BAB I PENDAHULUAN
Pada awal Abad ke-20, kanker paru menjadi masalah global. Kanker paru merupakan kanker yang paling sering di dunia. Saat ini, 1,2 juta orang meninggal karena kanker paru-paru setiap tahun dan kejadian global kanker paru-paru semakin meningkat (Hansen, 2008). Di Eropa, kanker paru-paru menyumbang 6% dari semua kematian. Dari Sekitar 38.000 kasus yang terdiagnosa kanker paru, kirakira 33.500 orang akan meninggal setiap tahun. Hal tersebut melebihi jumlah kematian pada kanker payudara dan kanker usus. Tingginya angka merokok pada masyarakat Indonesia akan menjadikan kanker paru sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Peningkatan angka kesakitan penyakit kanker paru dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 1990 (PDPI, 2003; Hunt.et.al, 2009). Kanker paru merupakan salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang
tidak
sederhana
dan
memerlukan
pendekatan
multidisiplin
kedokteran. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita (PDPI, 2003). Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Paru Paru-paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru-paru kanan memiliki 3 lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus (lihat gambar A.1). Paru-paru kiri lebih kecil karena jantung membutuhkan ruang lebih pada sisi tubuh ini. Paru-paru membawa udara masuk dan keluar dari tubuh. Mereka mengambil oksigen dan menyingkirkan gas karbon dioksida (zat residu pernafasan). Gambar A.1. Anatomi Paru manusia
Di
dalam
paru,
percabangan
jalan
napas,
percabangan
a.pulmonalis, dan percabangan v.pulmonalis tersusun bersama, berbeda dengan organ lain. Peredaran darah kecil (dari ventrikel kanan ke atrium kiri melalui kedua paru), banyaknya darah yang keluar dari jantung kanan adalah tepat sama dengan banyaknya darah yang masuk ke jantung kiri. Pada peredaran darah kecil, tekanan darah rendah dan kecepatan aliran tinggi sekali, sedangkan tekanan darah di aorta dan arteri tinggi sehingga kecepatan aliran darah rendah (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005). Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Gambar A.2 Skema Sirkulasi Bronkial dan Anastomosis Sirkulasi Bronkial dengan Sirkulasi Pulmoner
Lapisan di sekitar paru-paru disebut pleura, membantu melindungi paru-paru dan memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas. Batang tenggorokan (trakea) membawa udara ke dalam paru-paru. Trakea terbagi ke dalam tabung yang disebut bronkus, yang kemudian terbagi lagi menjadi cabang lebih kecil yang disebut bronkiol. Pada akhir dari cabang-cabang kecil inilah terdapat kantung udara kecil yang disebut alveoli. Selain sistem a.pulmonalis dan v.pulmonalis, di paru ada sistem a.bronkialis dan v.bronkialis yang berfungsi memberikan nutrient dan zat asam pada jaringan paru dan berasal dari jantung bagian kiri melalui aorta. Kedua sistem diatas berhubungan satu sama lain di dalam bronkiolus respirasi. Bila satu sistem terganggu alirannya, sistem yang lain akan berfungsi sebagai kolateral. Facies mediastinalis dibagi menjadi pars mediastinalis dan pars vertebralis.
