BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi pada hakekatnya merupakan usaha manusia dalam rangka memperkecil kerugian nilai ekonomi yang diakibatkan oleh terjadinya suatu resiko yang dialami dan tak terduga sebelumnya.1 Sehubungan dengan perannya sebagai penanggung resiko usaha perasuransian merupakan sarana finansial yang sangat dibutuhkan baik oleh individu secara perorangan, maupun kelompok usaha maupun instansi pemerintah. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pembeli jasa menjadi kunci sukses dari kegiatan bisnis asuransi ini. Perusahaan asuransi merupakan jasa yang mempunyai beberapa aspek persoalan, antara lain: struktur pasar yang dihadapi, polis, premi, dan nilai asuransi, serta penginvestasian dana. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan perusahaan tidak terlepas dari usaha pendanaan. Sumber pendanaan perusahaan asuransi antara lain berasal dari penerimaan premi asuransi yang dibayarkan oleh pemegang polis sebagai tertanggung, hasil penginvestasian dana, modal dari pemilik maupun pemegang saham perusahaan. Dari sumber-sumber yang ada, penerimaan premi adalah sumber paling pokok, karena sebagian besar pendapatan perusahaan berasal dari premi. Setaraf dengan kemajuan teknik modern dalam penghidupan manusia bermasyarakat, terkandung
bahaya yang kian meningkat disebabkan kecelakaan-
kecelakaan diluar kesalahannya.2 Pada dasarnya, setiap warga negara harus mendapat perlindungan terhadap kerugian yang diderita karena resiko-resiko demikian. Ini merupakan suatu pemikiran 1 2
Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial, Mizan, bandung, 1995, hlm. 206. Jasa Raharja, Penjelasan UU No.33 tahun 1964 dalam UU No.33 dan 34, Jakarta, tt, hlm. 7.
1
sosial. Oleh karena keadaan ekonomi dan keuangan dewasa ini belum mengizinkan, bahwa segala akibat mengadakan jaminan tersebut ditampung oleh pemerintah, maka perlu usaha ini dilakukan secara gotong royong. Manifestasi dari gotong royong ini adalah dengan pembentukan dana-dana yang cara pemupukannya dilakukan dengan mengadakan iuran-iuran wajib, dimana akan dianut prinsip bahwa golongan atau mereka yang berada atau mampu saja, sedangkan hasil pemupukannya akan dilimpahkan juga kepada perlindungan jaminan rakyat banyak. Oleh karena itu jaminan sosial rakyatlah yang menjadi pokok tujuan dari asuransi kecelakaan ini. Hal ini melihat kepada rakyat banyak yang mungkin menjadi korban resiko-resiko teknik modern, daripada kepada para pemilik atau pengusaha alat-alat modern yang bersangkutan. Dan jika jaminan itu dirasakan oleh rakyat, maka akan timbullah kegairahan sosial kontrol. Sebagai langkah pertama menuju ke suatu sistim jaminan sosial (social security) yang mengandung perlindungan tersebut, diadakan iuran-iuran wajib bagi para penumpang dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan atau pelayaran nasional dengan menganut prinsip tersebut.3 Pembentukan dana-dana tersebut akan dipakai guna perlindungan bagi penumpang terhadap kecelakaan yang terjadi dengan alat-alat pengangkutan besar seperti kereta api, kapal laut, pesawat terbang, juga penumpang kendaraan bermotor umum perlu mendapat perlindungan yang sama. Penerimaan premi asuransi merupakan penerimaan sejumlah uang yang berasal dari kontrak asuransi yang melibatkan beberapa bagian dalam perusahaan, maka perlu ada koordinasi, sehingga aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dapat berjalan lancar, dan tujuan perusahaan dapat tercapai. 3
Ibid., hlm.8.
