BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan salah satu jenis anak berkesulitan yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan atau mengalami penyimpangan dari normal. Agung Yuwono (Sutratinah Tirtonegoro, 1987: 3) menyebutkan bahwa ”anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan 50/55 sampai 70/75, pada umumnya anak tunagrahita ringan masih dapat bekerja di masyarakat bebas, keadaan fisiknya tidak terlalu berbeda dengan anak normal, dapat membina dirinya dengan baik”. Anak tunagrahita dapat bekerja pada bidang pekerjaan yang tidak banyak memerlukan pemikiran. Kondisi otot dan persendiannya tampak normal, akan tetapi terdapat keterlambatan kematangan motorik, posturnya kelihatan tidak tegas, sehingga sikapnya tidak dinamis. Anak tunagrahita tidak dapat mengatur tenaganya, sehingga cenderung bergerak tidak terarah atau asal-asalan. Hal ini disebabkan kurang matangnya berpikir. Melihat kondisi anak tunagrahita ringan di atas, bila anak dimasukkan ke sekolah umum, maka prestasi belajarnya sangat rendah, untuk itu sebaiknya anak tersebut dimasukkan ke Sekolah Luar Biasa bagian C (bagian tunagrahita). Adanya pendidikan yang baik yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan mereka, menjadikan kemampuan dan kondisi mereka dapat ditingkatkan dan mereka dapat bekerja dalam lapangan pekerjaan yang sederhana, terutama dalam pekerjaan tangan.
1
2
Anak tunagrahita ringan sebagaimana anak-anak pada umumnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu mereka membutuhkan pelayanan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal serta menuntut terpenuhinya kebutuhan dalam mempertahankan kehidupannya. Sebagai usaha agar dapat memenuhi kebutuhannya, seorang individu harus memiliki keterampilan tertentu yang dapat dipakai sebagai sumber penghasilan, sehingga mereka tidak terlalu menggantungkan kehidupannya pada orang lain. Selain itu sebagai makhluk sosial dia memerlukan adanya interaksi dengan sesamanya atau berhubungan dengan lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, serta sosial budaya. Pendidikan merupakan tempat mengembangkan aspek penting dan terpadu, yaitu aspek logika, estetika, etika dan praktika. Aspek logika adalah perkembangan daya nalar dan pikiran. Aspek estetika adalah pengembangan dunia seni dan keindahan. Aspek etika adalah berkaitan dengan tingkah laku, kesopanan dan agama. Potensi yang perlu dikembangkan pada pada anak tunagrahita ringan, adalah potensi di bidang keterampilan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan banyak dijumpai anak tunagrahita ringan memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda dalam keterampilan tangan, di antaranya keterampilan pertukangan, keterampilan menjahit, menyulam/membordir, keramik, dan merajut. Bimbingan keterampilan merupakan suatu usaha pemberian bantuan kepada individu untuk mengembangkan dirinya berupa keterampilan untuk mempersiapkan diri agar dapat bekerja di kemudian hari,
3
artinya seorang tamatan Sekolah Luar Biasa C berbekal keterampilan yang diperoleh dan dikembangkan selama belajar di sekolah, diharapkan dapat membekali anak didik sebagai sarana mencari nafkah sendiri dalam menjalankan kehidupannya. Pada saatnya nanti bila diperlukan kemampuan akan menjadi penyangga hidup secara minimal guna menjadi warga negara yang mandiri. Berbekal keterampilan tangan, anak diharapkan dapat hidup menjadi tenaga kerja dan usaha sendiri sebagai penjahit atau pengrajin. Adanya pemberian pengetahuan dasar menyulam dengan tangan, tamatan SLB-C dapat terampil dasar menyulam, sehingga anak didik tamatan dari SLB-C dapat memproduksi karya nyata yang dapat diuangkan. Sementara itu daya dukung sekolah yang menyediakan bahan dasar dan fasilitas yang memadai serta adanya pesanan baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah ikut mendukung proses pembelajaran keterampilan menyulam tersebut. Pembelajaran keterampilan menyulam dengan tangan bagi anak tunagrahita ringan di SLB-C harus memperhatikan karakteristik anak tunagrahita antara lain miskin perbendaharaan bahasa, kurang kreatif, kurang inisiatif, kurang mampu memusatkan perhatian, cepat
