BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sengketa asal usul insidennya cukup tinggi didalam masyarakat, tetapi hanya sedikit kasus yang meminta bantuan dokter untuk pembuktiannya. Hal ini dikarenakan kasus sengketa asal usul dianggap aib sehingga cendrung dirahasiakan. Dalam masyarakat Indonesia, diantara banyak kasus sengketa keluarga, kasus ragu ayah (disputed paternity) semakin lama semakin banyak dijumpai. Masyarakat semakin menyadari bahwa setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai asal usul mereka. Pengetahuan mengenai ayah dan ibu kandung seorang anak mempunyai pengaruh bagi pihak yang terkait yakni menyangkut pemberian hak tertentu kepada anak seperti hak atas pengasuhan, hak santunan biaya hidup dan hak warisan (Atmadja, 2009). Perkembangan disiplin ilmu forensik sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Biologi molekuler forensik berkembang secara pesat menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri dan mempengaruhi sistem penegakan hukum dan peradilan karena penerapannya yang sangat berguna. Perkembangan ini juga diikuti oleh isu-isu sosioetikolegal terhadap pemanfaatan luas biologi molekuler forensik (Rapley dan Whitehouse, 2007). Sejak setengah abad yang lalu terjadi perkembangan pesat biologi molekuler yang membuat para ilmuwan mampu memeriksa sekuen Deoxyribose Nucleic Acid (DNA). Polimorfisme DNA dapat dideteksi menggunakan southern
1
2
blot, yang kemudian berlanjut dengan dimulainya analisis terhadap lokus polimorfisme tersebut (Goodwin, 2007). Biologi molekuler forensik dikenal juga sebagai genetika forensik. Perkembangan yang sangat menggembirakan dalam sejarah genetika forensik adalah dengan ditemukannya proses amplifikasi regio spesifik DNA dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR pertama kali dikemukakan oleh Mullis (1983), seorang ahli kimia yang bekerja di Cetus Corporation, Amerika Serikat. Perkembangan PCR diikuti perkembangan semua aspek dalam bidang biologi molekuler. Berdasarkan temuan PCR yang signifikan ini, Mullis mendapat penghargaan Nobel untuk bidang kimia pada tahun 1993. PCR meningkatkan sensitifitas analisis DNA ketingkat profil DNA bisa didapatkan dari sejumlah kecil sel. PCR juga ikut mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi profil, dan bisa digunakan pada DNA yang telah terdegradasi, serta memungkinkan untuk menganalisis beberapa polimorfisme pada genom (Goodwin, 2007). Dengan perkembangan teknologi PCR, penggunaan polimorfisme DNA sebagai salah satu metode untuk identifikasi personal semakin meningkat dan reliabel. Pengulangan dua, tiga, empat, dan lima basa dari sekuen DNA dapat digunakan sebagai sebagai metode identifikasi dan pertalian genetik seseorang. Pemeriksaan STR mempunyai diskriminasi tinggi sebagai penanda genetik dalam identifikasi, khususnya dalam menilai hubungan kekeluargaan seseorang (Hammond, 1994).
3
Aplikasi pertama PCR pada bidang forensik adalah analisis Single Nucleotide Polymorphisms (SNP) pada lokus DQα. Hal ini segera diikuti oleh analisis Short Tandem Repeats (STR) yang pada saat ini merupakan penanda genetik yang sangat lazim digunakan dalam bidang forensik (Goodwin, 2007). STR merupakan metode analisis polimorfisme genetik terbaru dalam bidang genetika forensik, yang diperkenalkan pertama kali sekitar tahun 1990 dan sekarang menjadi modal utama di setiap laboratorium forensik diseluruh dunia. Hampir semua kasus forensik melibatkan analisis polimorfisme STR. Kekuatan diskriminasi STR akan meningkat dengan memadukan sampai 16 lokus STR dengan PCR tunggal. Sensitifitas tes rutin ini juga memperlihatkan kemajuan, karena bisa dimulai dengan 100 template awal (Collins et al., 2000; Whitaker et al., 2001; Krenke et al., 2002; Goodwin, 2007). Terdapat ribuan STR yang potensial digunakan dalam analisis forensik. Lokus-lokus STR terdapat pada seluruh genom manusia termasuk 22 buah kromosom autosomal dan kromosom seks X serta Y. Mayoritas lokus yang digunakan dalam bidang genetika forensik adalah pengulangan tetranukleotida, yaitu mempunyai motif empat pasangan basa berulang. STR memenuhi persyaratan sebagai penanda forensik secara memuaskan, karena mereka kuat, bisa menganalisis materi biologis yang cukup luas, hasilnya pada berbagai laboratorium mudah dibandingkan, mempunyai kekuatan diskriminasi yang tinggi, khususnya jika dianalisis dengan sejumlah besar lokus simultan/ multiplexing (Goodwin, 2007).