Pars
mediastinalis
ditutupi
oleh
pleura
mediastinalis,
berbatasan dengan pericardium dan membentuk impression cardiac (lebih cekung pada pulmo sinister ). Di sebelah dorso – kranial impression Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
tersebut terdapat hilus pulmonalis, yaitu tempat keluar masuknya strukturstruktur kedalam dan dari pulmo. Pada pulmo dexter, disebelah kranial dari hilus pulmonis terbentuk sulcus venae azygos, disebelah kranioventral hilus pulmonis terbentuk suatu cekungan yang agak lebar disebut sulkus vena cava superior. Pada pulmo sinister, disebelah kranial hilus pulmonis terbentuk sulkus arcus aorta yang kearah cranial berhubungan dengan sulkus subclavius. Serabut-serabut saraf simpatis dan nervus vagus membentuk pleksus pulmonary anterior dan posterior. Gambar A.3 Rangkaian duktus thoraksikus
Kelenjar limf paru kanan dan kiri terletak di mediastinum pada hillus paru di sekitar bronkus utama dan karina. Kelenjar limf paru kanan pada akhirnya akan masuk ke dalam kelenjar limfe skalenus, yang selanjutnya masuk ke kelenjar limf subklavia kanan. Limf paru kiri atas masuk ke dalam kelenjar skalenus kiri dan kemudian ke dalam sistem subklavia kiri. Aliran kelenjar limf paru kiri bawah dapat mengalir ke arah paru kanan atau ke arah paru kiri atas (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005; Ellis, 2006). Di bawah paru-paru, terdapat otot yang disebut diafragma yang memisahkan dada dari perut (abdomen). Bila Anda bernapas, diafragma Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
bergerak naik dan turun, memaksa udara masuk dan keluar dari paruparu.
B. Etiologi Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru. Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok. Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas. Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga. Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut karena penyakit paruparu lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis.
C. Patofisiologi Kurang lebih 80 % pasien karsinoma paru diperkirakan karena rokok. Tar yang dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, melengket pada mukosa saluran nafas dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel epitel: silia epitel menghilang, sel cadangan hiperplasia dan mengalami metaplasia sel skuamosa. Lambat laun sel epitel berubah dalam bentuk displasia dan kemudian menjadi karsinoma dalam berbagai bentuk tipe histopatologi. Polusi udara atau perubahan lingkungan juga dikenal sebagai faktor penyebab karsinoma paru. Pada buruh yang bekerja di pabrik Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
asbes, nikel dan tambang, insiden karsinoma paru meningkat. Cacat di paru misalnya parut karena kaverne yang menyembuh merupakan tempat yang potensial untuk timbulnya karsinoma.
D. Prosedur Diagnostik I. Anamnesis Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Gejala dan tanda dari kanker paru tergantung darl lokasi tumor, ukuran tumor primer dan metastasis ke organ yang dikenai. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa : batuk, batuk darah, sesak napas, suara serak, sakit dada, sulit / sakit menelan, dan lain-lain (PDPI, 2003). Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : berat badan berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul, dan lain-lain. Manifestasi klinik yang disebabkan oleh kanker paru yang ditinjau dari segi patogenesisnya, antara lain ialah gejala intrapulmoner, gejala intratorasik, gejala ekstrapulmoner dan gejala ekstratorasik non metastatik (PDPI, 2003; Taufik dan Hudoyo, 2007).
a). Gejala Intrapulmoner 1). Batuk: Batuk ialah gejala umum kelainan paru dan juga merupakan gejala awal kanker paru, berbagai kepustakaan menyatakan batuk merupakan manifestasi yang sering dikeluhkan oleh penderita kanker paru. Batuk Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
sebenarnya refleks faali untuk membersihkan saluran trakeobronkial, tetapi juga menjadi tanda penyakit yang menimbulkan rangsangan mukosa
trakea
dan
bronkus
sampai
ke
bronkus
cabang
ke-2
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005; Taufik dan Hudoyo, 2007). Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor (lihat tabel 1). Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Patogenesis terjadinya batuk pada kanker paru diawali dengan berbagai rangsangan reseptor batuk yang terletak di dalam rongga toraks, antara lain terdapat di bronkus. Reseptor di bronkus utama lebih banyak dibandingkan bronkus kecil. Jika ada rangsangan di bronkus melalui serabut aferen diteruskan ke medula oblongata melalui cabang nervus vagus, kemudian melalui serabut eferen menuju ke efektor yang terdapat di dalam bronkus. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk terjadi. Bersamaan dengan siklus itu glotis tertutup terjadi kontraksi otot-otot
dada,
abdomen
dan
relaksasi
diafragma,
keadaan
itu
menyebabkan tekanan positif di dalam rongga dada yang tiba-tiba dilepaskan pada saat glotis terbuka, udara keluar menggetarkan jaringan saluran napas termasuk pita suara, sehingga menimbulkan batuk (McCool, 2006; Taufik dan Hudoyo, 2007).