lupa, sedikit
pertimbangan, memerlukan tempo belajar yang lama, kurang mampu mengikuti petunjuk dan miskin pengalaman. Anak tunagrahita ringan juga kurang mampu memusatkan perhatian dan cepat lupa, sehingga lambat menguasai materi pelajaran. Selain memperhatikan karakteristik yang
4
merupakan faktor intern, tersedianya fasilitas yang memadai dalam bimbingan keterampilan juga menunjang keberhasilan anak. Karakteristik yang dimiliki setiap anak tunagrahita ringan berbeda, sehingga dalam pemberian pembelajaran menyulam dengan tanganpun bobot materinyapun berbeda-beda pula. Hal ini berpengaruh pada kemampuan yang dimiliki anak didik dalam keterampilan menyulam. Kecerdasan anak sangat terbatas, maka dalam kegiatan pemberian keterampilan menyulam setiap anak didik perlu dilayani secara perorangan (individu), sehingga mereka memperoleh perhatian sepenuhnya. Tiap kesalahan segera dapat diketahui dan diperbaiki. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa, yakni: faktor internal siswa (jasmani dan rohani siswa), eksternal siswa (lingkungan sekitar siswa), dan faktor pendekatan (strategi dan metode yang digunakan siswa). Selain faktor internal, yaitu karakteristik anak tunagrahita ringan, faktor lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakakat sebagai faktor eksternal, juga dapat berpengaruh terhadap penguasaan keterampilan menyulam pada anak tunagrahita ringan. Lingkungan sekolah tersebut meliputi kualitas pelajaran di dalam kelas, teman-teman di sekolahnya, fasilitasnya yang tersedia dalam pembelajaran keterampilan menyulam dengan tangan dan sebagainya. Lingkungan masyarakat yang meliputi penerimaan hasil karya anak tunagrahita ringan dan penerimaan tenaga kerja lulusan SLB-C dan sebagainya dapat menunjang keberhasilan keterampilan menyulam bagi anak tunagrahita ringan. Kenyataan yang ada pada anak tunagrahita ringan kelas
5
VIII, dalam hal pembelajaran keterampilan menyulam kurang kreatif dan kurang inisiatif, sehingga keterampilan menyulam cenderung monoton dan tidak bervariasi. Keberhasilan pembelajaran keterampilan menyulam dengan tangan di Sekolah Luar Biasa PGRI Minggir dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak, baik fisik maupun psikis. Faktor intern ini meliputi keadaan kesehatan anak, keadaan kejiwaan anak, dan lain sebagainya. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri anak, antara lain faktor keluarga, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat di mana anak tinggal. Dalam lingkungan keluarga, adanya perhatian keluarga dalam memberikan dukungan tanggung jawab pada anak, maka anak akan lebih cepat menguasai keterampilan menyulam dengan tangan daripada anak tunagrahita ringan yang tidak mendapat pendidikan keterampilan di rumah. Penguasaan keterampilan menyulam taplak meja bagi anak tunagrahita ringan membutuhkan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan anak normal mengingat anak tunagrahita abstraksinya terbatas, maka dalam bidang keterampilan ini yang penting bukan aspek pengetahuan melainkan aspek keterampilan dan sikap. Anak tunagrahita ringan mengalami kekurangan dalam mengombinasikan warna antara warna bahan dasar dan warna benang sulam dan tidak dapat mengatur tenaganya, cenderung bertindak ceroboh atau asal-asalan, sehingga untuk menguasai keterampilan menyulam dengan tangan menjadi sulit. Selain itu, anak tunagrahita ringan mengalami hambatan dalam
6
