BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Anggaran merupakan kunci penting bagi seluruh jenis organisasi, baik organisasi privat maupun organisasi publik dalam rangka mencapai tujuan. Anggaran berguna sebagai alat pendukung fungsi dasar manajemen yang meliputi perencanaan, pengkoordinasian, dan pengawasan. Terkait dengan fungsi tersebut, anggaran juga mempunyai peran penting sebagai alat komunikasi, motivasi, pendelegasian wewenang dari atasan ke bawahan, pengendalian, dan evaluasi kinerja (Otley, 1985; Chow et. al., 1988; Kenis; 1979; Hofstede; 1968). Tujuan penting perlunya anggaran juga terkait dengan pengalokasian sumber daya organisasi. Anggaran diharapkan dapat menjadi alat untuk mengalokasikan sumber daya organisasi secara efektif dan efisien. Agar sumber daya organisasi dapat teralokasi dengan efisien, informasi organisasi secara keseluruhan harus dapat diserap oleh manajemen puncak. Namun, pada kenyataannya bawahan cenderung lebih banyak memiliki informasi lokal dan spesifik yang dibutuhkan oleh atasan. Agar atasan dapat menggali informasi lokal bawahan serta mengurangi gap informasi antara atasan dan bawahan, diperlukan partisipasi bawahan
dalam
penyusunan
anggaran
atau
dapat
disebut
dengan
penganggaran partisipatif (Dunk, 1993). Diharapkan dengan penganggaran partisipatif tersebut, atasan akan terbantu karena partisipasi bawahan dapat 1
sekaligus meningkatkan rasa tanggung jawab bawahan yang merasa terlibat dalam proses penganggaran tersebut, sehingga bawahan akan menjalankan rencana perusahaan dengan sungguh-sungguh dan pada akhirnya kinerja perusahaan akan semakin baik, hal ini otomatis juga akan dilihat sebagai keberhasilan kinerja atasan (Milani, 1975). Namun kemudian muncul permasalahan terkait penganggaran partisipatif tersebut. Melihat kembali peran anggaran sebagai alat evaluasi kinerja yang kemudian sering dikaitkan dengan kompensasi atau bonus yang mungkin akan didapatkan. Dikhawatirkan partisipasi bawahan dalam proses penganggaran akan memunculkan permasalahan kesenjangan anggaran (budgetary slack) (Lowe dan Shaw, 1968; Schiff dan Lewin, 1970; Lukka, 1988; dan Young, 1985). Kesenjangan anggaran muncul ketika bawahan ingin terlihat mempunyai kinerja yang baik oleh atasan, dan anggaran dipandang sebagai suatu tekanan untuk mencapai prestasi tersebut (Siegel dan Marconi, 1989). Bawahan akan berupaya mengecilkan kemampuan produktifnya untuk memastikan bahwa ia akan mampu mencapai standar yang ditetapkan dalam anggaran (Young, 1985). Hal tersebut dilakukan sebagai upaya bawahan untuk melindungi diri dari resiko tidak tercapainya target anggaran dan menunjukkan bahwa ia mempunyai kinerja yang baik sehingga bawahan berupaya melakukan kesenjangan anggaran. Beberapa penelitian terdahulu dalam managemen akuntansi yang terkait dengan pengujian hubungan partisipasi anggaran dan kesenjangan
2
anggaran menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Camman, 1976; Dunk, 1993; Merchanct, 1985; dan Onsi, 1973, menunjukkan hasil penelitian bahwa adanya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi kecenderungan bawahan untuk melakukan kesenjangan anggaran. Alasannya dengan peran bawahan yang ikut serta dalam proses penyusunan anggaran akan dapat membantu penyebaran informasi lokal sehingga anggaran yang disusun akan lebih akurat dan bawahan akan merasa lebih bertanggung jawab terhadap komitmen anggaran yang turut ia susun. Namun inkonsisten dengan hasil penelitian-penelitian tersebut, Lowe dan Shaw, 1968; Schiff dan Lewin, 1970; Lukka, 1988; dan Young, 1985, menunjukkan bukti empiris bahwa partisipasi bawahan dalam proses penyusunan anggaran justru akan meningkatkan kecenderungan bawahan untuk melakukan kesenjangan anggaran. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori agensi. Dalam teori agensi diasumsikan bahwa individu adalah pribadi yang rasional secara ekonomi dan memiliki kepentingan diri sendiri, sehingga ketika bawahan memiliki informasi yang lebih dibandingkan atasan, bawahan akan cenderung menggunakan informasi tersebut untuk mencapai kepentingan pribadi mereka (Chow et al. 1991, Stevens, 2002). Oleh karena itu kecenderungan melakukan kesenjangan anggaran pun akan semakin meningkat dengan adanya partisipasi anggaran. Menurut Luft dan Shields (2003) penelitian terkait kesenjangan anggaran kebanyakan tidak berfokus pada sumber penyebab kesenjangan
