PENDAHULUAN
Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia telah melakukan eksploitasi terhadap alam dan menyebabkan berbagai dampak negatif berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan. Pencemaran merupakan perubahan sifatsifat udara, air, tanah dan makanan yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan, kelangsungan hidup atau aktivitas manusia dan organisme hidup lainnya. Penyebab pencemaran tanah biasaya berasal dari hasil pembuangan limbah yang mengandung bahan-bahan anorganik yang sukar terurai dalam tanah seperti plastik, kaca, dan kaleng, dll. Lahan pertanian umumnya menerima paling banyak pencemaran dari atmosfir, batuan, pupuk buatan, pestisida dan limbah industri yang memiliki kandungan logam berat dalam jumlah sedikit, namun jika terus menerus akan terakumulasi kedalam tanah dan berbahaya bagi lingkungan serta makhluk yang hidup didalamnya (Mukhlis dkk., 2011). Logam berat merupakan penyebab pencemaran terbesar yaitu logam timbal. Timbal banyak dijumpai pada tanah di daerah bekas pertambangan, buangan limbah industri, dan paling banyak berasal dari penggunaan bahan TEL (Tetra Etyl Lead), yang banyak terkandung dalam minyak bumi dan gas alam yang banyak digunakan. Timbal bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan mutasi serta terurai dalam jangka waktu yang lama dengan toksisitas yang tidak berubah (Francis, 1994; dan Notodarmojo, dkk, 2005). Azolla merupakan tanaman paku air mini yang berukuran 3-4 cm yang hidup di daerah perairan. Tanaman ini dahulunya banyak dimanfaatkan, namun
xii
akhir-akhir ini sudah tidak digunakan para petani khususnya petani padi di Indonesia. Azolla mampu bersimbiosis dengan Anabaena azollae pemfiksasi N2. Simbiosis ini menyebabkan azolla mempunyai kualitas nutrisi yang baik dan mampu menyediakan unsur N bagi tanah disekitarnya. Azolla segar juga mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi logam berat pada tinggi konsentrasi dari media air. Dari sebuah penelitian menyebutkan bahwa azolla dapat menyerap logam berat dan mengakumulasikan logam tersebut kedalam tubuhnya sampai 100 ppm Cd dan Cu serta 1000 ppm Pb (Sela dkk., 1988). Azolla yang terakumulasi logam berat kemudian akan mati dan biomassa azolla tersebut akan terdekomposisi menjadi bahan organik tanah. Bahan organik tanah akan terdekomposisi menjadi asam yang belum terhumifikasi seperti karbohidrat, asam amino, dan protein. Asam yang telah terhumifikasi seperti asam humat, asam fulfat dan turunan turunan hidroksi benzoatnya. Asam-asam organik tersebut yang berpotensi dalam mengkhelat logam berat (Tan, 1997) Biomassa azolla yang terakumulasi logam berat kemudian akan terdekomposisi menjadi bahan organik tanah yang berpotensi dalam mengkhelat logam berat dan melepaskan logam berat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan biomassa azolla dalam menjerap logam berat pada tanah. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengukur kemampuan biomassa azolla tercemar logam berat Pb dalam menambahkan Pb total dan tersedia pada tanah yang dicemari logam berat Pb maupun yang tidak tercemar.
