1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu Rahmat yang tak ada taranya bagi Alam Semesta. Didalamnya terkumpul Wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi siapa saja yang mempercayai serta mengamalkannya. Bukan itu saja, tetapi juga al-Qur’an itu adalah Kitab Suci yang paling penghabisan diturunkan Allah SWT yang isinya mencakup segala pokok-pokok Syari’at yang terdapat dalam Kitab-Kitab Suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang mempercayai al-Qur’an akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya,
untuk
mempelajari
dan
memahaminya
serta
pula
untuk
mengamalkan dan mengajarkannya sampai merata Rahmatnya dirasai oleh penghuni Alam Semesta.1 Ajaran-ajarannya begitu luas serta ditunjukkan kepada umat manusia dalam peri kehidupan yang bagaimanapun juga kepada kaum yang masih keadaan primitif maupun kepada kaum yang telah mencapai peradaban dan kebudayaan yang tinggi bagi orang yang bertapa, orang yang tidak begitu mengindahkan harta maupun bagi seorang usahawan, orang yang kaya maupun yang miskin, yang pandai maupun yang bodoh, pokoknya untuk seluruh golongan masyarakat meliputi segala lapangan kegiatan manusia.
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT Thoha Putra, 1989), hlm. 121. 1
1
2
Setiap Mu’min yakin bahwa membaca al-Qur’an saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu adalah Kitab Suci Ilahi. Al-Qur’an adalah sebaik-baik bacaan bagi orang Mu’min, baik dikala senang maupun dikala susah, dikala gembira maupun dikala sedih. Malahan membaca al-Qur’an itu bukan saja menjadi Amal dan Ibadah tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.2 Pada suatu ketika datanglah seorang kepada Sahabat Rasulullah SAW yang bernama Ibnu Mas’ud meminta nasihat, katanya: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sudah gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tentram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut, makan tak enak, tidur tak nyenyak.” Maka Ibnu Mas’ud menasihatinya, katanya: “Kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ketempat orang membaca al-Qur’an, engkau baca al-Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya atau engkau pergi ke Majlis Pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah SWT atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah SWT, umpama diwaktu tengah malam buta, disaat orang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan Shalat malam meminta dan memohon kepada Allah SWT ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah agar diberi hati yang lain sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu.
2
Ibid.
3
Setelah orang itu kembali kerumahnya, diamalkannya nasihat Ibnu Mas’ud itu, dia pergi mengambil wudlu kemudian diambilnya al-Qur’an terus dibaca dengan hati yang khusyu’. Selesai membaca al-Qur’an berobahlah kembali jiwanya menjadi jiwa yang aman dan tentram, fikirannya tenang, kegelisahan hilang semua. Tentang keutamaan dan kelebihan membaca al-Qur’an, Rasulullah SAW menyatakan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim yang maksudnya demikian: “Ada dua golongan yang sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaitu orang yang diberi oleh Allah Kitab Suci al-Qur’an ini dibacanya siang dan malam dan orang yang dianugerahi Allah SWT kekayaan harta siang dan malam, kekayaan itu digunakan untuk segala sesuatu yang diridlahi Allah SWT.” 3 Mengenai pahala membaca al-Qur’an, Ali bin Abi Thalib RA mengatakan, bahwa tiap-tiap orang yang membaca al-Qur’an dalam sembahyang akan mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya, membaca al-Qur’an diluar sembahyang dengan berwudlu pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya dan membaca al-Qur’an diluar sembahyang dengan tidak berwudlu pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya. Di dalam ajaran Islam, bukan membaca al-Qur’an saja yang menjadi Ibadah dan Amal yang mendapat pahala dan Rahmat, tetapi mendengarkan baca’an al-Qur’an pun begitu pula. Sebagian ulama’ mengatakan, bahwa
3
Ibid
4
mendengarkan orang membaca al-Qur’an pahalanya sama dengan orang yang membacanya.4 Tentang pahala orang yang mendengarkan bacaan al-Qur’an dijelaskan dalam Surat al-A’raf ayat 204 :
ِ ْئ الْ ُقرآ ُن فَاستَ ِمعوا لَه وأَن ِ )٢٠٤( صتُوا لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْر ََحُو َن ْ َ َوإذَا قُ ِر َُ ُ ْ “Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (QS. AlA’raf : 204). 5 Maksudnya : Jika dibacakan al-Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam Shalat Berjamaah ma'mum boleh membaca alFatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat al-Quran. Mendengarkan bacaan al-Qur’an dengan baik dapat menghibur perasaan sedih, menenangkan jiwa yang gelisah, dan melunakkan hati yang keras serta mendatangkan petunjuk. Itulah yang dimaksudkan dengan Rahmat Allah SWT yang diberikan orang yang mendengarkan bacaan al-Qur’an dengan baik. Demikian besar mu’jizat al-Qur’an sebagai Wahyu Ilahi yang tak bosan-bosan orang membaca dan mendengarkannya, semakin terpikat hatinya kepada alQur’an itu, bila al-Qur’an dibaca dengan Ibadah yang fasih, dengan suara yang baik
dan
merdu
akan
memberi
pengaruh
kepada
jiwa
orang
yang
mendengarkannya, sehingga seolah-olah yang mendengarnya sudah ada di alam ghaib bertemu langsung dengan Khaliq-nya. Bagaimana keadaan orang Mu’min tatkala mendengarkan bacaan al-Qur’an itu.
