BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder. Prevalensi tumor paru di negara negara maju seperti Amerika Serikat pada tahun 2001 cukup tinggi, diperkirakan sekitar 13% penyebab kematian disebabkan oleh kanker paru (Fosella et al, 2002). Menurut data WHO tahun 2015, kanker paru termasuk salah satu penyebab kematian terbesar selain kanker hati, lambung, kolorektal, payudara dan esofagus yang menyumbang sekitar 1,59 juta kematian tiap tahunnya. Selanjutnya, hanya 25% dari pasien kanker paru yang mampu bertahan hidup pada tahun pertama setelah di diagnosis dan 7% pasien yang memiliki rerata angka tahan hidup 5 tahunan dalam 30 tahun kehidupan tanpa ada perubahan (Hunt et al, 2009). The American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2005 terdapat sekitar 12% kasus baru kanker paru berasal dari negara berkembang namun, di Indonesia sendiri data epidemiologi pasti masih belum ada (Oemiati et al, 2011). Berdasarkan buku pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru di indonesia oleh perhimpunan dokter paru indonesia tahun 2003 dinyatakan bahwa, meskipun data epidemiologi pasti belum ada, akan tetapi dengan tingginya angka merokok yang terdapat pada masyarakat sebagai salah satu penyebab utama kanker paru menjadikan kanker paru sebagai salah satu permasalahan penyakit
1
2
memerlukan penanganan dan tindakan cepat serta terarah sehingga diperlukan penegakan diagnosis secara tepat dan dini. Pada stadium awal keganasan paru biasanya dijumpai dalam bentuk nodul paru yang soliter pada radiografi polos toraks, namun berdasarkan penelitian sekitar 30% deteksi nodul di paru-paru ini sering terlewatkan oleh ahli radiologi karena dipengaruhi oleh pengaburan struktur anatomi disekitarnya dan ukuran nodul yang masih kecil sering memunculkan keputusan subyektif dengan hasil berbeda-beda (Giger & Metz, 1990; Kakeda et al, 2004). Untuk itu American College of Radiology merekomendasikan penggunaan CT scan toraks dosis rendah,dan National Comprehensive Cancer Network di Inggris serta United States Preventive Services Task Forces juga merekomendasikan penggunaaan MDCT (Multidetector Computed Tomography) pada pasien beresiko tinggi karena terbukti memiliki kemampuan mendeteksi secara dini nodul-nodul paru sehingga memiliki potensi secara bermakna dalam mengurangi kematian akibat kanker paru. Berdasarkan hasil penelitian dari National Lung Screening di Inggris dengan penggunaan MDCT diperkirakan dapat menurunkan angka kematian sekitar 20% dibandingkan deteksi dengan radiografi toraks (Godoy et al, 2015). Yang menjadi permasalahan kemudian adalah bagaimana membedakan antara tumor jinak maupun ganas dari tumor paru yang soliter. Banyak penelitian menyatakan bahwa CT dengan resolusi yang tinggi dapat secara akurat menggambarkan karakteristik suatu lesi baik dari bentuk luarnya maupun bagian dalam dari lesi yang berukuran kecil atau kurang dari 1 cm. CT scan juga dapat dikatakan lebih sensitif dari pada pemeriksaan sputum dan foto toraks. Literatur yang terakhir menyatakan bahwa peranan CT scan dalam mendeteksi kanker paru
3
dini serta menganalisis morfologi jinak dan ganas sangatlah besar. Penelitian Early Lung Cancer Action Project (ELCAP) juga menyatakan bahwa, CT scan dapat mendeteksi tiga kali lebih tinggi stadium I kanker paru dibandingkan radiografi toraks, dan CT scan spiral lebih baik dalam mendeteksi nodul kecil yang berpotensi sebagai stadium I kanker paru. Dalam hal ini ELCAP tidak memakai kontras media, namun menggunakan multislice spiral CT scan dengan dosis radiasi yang rendah. Akurasi diagnostik CT scan toraks dalam mendeteksi stadium tumor (T) dan nodul (N) pada pasien yang telah didiagnosis kanker paru stadium I-IIIA mendapatkan hasil sensitivitas 100%, spesifisitas 75% dan akurasi 93,7% untuk stadium tumor sedangkan deteksi nodul memiliki sensitivitas 90,9%, spesifisitas 40% dan akurasi 75% (Icksan et al, 2003). CT scan toraks dapat memberikan kesan yang kuat terdapatnya malignansi atau keganasan pada pasien dengan lesi fokal paru berupa nodul soliter atau massa jika terdapat gambaran morfologi berupa ukuran lesi >3 cm, tepi irregular atau spiculated, bentuk berlobulasi, air bronchograms, pleural tail, kavitas, nilai atenuasi lebih 20 HU setelah pemberian kontras, kalsifikasi, ground glass opacity dan Rigler notch sign (Webb et al, 2006). Komponen morfologi ukuran tumor >3 cm, penyangatan ≥ 24 HU, tepi irregular spiculated, bentuk berlobulasi, air brochograms dan ground glass opacity serta densitas heterogen mempunyai sensitivitas yang tinggi serta dapat dipakai sebagai kriteria diagnosis kanker paru primer pada CT scan toraks (Icksan et al, 2008).
