BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik atau sengketa adalah istilah-istilah yang sering ditemukan atau di dengar dalam kehidupan sehari-hari. Konflik atau sengketa bisa saja terjadi dikarenakan hal yang sepele, misalnya konflik antar tetangga yang mempermasalahkan batas tanah, sengketa pelanggaran perjanjian atau kontrak. Akan tetapi setiap orang sudah pasti tidak menginginkan suatu konflik atau sengketa terjadi di dalam kehidupannya. Sebuah konflik, yakni sebuah situasi di mana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. 1 Dengan kelebihan dan kekurangan yang diberikan Tuhan kepada manusia, membawa manusia itu kedalam bermacam-macam konflik atau sengketa, sengketa itu bisa terjadi dengan manusia lain, alam lingkungannya bahkan dengan dirinya sendiri. Pada kodratnya Tuhan juga memberikan kelebihan sehingga manusia tersebut dapat melakukan
1
Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi. 1997. “Sengketa dan Penyelesaiannya”. Buletin Musyawarah Nomor 1 Tahun I. Jakarta: Indonesian Center for Environment Law, hlm.1., dalam skripsi Ririn Bidasari hlm.25
penyelesaian konflik atau sengketa. Manusia selalu berusaha mencari bagaimana cara penyelesaian konflik dalam rangka untuk selalu mencapai posisi yang baik dan seimbang agar dapat tetap bertahan hidup. Apabila ada manusia yang tidak mau berusaha untuk mencari cara penyelesaian sengketa maka manusia tersebut memiliki fikiran dan jiwa yang tidak waras karena menghendaki adanya persengketaan tersebut. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua proses. Proses yang tertua melalui proses Litigasi yaitu melalui pengadilan. Dan kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa ini melalui kerja sama atau koorpratif diluar pengadilan. Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini disebut dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Hukum Acara Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materil dengan perantaraan kekuasaan Negara. Perantaraan Negara dalam mempertahankan dan menegakan hukum perdata materil itu terjadi melalui peradilan dan cara ini lah yang disebut Litigasi. 2 Pada dasarnya dalam cara Litigasi, inisiatif berperkara ada pada diri orang yang berperkara (dalam hal ini penggugat). Dengan kalimat lain ada atau tidak adanya sesuatu perkara, harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa, bahwa haknya atau hak mereka dilanggar, yaitu oleh penggugat atau para penggugat. 3 Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang egois yang belum mampu merangkul kepentingan 2
Ibid. hlm.27 Satjipto Rahardjo, Perumusan Hukum di Indonesia, Bandung : Alumni, 1978, dalam skripsi Ririn Bidasari Tahun 2006 FakultasHukum USU, hlm 3 3
bersama,
cendrung
menimbulkan
masalah
baru,
lambat
dalam
penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa. Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded). Lamban dan buang waktu (waste of time). Biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum. Atau dianggap terlampau formalistic (formalistic) dan terlampau teknis (technically). 4 Apabila menggunakan penyelesaian dengan cara yang tidak sederhana dan biaya yang mahal maka akan terjadi penumpukan perkara di pengadilan. Para pihak yang berperkara juga harus menunggu sementara bukan hanya hal berperkara itu saja yang harus di selesaikan mereka melainkan masih banyak kebutuhan lain yang harus diselesaikan oleh para pihak.