4
Ibid, hlm. 87. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Pelita III, 1980), hlm. 256. 5
5
Firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Anfal ayat 2 :
ِ ِ َّ إََِّّنَا الْمؤِمنو َن الَّ ِذين إِ َذا ذُكِر ان َو َعلَى ً َآَيتُهُ َز َادتْ ُه ْم إِمي ُ ُْ ْ َت قُلُوبُ ُه ْم َوإِ َذا تُلي ْ َاّللُ َوجل َ ت َعلَْي ِه ْم َ َ )٢( َرِهِبِ ْم يَتَ َوَّكلُو َن “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal : 2). 6 Membaca mempercayai
al-Qur’an
termasuk
Rukun
Iman,
karena
termasuk
terhadap Kitab-Kitab Allah SWT yang harus diamalkan bagi
hambanya, untuk mengamalkan Rukun Iman ini, ditetapkan kewajiban-kewajiban yang disebut Rukun Islam yaitu : 1.
Mengucapkan dua kalimat Shahadat (Shahadat Tauhid dan Shahadat Rasul)
2.
Melaksanakan Shalat
3.
Membayar Zakat
4.
Berpuasa di bulan Ramadlan, dan
5.
Haji bagi yang mampu (Berkuasa).7 Shalat menurut al-Qur’an adalah alat yang sesungguhnya untuk
mensucikan hati manusia agar dapat berhubungan dengan Allah SWT. Firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Ankabut ayat 45 :
ِ َك ِمن الْ ِكت ِ ِ الصالةَ تَ ْن َهى َع ِن الْ َف ْح َش ِاء َوالْ ُمْن َك ِر َّ الصالةَ إِ َّن َّ اب َوأَقِِم َ َ اتْ ُل َما أُوح َي إلَْي )٤٥( صنَ عُو َن َّ اّللِ أَ ْكبَ ُر َو َّ َولَ ِذ ْك ُر ْ َاّللُ يَ ْعلَ ُم َما ت “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (AlQur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari 6
Ibid, hlm. 260. Muhammad Nawawi al-Jawi, Safinah al-Najah: Fi Ushul al-Din Wa al-Fiqhi, (Surabaya: Darul Ulum, t.t), hlm. 5. 7
6
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. AlAnkabut : 45). 8 Shalat dianggap sebagai santapan Rahani manusia, sebagaimana badan manusia memerlukan makanan, maka jiwa manusia memerlukan makanan pula. Lima kali dalam sehari semalam seorang muslim Wajib mengerjakan Shalat. Islamlah yang pertama-tama mengintegrasikan Shalat dalam kehidupan seharihari. Islam tidak mengenal “sabbat” sebagai yang dikenal oleh Agama-Agama lain, yaitu sehari dalam seminggu khusus diadakan peribadatan dengan tidak mengerjakan pekerjaan lain, Islam sebaliknya menghendaki bagaimanapun sibuknya manusia dengan urusan duniawinya, ia harus ingat kepada Tuhannya, hari Jum’at tidak khusus untuk Beribadah, setelah mengerjakan Shalat Jum’at orang bebas mengurusi pekerjaannya masing-masing. Shalat itu dibagi pada yang Wajib dan yang Sunnah. Shalat yang paling penting adalah Shalat Lima Waktu yang wajib dilakukan setiap hari.9 Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban ini atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan Syahadat, karena Shalat merupakan Rukun Islam. Kewajiban menegakkan Shalat berdasarkan ketetapan Agama, dan tidak mempunyai tempat Ijtihad dalam masalah ini. Adapun Shalat yang Wajib bagi manusia adalah : 1.
