Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)
Kanker Paru pada Bukan Perokok
Jamal Zaini, Achmad Hudoyo Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Persahabatan, Jakarta.
Abstrak Pendahuluan: Kanker paru secara umum dihubungkan dengan rokok, namun terdapat sekitar 10-25% kasus kanker paru terjadi pada bukan perokok. Kanker paru pada bukan perokok memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari kanker paru akibat rokok. Kanker paru pada bukan perokok lebih banyak ditemukan pada perempuan, terutama di Asia Timur, dan secara histologis lebih banyak berjenis adenokarsinoma, serta lebih banyak ditemukan mutasi gen epidermal-growth factor receptor (EGFR). Beberapa faktor risiko yang banyak diteliti dan diperkirakan berperan dalam terjadinya kanker paru pada bukan perokok, antara lain faktor genetik, pajanan radon, asap rokok dari lingkungan, polusi udara dalam ruangan, hormonal, bahkan infeksi virus. Hingga saat ini etiopatogenesis kanker paru pada bukan perokok masih terus dipelajari oleh para ahli dan diharapkan dapat lebih membantu dalam aspek diagnosis ataupun tata laksana yang lebih baik. Telaah pustaka ini bertujuan untuk merangkum temuantemuan terkini terkait kanker paru pada bukan perokok beserta aspek klinisnya. J Indon Med Assoc: 2014;64:148-53. Kata kunci: kanker paru, bukan perokok.
Korespondensi: Jamal Zaini Email:
[email protected]
148
J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 3, Maret 2014
Kanker Paru pada Bukan Perokok
Non-Smoker Lung Cancer Jamal Zaini, Achmad Hudoyo Department of Pulmonology and Respirology, Faculty of Medicine Universitas Indonesia/Persahabatan General Hospital, Jakarta
Abstract Introduction:Lung cancer is thought to be well-corelated with smoking, nevertheless around 525% of lung cancer are non-smokers. Non-smoker lung cancer may have distinct clinical entities that differ from smoking-related lung cancer. This grup of lung cancer are commonly found in female, East-Asia region; the majority are adenocarcinoma and involve epidermal-growth factor receptor (EGFR) activating mutation. Factors that play roles in the development of non-smoker lung cancer including hereditary, environmental radon exposure, environmental tobacco smoke (ETS), indoor air pollution, hormonal, and even viral infection. To date, the etiopathogenesis of non-smoker lung cancer is still being investigated in order to improve the diagnosis and treatment. This review is aimed to summarize the recent evidence about non-smoker lung cancer and its clinical importance. J Indon Med Assoc: 2014;64:148-53. Keywords: lung cancer, non-smokers.
Pendahuluan Kanker paru merupakan penyebab utama dari seluruh mortalitas akibat kanker di dunia dengan perkiraan kematian satu juta orang per tahun. Meski rokok telah lama didaulat sebagai penyebab utama kanker paru, diperkirakan sekitar 525% kasus terjadi pada bukan perokok.1-3 Umumnya kanker paru pada bukan perokok terjadi akibat faktor keturunan maupun faktor lingkungan, seperti pajanan radon, asap rokok di lingkungan, serta polusi udara dalam ruangan.1-4 Berdasarkan data epidemiologis, kanker paru pada bukan perokok lebih banyak ditemukan pada perempuan, terutama di negara Asia Timur, dan secara histologis merupakan adenokarsinoma.4-6 Dari aspek biomolekuler, kanker paru pada bukan perokok juga lebih banyak melibatkan proses mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) sehingga memiliki respons yang relatif lebih baik jika diberikan terapi target seperti penghambat tirosin-kinase (gefitinib, erlotinib, dan afatinib). Dengan demikian, adanya perbedaan dan karakteristik khusus kanker paru pada bukan perokok dapat menjadi kata kunci dalam pengembangan metode diagnosis, terapi, bahkan prognosis pasien.2-7 Tulisan ini bertujuan untuk merangkum temuan-temuan penting mengenai aspek biomolekuler dan klinis kanker paru pada bukan perokok. Karsinogenesis Kanker Paru Kanker merupakan sel yang tumbuh tidak terkendali dan dapat terjadi pada semua sel tubuh termasuk pada paru. Secara garis besar, karsinogenesis atau proses terbentuknya J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 3, Maret 2014
