BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat keanekaragaman anggrek yang sangat tinggi dan diperkirakan ada sekitar 6 000 jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia (Sarwono, 2002). Anggrek merupakan tanaman hias bunga yang memiliki daya tarik dan nilai estetika yang tinggi. Keindahan anggrek terletak pada bentuk dan warna bunga yang beragam dan menarik, selain itu anggrek memiliki waktu mekar bunga yang relatif lama dan mengeluarkan aroma yang harum pada saat bunganya mekar. Anggrek juga memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dinilai dari ukuran bunga, tebal bunga, kehalusan bunga, banyak bunga dalam tangkai, dan tangkai bunga. Keunikan dan keindahan inilah yang membuat anggrek terkenal dan banyak diminati di seluruh dunia sehingga menjadi bernilai ekonomis tinggi. Potensi yang dimiliki Indonesia belum dimanfaatkan secara proporsional. Hal ini didukung oleh data Direktorat Jendral Hortikultura (2011), bahwa nilai ekspor anggrek selama lima tahun dari tahun 2006-2010 mengalami peningkatan dan penurunan (Lampiran 1). Pada tahun 2010 nilai ekspor anggrek mengalami penurunan hingga sebesar 899 397 US$. Nilai ekspor anggrek Indonesia termasuk kecil jika dibandingkan dengan negara Singapura 7.7 juta US$ dan Thailand 50 juta US$ sementara potensi perdagangan dunia 150 juta US$ per tahun. Rendahnya produksi anggrek Indonesia pada umumnya disebabkan masih kurang 1
2 tersedianya bibit bermutu, budidaya yang kurang efisien serta penanganan pasca panen yang kurang baik (Widiastoety, 2001). Anggrek Cattleya merupakan salah satu jenis anggrek yang cukup potensial untuk dikembangkan. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005), menyebutkan bahwa anggrek Cattleya dominan disukai masyarakat sebesar 20%. Seiring semakin banyak permintaan dari pasar, berbagai upaya budidaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas Cattleya. Anggrek Cattleya merupakan salah satu anggrek yang disukai konsumen karena pada umumnya memiliki diameter bunga yang cukup besar yakni 10-16 cm, memiliki lidah bunga yang besar dengan bermacam-macam warna dan ada yang berbeda dengan warna mahkotanya, selain itu bunganya dapat bertahan sekitar 1-2 minggu (Widiastoety, 2005). Melihat peluang ekonomi anggrek Cattleya yang begitu besar, diperlukan teknik perbanyakan yang cepat dan efisien seperti teknik in vitro. Teknik in vitro atau biasa dikenal dengan kultur jaringan memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara konvensional seperti pemisahan anakan (split). Teknik in vitro menawarkan teknik perbanyakan bibit tanaman yang banyak dan mempunyai sifat fisiologi dan morfologi yang seragam seperti tanaman induknya (true to type), dapat menghasilkan tanaman baru yang bersifat unggul, selain itu diperoleh tanaman yang bebas virus dan penyakit serta dihasilkan dalam waktu singkat (Zulkarnain, 2009). Manfaat metoda perbanyakan ini menjadikan in vitro sebagai teknik perbanyakan yang menjanjikan. Teknik perbanyakan secara in vitro tidak banyak dilakukan oleh masyarakat terutama kalangan pembudidaya karena biaya yang dikeluarkan cukup
3 besar untuk bahan media yang diperlukan. Keberhasilan penanaman anggrek dengan teknik perbanyakan secara in vitro, sangat ditentukan oleh faktor media yang digunakan (Gunawan, 1995). Media yang digunakan dalam perbanyakan secara in vitro dirancang agar bisa mendukung pertumbuhan eksplan. Komposisi yang digunakan dalam media kultur mempengaruhi pertumbuhan jaringan dan organ tanaman. Media yang umum dipakai untuk perbanyakan secara in vitro yaitu media MS (Murashige dan Skoog) dan media Vacin dan Went (VW) namun media dasar MS dan VW relatif lebih mahal harganya sehingga diperlukan alternatif penggunaan media dasar dengan bahan yang lebih murah dan mudah tersedia. Penggunaan pupuk daun dan bahan-bahan organik dapat dijadikan sebagai salah satu solusi dalam menghadapi permasalahan ini. Pupuk daun merupakan pupuk yang biasa digunakan di lapang dan mudah pengaplikasiannya karena telah memiliki unsur makro dan mikro yang lengkap (Sandra, 2004). Tanaman membutuhkan banyak unsur hara di awal pertumbuhan terutama unsur nitrogen yang berperan dalam pertumbuhan akar, bulb, batang, keiki, daun dan awal pembentukan bunga pada anggrek. Kandungan nitrogen dalam pupuk daun Growmore lebih tinggi dibandingkan unsur fosfor dan kalium dengan komposisi nitrogen 32%, fosfor 10%, dan kalium 10%. Peranan unsur nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, pembentukan protein, serta berperan dalam pembentukan hijau daun (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Ekstrak wortel (Puchooa dan Ramburn, 2004) dan air kelapa (Parera, 1997) merupakan contoh bahan organik yang digunakan dalam media