3
anggaran dan cara untuk mengurangi adanya kesenjangan anggaran tersebut. Kebanyakan peneliti lebih fokus pada analisa variabel ekonomi yang berhubungan dengan kesenjangan ekonomi tersebut, dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh variabel psikologi yang menyebabkan munculnya kesenjangan anggaran, misalnya trust (Covalenski et al., 2003). Penelitian Carreras et.al. (2014) telah memfokuskan pada variabel psikologi yang berhubungan dengan kesenjangan anggaran dan menghasilkan bukti empiris bahwa trust dapat mengurangi kecenderungan bawahan dalam melakukan kesenjangan anggaran. Namun dalam penelitian tersebut, ketika dikaitkan
dengan
insentif
ekonomi,
trust
tidak
dapat
mengurangi
kecenderungan bawahan dalam melakukan kesenjangan anggaran. Maiga dan Jacobs (2007) melaporkan bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural berdampak pada trust dan goal commitment manager, dan trust dan goal commitment terbukti dapat menurunkan kecenderungan manager untuk melakukan kesenjangan anggaran. Penelitian Maria dan Nahartyo (2012), juga mampu memberikan bukti bahwa trust dapat mengurangi kecenderungan bawahan dalam melakukan kesenjangan anggaran dengan mengaitkan faktor persepsian keadilan yang diterima bawahan oleh atasan.
1.2. Pertanyaan Penelitian Asumsi penggunaan variabel psikologi trust, ketika bawahan merasa menerima perlakuan yang adil dari atasan, maka akan dapat memunculkan
4
perasaan trust bawahan terhadap atasan, sehingga ketika bawahan telah terbangun ikatan trust yang kuat kepada atasan, ia akan cenderung memberikan hasil kerja yang sesuai dengan kemampuannya (Maiga dan Jacobs, 2007). Hal ini akan menyebabkan berkurangnya keinginan untuk melakukan kesenjangan anggaran, sehingga proses penyusunan anggaran dengan partisipasi bawahan akan tercipta hasil yang optimal dan aktual. Dalam penelitian tedahulu Maria dan Nahartyo, (2012) baru menggunakan dua macam keadilan yakni keadilan distributif dan keadilan prosedural. Hal ini dirasa kurang sempurna karena berdasar penelitian Little, Magner, dan Welker (2002), yang menemukan bahwa keadilan prosedural dan interaksional memiliki efek interaktif pada kecenderungan untuk menciptakan kesenjangan anggaran sehingga bawahan memiliki kecenderungan yang sangat rendah untuk membuat slack ketika prosedur anggaran formal yang ada dirasa adil dan kemudian atasan mengimplementasikan prosedur tersebut juga secara adil. Hal ini dapat diartikan, keadilan prosedural hanya akan menjadi sebuah aturan prosedur formal saja tanpa adanya keadilan interaksional yang berupa dukungan implementasi prosedur yang adil oleh atasan. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Staley (2003) yang berhasil membuktikan secara empiris bahwa keadilan interaksional dapat menimbulkan trust bawahan terhadap atasan. Keadilan interaksional merupakan kunci terbentuknya motivasi kerja dan komitmen terhadap organisasi. Keadilan interaksional terkait dengan
5