Untuk
mengatasi
penumpukan
perkara
tersebut
maka
perkembangan penyelesaian melalui kerja sama (koorperatif) di luar pengadilan ini sangat bermanfaat bagi para pihak yang menginginkan perkara mereka cepat selesai. Perkembangan
penyelesaian
sengketa
melalui
kerja
sama
(kooperatif) diluar pengadilan atau yang disebut dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang merupakan kebalikan penyelesaian sengketa 4
Hukum dan Masyarakat, Bandung L Angkasa, 1980, dalam skripsi Ririn Bidasari Tahun 2006 Fakultas Hukum USU, hlm.3
melalui Litigasi di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win-win solution”, dijamin kerahasian sengketa para pihak, terhindar dari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Penyelesaian sengketa dengan cara tersebut merupakan dambaan setiap orang karena memiliki sifat sederhana, cepat dan biaya ringan. Bersamaan dengan itu di dalam Hukum Acara Perdata yang terdapat suatu asas yang terdapat dan tercantum dalam penjelasan Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman, Pasal 2 angka 4 yang secara lengkap berbunyi : “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”. 5 Ada beberapa bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang umum digunakan, misalnya : 1. Negosiasi (penyelesaian melalui perundingan secara bipartite / dua pihak) 2. Mediasi (negosiasi dengan dibantu oleh pihak ketiga yang disebut Mediator) 3. Arbitrase (Penyelesaian melalui pemeriksaan dan putusan oleh Arbiter) 4. Konsiliasi (negosiasi dengan dibantu pihak ketiga)
5
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 “Tentang Kekuasaan Kehakiman” pasal 2 angka 4
Salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang biasa digunakan adalah melalui mediasi. Mediasi ini secara langsung merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dalam proses persidangan di pengadilan. Penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi ini dengan “win-win solution”
yang menggunakan pengadilan sebagai sarana
mediator dan sekaligus dapat berperan sebagai katup penekan. Yang diharapkan tidak hanya lebih efektif dan efesien bagi para pihak yang bersengketa, tapi juga bagi pengadilan yang bertugas menyelesaikan sengketa mereka, dalam hal mengurangi penumpukan perkara yang dapat berimplikasi pada konflik tersebut. Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. 6 Mengenai mediasi atau alternatif penyelesaian sengketa ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Penyelesaian Sengketa. Lembaga-Lembaga APS bisa dijumpai secara luas dalam berbagai bidang seperti undang-undang bidang Lingkungan Hidup, Pertumbuhan, Perlindungan Konsumen dan lain sebagainya. Mahkamah Agung (MA) RI juga mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur mediasi di Pengadilan yang mewajibkan pihak yang bersengketa perdata, lebih dulu menempuh proses mediasi. Yaitu melalui perundingan antara pihak yang bersengketa dengan bantuan 6
Gunawan Wijaya, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada). hlm.30
pihak ketiga yang netral dan tidak memiliki kewenangan memutus (mediator). Berkaitan dengan hal itu, Mahkamah Agung mewajibkan penggunaan jasa mediasi sebagai upaya memaksimalkan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg. Lembaga sejenis mediasi untuk menyelesaikan di luar pengadilan sudah diatur dalam Pasal 130HIR/154 RBG. Pasal ini menyatakan bahwa, “Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang menghadiri, maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan Hakim Ketua mencoba untuk mendamaikan mereka.” 7 Segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak. Mediasi dapat ditempuh oleh para pihak yang terdiri atas dua pihak bersengketa atau lebih. Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Namun, ada kalanya karena berbagai faktor para pihak tidak mampu mencapai penyelesaian sehingga mediasi berakhir dengan jalan buntu. Situasi ini yang membedakan mediasi dengan litigasi. Litigasi pasti berakhir dengan sebuah penyelesaian hukum, berupa putusan hakim, meskipun penyelesaian hukum belum tentu mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan di antara pihak sengketa masih berlangsung dan pihak yang kalah selalu tidak puas. Terdapat unsur-unsur esensial mediasi yang telah diidentifikasi, yaitu: 7
hlm.245
Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
a. Mediasi
merupakan
cara
penyelesaian
sengketa
melalui
perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak. b. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang disebut mediator. c. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu
para
pihak
yang
bersengketa
dalam
mencari
