BAB I PENDAHULUAN BAB I : PENDAHULUAN A.
Latar Belakang TPI pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991 selama 2 jam dari pukul
19.00-21.00 WIB. TPI diresmikan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991 di Studio 12 TVRI Senayan, Jakarta. Secara bertahap, TPI mulai memanjangkan durasi tayangnya. Pada akhir 1991, TPI sudah mengudara selama 8 jam sehari. TPI didirikan oleh putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (SHR) dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Cipta Lamtoro Gung Persada. Stasiun televisi yang akrab dengan masyarakat segmen menengah bawah ini harus diakui tidak memiliki kinerja keuangan yang baik, Pada tahun 2002, TPI mempunyai utang kepada para kreditur yang nilai nya cukup besar seperti utang kepada PT.Citra Marga Nusaphala
persada
Tbk,
peregrine
fixed
income
Ltd,
Asian
Venture
finance,Pemegang saham,Bank YAMA,BPPN,Bank Bumi Daya, Subordinated bonds dan Convertible Bonds INDOSAT. Siti Hardijanti Rukmana yang saat itu juga terbelit utang maha besar kelimpungan. Di satu sisi dirinya menghadapi ancaman pailit, di sisi lain utang TPI juga terancam tak terbayar. Disinilah awal masalah dari sengketa kepemilikan saham Citra Televisi Pendidikan Indonesia (selanjutnya disebut CTPI). Pada tanggal 23 Agustus 2002, Terjadi kesepakatan dalam bentuk Investment Agreement antara PT. Berkah Karya Bersama (selanjutnya disebut BKB), yang diwakili oleh Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo (selanjutnya disebut HT) yang mendapat kuasa dari Tuan Jiohan Sebastian selaku Direktur dari BKB selaku investor, dan Siti Hardijanti Rukmana (selanjutnya disebut SHR) yang bertindak selaku untuk dan atas nama diri sendiri dan selaku pemegang saham TPI lainnya, selaku pihak yang akan mendapatkan investasi dari investor. Investment Agreement
tersebut adalah untuk melakukan
Restrukturisasi Utang TPI kepada para krediturnya, yaitu; utang kepada PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), Peregrine Fixed Income Ltd, Asian Venture Finance, Pemegang Saham (Shareholder Loan), Bank YAMA (Pinjaman Sindikasi/ Syndicated Loan) IBRA/BPPN, Bank Bumi Daya (Bank Mandiri), Subordinated Bonds dan Convertible Bonds INDOSAT. Dalam Perjanjian Investasi tersebut tercapai kesepakatan bahwa :
“Tujuan adanya investor untuk melakukan pembiayaan (financing) dalam skema dan bentuk yang bervariasi sampai dengan sejumlah US$55,000,000 untuk digunakan sebagai Restrukturisasi utang CTPI. Dana sebesar US$55,000,000 dapat digunakan untuk penyertaan modal sampai dengan sejumlah US$25,000,000 dan sisanya US$30,000,000 dialokasikan untuk Pembiayaan Utang (Refinancing)/akuisisi”.1
Apabila dilaksanakan tindakan-tindakan tersebut, dapat menyebabkan diterbitkannya saham baru sampai dengan berjumlah 75% dari total saham CTPI. Pada tanggal 03 Juni 2003, terjadi pemberian kuasa (Power of Attorney) dari Pemegang Saham CTPI kepada BKB. Isi dari Surat Kuasa tersebut adalah; memberikan kuasa kepada BKB untuk memanggil dan/atau menghadiri setiap RUPSLB CTPI dengan agenda sebagai berikut: 1.
Persetujuan atas perubahan susunan Direksi dan Dewan Komisaris dari CTPI, termasuk tetapi tidak terbatas pada menunjuk dan/atau mengakhiri anggota Direksi dan Komisaris dan memberikan acquit et de charge kepada Direksi dan Komisaris.
2.
Persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar CTPI.
3.
Persetujuan atas kenaikan modal dasar, modal yang dikeluarkan dan modal yang ditempatkan pada CTPI.
4.
Lain-lain.