kanker dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu tumor initiation, tumor promotion, malignant conversion, dan tumor progression.1 Proses tersebut membutuhkan peran faktor lingkungan, seperti pajanan kronis zat karsinogenik dari luar tubuh. Kendati demikian, faktor pejamu juga tetap berperan dalam proses karsinogenesis. Penelitian epidemiologis menemukan bahwa individu yang memiliki kelainan genetik, seperti mutasi germ-line pada gen p-53, retinoblastoma (gen Rb), atau gen epidermal-growth factor receptor (EGFR), ternyata memiliki kerentanan untuk mengalami kanker paru walau tanpa pajanan faktor lingkungan.1-3 Tumor initiation (inisiasi) terjadi akibat kerusakan genetik ireversibel pada sel normal. Karsinogen maupun jejas kronis dapat menyebabkan kelainan/perubahan struktur DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi selama proses sintesis DNA. Perubahan dan gangguan pada struktur DNA kemudian mengaktivasi gen proto-onkogen atau menginaktivasi gen tumor suppressor. Dalam hal ini, komponen asap rokok terbukti memiliki peran sebagai tumor initiator.1 Tahap selanjutnya, tumor promotion (promosi), merupakan ekspansi/proliferasi awal klon sel tertentu yang sebelumnya telah terinisiasi (clonal expansion). Semakin sering sel membelah, maka kemungkinan untuk terjadinya mutasi juga semakin besar dan terakumulasi sehingga sel-sel tersebut menjadi ganas. Kumpulan sel itu disebut lesi preneoplastik. Zat yang dapat menyebabkan tumor promotion pada kanker paru, antara lain asap rokok, dichloro-diphe149
Kanker Paru pada Bukan Perokok nyl-trichloroethane (DDT), dan dioksin.1 Malignant conversion (perubahan menjadi ganas) adalah kerusakan atau perubahan genetik yang terus berlanjut akan menyebabkan lesi preneoplastik berubah menjadi ganas. Malignant conversion merupakan transformasi sel preneoplastik menjadi kelompok sel yang memiliki fenotip ganas, seperti proliferasi berlebihan dan tidak terkendali, tidak lagi membutuhkan hormon pertumbuhan, atau kemampuan untuk menghindar dari proses apoptosis. Proses ini biasanya dimediasi melalui aktivasi gen protoonkogen maupun inaktivasi gen tumor suppressor yang berlebihan dan tidak terkendali.1 Tahap terakhir, tumor progression (perkembangan lanjut), menunjukkan bahwa sel-sel tersebut telah menjadi berfenotip ganas dan memiliki kecenderungan untuk lebih agresif seiring berjalannya waktu. Contohnya adalah mulai terjadi angiogenesis, proses invasi, dan infiltrasi ke jaringan sekitar, lalu akhirnya terjadi metastasis (anak sebar) ke jaringan lain.1 Epidemiologi Angka kekerapan dan mortalitas kanker paru di negara berkembang terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi rokok dengan perkiraan peningkatan dari 31% menjadi 49,9% dalam kurun waktu 20 tahun, sedangkan di negara maju saat ini terjadi kecenderungan penurunan insidens kanker paru yang diperkirakan akibat keberhasilan program kontrol rokok (tobacco control program).1 Angka kematian total akibat kanker paru setiap tahunnya sekitar satu juta orang dan menempati peringkat pertama untuk kematian akibat kanker di dunia.1,2 Akan tetapi, bila ditinjau lebih lanjut, terdapat sekitar 15% kanker paru pada laki-laki dan 53% kanker paru pada perempuan yang terjadi pada bukan perokok dengan kisaran total 5-25%. Jika dianggap sebagai suatu kelompok tersendiri, kanker paru pada bukan perokok menempati peringkat ketujuh di dunia sebagai penyebab kematian