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Tabel 1. Komponen refleks batuk
2). Batuk darah: Batuk darah atau Hemoptoe merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran pernapasan dan atau kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi termasuk kanker paru. Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Teori
terjadinya
perdarahan
akibat
pecahnya
aneurisma
Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan
bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus
yang
merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. Sumber perdarahan paling banyak berasal dari arteri bronkialis yang sekitar 95% akibat radang paru dan karsinoma paru. Batuk darah Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
karena kanker paru biasanya disebabkan oleh ruptur arteri atau vena bronkial, dan sering terjadi penderita berumur lebih dari 40 tahun (Rab, 1996; Arief, 2000; Arief dan hu doyo, 2007). 3). Sesak napas: Penting untuk diketahui darimana asalnya sesak napas, dari paru atau karena kelainan jantung. Sesak napas dapat akibat dari tumor di dalam saluran napas, tumor menekan saluran napas, kedua keadaan ini dapat menyebabkan atelektasis dan penurunan faal paru yang berakhir dengan sesak napas. Selain keadaan di atas, efusi pleura juga menyebabkan sesak napas pada kanker paru (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005; Arief dan Hudoyo, 2007). 4). Nyeri dada: Nyeri dada dapat dirasakan oleh penderita kanker paru, keadaan ini disebabkan keterlibatan pleura parietal, tergantung luas dan lokasi
b). Gejala Intratorasik Ekstrapulmoner Gejala yang ditimbulkan oleh kanker paru dalam rongga toraks tetapi di luar paru, tergantung daerah yang dikenai. Beberapa kelainan yang sering menimbulkan gejala itu antara lain : 1). Efusi Pleura Efusi pleura akan memberikan gejala yang berhubungan dengan jumlah cairan dan produktivitinya, gejala paling sering adalah sesak napas dan nyeri dada. Akumulasi cairan di rongga pleura dapat timbul akibat invasi tumor secara langsung ke dalam rongga pleura, kelenjar limfe, atau sumbatan pada kelenjar limfe sehingga mengganggu aliran limfe tersebut. Jenis cairan pleura pada kanker paru bisa serosa atau hemoragik. 2) Pneumothoraks Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Pneumotoraks dapat terjadi pada kanker paru walaupun keadaan ini jarang terjadi. Gejala akibat pneumotoraks juga tergantung pada jumlah dan organ yang terdesak karena akumulasi udara dalam rongga pleura. lnvasi tumor ke parenkim paru diduga penyebab utama terjadinya pneumotoraks. Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa rupturnya "bleb" juga memegang peranan terjadinya pneumotoraks. 3) Efusi Perikard Merupakan keadaan yang sering ditemukan akibat invasi tumor ke dalam rongga perikardium, atau metastasis melalui kelenjar limfe, keadaan ini dapat menyebabkan tamponade jantung dengan berbagai tampilan klinis. Otot jantung (miokard) jarang terinvasi oleh tumor paru, walaupun ada kepustakaan yang melaporkan tetapi jumlah kasusnya sedikit. Untuk mendeteksi kelainan di jantung dilakukan pemeriksaan ekokardiografi. 4). Gangguan Menelan Disebabkan oleh karena terlibatnya esofagus, biasanya terjadi akibat penekanan dinding esofagus oleh tumor, atau karena pembesaran kelenjar limfe mediastinum, sehingga terjadi obstruksi esofagus. 5). Sindrom Vena Kava Superior Penekanan atau invasi tumor ke pembuluh darah mediastinum dapat menimbulkan gangguan aliran darah, keadaan ini menimbulkan gejala edema di muka, ekstremitas atas, leher bengkak, vena-vena lengan dan dinding dada melebar, kadang-kadang menimbulkan rasa sakit kepala dan sesak napas. 6). Suara Serak Kerusakan nervus rekurens dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara yang menyebabkan suara serak, kelumpuhan ini dapat unilateral atau bilateral, dapat mengenai sebagian otot, misalnya otot abduktor (membuka laring), otot adduktor (menutup laring) dan otot tensor yang Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
menegangkan pita suara. Kelumpuhan pita suara ini juga mengakibatkan penderita tidak dapat berbicara keras dan mengucapkan kalimat yang panjang, penderita berhenti sebentar untuk inspirasi. 7). Gangguan Diafragma Tumor dapat menyebabkan paresis atau paralisis diafragma, yang ditandai dengan
gerakan
paradoks
pernapasan.
