BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan muncul akibat kerusakan lingkungan yang semakin parah akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Eksploitasi ditandai dengan pengaruh kandungan bahan kimia yang digunakan terus-menerus secara berlebihan dalam budidaya pertanian sehingga masyarakat global merasa kuatir akan keamanan dan kualitas produk pangan, kesehatan manusia dan hewan, serta kualitas lingkungan hidup. Kandungan bahan kimia produk pangan sebagian besar bersumber dari pupuk, obat pembasmi hama dan gulma serta hormon pertumbuhan. Masyarakat yang meyakini bahwa ketiga hal tersebut erat hubungannya dengan isu lingkungan mewujudkan tindakan penyelamatan lingkungan dengan slogan go green. Tindakan ini juga didasari bahwa segala sesuatu yang berasal dari alam adalah baik dan berguna serta menjamin keseimbangan antara manusia dan alam. Tindakan penyelamatan lingkungan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya budidaya pertanian organik. Kekuatiran akibat isu lingkungan juga menyebabkan fenomena tren gaya hidup sehat melalui pola konsumsi makanan yang mensyaratkan adanya jaminan bahwa produk pangan mempunyai atribut antara lain: aman dikonsumsi, mempunyai kandungan nutrisi tinggi, dan ramah lingkungan. Atribut ini ternyata melekat pada produk pangan organik (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011).
Pangan organik menjadi tren dan pilihan utama untuk memenuhi gaya hidup sehat. Pangan organik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pangan non-organik. Pangan organik lebih sehat karena aman dari bahaya kimia serta memiliki kandungan gizi dan komponen bioaktif lebih beragam. Dari segi organoleptik, pangan organik lebih baik terutama dalam rasa. Pangan organik dihasilkan dari sistem budidaya pertanian yang sangat bersahabat dengan lingkungan (ecological, economical, sociological sustainability) (Sulaeman, 2007). Pangan organik yang memiliki kelebihan dibandingkan non organik mulai dilirik pangsa pasar dunia. Bahkan pangan organik dalam 10 tahun ke depan akan mencapai sekitar 100 milyar dollar AS (Yayasan Eureka Indonesia, 2009). Permintaan akan pangan organik di seluruh dunia akhir-akhir ini telah meningkat luar biasa dan bahkan diramalkan akan semakin pesat di masa depan dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 20-30% per tahun, bahkan untuk beberapa negara dapat mencapai 50% per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011). Data konsumsi produk organik di Asia Pasifik juga menyebutkan bahwa alasan orang beralih ke pangan organik dari pangan konvensional adalah alasan kesehatan pribadi (AC Nielsen, 2005). Indonesia sebagai negara yang berada di wilayah Asia Pasifik juga menunjukkan tren konsumsi produk organik yang terus meningkat untuk pemenuhan kebutuhan pangan, obat dan kesehatan (Departemen Pertanian, 2012). Konsumen di Indonesia semakin sadar dan selektif mengenai kualitas produk pangan, mereka lebih memilih makanan organik daripada non-organik. Respon
konsumen meminati produk pangan organik yang dipasarkan secara online juga naik cukup signifikan. Sampai saat ini tercatat produk pangan organik mengalami peningkatan sekitar 25% (BPPKI Surabaya). Hal ini sejalan dengan munculnya outlet dan restoran organik. Produk pangan organik mulai dikenal di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya. Peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan didukung peningkatan luas lahan organik di Indonesia, seperti terlihat pada Gambar 1.1. berikut ini.
300 250
238.872 208.535
214.985
2008
2009
225.063
200 150 100 50 40.970 0 2007
2010
2011
Gambar 1.1. Perkembangan Luas Area Pertanian Organik Indonesia 2007-2011 Sumber : Aliansi Organis Indonesia (2011)
Pada tahun 2007, luas area pertanian organik Indonesia sebesar 40.970 ha. Luas area pertanian organik Indonesia terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2011 mencapai 225.063 ha. Terjadi penurunan dari tahun 2010 ke tahun 2011, namun secara keseluruhan luas area pertanian organik Indonesia masih mengalami peningkatan.
