BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan juga merupakan faktor pendukung yang memegang peranan penting diseluruh sektor kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga Negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa pada masa depan, bahkan lebih penting lagise bagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antar bangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian, pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bias memenangi kompetisi global. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan
1
2
kesejahteraan hidupnya. Para pendiri bangsa meyakini bahwa peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu kunci utama mencapai tujuan negara yakni bukan saja mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menciptakan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia. Pendidikan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa serta memberi
kontribusi
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
dan
transformasi sosial. Pendidikan akan menciptakan masyarakat terpelajar (educated people) yang menjadi prasyarat terbentuknya masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, dan sejahtera. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Untuk menjalankan amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional,
menyelenggarakan
maka
Langkah
Pemerintah
konkrit
untuk
Kota
Surakarta
mewujudkan
telah
pemerataan
pendidikan, salah satunya adalah dengan program sekolah tanpa pungutan biaya bagi peserta didik (sekolah plus). Sekolah plus adalah sebuah program pemerintah yang diupayakan untuk menyelesaikan masalah pemerataan akses pendidikan (Martono, 2010). Sekolah plus diutamakan bagi siswa yang tidak mampu secara ekonomi/siswa miskin. Kriteria siswa miskin yang dibebaskan
3
dan/atau dibantu melalui program sekolah plus ditentukan oleh sekolah dengan memperhatikan tingkat kemampuan ekonomi orang tua. Adanya sekolah plus diharapkan mampu memperlancar sistem pendidikan yang sudah direncanakan. Salah satu wilayah yang telah mengadakan program sekolah plus adalah kota Solo. Sekolah plus merupakan program kerja yang dirintis oleh walikota Solo waktu itu Joko Widodo yang bertujuan untuk pemerataan pendidikan di wilayah Solo. Sekolah plus mulai dicanangkan di Solo pada tahun ajaran 2011/2012. Dalam perjalanan nya sampai tahun 2015, program sekolah plus masih mengalami beberapa masalah, seperti masih adanya masyarakat miskin yang belum bersekolah, jarak sekolah-sekolah plus yang masih belum terjangkau dan masih berfungsinya sistem reguler dan siswa luar kota yang bersekolah disekolah plus. Hal tersebut merupakan faktor ketidak berhasilan program sekolah plus tersebut mengingat sekolah plus dibuat dan diperuntukan oleh warga solo yang miskin. Hal tersebut seperti dikatakan bapak sutrisno kepala sekolah SMPN 26, sebagai pelaksana program sekolah plus yang diperuntukan untuk warga miskin bagi yang memiliki kartu BPMKS, namun sekolah plus tidak hanya di peruntukan untuk warga miskin saja juga tetapi untuk warga yang mampu dan pindahan dengan program reguler. Dari hal tersebut maka pada tahun ajaran 2012/2013, sekolah plus di Kota Solo hanya diperuntukkan bagi siswa kurang mampu yang tinggal dan bersekolah dikota Surakarta. Oleh karena itu,untuk mempermudah pelaksanaan program sekolah plus ini. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahrahga kota Surakarta sebagai pelaksana
4
memberi kemudahan warga miskin yang memiliki kartu BPMKS untuk dapat mengenyam pendidikan. “Sekolah plus ditetapkan hanya untuk warga yang memiliki kartu Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS) Gold dan Platinum.” www.Kabar24.com Dengan adanya peraturan tersebut maka warga miskin yang memiliki kartu BPMKS baik platinum, gold dan silver serta SKTM dipermudahkan agar dapat langsung bersekolah disekolah plus yang mana memang merupakan sekolah diperuntukan bagi masyarakat miskin agar memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.Sekolah plus juga merupakan suatu program krusial yang digagas walikota Surakarta yang memang layak diselenggarakan. Karena hingga saat ini sudah ada 14 sekolah yang ditunjuk pemerintah kota Surakarta untuk melasanakan program sekolah plus ini, yang terdiri dari Sebelas (11) sekolah tingkat dasar (SD), dua (2) sekolah pendidikan menengah (SMP), dan satu (1) sekolah kejuruan (SMK). Dengan adanya program sekolah plus sampai tahun 2015 masih belum efektif karna masih meningkatnya angka anak putus sekolah sekolah dikota Surakarta. Hal ini ditandai dengan masih adanya anak miskin yang mengalami putus sekolah. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta dalam kurun waktu 2010-2014 yang putus sekolah, seperti tabel berikut:
5
Tabel 1.1 Jumlah Anak putus sekolah dari tahun 2007-2014 di Kota Surakarta jenjang jenjang Jenjang (SD/MI). (SMP/MTS). (SMU). Per-orang Per-orang Per-orang 2013/2014 30 202 17 2012/2013 19 108 30 2011/2012 28 182 52 2010/2011 37 100 69 2009/2010 32 137 12 2008/2009 43 32 5 2007/2008 28 107 171 Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga Kota Surakarta Tahun
Jenjang (SMK). Per-orang 41 213 211 211 181 50 302
Dari tabel diatas diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak putus sekolah masih menujukkan angka yang cukup tingi. Untuk jenjang pendidikan SD, SMP/MTS menunjukkan angka peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut dapat digunakan sebagai indikator berhasil atau tidaknya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan bagi anak miskin. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta sebagai pelaksana program sekolah plus tentunya mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mensukseskan program tersebut. Sukses tidaknya program tersebut adalah tergantung dari bagaimana akuntabilitas Disdikpora dalam melaksanakan program sekolah plus. Guna mempermudah pokok pembahasan tersebut, maka penulis mengambil dua sampel untuk mencari informasi yang terkait dengan sekolah yang ditunjuk sebagai pelaksana sekolah plus pertama kalinya, yaitu pada SMP Negeri 17 Surakarta. Dasar dari pengambilan sempel tersebut dikarenakan SMP Negeri 17 ditunjuk sebagai sekolah dengan konsep sekolah
6
plus yang mana SMP Negeri 17 adalah sekolah umum yang dibuat untuk memberikan tempat bagi siswa-siswi dari keluarga miskin dan pemerintah memberi fasilitas biaya yang ada selama menempuh pendidikan. Mereka yang menerima sarana pendidikan ini tidak ditempatkan dalam kelas yang khusus melainkan sama halnya dengan siswa dan siswi yang lainnya. Upaya ini ditempuh oleh pemerintah sebagai salah satu cara untuk menanggulangi angka putus sekolah pada warga miskin. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 17 Surakarta yang ditunjuk sebagai pelaksana program sekolah plus berlangsung. SMP Negeri 17 Surakarta merupakan sekolah dasar yang berada di daerah Sumber
Kelurahan Sumber. Daerah tersebut merupakan daerah
pinggiran kota Surakarta. Banyak warga yang berdomisili didominasi pendatang. Secara sosial tingkat kesejahteraan hidup masyarakat di daerah tersebut rendah. Warga kelurahan Sumber kebanyakan merupakan buruh, baik buruh pabrik, toko atau pedagang-pedagang kecil. Lingkungan yang paling banyak warga miskin. Karakter yang dapat dikenali di daerah tersebut adalah adanya pemukiman padat penduduk yang berada di pinggiran sungai. SMP Negeri 17 banyak menampung anak-anak warga miskin yang bertempat tinggal dipinggiran sungai dan terminal. Hal ini menyebabkan tingginya jumlah warga yang terdata sebagai keluarga miskin. Berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas Disdikpora dalam melaksanakan program sekolah plus.
7
B. RumusanMasalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Akuntabilitas Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta dalam pelaksanaan program Sekolah Plus di Kota Surakarta?
C. TujuanPenelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, yakni akuntabilitas pelaksanaan program sekolah plus oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk masyarakat miskin.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat tersebut adalah: 1. Sebagai gambaran sekaligus memberi informasi pada Pemerintah Kota Surakarta mengenai proses pelaksanaan sekolah plus kota Surakarta. 2. Dengan informasi tersebut diharapkan dapat terjembatani dengan baik dan masyarakat miskin dapat memperoleh pendidikan yang baik dan layak.