4
B. Perumusan Masalah Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan dan menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Kanker paru menjadi penyebab utama kematian kanker melebihi kanker payudara dan kolorektal. Diperlukan penanganan, tindakan yang cepat serta terarah dalam penatalaksanaan kanker paru sehingga diperlukan penegakan diagnosis secara tepat dan dini. Sampai saat ini, radiografi toraks masih menjadi pilihan utama dalam menilai tumor paru. Namun sekitar 30% nodul paru yang soliter dan kecil terlewatkan oleh spesialis radiologi karena dipengaruhi oleh pengaburan struktur anatomi disekitarnya sehingga seringkali menghasilkan keputusan yang subyektif dan berbeda-beda. Pemeriksaan CT scan toraks merupakan pemeriksaan lanjutan setelah radiografi toraks. CT scan toraks dapat memberikan kesan yang kuat dalam menilai morfologi lesi fokal paru baik berupa nodul soliter maupun massa sehingga adanya keganasan atau malignansi bisa segera ditentukan. Penilaian morfologi tumor paru dapat berupa ukuran, tepi, bentuk, air bronchograms, kavitas, kalsifikasi, gambaran ground glass opacity atau inhomogenitas densitas dan peningkatan atenuasi.
C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat kesesuaian diagnosis tumor paru primer (jinak/ ganas) berdasarkan CT scan toraks tanpa kontras dengan hasil patologi anatomi (PA)?
5
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kesesuaian diagnosis tumor paru primer (jinak/ganas) berdasarkan CT scan toraks tanpa kontras dengan hasil pemeriksaan PA. E. Keaslian Penelitian Dari penelusuran kepustakaan yang peneliti lakukan, di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito belum ditemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan penilaian karakteristik morfologi tumor paru primer dengan CT scan toraks. Penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang diusulkan penulis. Beberapa penelitian tersebut menjadi acuan dalam penulisan penelitian ini, tercantum dalam table 1. Tabel 1. Beberapa penelitian tentang karakteristik diagnostik lesi paru primer dengan CT scan sebelumnya. Peneliti
Subjek
Li et al, 2004
747 nodul
Icksan et al, 2008
28 pasien
Topik Nodul ganas vs jinak pada skrining CT untuk kanker paru: dibandingkan dengan penemuan thin-section CT
Kriteria diagnosis kanker paru primer berdasarkan gambaran morfologi pada CT
Hasil
Perbedaan
CT scan toraks potongan tipis dapat menentukan karakteristik nodul ganas dengan jinak berupa bentuk, tepi, dan fitur internalnya
Subyek penelitian pada ground glass nodule saja dan hanya menilai bentuk, tepi dan fitur nternalnya tanpa menilai ukuran maupun air bronchograms
Komponen morfologi ukuran tumor >3 cm, penyangatan ≥24 HU, tepi irregular spiculated, lobulated, air bronchograms,
Penilaian pada CT scan toraks dengan kontras dan menilai atenuasi dan peningkatan
6
Xiang et al, 2014
205 nodul
scan toraks dibandingkan dengan sitologi
ground glass opacity dan densitas heterogen mempunyai sensitivitas yang tinggi serta dapat dipakai sebagai kriteria diagnosis kanker paru primer pada CT scan toraks
densitas atau kontras enhancement
Perbedaan faktor morfologi antara adenocarcinomas paru dini yang murni muncul sebagai gambaran ground glass nodule ≤10 mm pada thin-section CT scan
Pada kasus ground glass nodul murni ≤10 mm, diameter maksimum ≥ 6,5 mm, berbatas tegas dengan permukaan yang kasar terindikasi sebagai adenocarcinoma in situ (AIS) atau minimally adenocarcinoma (MIA) dibanding atypical adenomatous hyperplasia (AAH), air bronchograms dapat membedakan MIA dari AAH, ratarata densitas yang kurang dari -520 HU terindikasi sebagai AAH atau AIS dibanding MIA
Modalitas CT scan dengan irisan tipis 1 mm dan menilai karakteristik morfologi kanker paru yang murni berupa adenocarcino mas dini
Dari semua penelitian tersebut perbedaan dari penelitian yang akan di lakukan adalah karakteristik morfologi tumor paru primer yang dinilai, jumlah sampel dan metode penelitian yang digunakan.
7
F. Manfaat Penelitian 1. Dari segi pasien Penilaian adanya keganasan pada tumor paru primer melalui karakteristik morfologi tumor dengan pemeriksaan CT scan toraks tanpa kontras memungkinkan penegakan diagnosis secara dini sehingga penatalaksanaan secara spesifik dapat segera diberikan dan tindakan biopsi yang belum benar-benar diperlukan dapat dihindari. 2. Dari segi pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam peningkatan nilai diagnostik pada pemeriksaan CT scan toraks tanpa kontras. 3. Dari segi pendidikan Merupakan sarana proses pendidikan, penelitian dan pengembangan potensi diri, dalam menilai karakteristik morfologi tumor paru primer sehingga dapat memberikan penegakan diagnosis adanya malignansi secara dini dan spesifik. 4. Dari segi pengembangan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu dasar untuk melanjutkan penelitian selanjutnya.