4
Pada banyak negara didunia database DNA forensik sudah tersedia dengan baik. Di Amerika Serikat, terdapat Combined DNA Index System (CODIS) yang berisi profil DNA seseorang, terutama para pelaku dan korban kejahatan. Jumlah profil DNA seseorang yang menjadi database Amerika Serikat bervariasi mulai dari ribuan hingga ratusan ribu. Kebanyakan dari profil DNA tersebut berasal dari tempat kejadian perkara (Reid et al., 2008). Institusi atau negara yang berbeda mengeluarkan standar yang berbeda pula, dan dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dalam hal konsep statistika maupun teknologi. Sampai saat ini belum dapat disepakati standar lokus STR untuk identifikasi. Di negara-negara yang belum memiliki basis penelitian yang memadai, biasanya digunakan salah satu standar seperti CODIS atau ESS. Di Indonesia cendrung menggunakan CODIS karena meningkatnya kerjasama dengan institusi kepolisian Amerika Serikat (Syukriani, 2012). Penelitian frekuensi alel terhadap populasi Indonesia dilakukan oleh Untoro et al. (2009) untuk mendapatkan database 13 CODIS DNA yang berguna untuk perhitungan paternity index dan juga matching probability dari aplikasi teknologi DNA. Pada penelitian tersebut diambil sampel dari 402 orang. Sebanyak 322 orang yang tak berhubungan diambil dari bagian barat Indonesia dan 80 orang berasal dari bagian timur Indonesia. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa frekuensi alel untuk populasi Indonesia adalah spesifik dan berbeda dari populasi Asia lainnya serta juga ditemukan mikrovarian. Kasus ragu ayah merupakan kasus yang mencari pembuktian ayah kandung dari seorang anak. Sebagai contoh yang termasuk dalam kategori ini
5
adalah kasus imigrasi, kasus klaim keayahan oleh seorang wanita, kasus perselingkuhan dan kasus incest (Atmadja, 2009). Beberapa
penelitian
terdahulu
menemukan
bahwa
kemungkinan
menemukan hubungan ayah-anak (paternitas) bila hanya menggunakan sistem ABO, MNS dan Rhesus adalah 50-60%. Bila menggunakan semua sistem maka kemungkinannya meningkat menjadi diatas 90%. Hukum Mendel yang digunakan tetap berdasarkan probabilitas, sehingga penentuan keayahan dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak (paternity exclusion) (Budiyanto, 1997). Di Amerika Serikat, menurut The American Association of Blood Bank (AABB), pada tahun 2003 didapatkan lebih dari 300.000 kasus paternitas yang diperiksa pada setiap tahunnya. Tujuan pemeriksaan parentage /paternity testing tersebut dibuat berdasarkan kesamaan alel antara anak dengan ayah yang dicurigai ketika banyak penanda genetik diperiksa. Jadi hasil akhir dari paternity testing adalah inklusi atau eksklusi (Butler, 2005). Manfaat utama dari pemeriksaan hubungan kekeluargaan adalah untuk menentukan derajat kemungkinan (likelihood) dari seseorang mempunyai orangtua yang sama dengan orang lain. Pada kasus satu atau kedua orangtua anak tidak ada atau tidak bersedia untuk diperiksa, maka tidak memungkinkan untuk memecahkan kasus kekeluargaan hanya dengan menggunakan STR autosomal konvensional, karena profil genetik diantara saudara bisa sangat berbeda sesuai hukum Mendel (Immel et al., 2011).