Shalat Shubuh yang dilakukan setelah hari merekah, sebelum matahari terbit.
8
Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit, hlm. 635. Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqih Lima Madzhab, Terj. Masykur A.B dan Afif Muhammad, Edisi Lengkap, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm. 71. 9
7
2.
Shalat Dzuhur dilakukan setelah matahari mulai turun sampai matahari dalam pertengahan jalan dalam menurunnya.
3.
Shalat Ashar dilakukan pada waktu matahari telah sampai dipertengahan jalan dalam menurunnya hingga terbenam.
4.
Shalat Maghrib dilakukan segera setelah matahari terbenam.
5.
Shalat Isya’ dilakukan setelah warna merah dilangit hilang.10 Shalat-Shalat Wajib diatas tersebut dapat dikatakan sah apabila sudah
memenuhi Syarat dan Rukunnya, diantaranya yang sangat penting yaitu membaca al-Fatihah. Mengenai membaca al-Fatihah dalam Shalat Berjama’ah, Imam Madzhab Empat berbeda pendapat (Khilafiyah). Imam Syafi’i berpendapat, Makmum Wajib membaca al-Fatihah
1.
dibelakang Imam baik pada Shalat Sir (tidak terdengar oleh Makmum) atau Jahr (terdengar oleh Makmum) seperti Shalat Maghrib, Isya’ dan sebagainya.11 Sebagai dasarnya yaitu riwayat dari Ubadah bin Shamit :
ِ ِ الصا ِم َّ أ: ُت َر ِضي هللاُ َعْنه : لى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َّ َع ْن عُبَ َاد َة بْ ِن َّ ص َ َن َر ُس ْو َل هللا َ ِ ْالَ صالَ ةَ لِمن ملْ يقْرأْ بَِفا ِت ِة ا 12)اب (رواه البخاري ِ َلكت َ َ َ ْ ََ َ ْ َ
“Tidak sah Shalat seseorang yang tidak membaca al-Fatihah”. (HR. AlBukhari). Dan juga Hadits Rasulullah riwayat dari Imam Mujahid.
10
Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazy, Fath al-Qarib al-Mujib: Ala al-Kitab alMusamma Bi al-Taqrib, (Semarang: al-Alawiyah, t.t), hlm. 11. 11 Abdurrahman al-Haziri, Fiqih Ala Madzahib al-‘Arba’ah, (Al-Arabi, Darr al-Ikhya’i, t. t), hlm. 230. 12 Al-Imam Ali Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardarbah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jilid 1, (Pakistan: Darul Fikr, 1981), hlm. 208 .
8
13
)الصالَةِ (رواه البخاري َّ ف اْ ِإل َم ِام اَ َع َاد َ إِ َذا ملَْ يَ ْقَرأْ َخ ْل
“Apabila Makmumnya tidak membaca dibelakang Imam, maka hendaklah dia mengulang Shalatnya”. (HR. Al-Bukhari). 2.
Imam Malik dan Imam Ahmad Bin Hambal berpendapat, bahwa Makmum boleh (Sunnah) membaca al-Fatihah pada Shalat Sir (tidak terdengar oleh Makmum) dan tidak Wajib (Makruh) pada Shalat Jahr (terdengar oleh Makmum).14 Sebagai dasarnya yaitu Firman Allah dalam al-Qur’an Surat alA’raf ayat 204 : 15
ِ ْئ الْ ُقرآ ُن فَاستَ ِمعوا لَه وأَن ِ )٢٠٤( صتُوا لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْر ََحُو َن ْ َ َوإ َذا قُ ِر َُ ُ ْ
“Dan apabila dibacakan al-Qur’an, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat Rahmat”. (QS. AlA’raf : 204). Dari Ayat di atas dapat dipahami, bila Imam membaca Jahr (terdengar oleh Makmum) Makmum hendaknya mendengarkan bacaan Imam, apakah yang dibacanya al-Fatihah atau Surat. Sebaliknya bila yang dibaca Sir (tidak terdengar oleh Makmum), maka Makmum Wajib membaca al-Fatihah. 3.