akibat kanker dan melebihi kematian akibat kanker serviks, pankreas, dan prostat.2,3,5 Data tahun 2008 dari Amerika Serikat didapatkan hal yang tidak jauh berbeda, yaitu menempati peringkat ke-6 penyebab kematian akibat kanker.1,5 Studi epidemiologi secara konsisten menunjukan bahwa kanker paru pada bukan perokok lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki walaupun proporsinya bervariasi sesuai letak geografis. Data dari Asia Tengah (Pakistan, India) dan Asia Timur (Jepang, Korea, Cina, Singapura) menunjukkan proporsi perempuan dengan kanker paru yang bukan perokok sekitar 83% dan 63%, sedangkan hanya sekitar 15% perempuan dengan kanker paru di Amerika Serikat adalah bukan perokok.2-4,8 Banyaknya kanker paru yang ditemukan pada perempuan menyebabkan para ahli meneliti lebih jauh tentang kemungkinan faktor hormonal, seperti estrogen, ikut berperan dalam munculnya kanker paru pada bukan perokok.2 150
Faktor Risiko Hubungan sebab-akibat antara rokok dan kanker paru telah terbukti jelas dengan kesimpulan terjadi 10-20 kali lipat peningkatan risiko terjadinya kanker paru pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok,2,3,8 sedangkan kanker paru pada bukan perokok dapat terjadi akibat pajanan karsinogenik lainnya, seperti asap rokok di lingkungan, pajanan radon, dan polusi udara dalam ruangan (Tabel 1).2,8,9 Penelitian biomolekuler dasar juga menemukan peranan faktor pejamu dalam munculnya kanker paru pada bukan perokok, seperti genetik atau familial, hormonal, bahkan infeksi human pappiloma virus (HPV). Beberapa penelitian lebih lanjut juga menemukan faktor lain, yaitu pajanan asbestos, krom, arsen, kadmium, silika, nikel, serta pajanan polusi udara. Adanya riwayat penyakit paru sebelumnya dan faktor diet juga diduga berperan dalam kanker paru.2,8,9 Hubungan asosiasi antara faktor-faktor tersebut dengan kanker paru berkisar lemah hingga sedang dan tidak ada satupun faktor dominan yang berperan sehingga penyebab utama kanker paru pada bukan perokok masih terus diteliti.7,10 Tabel 1. Faktor Risiko Kanker Paru pada Bukan Perokok 8 Faktor Risiko
Estimasi Risiko
Pajanan asap rokok Radon Asap dari minyak masakan
1,2 8-11% 2
Pajanan asap kayu dan batu bara terbakar di dalam ruangan Genetik: varian XRCC1 familial; polimorfisme CYP1A Infeksi Human Papillomavirus16/18
1,2-2,5
1,5-2,9
10 (3,8-26,4)
Studi Pendukung
Meta-analisis Meta-analisis Meta-analisis, kasus kontrol Kasus kontrol
Meta-analisis, kasus kontrol Kasus kontrol
Aspek Histologis Secara umum kanker paru terdiri dari karsinoma sel kecil (small cell lung cancer) dan kanker paru karsinoma bukan sel kecil (nonsmall cell lung cancer). Kanker paru karsinoma bukan sel kecil terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar (large cell carcinoma). Karsinoma sel besar dan jenis lainnya tidak dibahas dalam tulisan ini karena kekerapannya sangat kecil. Secara anatomis, kanker paru yang berasal dari saluran napas sentral biasanya berjenis karsinoma sel kecil atau karsinoma sel skuamosa, sementara kanker yang tumbuh dari sel-sel di saluran napas bagian distal atau saluran napas kecil biasanya berjenis adenokarsinoma.2,11 Semua tipe histologis kanker paru berhubungan dengan rokok walaupun hubungan rokok tersebut lebih kuat untuk karsinoma sel kecil dan karsinoma sel skuamosa. Di antaranya, adenokarsinoma merupakan jenis yang paling sering J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 3, Maret 2014