2
Untuk dapat mengatur penggunaan tersebut secara efektif dan efisien, dana-dana yang dapat diinvestasikan tersebut, perlu dipusatkan dalam suatu badan pemerintah melalui suatu perusahaan negara, yang harus mengadministrasi dana-dana tersebut secara baik, sehingga terjaminlah kedua tujuan dari pemupukan dana-dana tersebut, yaitu: 1. Untuk sewaktu-waktu dapat menutup akibat keuangandisebabkan kecelakaan dalam perjalanan. 2. Tetap tersedianya “investible-funds” (dana investasi) yang dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan nasional semesta berencana.. Premi asuransi kecelakaan penumpang berasal dari iuran wajib penumpang pada waktu membeli tiket sekaligus didalamnya sudah termasuk premi asuransi kecelakaan.4 Jadi secara otomatis penumpang sudah ter-cover asuransi. Sedangkan besarnya santunan yang diberikan oleh pemerintah melalui perusahaan asuransi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan selalu disesuaikan.5 Dalam hal kecelakaan penumpang, pemerintah menunjuk perusahaan asuransi sosial sebagai pelaksana UU No. 33 tahun 1964 jo. PP No. 17 Tahun 1965 yaitu PT. Jasa Raharja. Perusahaan ini yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan asuransi kecelakaan penumpang6. Bahwa santunan asuransi kecelakaan penumpang dalam hal kematian korban, akan dikuasai oleh ahli waris setelah diambil untuk biaya perawatan, melunasi hutanghutang dan melaksanakan wasiat7. Jadi segala sesuatu peninggalan si mati meliputi semua harta dan hak yang ditinggalkan, baik hak harta benda maupun hak bukan harta 4
hlm.25.
PT. Jasa Raharja, Media Raharja No. 11 edisi Oktober 2003, dalam Besar Santunan, Jakarta, 2003,
5
Jasa Raharja, op.cit., hlm.17. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia dalam Perkembangan, Bina Cipta, Bandung, 1979, hlm. 34. 7 Fathurrahman, Ilmu Waris, Bandung: PT. Al Ma’arif, 1981, hal. 36. 6
3
benda merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada yang berhak menerimanya8. Sabda rasul:
"
!
Nabi SAW. Bersabda: “Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak. Dan siasnya untuk orang-laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya)9” Mengasuransikan diri merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk untuk memperkecil resiko negatif yang mungkin akan terjadi, atau paling tidak dapat memperkecil akibat buruknya10. Karena dengan tindakan tersebut, jika terjadi suatu musibah menimpa dirinya akan tertanggung oleh pihak yang telah sanggup untuk menanggung. Sehingga para ahli waris sedikit banyak akan dapat terjamin kehidupannya. Asuransi kecelakaan merupakan hal baru yang belum pernah terjadi baik pada zaman Rasulullah maupun pada masa sahabat, maka wajar kalau masalah hukum asuransi menjadi masalah khilafiyah, apakah hal itu haram atau halal. Pihak yang menganggap bahwa asuransi kecelakaan adalah haram karena dipandang bertentangan dengan prinsip - prinsip syariat dan ada unsur untung-untungan. Di lain pihak yang mengatakan bahwa asuransi kecelakaan itu halal, karena merupakan perjanjian tolong menolong dan sebelumnya sudah ada kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Untuk menetapkan masalah seperti ini yang belum ada dalam Al-Qur’an dan AlHadits dapat dilakukan jalan ijtihad atau qiyas11. Untuk dapat memakai metode tersebut sebagai landasan hukum, harus dengan memenuhi syarat dan rukunnya, yaitu adanya 8
Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah III, Beirut:,Darul Fikr, 1983, hal. 425. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-lu’lu’u Wa Al-Marjan, Drs. H. Muslich Shobir, Terjemah “AlLu’lu’u Wa Al-Marjan, Koleksi Hadits-hadits yang Disepakati, Semarang, 1993, hlm. 380. 10 Rooney Wilson, alih bahasa JT.Salim, Bisnis Menurut Islam Teori dan Praktek, PT. Intermasa. 1988, hal. 87. 11 Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: CV.Haji Masagung, 1992, hal. 127. 9
4