Imam Hanafi mengatakan, Makmum tidak perlu membaca al-Fatihah (Surat atau Ayat), secara muthlaq. Beliau berpegang pada al-Qur’an Surat al-A’raf ayat 204 : 16
13
ِ ْئ الْ ُقرآ ُن فَاستَ ِمعوا لَه وأَن ِ )٢٠٤( صتُوا لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْر ََحُو َن ْ َ َوإذَا قُ ِر َُ ُ ْ
Ibid. Abdurrahman al-Haziri, Fiqih Ala Madzahib al-‘Arba’ah, Op-Cit, hlm. 229. 15 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit, hlm. 256. 16 Ibid. 14
9
“Dan apabila dibacakan al-Qur’an, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat Rahmat”. (QS. AlA’raf : 204). Dan juga Hadits Rasulullah riwayat dari Atha’ 17
( ِساَلْت َزي َدبن ََثب ) (رواه مملم.( الَقَِراءَ َة َم َع اْ ِإل َماِم ِ ِ َيْي: ت َع ِن اْ ِلقَراءَةِ َم َع اْ ِإل َماِم فَ َق َال ُْ ْ ُ َ “Saya pernah bertanya kepada Zaid bin Tsabit dari hal membaca di belakang Imam, maka ia menjawab : Tidak ada sama sekali bacaan dibelakang Imam”. (HR. Muslim). Terinspirasi dari perbedaan pengungkapannya Hukum itulah, yang
menjadikan Penulis ingin mengkajinya dan menuangkan dalam Penulisan Skripsi ini yang berjudul HUKUM MAKMUM MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT BERJAMA’AH (Studi Perbandingan Empat Imam Madzhab Dalam Fiqih Madzahib al-‘Arba’ah Susunan Syaikh Abdurrahman al-Haziri). Melalui bantuan buku-buku yang ada dan pengetahuan Ilmu Fiqih yang penulis miliki guna memberikan gambaran dan kejelasan tentang Hukum yang dikemukakan oleh Empat Imam Madzhab, khususnya permasalahan membaca al-Fatihah dalam Shalat Berjama’ah dengan gamblang dan dapat dipahami oleh masyarakat luas.
B. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang Skripsi ini, maka Penulis menguraikan masing-masing istilah yang Penulis gunakan dalam Skripsi ini Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia : Hukum
: Hukum diartikan Undang-undang, peraturan yang mempunyai sangsi Hukum.18
17
Al-Hafidz al-Adzim bin Abdul Qawi Zakiyuddin al-Mundziri, Muhtashar Shahih alMuslim, Terj. Acmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), Cet. 2, hlm. 161.
10
Makmum
: Makmum diartikan orang yang dipimpin oleh Imam.
Membaca
: Diartikan melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan yang tertulis.
Al-Fatihah
: Dalam
al-Qur’an,
al-Fatihah
diartikan
Surat
Pembuka yang diturunkan di Makkah dan terdiri dari Tujuh Ayat digolongkan dalam Surat Makkiyah.19 Shalat Berjama’ah
: Dalam Kitab Fath al-Mu’in, Shalat diartikan perbuatan khusus yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam.20 : Studi diartikan kajian, tela’ah, penelitian, dan
Studi
penyelidikan ilmiah terhadap sesuatu.21 Perbandingan
: Perbandingan
diartikan
komparasi,
bersamaan,
bersejajar. Jadi dalam Skripsi ini untuk mengetahui perbandingan pendapat antara Imam Madzhab Empat yaitu (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali).22 Empat Imam Madzhab : Dalam Kitab Nihayah al-Zain, Madzhab empat disebut Mujtahid Muthlaq, yakni mampu menggali (Istinbath al-Hukmi) semua Hukum yang ada.23
18
Hamzah Ahmad dan Ananda Santoso, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Fajar Mulya, 2001), hlm. 154. 19 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit, hlm. 3. 20 Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malaibari, Fath al-Mu’in: Bisyarhi Qurrah al-Ain, (Semarang: al-Alawiyah, t.t), hlm.3. 21 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 1093. 22 Hamzah Ahmad dan Ananda Santoso, Op. Cit, hlm. 206. 23 Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, (Surabaya: Al-Hidayah, t.t), hlm. 3.