4 perbanyakan in vitro. Wortel merupakan salah satu sayuran yang kaya akan vitamin A karena mengandung pigmen karotenoid sebesar 8 285 µg/100 g (Lampiran 5) , selain itu juga mengandung tiamin, riboflavin, piridoksin, dan vitamin-vitamin lainnya. Tiamin merupakan vitamin yang esensial bagi kultur jaringan tumbuhan yang berfungsi mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, serta berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Air kelapa mengandung unsur-unsur hara, vitamin, zat pengatur tumbuh, gula, dan mineral. Penggunaan air kelapa dalam perbanyakan in vitro didasarkan karena kandungan sitokinin alami yang tinggi yakni mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat tumbuh sitokinin) serta mengandung IAA (Indole Acetic Acid) yang merupakan kelompok auksin. Air kelapa dapat merangsang pembelahan sel dan menstimulir proses diferensiasi (Widiastoety dkk., 2009). Penggunaan bahan-bahan organik yang mengandung zat pengatur tumbuh serta vitamin diketahui dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui teknik in vitro. Kandungan berbagai zat yang terdapat dalam air kelapa
dapat memacu pembelahan sel sedangkan kandungan nutrisi dan vitamin yang terkandung dalam wortel dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman. Penggunaan bahan-bahan organik dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan bahan-bahan kimia diharapkan dapat mengganti bahan yang ada dalam media in vitro. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan komposisi bahan media alternatif yang lebih murah dan mudah dibuat tetapi tetap mampu memenuhi kebutuhan tanaman.
5 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan adalah: 1.
Bagaimana pengaruh berbagai kombinasi ekstrak wortel dan air kelapa terhadap pertumbuhan tunas anggrek Cattleya ‘Blc. Mount Hood Mary’ asal protocorm?
2.
Apakah terdapat kombinasi ekstrak wortel dan air kelapa yang memberikan pengaruh
terbaik
terhadap
pertumbuhan
tunas
anggrek
Cattleya
‘Blc. Mount Hood Mary’ asal protocorm?
1.3. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui pengaruh dari berbagai kombinasi ekstrak wortel dan air kelapa terhadap pertumbuhan tunas anggrek Cattleya ‘Blc. Mount Hood Mary’ asal protocorm.
2.
Memperoleh kombinasi ekstrak wortel dan air kelapa yang memberikan pengaruh
terbaik
terhadap
pertumbuhan
tunas
anggrek
Cattleya
‘Blc. Mount Hood Mary’ asal protocorm.
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bahan-bahan organik alternatif yang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan eksplan dengan menggunakan media dasar dari pupuk lengkap yang mudah didapat dan harganya lebih murah dibandingkan dengan media dasar MS,
6 namun tetap berkualitas. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian yang akan datang.
1.5. Kerangka Pemikiran Anggrek Cattleya atau yang dikenal dengan sebutan ratu anggrek merupakan anggrek yang memiliki kecantikan dan keanggunan yang sangat indah, memiliki bau yang wangi dan mempunyai berbagai macam warna bunga dan termasuk ke dalam salah satu dari 5 genus terpopuler di dunia selain Dendrobium, Vanda, Phalaenopsis dan Oncidium (Sarwono, 2002). Cattleya ’Blc. Mount Hood Mary’ merupakan salah satu jenis anggrek Cattleya hibrida yang memiliki nilai jual yang tinggi dengan harga bunga potong Rp. 50 000 per tangkai dan Rp. 200 000 untuk tanaman pot, selain itu apabila tidak dipotong memiliki waktu mekar bunga selama 10-14 hari dan memiliki ukuran diameter bunga sebesar ± 20 cm (Hasil komunikasi dengan praktisi Rumah Bunga Rizal, 2012). Bagi masyarakat Indonesia keberadaan anggrek Cattleya belum begitu dikenal sedangkan bagi masyarakat Eropa jenis anggrek ini merupakan jenis anggrek yang populer dan banyak ditanam. Anggrek Cattleya berasal dari daerah Amerika tropis. Pembudidayaan di Indonesia dapat dilakukan dikarenakan adanya kemiripan iklim tropis dengan daerah asalnya. Marga anggrek Cattleya terdiri dari kurang lebih 65 jenis dan beribu-ribu hibridnya, yang dihasilkan secara alami maupun buatan. Beberapa spesiesnya antara lain : C. bowringiana (Honduras), C. citrina (Mexico), C. dowiana (Costa Rica), C. intermedia (Brazil), C. labiata (Brazil), C. trianaei (Colombia). Cattleya ada yang disilangkan dengan Epidendrum menghasilkan Epicattleya, persilangan antara Brassavola dan