persamaan illat hukumnya antara masalah baru yang sedang dicari hukumnya dengan masalah pokok yang sudah ditetapkan hukumnya. Hal ini dimaksudkan agar masalah yang terjadi dapat diputuskan dengan benar sesuai dengan metode-metode hukum Islam, karena apabila digunakan dengan serampangan maka akan timbul kebingungan dan ketidakpastian hukum dalam masyarakat. Dalam penyelesaian asuransi kecelakaan penumpang, terutama dalam masalah kematian yaitu dengan matinya tertanggung maka yang berhak menerima santunan dan jaminan adalah pihak ketiga. Hal ini telah diatur dalam pasal 12 PP.No.17 Tahun 1965 tentang Ketentuan – Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang yaitu disebutkan bahwa yang berhak mendapat ganti kerugian pertanggungan dalam hal kematian korban, adalah jandanya/dudanya yang sah; anakanaknya yang sah; dan dalam hal tidak ada jandanya/dudanya dan anak-anaknya yang sah; kepada orang tuanya yang sah12. Sementara itu Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994
menetapkan
bahwa santunan asuransi kecelakaan penumpang tersebut tidak termasuk tirkah, oleh karena itu tidak dapat difaraidkan.13 Hal ini tentu saja berbeda dengan pembagian warisan menurut Islam, karena janda atau duda, anak, dan orang tua yang sah berhak mendapatkan harta peninggalan.14 Hukum kewarisan Islam memiliki dasar yang sangat kuat,yaitu al-Qur’an, sunah rasul maupun pendapat sahabat, baik yang disepakati maupun yang mukhtlaf fih.15 Firman Allah tentang pembagian warisan diantaranya QS. al-Nisa’, 4: 11 yang Ayat-
12
Jasa Raharja, UU No.33 dan 34, Jakarta: hlm. 24. IKAHI, Varia Peradilan Tahun XIV, NO. 159 Desember 1998, hal: 43. 14 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 384. 15 Ibid, hlm. 374 13
5
ayat yang lain diantaranya QS. al-Nisa,’ 4:7,11-14, 33, 176; al- Anfal, 8:72; alAhzab,33: 4,5,6,40. artinya: “Dan bagimu (suami-isteri) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayarkan utangutangmu………..”. (QS. Al-Nisa’, 4:12) Sedangkan menurut Inpres no. 1 tahun 1991,tentang “Kompilasi Hukum Islam” (KHI) pasal 171 huruf d, telah merumuskan bahwa yang disebut tirkah adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.16 Adapun ahli waris yang mendapatkan harta warisan apabila semua golongan ahli warisnya ada ialah anak, ayah, ibu, janda atau duda. Sehubungan dengan itu penyusun akan mencoba mencari jawaban terhadap pewarisan santunan asuransi kecelakaan yang diberikan oleh penanggung sebagai ganti rugi atas kematian dalam Putusan MA No. 97 K/AG/1994 menurut hukum Islam.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk mencapai pembahasan yang spesifik dan terarah, penyusun formulasikan sebagai berikut : 1. Bagaimana Putusan Mahkamah Agung
No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan
santunan asuransi kecelakaan? 2. Apa yang menjadi pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung
No. 97
K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan ? 16
DEPAG RI, Bahan Penyuluhan Hukum; dalam Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Jakarta, 1999/2000, hlm. 166.
6
3. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Agung
No.97
K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan ?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN Dalam penyusunan skripsi ini penyusun mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui bagaimana Putusan Mahkamah Agung
No. 97 K/AG/1994
tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. 2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. 3. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Dapat memberikan kontribusi pemikiran pada perkembangan hukum Islam, khususnya berkenaan dengan pewarisan santunan asuransi . 2. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan khususnya tentang hukum waris dalam tinjauan hukum Islam.
D. TINJAUAN PUSTAKA Dalam
tinjauan
pustaka
penyusun
menggunakan
beberapa
buah
bukusebagai acuan dan bahan perbandingan yang berkaitan dengan asuransi dan waris. 1. Drs. Muslich Maruzi (1981) dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Ilmu Waris17, menerangkan tentang pengertian umum mawaris, ahli waris dan bagian-bagiannya, cara pembagian harta warisan serta dalil-dalilnya. Mengenai tirkah didefinisikan adalah apa-apa yang ditinggalkan si mati dan harta bendanya secara mutlak maupun yang 17
Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris, Semarang: Mujahidin, 1981, hlm. 2.