Fenomena peningkatan luas area pertanian organik tersebut ditangkap oleh lembaga sosialisasi pengembangan pangan organik dan menjadi salah satu program Departemen Pertanian yaitu go organic 2010 yang dilanjutkan dengan go organic 2014. Pemerintah telah menyusun Standar Nasional Indonesia Sistem Pangan Organik SNI 01-6729-2002 yang telah direvisi menjadi SNI 6729-2010. Sistem disusun untuk memenuhi tuntunan pasar global meliputi, panduanpanduan lembaga sertifikasi pangan organik, inspeksi, sertifikasi pangan organik, pedoman penggunaan logo pangan organik dan penetapan ruang lingkup akreditasi pangan organik (Biocert, 2006). Tuntutan pasar global terhadap produk organik yang aman untuk dikonsumsi, memiliki nutrisi tinggi, serta ramah lingkungan sangat besar (Dinas Pertanian Provinsi Jabar, 2010). Potensi pertanian Indonesia untuk menghasilkan produk pangan organik sangat besar. Indonesia dapat menjadi produsen organik ternama di dunia dan mampu memasok bahan pangan dunia. Indonesia adalah negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air, dan tanah. Pemerintah memperluas sasaran pengembangan pertanian organik sampai tahun 2015. Sasaran pengembangan tersebut disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Sasaran Pengembangan Pangan Organik 2010-2015 Komoditi
Satuan
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Padi
1000 ton
852
1146
1736
2336
2948
3571
Kedelai
1000 ton
12
16
25
33
42
51
Sayuran
ton 106103 145446 224300 307471 395139 487490
Biofarma
ton
7805
16693
40167
85909 172258 331583
Salak
ton
9833
9927
10021
10116
Pisang Manggis
ton 105015 148729 236971 335614 445611 567994 1191 1655 ton 2586 3592 4677 5848
Kopi
ton
9682
13023
19707
26507
Kakao
ton
19975
30093
51003
76838 108524 147146
Teh
ton
608
814
1226
1642
2062
2485
1000 ekor
5863
8364
13421
19144
25600
32864
ekor
15000
15000
15000
15000
15000
15000
Ayam Sapi
10212
33425
10309
40463
Sumber: Departemen Pertanian, 2012
Indonesia memiliki modal dasar yang luar biasa besar dalam pengembangan pangan organik. Namun volume perdagangan produk pangan organik di Indonesia masih rendah. Perkembangan minat konsumen terkendala akibat keterbatasan macam dan ragam produk organik di pasar. Kendala lain yang sering dihadapi diantaranya yaitu, harga produk organik yang relatif lebih mahal karena produksi yang minim dibandingkan produk pangan non-organik, relatif lebih banyak diimport serta tempat penjualannya yang masih terbatas di tempattempat tertentu sehingga sulit terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011). Hal ini dibuktikan dengan pembelian pangan organik di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat, Jerman, Singapura, dan Malaysia (Sulaeman, 2007).
Kondisi menarik yang muncul dalam penjualan produk pangan organik adalah meskipun pembelian pangan organik di Indonesia tergolong rendah, namun terdapat konsumen yang lebih memilih untuk mengalihkan konsumsi beberapa produk non organik ke produk organik disebabkan meningkatnya tingkat pendapatan dan pengetahuan akan pentingnya makanan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011). Pangan organik memiliki nilai tambah dari segi kesehatan dan keramahan lingkungan. Nilai-nilai inilah yang menjadi salah satu penyebab harga pangan organik lebih tinggi dari pangan konvensional. Konsumen juga memperhatikan pengemasan (packaging) produk organik yang semakin menekankan aspek ekologis dan sosiologis. Pengemasan tidak sekedar bagus dan menarik, tetapi juga harus bersahabat dengan alam dan manusia (AOI Newsletter, 2012) sehingga pelaku usaha harus berupaya mempengaruhi minat konsumen membeli produk pangan organik. Perkembangan minat terhadap produk organik di kota-kota besar di Indonesia dimanfaatkan oleh pelaku usaha menjadi peluang bisnis. Selama ini pemasaran produk organik dilakukan dengan cara penjualan langsung, door to door, kantor-kantor pemerintah, kampus, organisasi keagamaan, pasar khusus organik (niche organic stores) dan gerai supermarket/hipermarket. Bahkan untuk lebih meyakinkan bahwa produk tersebut organik, pemasar mencantumkan logo organik pada label kemasan. Kota Medan adalah salah satu kota besar di Indonesia yang menjadi pasar produk organik. Medan merupakan kota yang paling besar jumlah penduduknya di Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota
dengan jumlah penduduk terbesar keempat di Indonesia yaitu 2.097.610 (BPS, 2010). Produk organik yang dikonsumsi masyarakat lokal kota Medan tersedia di ritel-ritel modern. Ritel modern merupakan lokasi utama pemasaran produk organik. Perubahan gaya hidup masyarakat akan menjadi sebuah peluang bagi ritel modern di kota Medan dalam memasarkan produk organik. Supermarket Brastagi Gatot Subroto merupakan salah satu ritel modern yang berdiri di kota Medan yang memiliki kelebihan dibandingkan ritel lain karena kelengkapan dan ketersediaan produk organik di lokasi tersebut dari waktu ke waktu. Ritel tersebut menyediakan berbagai jenis produk pangan organik diantaranya sayur-mayur antara lain: bayam merah, selada, pakchoy, kangkung, bayam, tomat, bawang, beras organik. Produk organik telah dikemas dengan baik untuk menarik minat konsumen. Beberapa produk diberi label organik yang telah disertifikasi oleh lembaga tertentu. Pihak supermarket Brastagi bekerja sama dengan produsen dan distributor produk pangan organik menjaga ketersediaan produk pangan organik. Supermarket Brastagi adalah ritel yang menekankan pemenuhan pada fresh food dan dinilai memiliki peluang cukup besar meningkatkan penjualan produk organik karena konsumen yang biasa bekerja sampai sore memenuhi kebutuhannya dengan membeli waktu sore atau malam hari, dimana supermarket tersebut masih buka dan melayani penjualan hingga malam hari, selain itu keadaan toko supermarket lebih nyaman dibandingkan pasar tradisional. Kendala yang terjadi adalah penjualan produk organik belum maksimal. Masalah lain yang dianggap penting adalah meskipun segmen pasar Supermarket Brastagi adalah