kombinasi antara kepercayaan seorang bawahan terhadap atasannya dengan keadilan yang nampak dalam lingkungan kerja sehari-hari. Keadilan interaksional perlu dimasukkan sebagai variabel penguat kedua keadilan distributif dan keadilan prosedural, karena dalam menilai keadilan interaksional, bawahan menjadi lebih fokus pada faktor-faktor seperti apakah pengambil keputusan dipengaruhi oleh sensitivitas interpersonal dan memberikan penjelasan yang cukup dan jelas untuk keputusan mereka (Bies dan Moag, 1986; Brockner dan Wiesenfeld, 1996; Tyler dan Bies, 1990 ). Oleh karena itu, apakah persepsi keadilan distributif, prosedural, dan interaksional bawahan pada partisipasi proses penyusunan anggaran dapat menimbulkan trust bawahan terhadap atasan? Ketika atasan melaksanakan prosedur formal dalam anggaran secara adil melalui sensitivitas interpersonal pada bawahan dan memberikan penjelasan yang jelas dan memadai kepada mereka, bawahan akan cenderung melihat perlakuan tersebut sebagai sinyal bahwa mereka dinilai sebagai anggota organisasi (Bies dan Moag, 1986; Brockner dan Wiesenfeld, 1996; Tyler dan Bies, 1990). Hal ini akan memberikan keuntungan psikologis bagi bawahan yakni dapat meningkatkan harga diri mereka. Selain itu, perlakuan tersebut menunjukkan kepada bawahan bahwa atasan dapat memberikan jaminan bahwa anggaran yang sesuai akan memberikan mereka keuntungan material yang wajar seperti distribusi sumber daya anggaran yang menguntungkan dan reward yang dihubungkan dengan anggaran, seperti promosi dan gaji.
6
Hal tersebut erat kaitannya dengan peningkatan kepercayaan bawahan terhadap atasannya, sehingga diharapkan dengan adanya ketiga variabel keadilan tersebut akan semakin meningkatkan trust bawahan terhadap atasan. Ketika trust bawahan terhadap atasan telah meningkat, yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah trust bawahan terhadap atasan tersebut dapat meminimalisir kecenderungan bawahan dalam melakukan kesenjangan anggaran?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk secara empiris menginvestigasi dan menguji pengaruh persepsi keadilan distributif, prosedural, dan interaksional bawahan pada partisipasi proses penyusunan anggaran terhadap trust bawahan terhadap atasan. Selain itu penelitian ini juga akan menguji dampak trust
bawahan
terhadap
atasan
terhadap
kecenderungan
terjadinya
kesenjangan anggaran.
1.4. Manfaat Penelitian Harapan peneliti, dengan hasil penelitian ini akan dapat berkontribusi bagi ilmu pengetahuan terutama di bidang manajemen akuntansi. Dan khususnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para manajer perusahaan (atasan) untuk dapat mencapai kinerja perusahaan yang semakin baik melalui perlakuan adil kepada bawahan yang diharapkan akan dapat meningkatkan trust bawahan sehingga dapat menurunkan kecenderungan
7
kesenjangan anggaran yang berdampak buruk merugikan proses pencapaian tujuan perusahaan dalam mengoptimalkan alokasi sumber daya secara efisien.
1.5. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab ini menyajikan gambaran umum yang mendasari dilaksanakannya penelitian yang meliputi: latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tinjauan teoritis mengenai beberapa konsep yang berkaitan dengan penganggaran partisipatif, kesenjangan anggaran (budgetary slack), trust in superiors, dan keadilan organisasi (keadilan distributive, keadilan prosedural, keadilan interaksional), serta pertimbangan teori yang dipakai sebagai landasan dalam penyusunan hipotesis. BAB III Metode Penelitian Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode penelitian ini berisi rincian mengenai desain penelitian, pemilihan sampel, teknik
8
pengumpulan data, dan definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian, serta metode analisis data. BAB IV Analisis Data dan Pembahasan Bab ini menjelaskan mengenai data penelitian, hasil pengolahan data penelitian, serta pembahasannya. BAB V Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan, dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan penelitian ini. Bab ini berisi kesimpulan, implikasi penelitian, keterbatasan, dan saran penelitian selanjutnya.
9