6
Terdapat tantangan terkait jurisprudensi identifikasi DNA. Di Indonesia masih sulit mengakses putusan pengadilan negeri hingga pengadilan tinggi, maka sulit untuk melacak sejauh mana pemeriksaan DNA dapat diterima dipengadilan. Didalam sistem hukum Amerika Serikat dikenal istilah uji Frye untuk menjamin bahwa hanya bukti ilmiah yang reliable saja yang dapat diterima sebagai bukti dipengadilan. Untuk menambah keyakinan kesimpulan pemeriksaan DNA di pengadilan, analisis statistika genetika populasi sangat diperlukan (Syukriani, 2012). Setelah hasil pemeriksaan STR diinterpretasi, selanjutnya dilakukan analisis untuk menentukan kesimpulan. Ada tiga macam kesimpulan dalam identifikasi forensik khususnya pada kasus ragu ayah yaitu eksklusi, inklusi dan tidak dapat disimpulkan. Kesimpulan eksklusi memberikan keyakinan 100% sementara kesimpulan inklusi membutuhkan analisis statistika genetika populasi untuk mendapatkan paternity index/likelihood ratio. Angka estimasi frekuensi alel yang telah dikoreksi dimasukkan kedalam rumus perhitungan untuk kalkulasi probability of paternity. Pada kasus trio standar paternitas (anak, ibu, dan terduga ayah), kasus duo (anak dan terduga ayah tanpa ibu), kasus ragu orang tua dan lain sebagainya dapat digunakan perhitungan manual dan melalui aplikasi komputer (Fung dan Hu, 2008; Syukriani,2012). Salah satu aplikasi software komputer tentang paternitas adalah EasyDNA yang dikemukakan oleh Fung (2013). EasyDNA merupakan empat buah program komputer yang dikembangkan untuk menyelesaikan kasus paternitas dan kekeluargaan berdasarkan kalkulasi statistik untuk terduga ayah, terduga ayah
7
tanpa DNA typing, incest dan orang hilang. Program komputer EasyDNA sangat aplikabel dan memberikan manfaat terhadap pemecahan kasus paternitas (Fung dan Hu, 2008). Kebutuhan akan uji paternitas telah berkembang secara pesat menjadi sebuah lahan industri baru. Di Amerika Serikat dikembangkan Federation Bureau of Investigation Combined DNA Index System Short Tandem Repeats (FBI CODIS STR) untuk uji paternitas. Solusi statistik untuk metode ini disebut paternity index (PI) (Kobilinsky, 2007). Tes tambahan dengan penanda garis keturunan DNA kromosom Y (YSTR) dan DNA mitokondria sangat berguna untuk mengeksklusi individu yang tidak berhubungan. Penanda DNA autosomal seperti 13 lokus STR pada setiap individu memiliki setengah informasi genetik yang berasal dari ayah dan setengahnya lagi berasal dari ibu. Y-STR dan DNA mitokondria mewakili penanda garis keturunan seseorang. Kedua jenis tipe DNA ini diturunkan dari generasi ke generasi tanpa perubahan (kecuali mutasi). Garis keturunan maternal bisa dilacak melalui sekuen DNA mitokondria, sedangkan garis keturunan paternal didapatkan melalui penanda kromosom Y (Butler, 2005; Reid et al., 2008). The International Society for Forensic Genetics (ISFG) merupakan organisasi
internasional
yang
bertanggungjawab
untuk
mempromosikan
pengetahuan ilmiah dibidang analisis penanda genetik untuk tujuan forensik. ISFG beranggotakan lebih dari 800 orang anggota dari 50 negara. Beberapa
8
rekomendasi formal berasal dari hasil penelitian ISFG diantaranya penggunaan penanda STR, penanda mtDNA dan penanda Y-STR (Butler, 2005). The Paternity Testing Commission (PTC) dari ISFG sudah membuat rekomendasi biostatistik yang didasarkan pada standar ISO 17025 dan rekomendasi ISFG sebelumnya tentang investigasi genetik terhadap kasus paternitas. Pada set sebelumnya ISFG merekomendasikan evaluasi biostatistik paternitas berdasarkan prinsip likelihood ratio atau paternity index. PTC menyarankan agar setiap laboratorium paternitas mengadopsi cara ini didalam menyelesaikan kasus paternitas (Gjertson et al., 2007). Selain paternity index (likelihood ratio) dan probability of paternity (posterior probability), perhitungan probability of exclusion/exclusion probability atau power of exclusion (PE/EP) dari laki-laki random pada kasus paternitas juga digunakan oleh ilmuwan dan laboratorium. Exclusion probability dapat dihitung tanpa genotip terduga ayah. Exclusion of probability dapat juga dihitung pada kasus duo tanpa ibu. Notasi EP digunakan pada kasus khusus sedangkan PE dapat digunakan untuk semua kasus (Fung dan Hu, 2008). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mencari gambaran kasus ragu ayah dan melakukan analisis paternity index/probability of paternity berdasarkan frekuensi alel Indonesia yang diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr. Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian dilakukan terhadap hasil DNA fingerprint seluruh kasus paternitas dan kemudian dilakukan analisis statistik genetika populasi untuk mendapatkan kesimpulan.