11
Fiqih ِAla Madzahib al-‘Arba’ah
: Adalah Kitab Fiqih yang disusun oleh Abdurrahman al-Haziri, yang isinya membahas beberapa masalah Hukum Syar’iyyah atau Agama.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemilihan judul diatas, maka Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimana Hukumnya Makmum membaca al-Fatihah dalam Shalat Berjama’ah menurut Madzhab Empat ?
2.
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan pendapat antara Imam Madzhab Empat diatas mengenai Hukum Makmum membaca alFatihah dalam Shalat Berjama’ah.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan jawaban terhadap masalah-masalah diatas yaitu : 1.
Untuk mengetahui Hukumnya Makmum membaca al-Fatihah dalam Shalat Berjama’ah menurut Imam Madzhab Empat ( Hanafi,Maliki, Syafi’i , Hambali)
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan pendapat antara Imam Madzhab Empat diatas mengenai Hukumnya Makmum membaca al-Fatihah dalam Shalat Berjama’ah.
12
E. Tela’ah Pustaka Dalam penelitian skripsi ini, penulis akan menjelaskan tentang “hukum makmum membaca al fatikhah dalam sholat berjama’ah (study perbandingan empat imam madzhab dalam fiqih mdzhab al-arba’ah). Sebagai bahan penelitian kami telah mengumpulkan data – data yang berhubungan dengan karya ilmiah baik itu berupa buku, jurnal, artikel, skripsi, atau tesis yang berhubungan dengan judul.diantaranya kami menemukan sebuah buku Fiqih Ala Madzhab al-‘Arba’ah karangan Syaikh Abdurrahman al-Haziri. Juga Dalam Fiqih al-Madzahib al-‘Khamsah karangan Muhammad Jawad Mughniyyah.dan Dalam buku perbandingan Madzhab Fiqih karangan M. Ali Hasan. Buku-buku di atas menjelaskan tentang judul yang kami buat,dan sebagai bahan yang kami perlukan untuk menyelesaikan/meyusun skripsi ini. F. Metodologi Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif dengan menggunakan metode Kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.24 Metode ini Penulis gunakan dengan mempertimbangkan bahwa metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Penelitian Skripsi ini termasuk penelitian Deskriptif karena dalam penelitian ini akan memaparkan tentang pemikiran-pemikiran Empat Imam
24
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. 30, hlm. 2.
13
Madzhab mengenai Hukum membaca al-Fatihah bagi Makmum dalam Shalat Berjama’ah. 2.
Sumber Data Dari mentela’ah bahan-bahan pustaka tersebut , Penulis memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, kemudian data-data tersebut dikelompokkan sebagai berikut : a.
Data Primer, yaitu Kitab Fiqih Ala Madzahib al-‘Arba’ah (Syaikh Abdurrahman al-Haziri), Shahih al-Bukhari (Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibnu Isma’il Ibnu Ibrahim Ibnu al-Mughirah al-Bukhari), dan al-Qur’an al-Karim (Pokok Hukum Islam).
b.
Data Skunder, yaitu Kitab Fiqih Terj. Ala Madzhahib al-Khamsah (Muhammad Jawad Mughniyyah), Perbandingan Madzhab Fiqih (Muhammad Ali Hasan), Safinah al-Najah (Syaikh Nawawi), Fath alQarib (Syaik Muhammad Bin Qasim al-Ghazy), Kifayah al-Akhyar (Syaikh Taqiyuddin Abi Bakar), Fath al-Wahab: Bisyarhi Manhaj (Syaikh al-Islam Abi Yahya Zakaria al-Anshari), Fath al-Mu’in (Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malaibari).
3.
Metode Analisis Data a.