Surat Kuasa ini mempunyai sifat yang tidak dapat dicabut kembali (irrevocable power of attorney) dan tidak dapat dibatalkan/diakhiri/diputus dengan alasan apapun dan karenanya pemberi kuasa mengesampingkan dan melepaskan pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pada 7 Maret 2005, para petinggi Bimantara Citra, induk BKB, menggelar rapat internal. Rapat ini menghasilkan 3 opsi yang akan ditawarkan kepada SHR. Opsi pertama, BKB menjual 75% saham TPI yang dimilikinya kepada SHR seharga Rp 630 miliar. Opsi kedua, BKB membeli 25% saham TPI yang dimiliki SHR senilai Rp 210 miliar. Opsi ketiga, jika SHR tidak mengambil sikap maka kepemilikan
1
Bung pokrol, “Pemilikan TPI” (On-line), tersedia di WWW:http:/hukumonline.com (10
oktober 2014)
69 saham di TPI tetap BKB sebesar 75% dan SHR 25%. SHR pun didaulat harus menyampaikan opsi yang dipilihnya paling lambat pada 17 Maret 2005, agar Rapat umum pemegang saham (selanjutnya disebut RUPS) dapat membahas mengenai opsi yang dipilih SHR. Namun menurut Hary, SHR kemudian mengklaim telah menggelar RUPS sendiri pada 17 Maret 2005 yang menghasilkan keputusan bahwa 75% saham TPI kembali ke tangan SHR. Selain itu, SHR juga menuding Hary Tanoe dengan saudaranya Hartono Tanoe yang menjadi Komisaris di PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) sengaja membuat hasil RUPS 17 Maret 2005 tidak dapat dimasukkan ke dalam Sisminbakum (Sistem Administrasi Badan Hukum), seperti yang dikuak oleh Yohanes Waworuntu.2 Namun menurut Hary, alasan ini terlalu dibuat-buat. Hary menegaskan, pertama, baik Bimantara Citra, PT Bhakti Investama Tbk (BHIT) maupun PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) tidak memiliki saham di SRD. Tak berhenti sampai disitu, mendadak pada 23 Juni 2010, SHR kembali menggelar RUPS yang kemudian menunjuk Ketua Umum Partai Patriot Pancasila Japto Soerjosoemarno sebagai Direktur Utama TPI bersama 3 orang jajaran direksi lainnya. Landasan SHR mengadakan RUPS tersebut adalah dikeluarkannya surat Pejabat Pelaksana Harian (Plh) Direktur Perdata Kementerian Hukum dan HAM, Rieke Amavita bertanggal 8 Juni 2010 yang menyebutkan bahwa Menteri Hukum telah membatalkan surat-surat pengesahan anggaran dasar TPI.Kubu Siti Hardijanti Rukmana mengklaim, keberadaan surat tersebut dengan sendirinya membatalkan susunan direksi dan komisaris TPI yang sekarang menjabat. Sementara kubu Hary Tanoe mempertanyakan status surat yang dikeluarkan oleh Rieke tersebut. Menurut Hary, surat tersebut secara hukum tidak dapat membatalkan keputusan RUPS 18 Maret 2005. Kendati demikian, kubu SHR terus melakukan berbagai upaya merebut TPI. Bahkan pada 26 Juni 2005, Japto bersama orangorangnya mendatangi kantor TPI guna mengklaim dan menduduki kantor tersebut. Kubu Hary Tanoe pun melaporkan upaya pendudukan tersebut ke pihak kepolisian. Lalu masalah ini pun bergulir ke pengadilan negeri ketika SHR mengugat PT.Berkah Karya Bersama Dalam gugatannya Tutut menilai 75% Sahamnya diambil
2 Patrialis “RUPS Tutut Memang Diblokir?” (On-line), tersedia di WWW:http:/beritasatu.com/hukum/6283-patrialis-rups-tutut-memang-diblokir.html (10 Oktober 2014).
secara tidak sah oleh PT Berkah Karya Bersama. Perusahaan milik Hary Tanoe itu dituduh telah menggunakan surat kuasa pemegang saham yang tidak berlaku lagi dalam melakukan RUPSLB TPI pada 18 Maret 2005 terkait pengambilallihan saham. SHR yang sebelumnya telah memenangkan gugatan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat masih harap-harap cemas karena di Pengadilan Tinggi kalah. Namun di tingkat Kasasi di MA ternyata dikabulkan.3 Akan tetapi dari pihak PT.BKB mengugat SHR ke BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), PT.BKB beralasan mengajukan gugatan ke BANI karena di dalam perjanjian kedua belah pihak sudah mengatur jika suatu saat ada sengketa maka akan di selesaikan di BANI lalu kasus ini pun bergulir ke Badan Arbitrase untuk penyelesaian sengketa yang pada akhirnya mengeluarkan putusan yang isi nya menyatakan bahwa RUPS PT.BKB 18 maret 2005 adalah SAH . Mereka juga berhak atas 75 persen saham TPI. Selain itu pihak SHR terbukti melakukan tindakan wanprestasi sehingga diwajibkan membayar Rp 510 miliar. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, saya mencoba merumuskan permasalahan sekaligus merupakan pembahasan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : Putusan mana yang bisa diterapkan antara Putusan MA atau Putusan Arbitrase berdasarkan aturan yang berlaku saat ini?
C.
Tujuan dan Kegunaan 1.