koordinasi motorik dan kurang mampu mengikuti petunjuk serta miskin pengalaman. Salah satu upaya tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pembelajaran keterampilan menyulam pada anak tunagrahita ringan tingkat kelas VIII SMPLB di PGRI Minggir Sleman Yogyakarta. Hal tersebut mengingat peralatan dan bahan bakunya sudah tersedia dan juga mudah didapatkan, serta hasilnya mempunyai nilai jual di masyarakat, yang mengacu pada Buku Kurikulum Pendidikan Luar Biasa untuk Tunagrahita tahun 1994 untuk Paket Keterampilan. Cara atau teknik menyulam sangat sederhana, yaitu hanya dengan prinsip menyulam tusuk hias. Keterampilan menyulam taplak meja dengan tangan bagi anak tunagrahita ringan di SLB PGRI Minggir, perlu dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak terhadap kegiatan menyulam, maka hal tersebut perlu diteliti tentang pelaksanaan pembelajaran keterampilan menyulam bagi anak tunagrahita ringan di Sekolah Luar Biasa C PGRI Minggir Sleman. Di samping itu dengan adanya keterampilan menyulam diharapkan anak nantinya mendapat bekal vokasional yang memiliki prospek yang baik dan dapat memenuhi tuntutan konsumen.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka timbul berbagai masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
7
1. Anak tunagrahita ringan mengalami kekurangan dalam mengombinasikan warna antara warna bahan dasar dan warna benang sulam, tidak dapat mengatur tenaganya, cenderung bertindak ceroboh atau asal-asalan. 2. Anak tunagrahita ringan kurang kreatif dan kurang inisiatif, sehingga keterampilan menyulam cenderung monoton, tidak bervariasi. 3. Anak tunagrahita ringan kurang mampu memusatkan perhatian dan cepat lupa, sehingga lambat menguasai materi pelajaran. 4. Anak tunagrahita ringan mengalami hambatan dalam koordinasi motorik dan kurang mampu mengikuti petunjuk serta miskin pengalaman. 5. Ada indikasi pelaksanaan pembelajaran keterampilan menyulam pada anak tunagrahita ringan kelas VIII SMPLB di SLB PGRI Minggir Sleman Yogyakarta belum optimal.
C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada ada indikasi pelaksanaan pembelajaran keterampilan menyulam pada anak tunagrahita ringan kelas VIII SMPLB di SLB PGRI Minggir Sleman Yogyakarta belum optimal.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
8
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja pada anak tunagrahita ringan kelas VIII SMPLB di SLB PGRI Minggir, Sleman? 2. Kesulitan apa saja yang dialami oleh anak tunagrahita ringan kelas VIII SMPLB dalam pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja? 3. Usaha apa saja yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja?
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja dengan tangan bagi anak tunagrahita ringan kelas VIII SMPLB di SLB PGRI Minggir, Sleman. 2. Untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi anak tunagrahita ringan kelas VIII SMPLB di SLB PGRI Minggir, dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja dengan tangan pada 3. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja dengan tangan pada anak tunagrahita kelas VIII SMPLB di SLB PGRI Minggir, Sleman.
F. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian adalah :
9
1. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pelaksanaan pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keterampilan menyulam. 3. Bagi Orang Tua Hasil penelitian ini dapat berguna dalam membangkitkan kesadaran orang tua agar ikut bertanggung jawab terhadap peningkatan keterampilan, sehingga anak mandiri di masa depan.
G. Batasan Istilah 1. Pembelajaran keterampilan menyulam taplak meja adalah kegiatan dalam mempelajari dan praktek membuat hiasan pada kain, yang berbentuk sulaman-sulaman dengan menggunakan teknik hias melalui sulaman tangan dan dibentuk secara tepat, sehingga menghasilkan suatu karya keterampilan sulaman yang baik. 2. Anak tunagrahita ringan adalah termasuk dalam kelompok anak dengan kecerdasan dan kemampuan adaptasinya terhambat, tetapi memiliki kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.