7 Cattleya
menghasilkan
Brassocattleya,
antara
Laelia
dengan
Cattleya
menghasilkan Laeliocattleya, dan persilangan antara Brassavola dengan Cattleya dan juga dengan Laelia menghasilkan Brassolaeliocattleya (Gunawan, 2005). Teknik in vitro merupakan teknik perbanyakan yang efektif untuk tanaman anggrek karena perbanyakan anggrek dengan biji sulit dilakukan secara konvensional. Hal ini dikarenakan biji anggrek tidak memiliki endosperm dan ukuran bijinya yang sangat kecil, selain itu juga anggrek memiliki pertumbuhan vegetatif yang tergolong lambat sehingga diperlukan perlakuan khusus untuk memacu pertumbuhannya (Sarwono, 2002). Perkecambahan anggrek dapat dilakukan dengan menumbuhkannya pada medium buatan secara aseptis atau sering disebut juga in vitro. Perbanyakan dengan cara in vitro dapat menghasilkan anggrek dalam jumlah banyak dan waktu yang relatif singkat. Media merupakan salah satu faktor penentu dalam perbanyakan dengan teknik in vitro. Pupuk daun dapat digunakan sebagai media alternatif dan memiliki potensi yang baik karena mengandung unsur makro dan unsur mikro yang diperlukan tanaman, terutama mengandung tiga elemen esensial dasar untuk pertumbuhan dan pembungaan yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K). Unsur nitrogen
berpengaruh
berpengaruh untuk
dalam
meningkatkan
pertumbuhan
merangsang pertumbuhan generatif,
vegetatif, inisiasi akar,
fosfor dan
pendewasaan tanaman, sedangkan kalium berfungsi memperkuat tubuh tanaman dan memperlancar metabolisme. Menurut Lingga dan Marsono (2008), pupuk Growmore merupakan salah satu pupuk daun yang dapat digunakan sebagai media dalam perbanyakan in vitro dengan kisaran konsentrasi 1-2 g L-1 air. Bahan organik yang digunakan dalam kultur jaringan berfungsi sebagai suplemen untuk memperkaya media dasar yang digunakan sehingga memberikan
8 pertumbuhan ekplan yang lebih baik. Ekstrak wortel dan air kelapa dapat digunakan sebagai bahan organik yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh dan vitamin bagi pertumbuhan ekplan dalam perbanyakan secara in vitro.
Penggunaan ekstrak wortel sebagai bahan organik didukung oleh penelitian Puchooa dan Ramburn (2004) pada kultur jaringan wortel yang menunjukkan hasil bahwa ekstrak wortel dapat meningkatkan bobot segar dan bobot kering kalus. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa ekstrak wortel mengandung zat pengatur tumbuh auksin IAA, asam amino, asam lemak, purin, pirimidin, karbohidrat, berbagai macam vitamin diantaranya tiamin, riboflavin, piridoksin, niacin, dan vitamin-vitamin lainnya. IAA merupakan auksin endogen
yang berperan pada berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman diantaranya untuk pembesaran sel dan pertumbuhan akar. Komposisi kimia yang terdapat dalam air kelapa tua dan muda juga berbeda. Hal ini didukung oleh penelitian Widiastoety dkk. (1997), dimana pemberian air kelapa pada tingkat ketuaan kelapa muda dan sedang (umur 210-240 hari) dapat mendorong pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium Sonia Deep Pink. Kelapa pada tingkat ketuaan air kelapa muda dan sedang, zatzat hara ataupun zat tumbuh yang dimiliki masih cukup sebagai sumber energi untuk pertumbuhan jaringan. Menurut hasil penelitian Surachman (2011), menunjukkan penggunaan air kelapa dengan konsentrasi 100 mL L-1 pada tanaman nilam dalam media MS menghasilkan tunas tumbuh 100%, jumlah tunas terbanyak, tunas tertinggi, dan jumlah daun terbanyak. Penelitian lainnya, Parera (1997) menunjukkan tingkat konsentrasi air kelapa 200 mL L-1 merupakan perlakuan terbaik untuk
9 pertumbuhan dan perbanyakan tunas mikro anggrek Dendrobium spp., selain itu penelitian Bey dkk. (2006) menunjukkan perlakuan tunggal air kelapa 250 mL L-1 pada anggrek bulan menghasilkan munculnya plb, daun dan akar paling cepat. Penggunaan bahan organik sebagai media alternatif dalam perbanyakan secara in vitro diharapkan dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tunas anggrek Cattleya ‘Blc. Mount Hood Mary’ asal protocorm khususnya dengan penggunaan ekstrak wortel yang sampai saat ini belum banyak diteliti.
1.6. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini yaitu : 1.
Terdapat pengaruh dari berbagai kombinasi ekstrak wortel dan air kelapa terhadap pertumbuhan tunas anggrek Cattleya ‘Blc. Mount Hood Mary’ asal protocorm.
2.
Terdapat salah satu kombinasi ekstrak wortel dan air kelapa yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tunas anggrek Cattleya ‘Blc. Mount Hood Mary’ asal protocorm.