7
berpautan dengan hak orang lain, termasuk di dalamnya hak-hak yang bernilai harta. Dari pengertian tersebut, santunan asuransi kecelakaan merupakan hak yang merupakan peninggalan peserta asuransi dalam hal kecelakaan yang mengakibatkan kematian. Oleh karena itu harus dibagikan sesuai dengan bagian masing-masing. 2. TM. Hasbi Ash-Shiddiqie (1997),18 dalam bukunya yang berjudul Fiqh Mawaris dijelaskan mengenai macam-macam pusaka dan urutan hak para waris. Di sini diatur tertib para waris dan derajat-derajat mereka, agar masing-masing waris mengambil hak dan bagiannya menurut kedudukannya atau hubungannya dengan muwaris. Dalam menerima pusaka urutannya adalah ashabul furudl, ashabah nasabiyah dzawurradd, dan dzawul arham. Apabila semua ahli waris tersebut ada, maka yang mendapatkan harta warisan adalah ashabul furudl yaitu: suami atau isteri, anak laki-laki, anak perempuan, bapak dan ibu. Sedangkan ahli waris yang lain terhalang oleh ashabul furudl. 3. Sajuti Thalib, SH (1995), dalam bukunya yang berjudul Hukum Kewarisan Islam di Indonesia19membahas tentang pengertian dan dasar untuk mewaris, penggolongan ahli waris, serta keutamaan sesama ahli waris. Disini dijelaskan bahwa sistem pewarisan sebelum Islam dan sesudah datangnya Islam berbeda, diantaranya tentang ahli waris yang berhak mendapatkan harta peninggalan. Dengan lengkapnya ahli waris maka akan timbul persoalan pengutamaan sesama ahli waris. Ada yang perlu didahulukan untuk mewaris dan ada pula yang menempati urutan agak di belakang. Penyelesaian persoalan ini ada kalanya dilakukan dengan merumuskan kelompok keutamaan dan ada kalanya dengan mempergunakan lembaga yang dikenal dengan hijab mahjub. 4. Drs. A. Hasyim Ali (1993); menulis buku dengan judul Pengantar Asuransi20 18
TM. Hasbi Ash-Shiddiqie, Fiqh Mawaris, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, hlm. 62. Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hlm. 85. 20 A. Hasyim Ali, Pengantar Asuransi, Jakarta: 1993, hlm. 172. 19
8
Memuat tentang dasar-dasar asuransi yang menguraikan secara umum segala sesuatu mengenai
asuransi;
dan
menerangkan
tentang
manajemen
asuransi
yang
mendeskripsikan tentang tata cara dan pelaksanaan asuransi. Perusahaan asuransi dalam memikul resiko umumnya dalam kontrak asuransi dinyatakan dengan jumlah, walaupun ada penanggung yang mengganti tertanggung bukan dengan uang tetapi dengan jasa-jasa. Di samping itu penanggung hanya memikul beban finansial dan tidak dapat mengganti nilai perasaan atau beban psikologis dari suatu kerugian. Meninggalnya seorang yang dicintai menyebabkan penderitaan batin yang tak tertahankan yang sama sekali tak dapat diganti dengan penerimaan sejumlah uang dari penanggung. Kerugian semacam ini tidak dapat diukur dengan uang dan karenanya resiko demikian tidak dapat dipindahkan kepada penanggung. 5. K.H. Ali Yafie (1995), dalam bukunya yang berjudul Menggagas Fiqih Sosial.21 Dijelaskan mengenai sifat-sifat dan bentuk-bentuk asuransi . Dalam garis besarnya, asuransi terbagi menjadi tiga bentuk,yaitu asuransi kerugian (shcade-verzekering), ialah suatu perjanjian asuransi yang bertujuan bahwa kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung akan diganti oleh pihak penanggung; asuransi premi (premieverzekering),yaitu pihak asuransi mengadakan persetujuan asuransi dengan masingmasing pihak tertanggung secara sendiri-sendiri dan tidak ada hubungan hukum satu sama lain; dan asuransi wajib. Dikatakan asuransi wajib, karena ada salah satu pihak yang mewajibkan kepada pihak lain dalam mengadakan perjanjian. Pihak yang mewajibkan ini biasanya pemerintah, tetapi tidak selalu dimonopoli pemerintah. Pihak pemerintah dalam perjanjian pertanggungan ini adalah sebagai penanggung. Pemerintah dalam mengambil tindakan mewajibkan hal tersebut biasanya didasarkan 21
AlieYafie, op.cit., hlm. 208-209.