Nervus
frenikus
memegang peranan pada kelainan ini, saraf ini berada sepanjang anterior kedua sisi dari lateral mediastinum inferior. Kelumpuhan diafragma ini dapat dilihat dengan menggunakan fluoroskopi. 8). Kerusakan Nervus Vagus Kelainan ini terjadi karena peradangan dan penekanan pada nervus vagus. Penderita mengeluh nyeri pada daerah telinga, temporal dan muka. 9). Tumor Pancoast Pancoast tumor adalah suatu bronkogenik karsinoma yang berlokasi di celah apikal pleuropulmonary (sulkus superior) yang berkembang ke perifer apeks paru sehingga dapat menginvasi plexus brachialis, nervus intercostalis, ganglion stellata, serta costa dan vertebra yang terdekat. Tumor ini menekan pleksus brakialis yang melibatkan nervus torakalis I dan nervus servikalis VIII. dengan perluasan lokal yang menimbulkan tampiIan klinis nyeri bahu dan bagian tangan yang dipersarafi oleh nervus ulnaris, juga menyebabkan erosi iga pertama dan kedua yang menyebabkan berkurangnya gerak tangan dan bahu, penderita ini berjalan dengan siku yang disanggah oleh tangan karena menahan sakit. 10). Sindrom Horner Sindrom ini terjadi bila tumor menekan atau mengenai nervus simpatikus servikalis dan dapat menyebabkan kerusakan serabut-serabut
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
simpatik dengan munculan anhidrosis pada sisi yang sama (ipsilateral), gejala lain ptosis palpebra superior, muka merah, konstriksi pupil.
c). Gejala Ekstratorasik Metastatik 1). Metastasis ke Susunan Saraf Pusat Metastasis ke otak biasanya menyebabkan tekanan intra kranial meningkat dengan keluhan sakit kepala, penglihatan kabur, diplopia, mual, perubahan mental, penurunan kesadaran. Gejala fokal neurologik seperti seizures dan afasia jarang ditemukan. Lokasi metastasis tumor paru biasanya pada lobus frontalis serebrum sedangkan pada sereberum jarang. Tumor paru dapat bermetastasis ke medula spinalis, jika menekan arteri spinalis anterior menyebabkan mielitis transversa. Metastasis pidural menimbulkan nyeri punggung, fungsi otonom, hilangnya sensori dan ataksia. 2). Metastasis ke Tulang Tumor paru sering bermetastasis ke tulang, antara lain ke tulang belakang, pelvis dan femur, sedangkan ke tulang ekstremiti seperti lainnya, skapula dan sternum jarang. Sendi juga merupakan tempat metastasis tumor paru, biasanya ke sendi siku dan sendi paha. Pada pemeriksaan cairan sendi terlihat sel-sel radang dan sel ganas. Keluhan umumnya nyeri sendi jika digerakkan. 3). Metastasis ke Hepar Metastasis biasanya menimbulkan pembesaran hepar, nyeri tekan, kadang-kadang teraba nodul. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan
enzim
alkali-fostatase,
transaminase
aspartat
amino
transverase dan alanin amino transverase. lkterus ditemukan jika terjadi obstruksi
biiier.