penyelesaian yang dapat diterima para pihak. 8 Mediator merupakan pihak netral yang memberikan bantuan prosedural dan substansial. Bantuan prosedural antara lain mencakup tugas-tugas memimpin, memandu, dan merancang sesi-sesi pertemuan atau perundingan. Sedangkan bantuan substansial berupa pemberian saransaran kepada pihak yang bersengketa. 9 Mediator sebagai pihak netral ini mengandung pengertian bahwa mediator tidak berpihak, tidak memiliki kepentingan dengan perselisihan yang sedang terjadi, serta tidak diuntungkan atau dirugikan jika sengketa dapat diselesaikan atau jika mediasi menemui jalan buntu. Dari uraian di atas, bahwa mediasi merupakan penyelesaian sengketa perdata yang mempermudah para pihak dalam mencapai kata sepakat sehingga penumpukan perkara di pengadilan pun dapat di minimalisir, dikarenakan proses penyelesaian sengketa yang cepat. Mediasi ini menguntungkan para pihak karena mengunakan proses yang 8
Takdir Rahmadi, penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm.13 9 Ibid. hlm. 14
singkat cepat, sederhana dan efesien dan juga dengan biaya ringan. Bagi masyarakat yang memiliki kepentingan maka mediasi ini sebagai jawaban atas penyelesaian sengketa perdata mereka. Yang diharapkan hal ini sungguh-sungguh di laksanakan di Pengadilan Negeri, terutama di Pengadilan Negeri Medan. Di dalam mediasi, seorang penengah yang bersifat netral itu penting sekali. Seorang penengah itu biasa disebut dengan mediator. Mediator ini memiliki peran penting di dalam mediasi. Namun, dewasa ini banyak keluhan masyarakat
yang menggunakan mediasi sebagai
penyelesaian sengketa perdata. Munculnya keluhan tersebut karena pelaksanaan mediasi yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah dicantumkan di dalam PERMA. Tidak hanya pelaksaan mediasi, melainkan peranan mediator pun juga harus dipertanyakan bagaimana pelaksanaannya di Pengadilan Negeri tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang dan beberapa alasan diatas, maka mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul “ EFEKTIFITAS MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)”
B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis kemukakan diatas dan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, serta penelaahan
terhadap perundang-undang yang ada, serta dari berbagai literatur yang ada, maka permasalahan-permasalahan yang hendak dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana efektifitas mediator dalam menyelesaikan sengketa perdata melalui mediasi di Pengadilan Negeri Medan ? 2. Bagaimana prinsip dan prosedur mediasi yang dilakukan oleh mediator dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan? 3. Bagaimana efektifitas penerapan PERMA No.1 Tahun 2008 di Pengadilan Negeri Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dalam skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui efektifitas mediator dalam menyelesaikan sengketa perdata dengan melalui mediasi di Pengadilan Negeri Medan. b. Untuk mengetahui prinsip dan prosedur mediasi yang dilakukan mediator dalam menyelesaikan perkara perdata di Pengadilan Negeri Medan.
c. Untuk mengetahui efektifitas penerapan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 di Pengadilan Negeri Medan. 2. Manfaat Penulisan a.
Secara Teoritis : Hasil dari penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia, terutama dapat menambah pengetahuan di bidang mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan yang menggunakan penengah atau mediator. Diharapkan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran yang nyata kepada kalangan masyarakat Indonesia mengenai peran dan efektifitas mediator dalam pelaksanaan mediasi dalam pemeriksaan sengketa perdata yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Medan.
b. Secara Praktis : Skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi rekan mahasiswa, praktisi hukum terutama bagi advocat dan para hakim, pemerintah, serta masyarakat yang bersengketa sebagai pedoman dan bahan rujukan dalam
rangka
menyelesaikan
sengketa
perdata
dengan
memberdayakan mediasi. Sehingga penegakkan hukum dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
D. Keaslian Penulisan Penulis membuat tulisan ini dengan melihat perkembangan hukum saat ini dan mengaitkannya dengan dasar-dasar hukum yang bersumber dari berbagai literatur dan bahan bacaan dari berbagai referensi yang diperoleh dari perpustakaan atau toko buku dan beberapa diantaranya diperoleh dari internet maupun media masa. Sepanjang yang telah ditelusuri dan penulis ketahui mengenai karya ilmiah skripsi yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ada judul yang sama dengan apa yang ditulis oleh penulis. Dengan demikian, penulis meyakini bahwa skripsi ini adalah merupakan murni karya asli dari penulis.
