BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anestesi epidural adalah teknik neuraxial yang menawarkan berbagai aplikasi lebih luas daripada anestesi spinal. Blok epidural dapat dilakukan pada level lumbal, torakal, atau servikal. Teknik epidural dapat digunakan sebagai injeksi tunggal atau dengan kateter yang dapat dilakukan dengan bolus intermiten dan/atau infusi yang berkelanjutan (Kleinman & Mikhail, 2006). Anestesi epidural digunakan pada analgesia selama dan sesudah pembedahan, mengurangi nyeri persalinan, sebagai suplemen anestesi umum yang ringan, mengurangi pendarahan selama operasi dengan potensi hipotensi yang diakibatkannya (Atkinson et al., 1987; Morgan et al., 2006). Selain banyaknya manfaat yang ditunjukkan dalam penggunaan anestesi epidural di atas, perlu kiranya diingat bahwa ada komplikasi infeksi yang serius. Namun demikian, konsekuensi serius terhadap defisit neurologis permanen dapat terjadi apabila pasien yang dipasang kateter epidural mengalami abses epidural (Kwok dan Litton, 2006). Terdapat studi prospektif mengenai survei bakteriologis analgesia epidural dan analisis faktor risiko kolonisasi kateter epidural (Kostopanagiotou et al., 2002; Mishra et al., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Simpson et al., (2000), Kostopanagiotou et al., (2002), Steffen et al., (2004), dan Mishra et al., (2006) melaporkan bahwa kejadian kolonisasi tip kateter epidural bervariasi dari 0%-28%, sedangkan penelitian Holt et al., (1995) melaporkan lebih tinggi sebesar 1
53,1%. Penelitian Hui-Bih et al., (2008) menemukan bahwa 12,2% tips kateter epidural memiliki bakteri masing-masing kurang lebih 1 CFU (colony forming units) dan kurang lebih 15 CFU. Hasil ini memperlihatkan tingkat kolonisasi bakteri di ujung kateter, karena tidak terdapat infeksi kulit di sekitar insersi kateter sebelum pelepasan kateter. Dilaporkan bahwa penggunaan kateter epidural mempunyai angka kejadian komplikasi arakhnoiditis dan abses epidural pada awalnya diperkirakan sangat rendah (Ni Luh, 2010). Studi epidemiologi yang diadakan pada tahun 1997-1998 di Denmark oleh Wang et al., (1999) bahwa risiko terjadinya defisit permanen pasca anestesia epidural sebesar 1:4.343 dan insidens terjadi abses epidural sebesar 1:1.930. Abses epidural dikaitkan dengan pemakaian kateter lama (median 6 hari, rentang waktu 3-31 hari) dan defisiensi sistem imun. Kuman Staphylococcus aureus merupakan kuman yang paling sering didapatkan dari hasil kultur (67%). Hasil ini menunjukkan bahwa sumber kolonisasi dan infeksi berasal dari flora normal kulit. Pada penelitian retrospektif dari 35 kasus abses epidural yang dilakukan oleh Danner dan Hartmann, didapatkan bahwa penegakkan diagnosis abses epidural sulit untuk dilakukan dan sering terlambat karena pasien jarang mengalami demam atau memiliki hitung jenis leukosit normal. Walaupun demikian, perburukan neurologis dapat terjadi setiap saat. Diagnosis dan terapi dini akan memperbaiki keluaran neurologi. Sebaliknya keterlambatan diagnosis akan menghasilkan penyembuhan yang buruk walaupun dilakukan tindakan dekompresi (Simpson et al., 2000).