Jika
terjadi
kerusakan
menimbulkan asites. 4). Metastasis ke Adrenal Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
hepar
yang
luas
dapat
Metastasis
ini
menimbulkan
hipofungsi
adrenal,
biasanya
mengenai medula dan menimbulkan gejala nyeri abdomen, mual dan muntah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat gangguan elektrolit. 5). Metastasis ke Gastrointestinal Metastasis umumnya melalui kelenjar limfe abdomen, metastasis ke proksimal usus besar lebih sering dibandingkan ke rektum dan kolon sigmoid. Jika mengenai pankreas menyebabkan pancreatitis dengan segala gambaran klinis. 6). Metastasis ke Kulit Sangat jarang ditemukan, pernah dilaporkan menyerang kulit kepala ditandai munculnya nodul-nodul subkutan.
d). Sindrom Paraneoplastik Adalah suatu sindrom akibat produksi bahan aktif biologi oleh selsel tumor, substansi ini menimbulkan efek klinis walaupun letaknya jauh dari tumor. Sulit menerangkan secara pasti bagaimana hubungan sekresi bahan aktif ini dengan efek klinis tersebut. 1). Anoreksia dan kaheksia Peran tumor pada anoreksia dan kaheksia ini menyebabkan perubahan metabolik baik melalui produksi langsung bahan aktif sel-sel tumor ataupun reaksi imunologi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Peran Tumor pada anoreksia dan kaheksia
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
2). Pengaruh Tumor Terhadap Produksi Beberapa Hormon a. Sekresi hormon paratiroid Tumor memproduksi hormon paratiroid, gejala yang ditimbulkan ialah polidipsi, poliuri, konstipasi, kadang mual dan muntah. Hal ini terjadi pada keadaan hiperkalsemia, karena pengaruh hormon paratiroid. b. Sekresi hormon adrenokortikosteroid dan antidiuretik Sekresi
berlebihan
hormon
adrenokortikosteroid
(ACTH)
menimbulkan sindrom yang dikenal dengan cushing sindrome yang ditandai dengan badan jadi gemuk, meningkatnya tekanan darah, osteoporosis, hirsuitisme dan edema muka. Sedangkan meningkatnya hormon antidiuretik, meningkatkan sekresi vasopresin-arginin arginin yang menimbulkan hiponatremi. Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06 com/wa2n_dr06
c. Sekresi hormon gonadotropin Sekresi hormon gonadotropin secara berlebihan menimbulkan ginekomastia. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan hormon human khorio gonadotropin atau hormon HCG. 3). Sindrom Neurologi dan Miopati a. Neuropati perifer Neuropati perifer ditandai dengan gangguan sensori bagian distal ekstremiti
dan
arefleksi
tendon.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan peningkatan CSF. Neuropati perifer terjadi karena degenerasi akar ganglion dorsalis. b. Degenerasi korteks serebelar Manifestasi degenerasi korteks serebelar ialah: vertigo, ataksia dan perubahan mental. Degenerasi ini terjadi di nukleus batang otak. c. Ensefalopati Dapat terjadi akut atau kronik, ditandai dengan dimensia dan psikosis. Hal ini berhubungan dengan daerah neuraksis. Selain ensefalopati,
dimensia
dapat
disebabkan
emboli
merantik
dan
penyumbatan sinus sagitalis posterior. d. Polimiositis Dapat terjadi pada kanker paru, ditandai dengan kelemahan otot yang progresif. Biasanya mengenai otot ekstensor tangan. e. Neuropati otonom Disfungsi otonom ditandai dengan riwayat pusing pada saat berdiri karena hipotensi ortostatik, banyak keringat dan gangguan pada kandung kemih. "Sindroma ogilive" juga merupakan gangguan disfungsi otonom, sindrom ini merupakan suatu pseudoobstruksi intestinum disertai nyerl abdomen bagian tengah, mual dan muntah. "Sindrom Eaton-Lambert" adaiah suatu sindroma yang ditandai dengan kelemahan otot-otot Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
proksimal ekstremiti, lingkaran pelvis dan paha, disertai gejala lain seperti disartria, penglihatan kabur, ptosis dan disfungsi otonom. Penelitian terakhir menyatakan bahwa penyebab sindrom ini karena reaksi autoimun. f. Oftalmoplegia internuklear dan neuritis optik Oftalmoplegia nuklear jarang terjadi, gambaran kliniknya ialah gangguan penglihatan. Neuritis optik ialah hilangnya penglihatan binokuler dengan cincin skotoma dan hilangnya lapangan penglihatan, hal ini
terjadi
karena
demielinisasi
sekunder
pada
fasikulus
medial
longitudinal atau inflamasi sel-sel di sekitarnya. 4). Kelainan Darah a. Gangguan pada eritosit Menyebabkan anemia normositer normokrom, hal ini disebabkan oleh gangguan eritropoiesis yang berhubungan dengan pemakaian zat besi. b. Gangguan pada leukosit Gangguan ini disebabkan oleh infitrasi sel kanker ke sumsum tulang.