Tujuan penelitian dalam penulisan skipsi ini,yaitu: • Untuk mengetahui putusan mana yang bisa diterapkan antara Putusan MA atau Arbitrase dalam kasus ini.
2.
Dalam penulisan skripsi ini ada pula kegunaan tersebut, kegunaan Penelitian ini yaitu:
3
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Putusan Mahkamah Agung No.
862 K/Pdt/2013”. (On-line) tersedia di WWW: http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/bc6cf804bd9049730a814d82f620ba5c (10 oktober 2014).
71 a. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kalangan mahasiswa dan masyarakat pada umumnya yang membutuhkan informasi mengenai topik yang dipaparkan diatas. b. Penulis berharap dengan diselesaikannya skripsi ini dapat memenuhi syarat kelulusan dalam Program Studi Business Law, Binus University
D.
Metodologi Metode adalah istilah yang paling umum dikenal oleh setiap insan. Dengan
menggunakan suatu metode, dapatlah kita mencapai suatu tujuan. Terutama tentang suatu cara untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Seorang peneliti haruslah memahami metode dan sistematika suatu penelitian, dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peneliti tersebut dikualifikasikan sebagai suatu cara ilmiah. Penelitian hukum haruslah dilakukan dengan menggunakan suatu metode penelitian yang ilmiah. Tanpa metode atau metodelogi tersebut, seseorang tidak akan mungkin mampu untuk menemukan, merumuskan, menganalisis, dan memecahkan masalah. Berikut ini merupakan metode penelitian dalam bentuk tabel: Tabel 1.1 Metodologi
No Derivasi Pertanyaan
Jenis data
Sumber
Tekhnik
Narasumber
pengumpulan 1
Kronologi kasus
sekunder
Media Massa
Studi Pustaka
online 2
3
Putusan pengadilan
Peraturan
Primer
yang Sekunder
media
Putusan
Studi
Pegawai
Mahkamah
Dokumentasi
Pengadilan
Agung No.238
Mahkamah
PK/Pdt/2014
Agung
Media Online
Studi Pustaka
mengatur mengenai Arbitrase
Teori-teori
Berbagai media
dan
peradilan 4
Berbagai
sekunder
Buku berbagai Studi pustaka literatur
Untuk metode penelitian yang akan digunakan meliputi:
1. Metode Penelitian Hukum Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut,untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Di dalam skripsi ini Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif 4 yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal atau penelitian kepustakaan (library research) dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya. Penelitian ini menekankan kepada penggunaan data sekunder, penelitian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Alasan dari pemilihan bentuk penelitian ini dikarenakan topik permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, obyeknya adalah permasalahan hukum yang harus dijawab dengan hukum positif. Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah pemecahan perkara perdata dalam proses pembuktian suatu perkara perdata, dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan perkara perdata dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan diatas.5
2. Analisis Data
4 5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3 (Jakarta:UI Press,1996),hlm.13.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet. 8, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001) hal.14.
73 Penulis menganalisis data secara kualitatif, dengan cara mendiskripsikan atau menggambarkan, kemudian membandingkan data yang penulis teliti. Tahapan analisis penulis mulai dari pengumpulan data dari bahan hukum primer, dimana bahan hukum primer ini merupakan peraturan perundang-undangan. Data ini selanjutnya penulis olah dengan menyeleksi, mengklasifikasi secara sistematis, logis, dan yuridis dengan target untuk mengetahui gambaran umum dengan spesifikasi mengenai penelitian. Selanjutnya mempelajari kasus-kasus, fakta-fakta konkrit yang terungkap dari ahli hukum maupun doktrin serta artikel-artikel para pengamat hukum. Kemudian penulis rangkum kedalam rangkaian-rangkaian kalimat yang jelas dan rinci dengan tidak lupa membandingkan terhadap konsep dari data-data sekunder yang terdiri dari buku-buku ilmiah dan literatur lainnya. Kemudian penulis lakukan suatu pembahasan dengan memperhatikan teori-teori hukum atau aturan-aturan yang mengatur, baik berupa peraturan perundang-undangan, doktrin para ahli, serta datadata lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Pada akhirnya dari pembahasan tersebut penulis tarik sebuah kesimpulan dengan menggunakan cara induktif atau deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dengan memulai dari data yang sifatnya umum kepada data yang bersifat khusus.6 3. Metode Penyajian Data Metode penyajian data dalam penelitian ini dilakukan melalui data primer dan data sekunder yang diperoleh melaui penelitian, selanjutnya dilakukan proses editing yaitu proses memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk dinilai apakah sudah dipertanggung jawabkan sesuai dengan kenyataan dan disajikan dalam bentuk laporan sesuai dengan sifat laporan itu sendiri.
6
Soerjono Soekanto,op. cit, hal. 10.