Kanker Paru pada Bukan Perokok ditemukan pada bukan perokok.12,13 Penelitian di Singapura oleh Toh, et al 12 menemukan bahwa adenokarsinoma ditemukan pada 69,9% kanker paru pada bukan perokok dan hanya 39,5% pada perokok aktif. Sebaliknya, karsinoma sel skuamosa ditemukan pada 5,9% kasus pada bukan perokok dan 35,7% pada perokok aktif. Aspek Biomolekuler Penelitian epidemiologi molekuler mengenai kanker paru juga sangat berkembang beberapa tahun terakhir.13,14 Banyak gen yang diduga berperan dalam patogenesis kanker paru (Tabel 2), namun terdapat tiga gen utama yang paling dominan, yaitu epidermal growth factor receptor (EGFR), V-Ki-ras2 Kirsten rat sarcoma (KRAS), dan TP5315,16 Terdapat perbedaan nyata antara kanker paru pada perokok dan bukan perokok terkait dengan ekspresi ketiga gen tersebut. Hal ini memperkuat dugaan bahwa mekanisme molekuler antara kanker paru kedua kelompok berbeda. Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) Protein EGFR merupakan salah satu kelompok reseptor tirosin-kinase dan berperan dalam proses perbaikan (repair) Tabel 2. Penanda Genetik Kanker Paru 15,16 Penanda Genetik
Perokok
Bukan Perokok
Mutasi p53 Mutasi KRAS Mutasi EGFR Mutasi HER2 EML4-ALK translocation
Sering 30-43% 4-19% Jarang (data tidak tersedia) Aktivasi oleh komponen rokok Diinduksi oleh nikotin Induksi oleh komponen rokok Perlemahan regulasi Tinggi Diinduksi oleh komponen rokok Diinduksi oleh komponen rokok Diinduksi oleh komponen rokok
Jarang 5% 40-70%, Perempuan Sering Sering
Bcl-2, Myc
JNK1,2,3; ERK1-2 p38 Akt PTEN STAT3 NFkappaB IRS-1 TGF-b
(data tidak tersedia)
Ekspresi berlebihan Ekspresi berlebihan Ekspresi berlebihan (data tidak tersedia) (data tidak tersedia) (data tidak tersedia) (data tidak tersedia) (data tidak tersedia)
Keterangan: KRAS, V-Ki-ras2 Kirsten rat sarcoma; EGFR, epi dermal growth factor receptor ; HER2, human epi dermal growth factor receptor 2; EML-ALK, echi noderm microtubule-associated protein-like 4 (EML4) gene and the anaplastic lymphoma kinase (ALK); bcl2, anti apoptosis B-cell lymphoma 2; myc oncogene, myelocytomatosis; PTEN, tumor suppression gene; Akt, protein kinase A; STAT, signal transducers and activators of transcription protein; JNK, c-Jun Nterminal kinase; NfkappaB, nuclear factor kappa B transcription factor; IRS2, insulin receptor substrate 2; TGF, transforming growth factor.
J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 3, Maret 2014
sel normal, serta dikontrol ketat pada keadaan normal. EGFR ternyata banyak diekspresikan juga pada berbagai kanker, termasuk pada 50% kanker paru. Berdasarkan studi epidemiologis, kekerapan mutasi EGFR pada kanker paru bukan perokok berkisar antara 42-44% pada populasi Asia Timur (Cina, Korea Selatan, dan Jepang). Sewaktu EGFR berikatan dengan ligannya, maka akan terjadi aktivasi kaskade intraseluler dan aktivasi mekanisme proliferasi sel, anti-apoptosis, angiogenesis, hingga invasi dan metastasis. Pada beberapa kondisi, EGFR telah ditemukan dalam keadaan bermutasi, utamanya pada ekson 18 hingga 21. Mutasi tersebut akan mengaktivasi kaskade proliferasi sel secara otonom (tanpa membutuhkan ligan/stimulasi) sehingga sel tumor berkembang dengan sangat cepat (EGFR activating mutation). Gefitinib, erlotinib, dan afatinib merupakan obat yang menghambat sistem ini, disebut juga penghambat tirosin-kinase (tyrosine kinase inhibitor) atau EGFR targeted therapy, serta banyak dipakai sebagai lini pertama atau kedua terapi kanker paru. Karena mutasi EGFR banyak ditemui pada kanker paru bukan perokok,2,11 berbagai studi klinis pun telah membuktikan hasil atau respons yang cukup baik dengan terapi target EGFR. 15 V-Ki-ras2 Kirsten Rat Sarcoma (KRAS) Protein Ras merupakan downstream signalling yang memediasi aktivasi EGFR. Mutasi pada protein ini turut mengaktivasi kaskade sinyal KRAS tanpa membutuhkan stimulasi sehingga terjadi proliferasi, invasi, serta metastasis sel kanker yang tidak terkontrol. Di samping itu, aktivasi seluler akibat mutasi KRAS tidak membutuhkan lagi EGFR ataupun ligannya. Mutasi KRAS umumnya ditemukan pada perokok dengan kanker paru.2,11,15 Mutasi tersebut