xiii
2. Untuk mengukur pengaruh cemaran logam berat Pb terhadap penambahan Pb didalam tanah. 3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi biomassa azolla yang tercemar Pb pada tanah terhadap ketersediaan dan total Pb didalam tanah. Hipotesis Penelitian 1. Pemberian biomassa azolla yang terakumulasi logam berat Pb tidak memberi pengaruh terhadap status logam berat Pb di dalam tanah. 2. Pemberian biomassa azolla yang terakumulasi logam berat Pb mampu mengurangi konsentrasi logam berat pada tanah yang dicemari logam berat. 3. Pengaruh interaksi biomassa azolla yang tercemar Pb dengan penambahan cemaran Pb pada tanah mampu mengurangi konsentrasi logam berat pada tanah. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
xiv
TINJAUAN PUSTAKA
Logam Berat Pada Tanah Perkembangan dan pembangunan di Indonesia yang semakin meningkat baik dalam bidang pertanian maupun industri akan sejalan dengan penigkatan residu atau hasil samping berupa logam berat. Logam berat yang dihasilkan diantaranya adalah Cd, Hg, Pb, Zn,Cu, Ni dll. Logam berat merupakan unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Logam berat dari residu pertanian maupun industri biasa dijumpai dalam jumlah yang kecil namun sangat sulit terurai sehingga dalam jangka waaktu tertentu akan terakumulasi dalam
tubuh
makhluk
hidup
yang
meracuni
makhluk
hidup
(Montazeri et al., 2010). Logam berat Secara alami sangat banyak terkandung di dalam tanah, terutama tanah yang berasal dari batuan induk tertentu seperti tanah ultramafik (serpentin). Pencemaran logam berat di lahan sekitar penambangan, industri dan pertanian akan sangat meningkatkan kandungan logam berat didalam tanah karena residu maupun akibat tindakan dari kegiatan tersebut akan dibuang ataupun di timbun didalam tanah. Dalam jumlah yang sedikit tanah dapat mengurai logam berat, namun secara terus menerus tanah akan terakumulasi dan tercemar logam berat tersebut (Priyanto dan Joko, 2010). Pencemaran logam berat saat ini sudah mempengaruhi seluruh ekosistem. Oleh karena itu para peneliti terus mencari cara untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan yang telah tercemar diantaranya dengan bioremediasi. Bioremediasi yang sering dilakukan dewasa ini yakni dengan memanfaatkan
xv
mikroorganisme tanah dan tumbuhan sebagai hiperakumulator. Tumbuhan dikatakan hiperakumulator apabila tanaman tersebut dapat menyerap logam berat yang ada dilapangan dalam jumlah tertentu dan mengakumulasikan logam berat tersebut ke dalam tubuhnya atau di sekitar perakaran tanaman tersebut (Shah and Nongkynrih, 2007) Jenis limbah yang potensial merusak lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam-logam berat. Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan bahan kimia yaitu, penimbunan debu, hujan atau pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan (Montazeri et al., 2010).
Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (μg/g) Logam
Kandungan (Rata-Rata) Kisaran Non Populasi
As
100
5 – 3000
Co
8
1 – 40
Cu
20
2 – 300
Pb
10
2 – 200
Zn
50
10 – 300
Cd
0,06
0,05 – 0,7
Hg
0,03
0,01 – 0,3
Montazeri et al., (2010) Beberapa logam
berat tersebut banyak digunakan dalam
keperluan sehari-hari namun secara
langsung maupun tidak langsung dapat
mencemari lingkungan dan apabila sudah berbahaya bagi
berbagai
melebihi batas yang ditentukan
kehidupan. Logam-logam berat tersebut diketahui dapat
terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme, dan tetap tinggal dalam xvi
jangka waktu lama sebagai racun. Di antara logam berat di atas, timbal merupakan salah satu logam berat yang paling banyak dijumpai khususnya di daerah perkotaan (Supriyanto dkk, 2007). Timbal Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air. Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak dapat dihancurkan (Sudarwin, 2008). Timah hitam (Pb) merupakan salah satu unsur logam berat yang bersifat mobil dan mudah bergerak di dalam tanah. Pb dalam tanah berasal dari batuan dan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur kalsium/Ca dan baru dapat diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama dan terpisah oleh proses pelapukan. Selain itu Pb di dalam tanah juga dapat terikat pada koloid tanah baik koloid liat maupun organik dan sering terkonsentrasi pada bagian atas tanah karena menyatu dengan tumbuhan (Priyanto dan Joko, 2001). Logam Pb dalam sedimen (nonorganik dan organik) dibawa oleh air sungai menuju samudera. Pb relatif dapat melarut dalam air dengan pH < 5
xvii