E. Tinjauan Kepustakaan Semua orang tentu tidak menginginkan terjadi persengketaan dengan orang lain. Namun dalam kehidupan masyarakat yang sangat kompleks memiliki perbedaan-perbedaan keinginan dari setiap orang. Berawal dari perbedaan-perbedaan inilah sebuah sengketa itu muncul, dapat terjadi antara dua pihak dan bahkan dapat melibatkan banyak pihak. Sengketa adalah perselisihan atau perbedaan pendapat (persepsi) yang terjadi antara dua pihak atau lebih karena adanya pertentangan kepentingan yang berdampak pada terganggunya pencapaian tujuan yang diinginkan oleh para pihak. 10 Sengketa terjadi karena adanya perbedaan kepentingan masing-masing para pihak, yaitu bila ada interaksi antara dua 10
Candra Irawan, aspek hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan di Indonesia, (Bandung: CV Mandar Maju) hlm.2
orang atau lebih, di mana salah satu pihak percaya bahwa kepentingannya tidak sama dengan kepentingan yang lain. 11 Menurut Fatahillah AS penyelesaian sengketa dalam prakteknya memiliki dua macam metode, yaitu: 12 1. Proses Peradilan/ajudikasi •
Litigasi ( Proses pengadilan)
•
Arbitrase
2. Proses Konsensual/Non-Ajudikasi •
Alternative Penyelesaian Sengketa Alternatif Penyelesaian Sengketa ini menjadi pilihan yang efektif sebab memiliki beberapa bentuk yang memberikan pilihan berbeda bagi para pihak.
Menurut Yahya Harahap, dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa bentuk penyelesaian diluar pengadilan, antara lain: 13 a. Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi diantara para pihak, sedangkan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong dan fasilitator. b. Konsiliasi melalui konsiliator, dimana pihak ketiga yang bertindak sebagai konsiliator berperan merumuskan perdamaian (konsiliasi), tetapi keputusan tetap ditangan para pihak.
11
Sandra Day O’Connor, “Alternative Dispute Resolution (ADR )”, http://id.scribd.com, diakses 20 Agustus 2012 12 Fatahilah A.S. pelatihan mediator, (Jakarta: Indonesia Institute For Conflict Transformation, 2004), hlm.14 13 Gatot Sumarsono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, 2006) hlm 119
c. Expert Determinition,
menunjukkan seorang
ahli
memberi
penyelesaian sengketa yang menentukan oleh karena itu keputusan yang diambilnya mengikat para pihak. d. Mini trial, para pihak sepakat menunjuk seorang advisor yang akan bertindak untuk memberikan opini kepada kedua belah pihak, opini tersebut diberikan advisor setelah mendengar permasalahan sengketa dari kedua belah pihak, opini yang berisi kelemahan masing-masing pihak serta memberi pendapat cara penyelesaian sengketa yang harus ditempuh para pihak. Mediasi merupakan salah satu pola penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan yang umum digunakan atas dasar perdamaian atau yang biasa disebut alternatif penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus, cepat, murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. 14 Alternatif penyelesaian sengketa ini terdapat dalam UndangUndang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Istilah mediasi ini tidak mudah didefenisikan secara lengkap dan menyeluruh, karena cakupannya
14
cukup luas. Mediasi tidak
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Kencana, 2009. hlm.2
memberikan suatu model yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan lainnya. 15 Beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya tentang makna daripada mediasi, diantaranya adalah sebagai berikut: Nollan Haley mendefenisikan mediasi sebagai : “A short term structured task oriented, partipatory invention process. Disputing work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement”.16 (suatu istilah singkat yang bertugas mengorientasikan, proses penemuan para pihak. Antara para pihak bekerja dengan pihak ketiga yang netral. Seorang
mediator. Untuk
mendapatkan kesepakatan
yang
saling
menguntungkan). Kovach mendefenisikan mediasi sebagai : “faciliiated negotiation. It process by which a neutral third party the mediator, to reach a mutually acceptable agreement”. 17 (fasilitas untuk bernegosiasi. Yang mana proses nya berjalan dengan pihak ketiga, seorang mediator, untuk mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan). Ada beberapa unsur mediasi, yaitu : 18
15
Undang-Undang No.30 Tahun 1999 “Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa
Alternatif” 16
Nollan halley dan m.jaqueline, alternative dispute resolution, dalam skripsi Ririn Bidasari Tahun 2006 Fakultas Hukum USU.hlm.69 17 Kimberlee K. kovach, mediation principle and practice dalam skripsi ririn bidasai. hlm.16 18 Dalyerni, artikel hukum, http://multiply.multiplycotent.com available on 27 Agustus 2012
-
Sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
-
Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai mediator (penengah) terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan itu.
