BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Anak pendek atau stunting adalah kondisi anak yang gagal
mencapai
potensi
pertumbuhan
linear
sehingga
tinggi badannya kurang dibandingkan dengan tinggi badan anak-anak
seumurnya.
Dalam
perhitungan
antropometri,
anak pendek mempunyai nilai height for age z-score (HAZ) kurang dari minus dua standar deviasi (<-2 SD) (Senbanjo et al., 2011). Riset Kesehatan Daerah atau Riskesdas, pada tahun 2013 menyatakan bahwa 37,2% anak di bawah lima tahun mengalami anak pendek dengan distribusi anak pendek (≥3 s/d <-2 SD) sebesar 19,2% dan distribusi anak sangat pendek
(HAZ
<-3
SD)
sebesar
18%
(Risdeskas,
2013).
Prevalensi anak pendek total pada tahun 2013 (37,2%) mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 35,6% pada tahun 2010 dan 36,8% pada tahun 2007 (Riskesdas, 2013). Anak pendek dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya kurangnya asupan nutrisi yang diberikan pada balita, pendidikan orang tua, kemiskinan, daerah padat penduduk, keadaan sosial dan ekonomi keluarga, perilaku
1
makan anak, dan akses kepelayanan kesehatan (Ramli et al., 2009). Penelitian di India menunjukkan bahwa anak pendek di
India
lebih
banyak
dipengaruhi
oleh
kondisi
lingkungan seperti open defecation (tidak mempunyai WC dan septictank) (Chambers dan von Medeazza, 2013). Anak
pendek
sangat
berkaitan
dengan
prestasi
pendidikan yang buruk, pendeknya waktu dalam menempuh pendidikan
dan
pendapatan
yang
rendah
sebagai
orang
dewasa. Akibatnya, anak pendek memiliki kemungkinan yang lebih
besar
untuk
menjadi
orang
dewasa
yang
kurang
berpendidikan, miskin, kurang sehat dan rentan terhadap penyakit menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya akan menurunkan produktivitas suatu bangsa di masa depan (Unicef, 2012). Anak pendek, untuk masa depan
juga
mempengaruhi
kapasitas
kerja
dari
setiap
individu (Senbanjo et al., 2011). Kampung Cokrodirjan dan Ratmakan merupakan daerah yang terletak di wilayah pinggiran (bantaran) Sungai Code yang terletak di tengah Kota Yogyakarta. Kampung tersebut memiliki permasalahan umum yang terlihat jelas seperti kepadatan tinggi dan kondisi fisik lingkungan
yang cenderung kumuh. Kondisi tersebut dapat menjadi faktor terjadinya anak pendek. Penelitian ini akan menelaah lebih lanjut tentang prevalensi anak pendek usia di bawah lima tahun dan faktor-faktor
yang
mempengaruhi
timbulnya
kondisi
tersebut di wilayah Kampung Cokrodirjan dan Ratmakan. Kampung tersebut merupakan kampung padat penduduk di tengah Kota Yogyakarta dan terletak di tepi bantaran Sungai Code. I.2
Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
dalam
latar
belakang,
dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana
prevalensi
anak
pendek
pada
Kampung
Cokrodirjan dan Ratmakan? 2. Bagaimana gambaran berat badan lahir dan tinggi ibu anak pendek? 3. Bagaimana gambaran riwayat pemberian ASI eksklusif anak? 4. Bagaimana gambaran pendidikan, dan pendapatan orang tua anak pendek? 5. Bagaimana gambaran sanitasi tempat tinggal anak pendek?
I.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah di atas,
dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui
prevalensi
anak
pendek
pada
Kampung
Cokrodirjan dan Ratmakan. 2. Mengetahui gambaran berat badan lahir dan tinggi ibu anak pendek. 3. Mengetahui
gambaran
riwayat
pemberian
ASI
eksklusif anak pendek. 4. Mengetahui
gambaran
pendidikan,
dan
pendapatan
orang tua anak pendek. 5. Mengetahui gambaran sanitasi tempat tinggal anak pendek.
I.4 1.
Manfaat Penelitian Bidang Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai data untuk penelitian lebih lanjut tentang anak pendek dan gambaran faktor-faktor risikonya.
2.
Bidang Pelayanan Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi
yang
benar
bagi
masyarakat
tentang anak pendek dan gambaran faktor-faktor risikonya.
I.5
Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi yang ada, penelitian tentang
anak pendek belum pernah dilakukan di wilayah Kampung Cokrodirjan dan Ratmakan. Beberapa penelitian tentang anak pendek telah dilakukan dengan tempat, waktu, dan variabel yang berbeda, antara lain: 1. Kurniati
(2013)
melakukan
penelitian
faktor
risiko kejadian anak pendek pada anak berusia di bawah lima tahun pada wilayah kerja Puskesmas Kasihan 1 Bantul selama tahun 2011. Penelitian tersebut kejadian
menunjukkan anak
pendek
hubungan dan
antara
faktor
risiko
angka yang
terdiri dari penghasilan orang tua, riwayat berat badan lahir, jenis kelamin, dan riwayat pemberian ASI eksklusif. 2. Ramli
et
al.
(2009)
melakukan
penelitian
prevalensi dan faktor risiko anak pendek dan sangat pendek pada anak berusia di bawah lima tahun pada Provinsi Maluku Utara, Indonesia pada tahun
2009.
Penelitian
tersebut
menunjukkan
prevalensi anak pendek dan sangat pendek sebesar 29% dan 14,1% untuk anak berusia 0-23 bulan, dan sebesar 38,4% dan 18,4% untuk anak berusia 24-59
bulan. Faktor risiko anak pendek pada anak usia 0-23 bulan adalah frekuensi makan kurang dari sama
dengan
dua
setiap
harinya.
Untuk
anak
berusia 24-59 bulan faktor resikonya adalah orang tua kelas menengah dan ke bawah. 3. Senbanjo
et
al.
(2011)
melakukan
penelitian
Prevalensi dan faktor risiko anak pendek pada anak sekolah dan Adolescent di Abeokuta, Nigeria Tenggara. Penelitian tersebut menunjukkan 17,4% atau 99 orang anak merupakan anak pendek. Dan faktor
risiko
yang
paling
berpengaruh
adalah
rendahnya pendidikan orang tua. 4. Taguri et al. (2008) melakukan penelitian faktor risiko anak pendek anak di bawah lima tahun di Negara Libya. Penelitian tersebut menunjukkan 20,7%
dari
sampel
yang
diteliti
(4498
anak)
mengalami anak pendek. Sebesar 53,3% dari anak pendek
tersebut
adalah
anak
laki-laki.
Penelitian ini juga menunjukkan berbagai faktor risiko pada anak pendek. Faktor risiko tersebut hanya menggambarkan pada 20% anak yang di teliti. Faktor
risiko
pendidikan
tersebut
ayah
yang
antara
lain
rendah,
adalah keadaaan
psikososial yang buruk, kebersihan lingkungan
yang buruk dan berat badan lahir rendah. 5. Nasikhah
(2012)
melakukan
penelitian
faktor
risiko kejadian anak pendek pada balita yang berusia 24-36 bulan di Semarang Timur. Penelitian tersebut menunjukkan jumlah anak pendek sebesar 34,45% dan 64,5% di antaranya merupakan anak perempuan.
Faktor
risiko
yang
berhubungan
bermakna terhadap anak pendek adalah tinggi ibu, tinggi ayah, pendidikan orang tua yang rendah dan penghasilan orang tua yang tinggi.