Gambaran
darah
tepi
berupa
leukoeritroblast,
ditemukan
mieioblast atau neutrofil pada sirkulasi, leukosit kurang dari 100 ribu per mikrogram, tidak ditemukan sel blast dan tidak ada splenomegali. c. Gangguan pada trombosit Pada penderita kanker dapat ditemukan perdarahan akut, hal ini karena kerusakan faktor pembekuan darah, peningkatan deposit fibrinogen dan penurunan fibrinolisis. Trombosis vena migran (sindroma Trousseasus) dapat terjadi pada penderita tanpa penyebab yang jelas dan bisa terjadi pada vena-vena tangan, vena kava inferior dan vena jugularis. Endokarditis trombosis nonbakterial (endokarditis marantik) merupakan hasil deposit steril lesi fibrin platelet pada katup jantung. Bisa terjadi emboli pada arteri koroner yang mengakibatkan infark miokard. Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
5). Lesl Kullt Yang Berhubungan Dengan Kanker Paru a. Hiperkeratosis Ditemukan klavus pada telapak tangan dan kaki. Pakidermoperiostasis adaiah suatu jenis hiperkeratosis lain yang ditandai dengan penebalan pada kulit yang menghasilkan lipatan-lipatan baru, penebalan bibir, penebalan telinga. Penebalan kelopak mata, penebalan kulit dahi serta kulit kepala. Akantosis nigrikan ialah penebalan epidermoid yang simetris disertai hiperkeratosis, jika gejala ini ditemukan perlu dipikirkan suatu keganasan. Sindroma laser-trelat sering dihubungkan dengan akantosis nigrikan, keluhannya gatal dan multiple keratitis seboroik. Hal ini dihubungkan dengan produksi transforming growth factor alpha oleh sel-sel kanker. b. Hiperpigmentasi Ada hubungan dengan hormon melanosit-stimulating, biasanya mengenai bagian tubuh seperti putting susu, bibir, membrane mukosa bukkal dan lipatan kulit. 6). HIPO (Hipertropic Pulmonary Osteoarthropathy) HIPO dikenal sebagai penyakit "Bamberger Marie", gambaran klinis
berupa
jari
tabuh.
Beberapa
hipotesis
mengatakan
ada
hubungannya dengan hipoksia kronik, secara pasti penyebabnya belum diketahui. 7). Gangguan Pada Ginjal Gangguan ini termasuk "glomerulopathy immune complex", lesi di glomerulus
merupakan
glomerulonefritis
membranosa
dengan
depositdeposit akibat reaksi imun dan deposit immunoglobulin pada kapiier glanular. Tabel 3. Alur Deteksi Dini Kanker Paru
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
II. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan
funduskopi
untuk
mendeteksi
peninggian
tekanan
intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.
III. Gambaran Radiologis Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis. a). Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut. Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik. b). CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. c). Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.
IV. Pemeriksaan Khusus a). Bronkoskopi Bronkoskopi
adalah
pemeriksan
dengan
tujuan
diagnostik
sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus. b). Biopsi aspirasi jarum Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif. c). Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) ada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal. d).Transbronchial Lung Biopsy (TBLB) Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan. e).Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB) Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan. f). Biopsi lain Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura. g).Torakoskopi medik Dengan tindakan ini massa tumor di bagian perifer paru, pleura viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi. h). Sitologi sputum
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.