Metode Deduktif. Yaitu menganalisa terhadap data-data yang ada dengan bertitik dari kaidah atau pengetahuan yang bersifat umum untuk mengetahui kejadian-kejadian yang bersifat khusus.
b.
Metode Induktif. Yaitu menganalisa terhadap data-data yang bersifat khusus
yang
memiliki
unsur
kesamaan
sehingga
dapat
digeneralisasikan menjadi kumpulan kesimpulan umum dengan
14
penalaran Induktif dimaksudkan untuk membangun Teori (Theory Contruction).
Dengan
kata
lain
Induksi
adalah
proses
pengorganisasian fakta-fakta atau hasil pengamatan yang terpisahpisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi.25 c.
Metode Komparatif. Yaitu mencari pemecahan-pemecahan masalah melalui analisa perkembangan sebab akibat dengan meneliti faktorfaktor tertentu yang dihubungkan dengan situasi dan kondisi serta membandingkan dengan yang lain.
Dengan metode ini Penulis sajikan, diharapkan dapat menghantarkan terselesainya Skripsi ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara berdasarkan atas pengamatan terhadap akibat yang ada. Mencari kembali faktor yang mungkin terjadi penyebab melalui data tertentu. G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan dalam memahami Skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut : 1.
Bagian muka terdiri dari : Halaman judul, halaman pengesahan, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak dan halaman daftar isi. Bagian isi terdiri dari beberapa bab : BAB I
25
hlm. 40.
: Pendahuluan
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. 10,
15
Dalam bab I berisi tentang : Latar belakang masalah, penegasan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, tela’ah pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan Skripsi. BAB II
: Landasan Teori Dalam bab II berisi tentang : Pengertian surat al-Fatihah, hukum membaca al-Fatihah, syarat membaca al-Fatihah,
macam-macam
Shalat
dan
hikmah
diwajibkannya Shalat. BAB III : Objek Kajian Dalam bab III berisi tentang : Biografi Imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), pemikiran-pemikiran Imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) dan dasar Hukum yang digunakan Imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) tentang Hukum membaca al-Fatihah bagi Makmum dalam Shalat Berjama’ah. BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab IV berisi tentang : Analisis tentang Hukum membaca al-Fatihah bagi Makmum dalam Shalat Berjama’ah menurut Imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), analisis Istinbath al-Hukmi Imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) tentang Hukum membaca alFatihah bagi Makmum dalam Shalat Berjama’ah dan analisis faktor perbedaan pendapat Imam (Hanafi,
16
Maliki, Syafi’i, Hambali) tentang Hukum membaca alFatihah bagi Makmum dalam Shalat Berjama’ah. BAB V
: Penutup Dalam bab V berisi tentang : Kesimpulan, saran-saran dan penutup.
2.
Bagian akhir terdiri dari : Daftar pustaka, daftar riwayat hidup penulis dan lampiranlampiran.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman al-Haziri, Fiqih Ala Madzahib al-Arba’ah, Al-Arabi, Darr alIkhya’, t. t. Al-Hafidz al-Adzim bin Abdul Qawi Zakiyuddin al-Mundziri, Muhtashar Shahih al-Muslim, Terj. Acmad Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 2003, Cet. 2. Al-Imam Ali Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardarbah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Pakistan: Darul Fikr, 1981. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Thoha Putra, 1989. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Hamzah Ahmad dan Ananda Santoso, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Surabaya: Fajar Mulya, 2001. Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012, Cet. 30. M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab Fiqih, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. 2. Muhammad bin Abdurrahman al-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab: Rahmah alUmmah Fi Ikhtilaf al-A’immah, Edisi Revisi, Bandung: Al-Hasyimi, 2012. Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, Surabaya: Al-Hidayah, t.t.
18
Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi al-Jawi al-Bantani, Safinah al-Najah: Fi Ushul al-Din Wa al-Fiqhi, Surabaya: Darul Ulum, t.t. Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqih Lima Madzhab, Edisi Lengkap, (Jakarta: Lentera, 2001), Cet. 7. Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cet. 10. Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian: Suatu pendekatan Praktik, Jakarta: PT Melton Putra, 1992, Cet. 8. Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazy, Fath al-Qarib al-Mujib: Ala al-Kitab alMusamma Bi al-Taqrib, Semarang: al-Alawiyah, t.t.