dimana air yang bersentuhan dengan timah hitam dalam suatu periode waktu dapat mengandung > 1 μg Pb/dm3; sedangkan batas kandungan dalam air minum adalah 50 μg Pb/dm3 (Priyanto dan Joko, 2001). Kandungan logam berat tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis tanah dan juga kondisi tanah tersebut. Logam berat terdapat banyak pada tanah- tanah masam dan juga yang miskin bahan organiknya. Dari sebuah penelitian menyatakan bahwa pH tanah menurun selama beberapa hari setelah aplikasi logam berat dan mikroorganisme ke dalam tanah. Mikroorganisme juga berpartisipasi dalam proses mobilisasi dan immobilisasi logam berat dalam tanah dengan menurunkan pH disekitar tanah tersebut (Mühlbacova, et al., 2005) Keracunan Pb didalam tanah dipengaruhi oleh pH tanah, potensial redox dan jenis senyawa Pb tersebut. Secara umum Pb didalam tanah berikatan dengan ikatan karbonat, Fe dan Mn terikat, senyawa organik dan fase residual. Dampak negatif Pb pada fase larut ialah dapat dipertukarkan dan mudah tercuci, diserap tanaman air dan berada di permukaan air. Sedangkan Pb dalam fase organik karena ikatan yang kuat dari bahan organik dan sulfida (Dan et al., 2005). Peran mikroorganisme dalam proses mobilisasi logam berat dapat dilihat dari penelitian Mühlbacova, et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada inkubasi hari pertama jumlah mikroorganisme dalam tanah meningkat dan konsentrasi logam berat menurun pada perlakuan pemberian zeolit ke dalam tanah. Hal ini karena mikroorganisme tanah dapat menyerap Pb dan logam berat lainnya kedalam tubuhnya dan juga dapat berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia
xviii
dan biologi tanah sehingga membuat kondisi yang stabil antara logam berat dan tanah tersebut (Mühlbachová, 2002). Logam Pb dapat mencemari udara, tanah, air, tumbuhan, hewan dan bahkan manusia. Masuknya Pb ke tubuh manusia dapat melalui pencernaan bersamaan dengan tumbuhan yang biasa dikonsumsi manusia seperti padi, teh, dan sayur-sayuran. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa beberapa jenis sayuran yang ditanam di pinggir jalan di kota besar mengakumulasi Pb di daunnya. Selain melalui pencernaan, Pb masuk ke tubuh manusia melalui sistem pernafasan. Sekitar 25-50.% Pb akan diserap oleh paru-paru karena ukurannya yang kecil (< 0,5μm) sehingga lebih mudah diserap oleh alveoli (Ahmad, 1994). Banyak dimanfaatkannya Pb oleh kehidupan manusia seperti sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam lembaran, solder, dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat bedah), cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB untuk komputer) untuk campuran minyak bahan - bahan untuk meningkatkan nilai oktan. Selai itu Pb juga penyumbang polusi terbesar di udara adalah sektor transportasi, yang diakibatkan oleh penggunaan Pb sebagai zat aditif untuk meningkatkan bilangan oktan pada bahan bakar. Mengingat sebagian besar Pb dalam BBM (70-80%) akan dikeluarkan sebagai partikulat ke udara (Francis, 1994). Logam Pb sangat beracun dan tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya. Di dalam tubuh manusia, logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan haemoglobin (Hb) dan sebagian kecil logam Pb dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi
xix
terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Keracunan timbal kronik menimbulkan gejala seperti depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, gelisah, daya ingat menurun, sulit tidur, halusinasi dan kelemahan otot.
Susunan
saraf
pusat
merupakan
organ
sasaran
utama
timbal.
(Widowati, 2008). Azolla Azolla merupakan tumbuhan paku-pakuan air yang kecil dan terbukti dapat bersimbiosis dengan alga biru yakni Anabaena azolla. Di Cina dan Vietnam, azolla sudah digunakan berabad-abad sebagai sumber N bagi padi sawah karena kemampuannya dalam memfiksasi N2 dari udara dan menyediakan N disekitar tumbuhnya. Selain itu ternyata azolla juga berpotensi sebagai agen fitoremediasi logam berat. Spesies yang banyak terdapat di Indonesia terutama di pulau Jawa adalah Azolla pinnata, dan biasa tumbuh bersama-sama padi di sawah (Ganji et al., 2005). Azolla dapat tumbuh pada kondisi yang lembab dan akan mati pada keadaan kering. Azolla dapat tumbuh optimum pada suhu 20-300C dan pada pH 5,5-7. Azolla masih dapat tumbuh pada pH 3,5-10. Pertumbuhan azolla akan terhambat
pada suhu <50C dan >450C. Dalam kondisi tersebut azolla dapat
tumbuh optimal dan dapat memberi sumbangan N pada lahan sawah mencapai 450 Kg N/Ha/Tahun. Sehingga azolla hanya sedikit membutuhkan N dari lingkungan namun membutuhkan unsur hara lain yang cukup banyak seperti P,K,Ca, Mg, dll. Fosfat merupakan unsur yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan azolla. Kekurangan P mengakibatkan pertumbuhan azolla
xx
terhambat,
tanaman
akan
berwarna
merah
dan
akarnya
melengkung
(Hanafiah dkk, 2009) Aplikasi azolla di sawah dapat melalui dua cara, yaitu disebar langsung dan dibenamkan. Sebelum digunakan untuk pernupukan, azolla diperbanyak pada kolam khusus. Bibit yang dipakai umur masih muda yaitu 2 minggu karena akan mempengaruhi pada produktifitas. Pemberian pupuk tambahan seperti N, P dan K sangat penting karena hal ini akan memacu pertumbuhan bibit azolla (Ruhiyat dkk., 1999). Tabel 2. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (μg/g) No.
Unsur Kimia
Berat Kering ……………….%..........................
1.