V. Pemeriksaan Invasif lain Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi
dan
tindakan
bedah
mediastinoskopi,
torakoskopi,
torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan. Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan : 1. Jenis histologis. 2. Derajat (staging). 3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status"). Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.
VI. Pemeriksan Lain a. Petanda Tumor
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Petanda tumor yang telah diketahui, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil pengobatan. b. Pemeriksaan biologi molekuler Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.
VII. Jenis Histologi Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1999, tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya dapat diketahui : 1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid) 2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma) 3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma) 4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma) Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi
Anatomi
mengalami
kesulitan
menetapkan
jenis
sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus ditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC).
VIII. Penderajatan (Staging) Kanker Paru Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System For Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM (Tabel 4). Pengertian T adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh.
Tabel 4. Penderajatan Internasional Kanker Paru Berdasarkan Sistem TNM
Kategori TNM untuk Kanker Paru: T
: Tumor Primer
T0
: Tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radilogis atau bronkoskopik.
Tx
:Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radilogis atau bronkoskopik.
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Tis
:Karsinoma in situ
T1
:Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor supervisial sebarang ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama
T2
:Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut : - Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm - Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina mengenai pleura visceral - Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.
T3
: Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4
: Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.
N
: Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx
: Kelenjar getah bening tak dapat dinilai
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
No
: Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1
: Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung
N2
: Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3
: Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus / supraklavila ipsilateral / kontralateral
M
: Metastasis (anak sebar) jauh.
Mx
: Metastasis tak dapat dinilai
Mo
: Tak ditemukan metastasis jauh
M1
: Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s) ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1
IX. Tampilan Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan obyektif yang dapat dinilai oleh dokter. Ada beberapa skala international untuk menilai tampilan ini, antara lain berdasarkan Karnofsky Scale yang banyak dipakai di Indonesia, tetapi juga dapat dipakai skala tampilan WHO (Tabel 5). Tampilan inilah yang sering jadi penentu dapat tidaknya kemoterapi atau radioterapi kuratif diberikan. Tabel 5. Tampilan Menurut Skala Karnofsky dan WHO
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Tabel 6.. Algoritma Diagnosa Kanker Paru P (Hunt et.al, 2009).
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06 com/wa2n_dr06
E. Pengobatan Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multimodaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-medis seperti fasiliti yang dimiliki rumah sakit dan ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan. a). Pembedahan Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkinkan dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD). Syarat untuk reseksi paru: 1). Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik, VEP1>60%.
2).
Risiko
sedang
pneumonektomi,
kontralateral > 35%, VEP1 > 60%.
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
bila
KVP
paru
b). Radioterapi Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada
terapi
kuratif,
radioterapi
menjadi
bagian
dari
kemoterapi
neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak. Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor: 1. Staging penyakit 2. Status tampilan 3. Fungsi paru Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui : -
Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
-
Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah : 1. Hb > 10 g% 2. Trombosit > 100.000/mm3 3. Leukosit > 3000/dl Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni : 1. PS < 70. 2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan. Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
3. Fungsi paru buruk.
c). Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan. Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah: 1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin) 2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15% 3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO 4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian terjadi tumor progresif. Regimen untuk KPKBSK adalah : 1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin) 2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid) 3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin 4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin 5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi 1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat antikanker 1. dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu. 2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia. Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
3. Granulosit > 1500/mm3 4. Trombosit > 100.000/mm3 5. Fungsi hati baik 6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit) Dosis
obat
anti-kanker
dapat
dihitung
berdasarkan
ketentuan
farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg
BB,
mg/luas
permukaan
tubuh
(BSA),
atau
obat
yang
menggunakan rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya. Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar). Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka dosis dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan nomogram. Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah penderita. Evaluasi hasil pengobatan: Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian. Evaluasi dilakukan terhadap: -
Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal
-
Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan
-
Respons obyektif
-
Efek samping obat
Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan 1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu. Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran tumor > 50% tetapi < 100%. 3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau mengecil > 25% tetapi < 50%. 4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan ukuran tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat lain.