-
Mediator tersebut bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas masalah-masalah sengketa.
-
Mediator
tidak
mempunyai
kewenangan
membuat
keputusan-
keputusan selama proses perundingan berlangsung. -
Mempunyai tujuan mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. Dari uraian di atas maka terlihat jelas bahwa mediasi merupakan
salah satu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa ini ditempuh melalui kesepakatan para pihak yang bersengketa untuk berdamai yang dibantu oleh seorang mediator. Namun mediator tidak memiliki hak untuk memberikan putusan atas sengketa tersebut. Mediator hanya membantu para pihak untuk saling membuka pikiran agar menghadapi suatu sengketa itu tidak dengan cara yang tidak efektif bagi kedua karena akan menambah kerugian bagi mereka sendiri.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dilakukan secara yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif ini
merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang topik yang penulis angkat, kemudian melihat kesesuaian antara hal yang ditentukan dalam peraturan hukum tersebut dengan pelaksanaannya di lapangan berlakunya (dalam ini efektif atau tidak antara Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 dengan mediasi yang di laksanakan oleh mediator di Pengadilan dengan pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Medan) dengan melakukan wawancara langsung dengan hakim mediator Pengadilan Negeri Medan.
2. Lokasi Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Medan di Medan, sebagai instansi yang wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik yang penulis bahas dalam skripsi ini. Penulis memilih tempat tersebut sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan tempat tersebut memenuhi karakteristik bagi penulis untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang akan ditulis.
3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini upaya pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode sebagai berikut :
a. Studi Lapangan ( data primer ) Wawancara yaitu melakukan penelitian langsung ke lapangan mengenai efektivitas dari peraturan hukum yang berkaitan dengan topik skripsi penulis terhadap praktek di lapangan. Wawancara dilakukan antara penulis dengan hakim mediator yang melakukan mediasi dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Medan. b. Studi kepustakaan (Data Sekunder) Dilakukan dengan mempelajari dan meneliti berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan topik yang diangkat dalam skripsi ini. Seperti : buku-buku hukum, makalah hukum, majalah hukum, surat kabar, artikel hukum di internet, pendapat para sarjana yang expert di dunia hukum, dan bahanbahan lainnya.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan skripsi dengan memberikan gambaran yang lebih jelas, penelitiaan ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I :
Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulis,
tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II :
Mediasi
Sebagai
Salah
Satu
Cara
Penyelesaian
Sengketa Perdata Menguraikan tentang mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian mengenai
sengketa
mediasi
perkembangan
perdata.
mulai
mediasi
di
dari
Memuat
semua
pengertian,
Indonesia,
hal
sejarah
kekuatan
dan
kelemahan mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata, faktor yang mendorong para pihak untuk melakukan mediasi dalam menyelesaikan sengketa perdata.
BAB III :
Mediator
Selaku
Penengah
Dalam
Penyelesaian
Sengketa Perdata Membahas dan menguraikan mengenai mediator selaku penengah dalam penyelesaian sengketa perdata. Memuat hal mengenai pengertian mediator, syarat khusu menjadi mediator, peranan mediator di dalam mediasi dan bagaiaman mediator di dalam PERMA No.1 Tahun 2008.
BAB IV :
Efektifitas Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi Di Dalam Pengadilan Negeri Medan Mendeskripsikan efektifitas mediator dalam pelaksanaan mediasi untuk
menyelesaiakan
sengketa
perdata
di
Pengadilan Negeri Medan. Memaparkan peranan PERMA No. 1 Tahun 2008 di dalam Pengadilan Negeri Medan.
BAB V :
Kesimpulan dan Saran Memuat kesimpulan dan saran atas hal yang dibahas dan diuraikan dalam bab-bab sebelumnya sebagai hasil analisis penulisan atas permasalahan dalam skripsi ini.