9
B.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan mengenai studi kekeluargaan (kinship) untuk mengetahui hubungan keayahan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah tentang gambaran kasus ragu ayah dan analisis paternity index/probability of paternity berdasarkan frekuensi alel Indonesia menggunakan metode DNA fingerprint di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr. Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. C. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah gambaran kasus ragu ayah dan analisis paternity index/probability of paternity berdasarkan frekuensi alel Indonesia menggunakan metode DNA fingerprint di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr. Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta? D.Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui gambaran kasus ragu ayah dan analisis paternity index/probability of paternity berdasarkan frekuensi alel Indonesia menggunakan metode DNA fingerprint di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr. Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. E. Keaslian Penelitian Banyak penelitian dibidang genetika forensik untuk menentukan hubungan paternitas seorang anak dengan terduga ayah. Penelitian tentang metode STR sebagai baku emas dalam pemeriksaan identifikasi DNA, khususnya kasus ragu
10
ayah sudah banyak dipublikasikan. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh El-Alfy dan El-Hafez (2012) tentang uji paternitas dengan analisis STR multiplex (ABI PRISM 310 Genetic Analyser) terhadap sampel orang Mesir mendapatkan hasil bahwa STR merupakan alat pemeriksaan genetik yang reliabel dan kuat serta mempunyai peranan sentral dalam masyarakat untuk memecahkan masalah kekeluargaan dan forensik. Ye et al. (2013) menganjurkan penggunaan SNPSTR sebagai salah satu modalitas dalam identifikasi forensik karena akan memberikan nilai signifikansi yang lebih daripada pemeriksaan SNP maupun STR secara terpisah. Sementara itu, Yoo et al. (2011) melakukan pengembangan data bank terhadap orang-orang Korea dengan 15 STR autosomal, hal ini didorong oleh telah berhasilnya Amerika Serikat mengembangkan CODIS dan Inggris dengan national DNA database. Pengembangan ini merupakan salah satu bentuk kemajuan database Korea dan diharapkan dapat berguna untuk bidang forensik. Penelitian yang dilakukan oleh Bǿrsting et al. (2006) pada 50 kasus trio paternitas di Denmark dengan menggunakan STR, VNTR dan SNP untuk mendapatkan paternity index. Didapatkan bahwa paternity index dari 15 lokus STR empat kali lebih tinggi daripada 7 VNTR dan tujuh belas kali lebih tinggi daripada 52 SNP. Sebuah penelitian dilakukan oleh Moroni et al. (2008) menggunakan 3 buah set STR (penanda 15, 10 dan 9) dan 14 database dari populasi Afrika, Amerika, Asia dan Eropa dengan menggunakan 100 sampel trio paternitas di Finlandia untuk mendapatkan paternity index dan sebagainya. Sampel dibagi atas
11
sampel trio (anak, ibu dan terduga ayah) dan duo (data yang diolah hanya anak dan terduga ayah) dan didapatkan hasil bahwa pada kasus trio tidak terdapat perbedaan statistik yang bermakna, sedangkan pada kasus duo penggunaan 15 STR direkomendasikan. Penelitian lain yang menggunakan bukti DNA seperti yang dilakukan oleh Lee et al. (2000). Dilakukan perbandingan kasus trio dengan duo tanpa ibu paternitas dan disimpulkan bahwa untuk mendapatkan probability of exclusion dan probability of paternity dari kasus duo harus lebih hati-hati dan level