F. Evaluasi (follow up) Angka kekambuhan (relaps) kanker paru paling tinggi terjadi pada 2 tahun pertarna, sehingga evaluasi pada pasien yang telah diterapi optimal dilakukan setiap 3 bulan sekali. Evaluasi meliputi pemeriksaan klinis dan radiologis yaitu foto toraks PA / lateral dan Ct-scan thoraks, sedangkan pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi.
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
BAB III KESIMPULAN
Kanker paru dapat menimbulkan berbagai gejala klinis dan sindrom yang cukup beragam, tergantung dari lokasi, ukuran, substansi yang dikeluarkan oieh tumor dan metastasis ke organ yang dikenai. Pengenalan klinis yang cermat disertai pemeriksaan radiologi, bronkoskopi sekaligus sitologi brush dan biopsi, merupakan cara yang biasa dipergunakan untuk menemukan tumor ini sedini mungkin.
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Daftar Pustaka: Arief,
N.(2000).
Kegawatdaruratan
Pulmonologi Persahabatan.
dan
ilmu
Diakses
paru.
Jakarta:
Departemen
kedokteran
respirasi
FKUI,
25
Februari
2011.
RS Situs:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f 814f09f2373c0d805736c.pdf Brady,LW. Heilmann,HP. Munich,MM. eds. (2005). Advances in radiation oncology in lung cancer. Germany : Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Brunicardi,FC.et.al. eds. (2006). Schwartz’s manual of surgery. 8th edition. The United States America : The McGraw-Hill companies. Collins,LG. Haines,C. Perkel,R. Enck,RE. (2007). Lung cancer: diagnosis and management. Philadelphia : Thomas jefferson university hospital. Ellis, H. (2006). Clinical anatomy. 11th edition. Australia: Blackwell Publishing Inc. Hammerschmidt,S. Wirtz,H. (2009). Lung cancer: current diagnosis and treatment. Germany : Deutsches Ärzteblatt International. Hansen,H. eds. (2008). Textbook of lung cancer. 2nd edition. Denmark : National University Hospital, Copenhagen.
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Hunt,I. Muers,M. Treasure, T. eds. (2009). ABC of lung cancer. London : BMJ books, Blackwell publishing Ltd. Jusuf,A. Hudoyo,A. (2009). Kanker paru. Departemen pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi FKUI Jakarta. Diakses 22 Februari 2011. Situs:http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/051b061f7a58b5 6dde6d0131e71f62fe8a9e3a71.pdf McCool, FD. (2006). Global Physiology and Pathophysiology of Cough. CHEST: the American College of Chest Physicians.[cited on February
20,
2011].
Available
at:
http://chestjournal.chestpubs.org/content/129/1_suppl/48S.full McLathcie,G. Borley,N. Chikwe,J. eds. (2007). Oxford handbook of clinical surgery. 3rd edition. Oxford : Oxford University Press. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). (2003). Kanker paru pedoman diagnosis & penatalaksanaan di indonesia. Indoesia : PDPI. Rab T. (1996). Prinsip Gawat Paru. ed.2. Jakarta: EGC. p. 185 – 201 Sjamsuhidajat,R. De jong,W. eds. (2005). Buku ajar ilmu bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. Taufik. Hudoyo,A. (2007). Gejala kanker paru.
Journal of Respiratory
Indonesia. Vol. 27, No. 4, Oklober 2007. Jakarta: Departemen Pulmonologi
dan
llmu
Kedokteran
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06
Respirasi
FKUI-RS
Persahabatan. Diakses pada tanggal 25 februari 2011. Situs: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/27407226230.pdf Townsend. Beauchamp. Evers. Mattox. (2007). Sabiston textbook of surgery.18th edition. Newyork : Saunders Elsevier.
Marwan Sutiawan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006 www.datadokter.blogspot.com twitter: https://twitter.com/wa2n_dr06