bersifat “mutually exclusive” dengan mutasi EGFR, yang berarti tidak pernah ditemukan mutasi EGFR dan mutasi KRAS pada individu yang sama. Terapi target EGFR dengan gefitinib ataupun erlotinib biasanya kurang efektif atau resisten untuk individu dengan mutasi pada KRAS ini karena mekanisme pertumbuhan sel kanker pada kelompok ini memang berbeda dan target kerja obat juga berbeda..2 Tumor Suppressor p53 (TP53) Tumor suppressor p53 (TP53) merupakan protein penting dalam menjaga integritas dan keutuhan DNA (DNA repair). Sistem p53 akan teraktivasi jika terjadi kerusakan DNA dan menjaga agar DNA yang rusak dapat diperbaiki ataupun dimusnahkan. Jika terjadi mutasi p53, maka kerusakan DNA secara permanen dan inisiasi sel menjadi kanker akan lebih mudah terjadi. Mutasi p53 ditemukan pada kanker paru perokok maupun bukan perokok, namun proporsinya lebih banyak ditemukan pada kanker paru perokok karena karsinogen roko lebih mudah menginduksi kerusakan DNA dan mempengaruhi mekanisme DNA repair yang berhubungan dengan p53.11,16,17 151
Kanker Paru pada Bukan Perokok Aspek Klinis Beberapa aspek klinis kanker paru pada bukan perokok ternyata memiliki perbedaan dibandingkan dengan kanker paru pada perokok. Penelitian di Asia dan Amerika menunjukkan kecenderungan yang berbeda dari segi usia, stadium, ataupun kesintasan kanker paru pada bukan perokok. Data beberapa tahun terakhir juga menunjukan pemberian terapi target EGFR ternyata memberikan respons klinis yang lebih baik pada kelompok kanker paru bukan perokok.11 Usia Toh, et al12 melaporkan kanker paru bukan sel kecil pada bukan perokok terdiagnosis 7 tahun lebih awal dibandingkan pada perokok. Penelitian di Eropa oleh Etzel, et al 17 mendapatkan 24% kanker paru pada usia <50 tahun adalah bukan perokok dan 17% kanker paru pada usia >70 tahun adalah bukan perokok. Penelitian di Singapura dan Eropa tersebut menyimpulkan bahwa pasien kanker paru usia muda cenderung memiliki status bukan perokok. Secara umum, kanker yang muncul pada usia muda memiliki predisposisi genetik tertentu yang berperan dalam karsinogenesis kanker paru.8,11,23 Stadium Data penelitian yang menghubungkan stadium saat terdiagnosis kanker paru dan status merokok masih sedikit dan belum memadai. Penelitian restrospektif dari Singapura menunjukkan bahwa kanker paru pada bukan perokok lebih banyak ditemui pada stadium lanjut. Namun, hal tersebut diduga karena persepsi dan dugaan klasik bahwa kanker paru hanya dapat terjadi akibat pajanan rokok. Beberapa literatur juga mengakui adanya keterlambatan diagnosis pada kasus kanker paru pada bukan perokok.8,12,23 Angka Kesintasan Angka kesintasan merupakan salah satu variabel penting dalam menilai prognosis terutama pada kanker. Telaah dari American Cancer Society (ACS) 2009 mengenai kanker paru pada bukan perokok menyebutkan bahwa kelompok kanker paru bukan perokok memiliki prognosis yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kanker paru perokok pada semua stadium dengan hazard ratio (HR) 1,3. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan empat penelitian retrospektif yang membandingkan kesintasan kanker paru pada perokok dan bukan perokok dari stadium I hingga IV dengan populasi sampel dari Amerika, Eropa, dan Asia.8,18-21 Analisis data terakhir tahun 2013 terhadap 4200 kasus kanker paru yang teregistrasi di National Comprehensive Cancer Network (NCCN) di Amerika juga menemukan hal serupa.20 Pasien dengan stadium I, II, dan III yang tidak merokok memiliki angka kesintasan yang lebih baik dibandingkan dengan pasien perokok dengan (hazard ratio 0.47 banding 0.51). 152
