yuridis Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Daerah Dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (Studi Terhadap Perubahan PD Perhotelan Provsu Menjadi PT Dhirga Surya Sumut). Dalam penulisan hukum ini Peraturan Daerah tersebut dijadikan acuan dasar penulis terkait pengaturan mengenai apa saja yang berubah dari PD tersebut untuk mengkaji tahapan yang dilalui oleh PD ini untuk berubah bentuk dan konsekuensi yang terjadi akibat perubahan tersebut sesuai dengan kedudukannya sekarang sebagai Perseroan Terbatas.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, Penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tata cara beralihnya bentuk hukum Perusahaan Daerah Perhotelan Provinsi Sumatera Utara menjadi PT Dhirga Surya Sumatera Utara? 2. Apakah konsekuensi beralihnya PD Perhotelan Provsu menjadi PT Dhirga Surya Sumut terhadap kedudukannya sebagai perseroan terbatas?
7