diskriminasinya harus berbeda dari kasus trio. Penelitian oleh Toscanini et al. (2009) di Argentina menemukan bahwa terdapat perbedaan statistik bermakna paternity index jika dilakukan antara set data berbeda (trio dan duo paternitas). Sementara itu penelitian oleh Fung et al. (2006) mengemukakan tentang aspek analisis statistik berbasis komputer yang memainkan peranan penting dalam menyelesaikan kasus paternitas yakni melalui software EasyDNA. Penelitian oleh Cὄlicata (2004) yang dilakukan pada tahun 2001-2002 di Argentina terhadap 31 kasus paternity testing mendapatkan bahwa hanya kerabat derajat pertama dari terduga ayah tidak ada atau saudara atau saudara tiri saja yang memungkinkan diteliti untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Pada 19 kasus terduga ibu ada. Pada keseluruhan kasus peneliti bisa menentukan hubungan biologis antara anak dengan kerabat dari terduga ayah sehingga profil genetik ayah sesungguhnya bisa didapatkan. Penelitian Reid et al. (2008) untuk menentukan hubungan persaudaraan (sibship) dengan menggunakan dua cara yaitu derajat alel yang sama dan pendekatan kecocokan kinship, mendapatkan
12
hasil bahwa tidak mudah menemukan persaudaraan sebenarnya dengan menggunakan dua metode diatas pada data populasi yang besar. Balloch et al. (2008) melaporkan sebuah kasus trio paternitas dengan dua buah ketidakcocokan antara alel anak dengan terduga ayah menggunakan 15 lokus STR, sehingga disimpulkan sebagai eksklusi. Pada pemeriksaan 12 lokus Y-STR didapatkan kecocokan pada semua alel antara anak dengan terduga ayah. Pada keadaan seperti ini, kemungkinan terjadinya mutasi pada alel ayah maupun ibu harus diperhitungkan. Penelitian terhadap dua buah kasus reverse paternity determination oleh Mixich et al. (2004) di Romania menyimpulkan bahwa jika terduga ayah tidak ada, maka pemeriksaan DNA anggota keluarga terduga ayah yang lainnya harus dilakukan. Penelitian tentang exclusion power dilakukan oleh Schaller et al. (2006) pada 107 kasus trio paternitas di Argentina. Pada penelitian yang menggunakan 11 lokus STR ini didapatkan hasil bahwa total exclusion power adalah 0,99973 dan D13S317 merupakan lokus dengan exclusion power tertinggi (0,6183). Pada kesimpulan hasil pemeriksaan STR inconclusive, Pinto et al. (2013) menganjurkan agar dilakukan extent analysis dari STR untuk mendapatkan bukti yang kuat. Pada kasus yang ditelitinya dia melakukan strategi analisis a priori odds pada sejumlah inkompabilitas Mendellian yang diharapkan dan nilai yang diharapkan untuk likelihood ratio. Dari sekian banyak penelitian, belum pernah ada penelitian yang membahas tentang gambaran kasus ragu ayah dan
analisis paternity
index/probability of paternity berdasarkan frekuensi alel Indonesia menggunakan
13
DNA fingerprint di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr.Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. F.Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para klinisi dan para penegak hukum dalam memutuskan kasus sengketa keayahan. Bagi keluarga klien akan membantu untuk menjelaskan tentang kedudukan dan hak anak seperti hak pengasuhan, hak santunan biaya hidup dan hak warisan. Penelitian ini juga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang forensik genetik, yang nantinya juga dapat dijadikan acuan dalam pemilihan metode dan penyusunan berbagai protokol penyelesaian kasus ragu ayah di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr.Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.