BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Program imunisasi sangat penting bagi individu guna tercipta kekebalan agar terhindar dari penyakit sehingga tercapai kekebalan masyarakat (population immunity), namun masih terdapat banyak masalah imunisasi di dunia dan Indonesia. Untuk menutup senjang imunisasi, WHO mengemas dalam tiga langkah, yaitu melakukan integrasi program imunisasi dengan pelayanan kesehatan nasional lainnya, memperkuat sistem kesehatan nasional sehingga program imunisasi akan tetap berjalan walaupun negara dalan kondisi krisis, dan memastikan vaksin mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat. Imunisasi wajib diberikan pada anak dan merupakan hak anak. Imunisasi yang vaksinnya disediakan oleh pemerintah, wajib untuk dilakukan oleh masyarakat. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Imunisasi adalah hak anak dan tidak boleh ada orang tua yang melarang sang anak mendapat vaksin bahkan orang lain pun tidak boleh menghalang-halangi anak diimunisasi (Hadinegoro, 2015; Jane dalam Maharani, 2015). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) contohnya tuberkulosis (TB), difteri, pertusis, tetanus, campak, polio dan hepatitis B. Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per tahun di seluruh dunia. UNICEF menyebutkan bahwa 27 juta anak balita di seluruh
1
dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin, sehingga menyebabkan lebih dari dua juta kematian tiap tahun. Angka ini mencakup 1,4 juta anak balita yang terenggut jiwanya. Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang termasuk angka tertinggi pada kasus anak tidak diimunisasi, yakni sekitar 1,3 juta anak (Ismet, 2013; Kadir et al., 2014; Probandari et al., 2013). Pemerintah melalui Dinas Kesehatan telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan capaian imunisasi. Capaian imunisasi di Indonesia sampai Desember 2014 adalah sebesar 86,9%. Capaian imunisasi di Jawa Tengah sampai Desember 2014 adalah sebesar 93,3%. Untuk capaian imunisasi di Kota Surakarta sendiri adalah sebesar 96,3%. Angka ini menunjukkan bahwa capaian imunisasi di Kota Surakarta sudah sangat baik. Namun, masih ada Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Surakarta yang belum memenuhi target GAIN UCI tahun 2014 yaitu prosentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 90%. Diantara 17 Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Surakarta, yang belum memenuhi target GAIN UCI adalah Puskesmas Penumping dan Puskesmas Banyuanyar. Di Puskesmas Penumping cakupan imunisasi Hb <7 hari: 86,9%, BCG: 87,8%, Campak: 87,5%, DPTHb-Hib: 86,7%, Polio: 87,5%. Sedangkan di Puskesmas Banyuanyar, cakupan imunisasi Hb <7 hari: 92,8%, BCG: 92,8%, Campak: 89,6%, DPT-Hb-Hib: 93,9%, Polio: 92,9%. Di Puskesmas Banyuanyar hanya imunisasi campak yang belum memenuhi target GAIN UCI yaitu 89,6%. Penyebab belum terpenuhinya target capaian imunisasi salah satunya adalah persepsi orang tua
2
atau pengasuh tentang imunisasi (Dinkes Surakarta, 2014; Kemenkes RI, 2010; Kemenkes RI, 2014 a; Kemenkes RI, 2015). Teori Health Belief Model (HBM) berkembang untuk menjawab persoalan kesehatan yang sudah diupayakan optimal dari berbagai pihak namun kurang berhasil. Ada lima variabel utama yang menjadi konsep dasar dari teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu persepsi kerentanan, keseriusan, ancaman, manfaat, dan hambatan. Kerentanan yang dirasakan akan mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Keseriusan yang dirasakan berkaitan dengan keyakinan/ kepercayaan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit dan dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan membuat atau berefek pada hidupnya secara umum. Ancaman yang dirasakan adalah dorongan individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit yang disebabkan adanya persepsi kerentanan dan persepsi keseriusan. Manfaat yang dirasakan berkaitan dengan manfaat yang akan dirasakan jika mengadopsi perilaku yang dianjurkan. Hambatan yang dirasakan berhubungan dengan proses evaluasi individu sendiri atas hambatan yang dihadapi untuk mengadopsi perilaku baru (Priyoto, 2013; Noorkasiani, 2009). Sudah banyak penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi. Contohnya penelitian Luthy et al. (2009) yang meneliti tentang faktor keraguan dari orang tua sebagai penyebab terjadinya
3
keterlambatan atau penundaan dalam mengimunisasi anaknya dalam penelitian yang berjudul “Parental Hesitation as A Factor in Delayed Childhood Immunization”. Penelitian yang menggunakan teori Health Belief Model dalam kaitannya dengan kelengkapan status imunisasi masih sangat sedikit. Contohnya penelitian Smith et al. (2011) yang berjudul “Parental Delay or Refusal of Vaccine Doses Childhood Vaccination Coverage at 24 Months of Age, and The Health Belief Model”. Persepsi orang tua dapat berbeda-beda pada setiap individu. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan karakter yang juga dibentuk dari perbedaan demografis. Dari fenomena di atas peneliti menyadari pentingnya dilakukan penelitian tentang pengaruh persepsi ibu tentang imunisasi ditinjau dengan Health Belief Model terhadap kelengkapan imunisasi di Kota Surakarta. Dalam penelitian ini, dianalisis pengaruh Health Belief Model yaitu persepsi kerentanan, keseriusan, ancaman, manfaat dan hambatan terhadap kelengkapan status imunisasi. Persepsi ancaman yang terbentuk dari adanya persepsi kerentanan dan keseriusan, menjadi variabel antara dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti menggunakan analisis jalur dengan bantuan IBM SPSS STATA 13. B. Rumusan Masalah 1. Apakah persepsi ibu tentang kerentanan bayi untuk mengalami penyakit berpengaruh terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya? 2. Apakah persepsi ibu tentang keseriusan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berpengaruh terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya?
4
3. Apakah persepsi ibu tentang ancaman yang dapat ditimbulkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berpengaruh terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya? 4. Apakah persepsi ibu tentang manfaat mengimunisasikan bayi berpengaruh terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya? 5. Apakah persepsi ibu tentang hambatan mengimunisasikan bayi berpengaruh terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis pengaruh persepsi pengasuh tentang imunisasi ditinjau dengan Health Belief Model terhadap kelengkapan status imunisasi. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis pengaruh persepsi ibu tentang kerentanan bayi untuk mengalami penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya b. Menganalisis pengaruh persepsi ibu tentang keseriusan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya c. Menganalisis persepsi ibu tentang ancaman yang dapat ditimbulkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya d. Menganalisis pengaruh persepsi ibu tentang manfaat mengimunisasikan bayi terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya
5
e. Menganalisis pengaruh persepsi ibu tentang hambatan mengimunisasikan bayi terhadap kelengkapan status imunisasi bayinya D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan bukti-bukti empirik berdasarkan teori yang ada tentang Health Belief Model (HBM). 2. Manfaat Aplikatif a. Menambah
wawasan
tenaga
kesehatan
dalam
melaksanakan
perencanaan program pemerintah untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) di tahun yang akan datang. b. Memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) sehingga masyarakat menjadi proaktif untuk menerima program yang dijalankan baik dari dinas kesehatan maupun instansi lainnya.
6