BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan pasar modal saat ini telah meningkat dengan sangat pesat.
Bisnis investasi akan menjadi semakin kompleks dan diikuti dengan tingkat persaingan yang semakin ketat. Peranan pasar modal adalah sebagai penghubung antara investor dengan perusahaan yang dilakukan melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Setiap praktek perdagangan/transaksi di pasar modal, para investor tidak bisa terlepas dari keberadaan informasi perusahaan yang valid, up to date, berkualitas dan memiliki relevansi. Investor akan menggunakan semua informasi yang tersedia di pasar untuk melakukan analisis terhadap kinerja perusahaan dan untuk membuat prediksi (Ambarwati, 2008). Informasi diungkapkan oleh perusahaan melalui laporan keuangan tahunan yang berupa informasi akuntansi. Informasi akuntansi dapat berupa laporan keuangan dan informasi non keuangan. Laporan keuangan tahunan merupakan informasi yang sangat formal dan wajib dipublikasikan oleh perusahaan yang go public. Informasi tersebut diharapkan dapat mengungkapkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya, sehingga bermanfaat bagi investor dalam upaya pengambilan keputusan agar tujuan investor memperoleh return sesuai dengan yang diharapkan dan menjadikan informasi tersebut relevan. Salah satu indikator bahwa suatu informasi akuntansi relevan adalah adanya reaksi pemodal pada saat
diumumkannya suatu informasi yang dapat diamati dari pergerakan harga saham, informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan tersebut adalah laba akuntansi (Daud dan Syarifuddin, 2008). Laba akuntansi adalah salah satu informasi dari beberapa informasi yang digunakan oleh investor untuk memprediksi nilai suatu saham. Salah satu pengukuran informasi laba akuntansi yang dapat digunakan oleh investor adalah koefisien respon laba atau earning response coefficient (ERC). ERC merupakan koefisien yang mengukur respon abnormal returns sekuritas terhadap unexpected accounting earnings perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas (Naimah dan Utama, 2006). Informasi laba akuntansi merupakan hal yang paling direspon oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan, namun informasi tersebut belum sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada investor di dalam mengambil suatu keputusan ekonomi. Informasi laba saja kadang tidak cukup sebagai dasar pengambilan keputusan investor karena ada kemungkinan informasi tersebut bias (Nugrahanti, 2006). Pengambilan keputusan ekonomi oleh investor dengan memperhatikan informasi laba suatu perusahaan dapat dikatakan belum relevan. Anggraini (2006) menemukan bahwa investor individual tertarik terhadap informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Oleh karena itu untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan, terdapat informasi sosial yang berpengaruh dengan laba akuntansi, yaitu tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Untuk itu dibutuhkan suatu sarana yang
dapat memberikan informasi mengenai aspek sosial, lingkungan dan keuangan secara sekaligus. Sarana tersebut dikenal dengan nama laporan keberlanjutan (sustainability reporting). Darwin (2004) mengatakan bahwa corporate sustainability reporting terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Kegiatan CSR yang telah dilakukan perusahaan dikomunikasikan melalui sustainability reporting dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Suatu informasi dalam bidang investasi dikatakan informatif jika informasi tersebut dapat mengubah kepercayaan (belief) para investor dalam pengambilan keputusan investasi. Adanya informasi tambahan selain laporan keuangan akan meningkatkan kepercayaan dikalangan para investor terhadap suatu perusahaan. Saat ini informasi tambahan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR sering mendapat sorotan oleh pemakai laporan keuangan perusahaan, khususnya investor. Darwin (2004) mendefinisikan CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Saat ini CSR menjadi isu penting bagi perusahaan dan merupakan suatu informasi
yang
sangat
penting untuk
dipertimbangkan
investor
dalam
pengambilan keputusan investasi. Isu ini berkembang ketika banyaknya masalah yang disebabkan oleh industri atau perusahaan, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif ini akan menimbulkan pencitraan yang buruk bagi perusahaan itu sendiri. Kesadaran tentang pentingnya