9
atas pertimbangan melindungi golongan-golongan lemah dari bahaya yang akan menimpanya. Akan tetapi tidak juga dapat dipungkiri bahwa disamping tujuan melindungi, tercapai juga tujuan lainnya, yaitu mengumpulkan sejumlah uang (premi) yang dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk keperluan yang lebih penting. Melalui program asuransi yang pelaksanaannya dilakukan dengan sistem saling menanggung diharapkan dapat mewujudkan misi pemberdayaan umat (ekonomi dan sumber daya manusia) serta kultural masyarakat Indonesia. 6. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi dalam bukunya Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, setelah memaparkan pendapatnya yang menolak asuransi yang dipraktekkan sekarang, beliau juga mengemukakan konsepsi asuransi yang tidak bertentangan dengan Islam. Menurut beliau asuransi kecelakaan dapat disesuaikan dengan Islam dalam bentuk “sumbangan berimbal” sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan. Bentuk asuransi seperti ini dibenarkan dalam pandangan sebagian madzhab Islam.22 7. PT. Jasa Raharja, Undang-Undang No. 33 & 34. Di sini dimuat tentang dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang serta peraturan pemerintah yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang, hal-hal mengenai dana pertanggungan kecelakaan diri bagi penumpang, penuntutan pembayaran ganti kerugian pertanggungan, larangan-larangan, dan ketentuan-ketentuan hukum. 8. M. Idris Ramulyo, dalam bukunya Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan kewarisan KUHP dijelaskan bahwa bentuk dari harta warisan tidak dibedakan apakah sudah berwujud harta benda atau berupa hak yang ditinggalkan, baik hak harta benda maupun hak bukan harta benda. Islam sendiri memberi batasan bahwa warisan adalah harta dari seseorang yang meninggal dunia, yaitu: 22
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam,Pola Pembinaan Hidup Dalam Berekonomi, (Bandung: CV. Diponegoro,1992,hal.314.
10
a. Baik berupa harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya piutang yang hendak ditagih (aktiva). b. Harta kekayaan yang merupakan hutang-hutang yang harus dibayar pada saat meninggal dunia (passiva). c. Juga harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masingmasing suami isteri, harta bersama dan sebagainya. d. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh suami isteri, misal harta pusaka. Jelas di sini bahwa santunan asuransi kecelakaan dapat dianggap sebagai harta warisan karena termasuk dalam piutang yang akan didapat dari perusahaan asuransi, hanya saja pembagian santunan kecelakaan ini, tidak dibagikan sesuai dengan pembagian waris dalam Islam, karena yang berhak menerima santunan dalam hal korban meninggal dunia tersebut adalah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 12 PP. No.17 Tahun 1965. Studi ini akan memfokuskan bahasannya pada pewarisan santunan asuransi kecelakaan (penumpang). Karena luasnya kajian, maka penelitian ini akan mengambil kasus pada putusan MA No. 97. K/AG/ 1994. Dalam telaah pustaka, juga perlu dijelaskan mengapa penulis tertarik untuk melakukan kajian tentang hal ini, yaitu bahwa sepanjang sepengetahuan penulis kajian pewarisan santunan asuransi kecelakaan di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo belum pernah ada yang membahasnya. Untuk itu penulis tertarik melakukan kajian tersebut. E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian yang penulis lakukan termasuk dalam jenis library research (studi kepustakaan) atau studi literasi yaitu jenis penelitian yang hanya melakukan 11
studi terhadap data kepustakaan dan dokumentasi. Dalam hal ini penulis hanya mengadakan studi terhadap buku-buku yang berkaitan dengan warisan dan asuransi.