2
Terdapat sejumlah faktor risiko terjadinya kolonisasi pada kateter epidural antara lain adalah: sepsis, diabetes mellitus, gangguan status immunologi, terapi kortikosteroid, infeksi lokal dan pemakaian kateter epidural jangka panjang (Hebl dan Horlocker, 2003; James, 2006). Abses dengan pemakaian kateter lama didapatkan kuman Staphylococcus aureus dari hasil kultur (67%). Selama ini RSUP Dr. Sardjito sering menggunakan anestesi epidural dalam pelayanan rumah sakit. Komplikasi yang ditimbulkan oleh anestesi epidural belum tercatat. Sepengetahuan penulis insidensi infeksi pascaanestesia neuraksial tidak tinggi, namun demikian kecacatan yang dapat ditimbulkan memberikan dampak yang sangat serius oleh karena itu diperlukan studi yang melihat kejadian kolonisasi bakteri di kateter epidural pada pasien pascaoperasi elektif dengan menggunakan anestesi epidural dan identifikasi faktor-faktor risikonya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut : Kolonisasi bakteri diujung kateter epidural pada pasien pascaoperasi elektif telah dilaporkan insidensinya sejak tahun 1995, jenis bakteri yang dilaporkan tumbuh bukan hanya bakteri di kulit sekitar tempat insersi kateter. Berbagai kemungkinan faktor risiko seperti sepsis, diabetes mellitus, gangguan status immunologis, terapi kortikosteroid, infeksi lokal dan pemakaian kateter jangka panjang diduga berhubungan sebagai faktor risiko kolonisasi bakteri diujung kateter epidural
3
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui kejadian kolonisasi bakteri pada ujung kateter epidural.
2.
Tujuan khusus Untuk mengetahui bagaimana kolonisasi bakteri meliputi insidensinya.
D. Pertanyaan Penelitian Bagaimana insidensi kolonisasi pada kateter epidural yang dipasang pada pasien. E. Manfaat Penelitian 1.
Aspek Teoritik Mengetahui insidensi kolonisasi bakteri pada ujung kateter epidural.
2.
Aspek Aplikatif Dapat membuktikan dan memperhitungkan kejadian kolonisasi pada pasien yang mempunyai faktor risiko yang dipasang kateter epidural sehingga meminimalkan risiko kejadian infeksi dengan menghindari faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan penelitian 1) Melihat kejadian kolonisasi bakteri dilanjutkan 2) Melihat profil mikrobiologi ujung kateter epidural serta identifikasi faktor risiko pada pasien pascaoperasi elektif dengan anestesi epidural. Penelitian serupa yang dilakukan peneliti terdahulu dapat dilihat pada tabel 1 berikut. 4
Tabel 1. Review studi Peneliti
Judul
Intervensi
Subyek atau sampel penelitian
Shapiro
Use of
et al.,
dressing
to
(1990)
microbial
colonization
chlorhexidine reduce
of epidural catheters
57
pasien
penutup
Jumlah
kateter
luka steril tanpa
kuman
epidural untuk pembedahan
dilakukan dressing
epidural dilepas
durasi rata rata pemasangan
steril
3,7 hari
penggantian pad
membutuhkan
yang
Lembar
Parameter yang diukur
Hasil
kolonisasi
Kolonisasi mikroba kateter berkembang 9 dari
kateter
31 pada kelompok kontrol (29,0%) dan 1 dari
saat
26 (3,8%) kateter dengan CHX dressing (P <
dan
0,05%). CHX dressing tidak menimbulkan efek samping.
Kesimpulan:
bahwa
pemberian
antiseptik ke situs luka kateter mengurangi kolonisasi pada kateter dengan kemungkinan penurunan
risiko
infeksi
kateter
terkait
epidural. Mann
The effect of biopath, a
56 pasien yang memerlukan
Lembar
et al.,
chlorhexidine
epidural
luka
transparan
terdapat
(2001)
impregnated
dressing
ginekologi, rata-rata durasi
tanpa
dilakukan
bakteri
di
tempat
antara
on
bacterial
pemasangan kateter 3,5 hari
dressing
tusukan
dan
jumlah
eksperimen
colonization epiduralcatheter
untuk
operasi
penutup
Jumlah
pasien
yang
Perbandingan kolonisasi bakteri di lokasi
kolonisasi
keluar epidural setelah pengangkatan kateter kelompok
kontrol
yang
dan
menerima
chlorhexidine
of
pasien dengan tanda dan
untuk
exit
gejala infeksi SSP yang
Johnson, Arlington, TX, USA). Hasil kultur
memerlukan pemberian
positif ditemukan pada 11 dari 27 (40,1%)
antibiotik
pasien dalam kelompok kontrol dibandingkan
sites
dressing
(Biopatch,
kelompok
Johnson
and
dengan 1 dari 29 (3,4%) pasien yang kateter epidural
dengan
Biopatch.