mempraktikkan CSR ini menjadi kecendrungan pelaku-pelaku perekonomian global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) (Hartanti dan Monika, 2008). Pengungkapkan CSR dalam laporan keuangan tahunan perusahaan diungkapkan sebagai informasi tambahan adalah karena perusahaan menyadari akan dampak negatif yang dialami lingkungan dan masyarakat yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan dalam mendayagunakan sumber daya manusia dan lingkungan untuk kepentingan peningkatan kinerja perusahaan. Pentingnya memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan memperhatikan masyarakat sekitar di dalam meningkatkan kinerja perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan, merupakan tujuan jangka panjang perusahaan. Brigham dan Gapenski (1996) menyatakan bahwa nilai perusahaan adalah sangat penting karena nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Meningkatnya kinerja perusahaan tersebut akan memberi dampak pada harga saham perusahaan. Agustina (2012) menyatakan harga saham yang tinggi akan membuat pasar tidak hanya percaya kepada kinerja perusahaan saat ini, namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. CSR secara global mulai digunakan pada tahun 1970 dan kemudian menjadi sebuah isu setelah diterbitkannya buku dengan judul Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business oleh Jhon Elkington pada
tahun 1998. Elkington mengembangkan tiga hal penting yang harus diperhatikan perusahaan yaitu economic growth, environmental protection, dan society equity yang kemudian berkembang menjadi profit, people, dan planet. Hidayati dan Murni (2009) merumuskan triple bottom lines (TBL) atau tiga faktor utama operasi perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan dan manusia, yaitu faktor manusia dan masyarakat (people), faktor ekonomi dan keuntungan (profit), serta faktor lingkungan (planet). Maksud dari faktor yang juga dikenal dengan sebutan triple P (3P) ini adalah selain berorientasi untuk mencapai keuntungan secara ekonomi (profit), perusahaan bisnis juga harus memiliki keperdulian terhadap kesejahteraan manusia (people) dan terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati (planet). Nurlela dan Islahuddin (2008) menyatakan CSR merupakan suatu gagasan dimana perusahaan tidak lagi dihadapkan pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Perusahaan akan tumbuh dan berkembang atas dukungan masyarakat dan lingkungan sosial. Menurut Ghozali dan Chariri (2007) praktik pengungkapan CSR memiliki peran penting bagi perusahaan, karena perusahaan hidup di lingkungan masyarakat dan kemungkinan aktivitasnya memiliki dampak sosial dan lingkungan. Selain itu, CSR dapat dipandang sebagai wujud akuntabilitas perusahaan kepada publik untuk menjelaskan berbagai dampak sosial yang
ditimbulkan oleh perusahaan. Penerapan CSR diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan keuangan dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006). Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Haniffa dan Coke, 2005 mengutip Tilt, 1994). Penerapan CSR di Indonesia belum memiliki regulasi khusus untuk suatu perusahaan selain perusahaan yang berkecimpung pada sumber daya alam. Pemerintah Indonesia sudah menyadari pentingnya tanggung jawab sosial dan lingkungan yang terbukti dengan telah dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007, khususnya pada pasal 74 yang menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hal ini semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, pada pasal 6 dinyatakan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan dalam RUPS. Setelah UU No 40 Tahun 2007 mewajibkan perusahaan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, PP No 47 Tahun 2012 telah mewajibkan perusahaan tersebut untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan
dalam laporan tahunan. PP No 47 Tahun 2012 ini tidak menghalangi perseroan lainnya turut serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sampai saat ini hampir semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan tahunannya yang beragam (Sayekti dan Wondabio, 2007). Fokus dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahaan terhadap respon pasar dan terhadap laba perusahaan (earning response coefficient, ERC). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh pengungkapan CSR pada ERC, namun hasilnya tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Sayekti dan Wondabio (2007) menemukan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC. Hidayati dan Murni (2009) menemukan bahwa CSR berpengaruh negatif terhadap ERC. Daud dan Syarifuddin (2008) menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap ERC. Utaminingtyas dan Ahalik (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara CSR dan ERC. Karuniawan dan Nugrahanti (2012) menemukan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap ERC. Hasil yang tidak konsisten dari penelitian-penelitian sebelumnya menyebabkan isu ini menjadi topik yang penting untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Sayekti dan Wondabio (2007) yang berfokus pada pengungkapan CSR pada laporan tahunan
perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdaftar di Indonesian Capital Market Direction (ICMD) serta pengaruhnya terhadap ERC. Penelitian yang dilakukan oleh Sayekti dan Wondabio (2007) menyebutkan berbagai alasan perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi CSR secara sukarela, diantaranya adalah untuk mentaati peraturan yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penerapan CSR, untuk memenuhi ketentuan kontrak pinjaman dan memenuhi ekspektasi masyarakat, untuk melegitimasi tindakan perusahaan, dan untuk menarik investor (Basamalah et al, 2005 mengutip Deegan dan Blomquist, 2001; Hasnas, 1998; Ullman, 1985; Patten, 1992). Pengembangan dari penelitian ini adalah dengan menambah variabel kontrol dengan menggunakan empat variabel kontrol. Pada penelitian Sayekti dan Wondabio (2007) hanya menggunakan dua variabel kontrol yaitu pertumbuhan perusahaan dan beta yang memproksi risiko. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah persistensi laba, pertumbuhan perusahaan, struktur modal, dan ukuran perusahaan (size). Menurut Scott (2000), variabel kontrol tersebut merupakan determinan ERC dan terbukti secara empiris mempengaruhi ERC. Pengikutsertaan variabel kontrol, dapat meningkatkan explainability variabel independen terhadap perilaku variabel variabel dependen (Sayekti dan Wondabio, 2007). Perbedaan juga terdapat pada teknik analisis data yang digunakan, tahun penelitian dan jenis perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode perhitungan ERC dari Chandrarin (2003) karena lebih sistematis, berbeda dengan metode
perhitungan yang digunakan oleh Sayekti dan Wondabio (2007). Penelitian ini juga menambah waktu pengamatan selama 5 tahun dari tahun 2008-2012, dimana penelitian sebelumnya hanya menggunakan waktu pengamatan hanya satu tahun yaitu tahun 2005 saja. Periode penelitian yang pendek menyebabkan pengaruh CSR tidak nampak karena pada dasarnya pengungkapan CSR bertujuan untuk jangka panjang (Kurnianto, 2011). Pengaruh pengungkapan CSR pada ERC ini dilakukan pada perusahaan non keuangan yang terdaftar pada BEI. Motivasi penelitian untuk waktu pengamatan yang digunakan dari tahun 2008-2012 adalah merujuk dari saran yang diberikan oleh penelitian yang dilakukan Sayekti dan Wondabio (2007). Disarankan agar menggunakan data laporan tahunan yang paling mutakhir untuk dapat menggambarkan kondisi yang paling terbaru. Perkembangan penerapan CSR sekalipun baru intensif diperhitungkan dalam manajemen perusahaan sejak tahun 2007 dengan ditetapkannya UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, namun perlu ditelusuri lebih lanjut perkembangan CSR pada tahun berikutnya sebagai pengamatan yang bersifat transisional. Selain itu pula berguna untuk melihat sikap dan pola manajemen perusahaan yang terjadi sejak tahun 2008-2012, sehingga akan dapat diketahui perkembangan berkesinambungan atau paradigma terhadap respon investor di dalam menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan dan masyarakat yang nantinya akan berpengaruh besar terhadap investasi yang dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana
pengaruh
pengungkapan
informasi
corporate
social
responsibility (CSR) pada earnings response coefficient (ERC) perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008-2012? 2) Bagaimana pengaruh variabel kontrol yang terdiri dari persistensi laba, pertumbuhan perusahaan, struktur modal dan ukuran perusahaan pada earnings response coefficient (ERC)?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengungkapan informasi corporate social responsibility (CSR) pada earnings response coefficient (ERC) perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008-2012.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut: 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan meningkatkan kesadaran perusahaan akan pentingnya melakukan dan mengungkapkan informasi CSR pada laporan keuangan
tahunan perusahaan mereka dan untuk lebih meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan sosial. Bagi badan penyusun standar akuntansi dan badan otoritas pasar modal merupakan masukan mengenai relevansi dari pengungkapan informasi CSR pada laporan keuangan tahunan perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas standar dan peraturan yang sudah ada dan harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan di daerah mana perusahaan tersebut beraktivitas. 2) Manfaat Praktis Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan/studi komparasi antara penelitian di tahun 2008-2012 dengan penelitian yang dilakukan setelah tahun 2012 sampai dengan saat ini dan penelitian yang akan datang. Sehingga rantai penelitian tersebut tidak terputus-putus dan gejala/sifat-sifatnya bisa terus diikuti.