2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif – kualitatif, yaitu penulis akan menggambarkan secara sistematis tentang warisan kaitannya dengan asuransi. Dengan mengidentifikasikan data kemudian diuraikan dengan menggunakan teoriteori dan pendapat-pendapat para ahli yang relevan dalam bidangnya secara sistematis, cermat, dan akurat. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan metode library research, yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni.23 Buku-buku dan kitab-kitab yang ada kaitannya dengan asuransi dan kewarisan coba kaji dan analisa. Obyek utamanya adalah buku-buku perpustakaan. Selain itu penyusun menggunakan beberapa majalah, makalah, jurnal dan sejumlah tulisan yang dianggap relevan. Penelitian kepustakaan ini pun tentunya memiliki sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Karena penelitian ini menelaah putusan MA NO. 97. K/AG/ 1994 mengenai Pewarisan Santunan Asuransi Kecelakaan, maka data primernya adalah semua data (buku) yang menyangkut permasalahan tersebut.
23
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1998, hlm. 9.
12
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh atau dikutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat otentik karena diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya.24 4. Metode Analisa Data Sesudah penyusun memperoleh data yang bersifat deskriptif- kualitatif, kemudian untuk memahami dan memperoleh kesimpulan yang valid akan digunakan pendekatan analisis isi (content analisys) terhadap Putusan MA No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. Sedangkan metode analisis isi adalah suatu metode penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi
yang
dapat
ditiru
dan
sahih
data
dengan
memperhatikan konteksnya. Dengan pengertian tersebut analisis isi dimaksudkan sebagai usaha menyajikan data tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan, secara apa adanya untuk kemudian dianalisa dan selanjutnya dicarikan formula baru sesuai dengan konteksnya. Content analisys merupakan analisis ilmiah tentang isi suatu komunikasi yang mencakup klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi.25
F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI Sistematika penulisan diperlukan dalam rangka mengarahkan tulisan agar runtun, sistematis, dan mengerucut pada pokok permasalahan, sehingga akan
24 25
Ibid Noeng Muhadjir, Metodologi penelitian Kualitatif, Jakarta: Rake Sarasin, 1996, hlm. 49.
13
memudahkan pembaca dalam memahami kandungan dari suatu karya ilmiah. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bagian Awal Pada bagian ini memuat: Halaman Sampul, Halaman Judul, Penelitian, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Kata Pengantar, Daftar Isi,. 2. Bagian Inti. Skripsi ini dibagi ke dalam lima bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang masalah, Pokok
masalah,Tujuan
dan kegunaan penelitian, Tinjauan pustaka, Metodologi penelitian, dan Sistematika penulisan skripsi. Bab II : Tinjauan umum tentang kewarisan, yang meliputi: Pengertian dan dasar hukum tentang waris, Tentang ahli waris, Hal-hal yang menghalangi warisan. Bab III: Tinjauan tentang putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan, yang meliputi: Sekilas tentang asuransi hubungannya dengan harta warisan. Sekilas Putusan Mahkamah Agung No.97 K/AG/1994, dan Dasar Hukum yang dipakai dalam putusan Mahkamah Agung No.97 K/AG/1994. Bab IV: Analisis hukum Islam terhadap putusan Mahkamah Agung No.97 K/AG/1994 yang meliputi : Analisis terhadap dasar putusan Mahkamah Agung No. 97/ K/AG/1994 dan Analisis terhadap santunan asuransi sebagai harta warisan. Bab V : Penutup, terdiri dari: kesimpulan, saran-saran, dan penutup. 3. Bagian Akhir Pada bagian akhir skripsi ini memuat: Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
14