kalangan menengah dan menengah ke atas yang secara logika memiliki penghasilan yang tinggi namun konsumen tersebut tidak langsung menjadi pengguna produk organik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis berharap dapat mendapatkan informasi yang banyak tentang perilaku konsumen membeli produk organik di Supermarket Brastagi. Informasi perilaku konsumen terhadap pangan organik menuntut Supermarket Brastagi sebagai pemasar produk pangan organik melihat tren konsumen terhadap lingkungan yang terus-menerus berubah. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bergerak secara dinamis baik bersifat eksternal maupun internal. Perilaku konsumen dianalisis dengan berbagai teori dan pendekatan. Teori yang banyak digunakan adalah teori perilaku terencana dimana sikap, norma subjektif, kontrol perilaku merupakan komponen dasar dalam teori ini. Sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku menarik perhatian penulis selain karena konsumen sebagai agen yang berperan untuk mengembangkan pangan organik, mengarahkan konsumen untuk berperilaku membeli produk organik bukan merupakan sesuatu yang mudah. Pemahaman yang tepat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat dan keputusan membeli produk pangan organik membantu para pemasar untuk menyesuaikan strategi pemasaran produk organik. Strategi pemasaran melalui pemahaman yang tepat mengenai sikap konsumen terhadap produk organik menentukan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang terhadap produk pangan organik, bagaimana konsumen itu mau menerima atau merasa senang terhadap produk pangan organik sehingga bila produk organik tersebut ditawarkan kepada konsumen, kemungkinan besar akan
dibeli oleh konsumen tersebut. Masalah sikap merupakan salah satu masalah yang penting untuk memahami kualitas non fisik manusia. Norma subjektif produk pangan organik merupakan faktor eksternal konsumen yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan beli. Konsumen dalam membeli produk organik cenderung akan mengikuti apa yang disarankan orang lain atau orang yang dipercayainya. Dalam melakukan kegiatan konsumsi atau keputusan pembelian, seseorang tidak lepas dari pengaruh orang lain. Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan ditunjukan melalui tanggapan seseorang terhadap faktor pendorong dan faktor hambatan dari dalam maupun dari luar diri konsumen sewaktu melakukan pembelian produk organik. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat dan keputusan konsumen membeli produk organik perlu diketahui karena keterlibatan konsumen dalam memilih dan membeli produk untuk dikonsumsi semakin diperhitungkan. Penelitian ini mencoba mengisi kesenjangan informasi terkait sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, minat, dan keputusan pembelian konsumen produk pangan organik.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap minat membeli produk pangan organik di Supermarket Brastagi Medan? 2. Bagaimana pengaruh kontrol perilaku terhadap keputusan membeli produk pangan organik di Supermarket Brastagi Medan? 3. Bagaimana pengaruh minat konsumen terhadap keputusan membeli produk pangan organik di Supermarket Brastagi Medan?
1.3. Tujuan Masalah Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui kecenderungan perilaku konsumen dalam membeli produk pangan organik. Tujuan penelitian secara khusus yang merupakan penjabaran atau tahapan dari tujuan umum antara lain: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sikap, norma subjektif, kontrol perilaku terhadap minat membeli produk pangan organik di Supermarket Brastagi Medan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kontrol perilaku terhadap keputusan membeli produk pangan organik di Supermarket Brastagi Medan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh minat konsumen terhadap keputusan membeli produk pangan organik di Supermarket Brastagi Medan.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Bagi Supermarket Brastagi Medan, selaku ritel yang menyediakan produk pangan organik sebagai masukan dalam menerapkan strategi penjualan. 2. Bagi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Program Magister Ilmu Manajemen sebagai pengembangan ilmu dan wawasan khususnya pemasaran pangan organik. 3. Bagi Penulis merupakan wujud penerapan dan pengembangan ilmu yang diperoleh selama mendapat pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Program Magister Ilmu Manajemen. 4. Bagi Peneliti selanjutnya sebagai masukan atau memberi informasi yang berhubungan dengan pemasaran hasil pertanian khususnya produk pangan organik.