Pada pasien dengan stadium IV, pengaruh status merokok tersebut lebih tergantung pada faktor usia, yaitu kanker paru pada bukan perokok dengan usia <55 tahun memiliki angka kesintasan yang jauh lebih baik. Namun, status merokok tersebut tidak memberikan perbedaan kesintasan pada kanker paru stadium IV yang berusia >85 tahun.20 Respons terhadap terapi target Terapi yang mengintervensi atau menghambat molekul spesifik yang tertentu pada individu tertentu dengan kanker (disebut juga targeted therapy/personalized medicine) semakin populer dalam satu dekade terakhir.16 Pada kanker paru, terapi target EGFR atau tyrosine kinase inhibitor (TKI) mulai populer sejak 10 tahun terakhir dan semakin banyak dilaporkan penggunaannya. Idealnya, terapi target tersebut diberikan pada pasien dengan yang telah terbukti memiliki activating mutation pada gen EGFR, terutama pada segmen tyrosine kinase ekson 18 hingga 21. Terapi target ini dapat dijadikan sebagai terapi lini pertama pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terutama pada stadium lanjut (stadium III dan IV) yang memiliki mutasi gen EGFR. Penghambat EGFR-TKI ini juga dapat diberikan sebagai lini kedua pada KBSK yang gagal dengan kemoterapi lini pertama maupun sebagai “salvage theraphy” pada pasien yang tidak tolerir terhadap kemoterapi (sebagai “maintainance therapy”). Obat yang banyak beredar saat ini adalah gefitinib, erlotinib, dan afatinib. 16 Beberapa penelitian membuktikan bahwa respons terhadap terapi target EGFR-TKI sangat baik terutama pada kelompok bukan perokok dan terbukti pada beberapa studi klinis. Namun, terapi target dengan EGFR-TKI akan lebih bermanfaat pada pasien dengan mutasi EGFR sehingga mutasi EGFR merupakan penanda terpenting keberhasilan terapi EGFR-TKI. Frekuensi mutasi EGFR berhubungan terbalik dengan paparan rokok, dan sebaliknya, mutasi EGFR jarang ditemukan pada kelompok perokok sehingga pemberian EGFR-TKI memberikan respons yang kurang memuaskan pada kelompok ini, baik dari segi respons terapi, waktu terjadinya progresi tumor, hingga angka kesintasan.2,11,20-26 Beberapa tahun terakhir berkembang pula terapi target terhadap EML4 (echinoderm microtubule-associated protein-like 4)-ALK (anaplastic lymphoma kinase). Fusi gen EML4-ALK ditemukan pada sekitar 3,0-6,7% kanker paru karsinoma bukan sel kecil.27 Saat ini ditemukan penghambat spesifik terhadap EML4-ALK, yaitu crizotinib, dan telah dilakukan uji klinis dengan hasil yang sangat menjanjikan.28 Mirip dengan EGFR, fusi gen EML4-ALK ini juga lebih sering ditemui pada kelompok bukan perokok, namun kemunculannya bersifat “mutually exclusive” dengan keberadaan EGFR. Artinya, tidak mungkin ditemukan mutasi EGFR dan AML4-ALK pada individu yang sama.16 Jika kelompok kanker paru bukan sel kecil dipersempit menjadi pada perempuan, bukan perokok, jenis adenokarsinoma, maka angka kekerapan fusi gen AML4-ALK dapat mencapai 23,7%. J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 3, Maret 2014
Kanker Paru pada Bukan Perokok Pada kelompok bukan perokok dengan kelainan gen ini, pemberian crizotinib yang spesifik menghambat EML4-ALK memberikan respons klinis sangat baik.16,28 Kesimpulan Kanker paru pada bukan perokok ditemukan pada sekitar 5-25% dari seluruh kanker paru. Meski belum ada satu faktor risiko utama, beberapa agen karsinogenik yang kerap dijumpai pada kanker paru bukan perokok, antara lain faktor genetik, perokok pasif, polusi udara, paparan radon, maupun infeksi HPV. Kanker paru pada bukan perokok lebih banyak ditemukan pada perempuan, usia lebih muda, jenis histologis adenokarsinoma, sering dilaporkan dari kawasan Asia Timur, serta kerapkali dijumpai dalam stadium lanjut. Secara umum, angka kesintasan kanker paru bukan perokok relatif lebih baik dibandingkan pada perokok. Dari aspek biomolekuler, mutasi EGFR banyak ditemukan pada kanker paru bukan perokok sehingga angka keberhasilan terapi target dengan EGFR lebih tinggi pada kelompok pasien ini. Daftar Pustaka 1.