Abu
10.50
2.
Lemak kasar
3.
Serat kasar
9.10
4.
Pati
5.50
5.
Protein kasar
24.00 – 30.00
6.
Gula terlarut
3.5
7.
Klorofil
0.34 – 0.55
8.
Nitrogen
4.00 – 5.00
9.
Fosfat
0.50 – 0.90
10.
Kalium
2.00 – 4.50
11.
Kalsium
0.40 – 1.00
12.
Magnesium
0.50 – 0.16
3.00 - 3.30
(Djojosuwito, 2000) Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang masih mengalami
xxi
proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan bahwa penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah. Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang kita tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa (Atmojo, 2003) Potensi Azolla Sebagai Biosorbsi Logam Berat Di beberapa negara berkembang azolla menjadi dasar biosorbsi untuk perlakuan remediasi untuk tanah tercemar karena kemampuannya dalam membersihkan kontaminan logam berat pada lahan basah. Kemampuan azolla dibuktikan dari penelitian yang menyatakan azolla segar mampu mengadsorbsi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn masing-masing sekitar 228, 86, 62 dan 48 mg / g (biomassa azolla) (pada kondisi biomassa azolla) kemudian logam tersebut diikat bagian jaringan tubuhnya (Ganji et al., 2005). Kemampuan azolla dalam menyerap logam berat bergantung pada jenis logam beratnya. Azolla mampu toleran terhadap logam Cu pada konsentrasi ± 70 ppm dan Cd ± 90 ppm, namun setelah beberapa hari azolla menunjukkan efek toksisitas. Sementara itu azolla yang diberi perlakuan logam berat Pb 140 ppm
xxii
mampu diserap (terakumulasi pada azolla) mencapai 4.68%. Hal ini karena terdapatnya sejumlah besar pektin berupa gugus heteropolisakarida pada dinding sel berperan sebagai fitochelatin (Khosravi dkk., 2005 dan Hidayat, 2011a). Potensi azolla sebagai hiperakumulator pada logam Pb dapat dilihat dari besarnya nilai bioakumulasi yaitu sebesar 18.139 artinya konsentrasi logam pada azolla lebih tinggi 18.139 kali dari media tanaman (air) tanpa mengalami efek toksisitas. Nilai biokonsentrasi belum dapat diketahui karena kecilnya berat untuk akar dan daun bila dilakukan pemisahan sehingga tidak dilakukan, tetapi pada Cu dan Cd masih diperlukan penelitian level konsentrasi maksimum bagi pertumbuhan azolla sehingga tidak mengalami efek letal (toksisitas) (Hidayat, 2011a). Azolla memilki adaptasi yang tinggi pada konsentrasi Pb, yang cukup tinggi. Pertumbuhan azolla pada kosentrasi Pb 50 ppm lebih baik dibandingkan pada Pb 0 ppm, dimana azolla menyerap Pb pada Daun 5.5 ppm dan pada akar 18.2 ppm. Azolla yang dibiakan pada air tailing justru mampu menyerap Pb pada daun hingga 94 ppm (Juhaeti dan Syarif, 2003). Biomassa azolla yang mati akan terdekomposisi dengan cepat oleh bantuan mikroorganisme perombak. Mikroorganisme tersebut selain merombak biomassa azolla juga mampu menyerap logam berat yang tersedia didalam larutan tanah.
Dengan
demikian,
proses
dekomposisi
tersebut
mempengaruhi
keseimbangan antara fase padat atau terlarut logam berat berat dengan mikroorganisme pada tanah tersebut (Naidu and Bolan, 2008). Setiap tanah memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda- beda, sehingga berbeda dalam kemampuan untuk menyangga berbagai macam pencemar. Daya sanggah tanah terhadap Pb tergantung dari kandungan bahan organik, tekstur,
xxiii
serta ada tidaknya tanaman yang tumbuh di atasnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada tanah Latosol akibat pemberian jerami padi didapat kemampuan menyangga pencemaran logam berat
Cd 10 ppm sebesar 99 %
(Kunaefi dkk, 2010). Bahan organik tanah adalah campuran polimer kompleks yang timbul dari mikroba dan kimia proses degradasi. Bahan organik memiliki afinitas tinggi untuk mengikat senyawa organik serta beberapa logam dalam tanah sehingga, mengurangi ketersediaan mereka. Sedangkan asam organik kelompok fungsional biasanya hadir dalam bahan organik memiliki afinitas tinggi untuk menarik logam kation (Naidu and Bolan, 2008). Inceptisol Inceptisol adalah tanah yang yang belum matang ( immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah disbanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya.
xxiv