Kesimpulan:
Biopatch efektif mengurangi kolonisasi bakteri dari kateter epidural. CHX :Chlorhexidine
6
Lanjutan tabel 1 Peneliti
Judul
Subyek atau sampel penelitian
Intervensi
Parameter yang diukur
Hasil
Morin., et al., 2005
Risk factors for bacterial catheter colonization in regional anaesthesia
Penelitian observasional prospektif dengan menggunakan 198 kateter pada bedah elektif (ortopedi, jantung, viseral, dan urologi). Kateter yang digunakan baik dari perifer maupun epidural. Penelitian dilakukan selama 5 bulan.
Pasien dengan kateter perifer menerima campuran 20 ml prilokaina1% dan 20 ml ropivakain 0,75%, dan pasien dengan kateter epidural menerima 10 ml ropivacaine 0,5-0,75% setelah tes dosis awal 2-3 ml bupivacaine 0,5%. Kemudian infus kontinu ropivacaine 0,2% (5-15 ml/jam untuk perifer anestesi dan 4-10 ml/jam untuk epidural) dimulai pada pascaanestesi dan dilanjutkan di bangsal.
Pengukuran kolonisasi kateter.
Kolonisasi terdapat pada 33 (16,7%) kateter, dan 18 (9,1%) kateter ditandai peradangan lokal. Duapasien memerlukan antibiotik karena infeksi superfisial. Dari 26 faktor potensial, tiga secara statistik bermakna. Lokasi kateter di inguinal (OR 3,4 dan 95%-confidence interval: 1.5–7.8), dressing berulang (OR: 2.1; 1.4–3.3 per removal) meningkatkan risiko kolonisasi, sedangkan pemberian antibiotik sistemik posoperatif mengurangi risiko kolonisasi (OR:0.41; 0.12–1.0).
Hui-Bih Y., et al., 2008
Bacterial colonization of epidural catheters used for short-term postoperative analgesia
205 pasien dengan analgesia epidural. 32 pasien dijadwalkan operasi toraks, 68 bedah umum, 51 bedah ortopedi, 25 operasi obstetri, dan 29 operasi lain, termasuk ginekologi/ urologi/prosedur kolon.
Semua pasien menerima antibiotik selama periode perioperatif. Terapi antibiotik, termasuk pilihan obat dan waktu dan durasi pemberian obat, diputuskan oleh tim bedah berdasarkan prosedur bedah dan presentasi klinis pasien. Karena pasien dengan berbagai prosedur bedah direkrut ke dalam studi, tidak ada protokol antibiotik terpadu untuk pasien yang digunakan dalam penelitian ini
Pengukuran kolonisasi kateter dan subkutan
Tingkat biakan positif untuk subkutan dan tip segmen kateter adalah 10,5% dan 12,2%. Organisme yang paling umum adalah staphylococcus koagulase-negatif. Ada hubungan linier yang kuat antara kolonisasi bakteri di kulit sekitar lokasi penyisipan kateter dan pertumbuhan dari subkutan dan tip segmen kateter (p = 0.000). Peristiwa kateter terkait di bangsal, transfusi darah, dan biakan positif dari kulit di tempat penyisipan merupakan faktor risiko untuk kolonisasi bakteri kateter epidural. Peradangan di tempat sisipan kateter, waktu berdiamnya kateter, dan tingkat penyisipan kateter bukan sebagai predikators untuk kolonisasi kateter epidural.
7