Herbst RS, Heymach JV, Lipmann SM. Lung cancer. N Engl J Med. 2008;359:1367-80. 2. Jemal A, Siegel R, Ward E. Cancer statistics 2013. CA Cancer J Clin. 2013;63:11-30. 3. Sun S, Schiller JH, Gazdar AF. Lung cancer in never smokers - a different disease. Nature Rev Cancer. 2007;7:778-90. 4. Subramanian J, Govindan R. Lung cancer in never smokers: a review. J Clin Oncol. 2007;25:561-70. 5. Thun MJ, Hannan LM, Adams C, Campbell LL, Boffetta P, Buring JE, et al. Lung cancer occurrence in never-smokers: an analysis of 13 cohorts and 22 cancer registry studies. PLoS Med. 2008;5:185-93. 6. Thun MJ, Henley SJ, Burns D, Jemal A, Shanks TG. Lung cancer death rates in lifelong nonsmokers. J Natl Cancer Inst. 2006;98:691-9. 7. Wakelee HA, Chang ET, Gomez SL, Keegan TH, Feskanich D. Lung cancer incidence in never smokers. J Clin Oncol. 2007;25:472-8. 8. Charles M, Avila T, Jonathan M. Lung cancer in never smokers: A call to action. Clin Cancer Res. 2009;15:5622-5. 9. Samet JM, Avila-Tang E, Boffetta P. Lung cancer in never smokers: clinical epidemiology and environmental risk factors. Clin Cancer Res. 2009;15:5626-45. 10. Stayner L. Lung cancer risk and workplace exposure to environmental tobacco smoke. Am J Public Health. 2007;97:545-51.
J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 3, Maret 2014
11. Matakidou A, Eisen T, Houlston RS. Systematic review of the relationship between family history and lung cancer risk. British J Cancer. 2005;93:825-33. 12. Rudin CM, Avila-Tang E, Harris CC. Lung cancer in never smokers: molecular profiles and therapeutic implications. Clin Cancer Res. 2009;15:5646-61. 13. Toh CK, Gao F, Lim WT. Never-smokers with lung cancer: epidemiological evidence of a distinct disease enitity. J Clin Oncol. 2006;24:2245-51. 14. Weir BA, Woo MS, Getz G. Characterizing the cancer genome in lung adenocarcinoma. Nature. 2007;450:893-8. 15. Schwartz AG, Prysak GM, Bock CH, Cote ML. The molecular epidemiology of lung cancer. Carcinogenesis. 2007;28:507-18. 16. Cheng L, Alexander RA, Gregory T MacLennan GT. Molecular pathology of lung cancer: key to personalized medicine. Modern Pathology. 2012;25: 347-69. 17. Mountzios G, Fouret P, Soria JC. Mechanisms of disease: signal transduction in lung carcinogenesis, a comparison of smokers and never-smokers. Nature Clin Pract Oncol. 2008;5:610-8. 18. Subramanian J, Govindan R. Molecular genetics of lung cancer in people who have never smoked. Lancet Oncol. 2008;9:676-82. 19. Etzel P, Schwart S. Lung cancer and never smoker. Lung Cancer. 2006;52:129-34. 20. Lee YJ, Kim J, Kim SY, Mitsudomi T. Lung cancer in never smokers: change of a mindset in the molecular era. Lung Cancer. 2011;72:9-15. 21. Nordquist LT, Simon G, Cantor A, Alberts WM, Bepler G. Improved survival in neversmokers vs current smokers with primary adenocarcinoma of the lung. Chest. 2004;126:347-51. 22. Ferketich AK, Niland JC, Mamet R, Zornosa C, D’Amico TA, Ettinger DS. Smoking status and survival in the National Comprehensive Cancer Network non-small cell lung cancer cohort. Cancer. 2013;119(4):847-53. 23. Kawaguchi T, Takada M, Kubo A. Gender, histology, and time of diagnosis are important factors for prognosis. Analysis of 1499 never-smokers with advanced non-small cell lung cancer in Japan. J Thorac Oncol. 2010;5:1011-017. 24. Paez JG. EGFR mutations in lung cancer: correlation with clinical rensponse to gefitinib therapy. Science. 2004;304:1497-500. 25. Shepherd FA. Erlotinib in previously treated non small cell lung cancer. N Engl J Med. 2004;353:123-32. 26. Mok TS, Wu YL, Thongprasert S, Yang CH, Chu DT, Saijo N. Gefitinib or carboplatin–paclitaxel in pulmonary adenocarcinoma. N Engl J Med. 2009;361:947-57. 27. Soda M, Choi YL, Enomoto M. Identification of the transforming EML4-ALK fusion gene in non small cell lung cancer. Nature. 2007;448:561-6. 28. Kwak EL, Bang YJ, Camidge DR. Anaplastic lymphoma kinase inhibition in non-small-cell lung cancer. N Engl J Med. 2010;363:1693-703.
153
154 Blank