BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan
1.
Latar Belakang Masalah Bunyi yang berada di alam semesta disadari oleh manusia melalui indera
pendengaran. Bunyi merupakan gelombang rambat melalui media tertentu baik udara, benda padat maupun cair. Bunyi-bunyi tersebut disusun oleh manusia menjadi suatu sistem bunyi yang harmonis yang disebut musik. Setiap bunyi mempunyai ketinggian gelombang bunyi tertentu yang disebut dengan note. Pythagoras mengatakan bahwa semua yang berada di alam semesta merupakan sesuatu yang matematis. “Segala sesuatu adalah bilangan-bilangan”. Pythagoras menemukan pentingnya bilangan di dalam musik, dan hubungan yang dibangun antara musik dan matematika yang terkenal lewat peristilahan, “nilai rata-rata harmoni” dan progresi harmoni (Russel, 2007: 46) Not merupakan bagian dari sesuatu yang matematis. Bunyi yang terkandung di dalam mediumnya yakni benda-benda memungkinkan manusia untuk menciptakan musik dengan instrumen. Dalam sejarah manusia, instrumen musik terus berganti dan berubah-ubah. Berbagai instrumen musik lahir dari satu peradaban ke peradaban lainnya, dari suatu bangsa ke bangsa lainnya, dari waktu ke waktu mengalami
perubahan dan modifikasi. Latar belakang kebudayaan yang berbeda dimiliki suatu bangsa menghasilkan jenis musik berbeda pula. Pada zaman kuno, musik merupakan ritual keagamaan atau pemujaan terhadap Dewa-dewa. Bangsa Mesir menggunakan musik sebagai ritual Dewa-dewa Mesir, terbukti dengan prasasti-prasasti yang ditemukan di bangunan kuno Mesir. Musik yang dimainkan oleh bangsa Mesir hanya menggunakan empat nada. Angka empat bagi bangsa Mesir adalah angka keramat, tetrachorda (empat dawai) merupakan dasar dari seni musik bangsa Mesir; namun hal ini baru dirumuskan oleh Phytagoras. Pada zaman mitis di Yunani, bangsa Yunani menggunakan musik sebagai pemujaan terhadap Dewa-dewa seperti halnya masyarakat kuno lainnya. Dewa Apollo dipercaya sebagai dewa pelindung dan kesenian bagi bangsa Yunani. Bangsa India kuno menganggap juga bahwa musik berasal dari Dewa-dewa. Saraswati, isteri dari Brahma menganugerahkan kepada umat manusia sebuah alat musik yang indah yaitu: vina. Saraswati dianggap sebagai pelindung dari seni-suara (seni-musik) (Prier, 2006: 8,19, 22). Musik dewasa ini mempunyai fungsi dan peranan lain di kehidupan manusia modern. Musik menjadi bagian dari lagu-lagu kebangsaan, kebudayaan daerah, maupun hiburan sehari-hari. Musik terdapat di dalam pertunjukan, acara televisi, radio, olah raga, hingga nada dering alat komunikasi. Penggunaannya dewasa ini mempunyai fungsi yang lebih bervariatif ketimbang fungsi ritual musik seperti di zaman kuno. Musik rock lahir setelah ditemukannya teknologi perekam suara. Pada awal tahun 1970-an musik rock mendominasi industri musik di Amerika, Eropa dan
belahan dunia lainnya. Pengaruh musik rock memasuki ranah kultur dan politik masyarakat di sebagain wilayah baik di Amerika maupun negara-negara lainnya. Di Indonesia musik rock sempat dilarang oleh Soekarno dengan mengatakan di dalam pidato Manipol 17 agustus 1959 yang disebutnya musik “ngak- ngik- ngok” (Tambayong, 2012: 81) Bob Dylan merupakan salah satu musisi yang berpengaruh dalam sejarah musik rock. Karya yang diciptakan oleh Dylan tidak hanya menjadi musik hiburan semata. Dylan dalam karyanya berusaha membicarakan realitas dengan mengekspresikannya melalui musik (Haynes, 2007). Dari musik yang diciptakannya, Dylan dijuluki sebagai “The Voice of his Generation” pasalnya, karya Dylan seperti mewakili generasinya dalam bersuara dan berpendapat. Blowin in the Wind, dan A Hard’s Rain A-Gonna Fall menjadi anthem kala itu. Master of War mengutuk peperangan. The Times They Are A-Changin’ mengungkapkan revolusi generasi atas dogma orang tua (Decurtis, 2009: 46). Lagu yang diciptakan oleh Bob Dylan merupakan ekspresi dari pengalaman maupun pengamatan tentang kehidupan. Dylan ungkapkan kepada Ray Coleman pada mei 1965 “My songs are just me talking to myself. . . . The songs are just pictures of what I’m seeing—glimpses of things (Heylin, 2009: 1) Musik bagi musisi merupakan ruang ekspresi untuk menumpahkan ide estetikanya, maupun media untuk penyampaian ekspresi. Berbeda dengan hewan, manusia menggambarkan perasaan dengan seni. Burung mengeluarkan nada-nada tertentu namun tidak berubah-ubah seperti halnya manusia menciptakan musik. Akal
budi yang dimiliki manusia menjadikannya musik sebagai media-media yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu seiring berjalannya evolusi alam pikir manusia, Variasi musik yang diciptakan manusia selalu beragam seiring dengan pengalaman maupun daya imajinasi yang dimiliki manusia. Susanne K. Langer mengatakan bahwa karya seni adalah bentuk ekspresi yang diciptakan bagi persepsi melalui indera dan pencitraan, dan yang diekspresikan adalah perasaan. Setiap seni menyimbolkan dengan caranya sendiri tentang perasaan. Musik menyimbolkan perasaan manusia, seni lukis menyimbolkan aneka jenis adegan. Seni bagi Langer merupakan pengungkapan perasaan. Seni yang berhasil menurut Langer yaitu seni yang mampu mengungkapan kehidupan batin penciptanya. Keberadaan bahasa mampu mendukung kemajuan ilmiah, berkat bahasa manusia dapat mengatahui berbagai macam fakta. Disamping kemajuan bahasa, diskurisvitas yang terkandung di dalam bahasa tidak mampu mengungkapkan perasaan manusia, hanya sebagian perasaan yang umum dapat dikenali. Dari penjelasan tersebut, Langer menyatakan bahwa seni adalah cara manusia untuk mengungkapakan kehidupan perasaan manusia yang begitu kompleks (Sumardjo, 2000: 66, 310). Tulisan Langer tentang seni tidak terbatas pada permasalahan ekspresi dan kreasi semata. Di dalam Feeling and Form, Langer menegaskan adanya prinsip assimilasi yang terdapat di dalam seni. Assimilasi seni menggabungkan antara satu produk seni kedalam produk seni lainnya (Langer, 1953: 150). Dalam hal ini karya
musik Bob Dylan mampu membaurkan antara seni puisi di dalam lirik-liriknya dengan dengan komposisi musik yang diciptakannya. Musik
rock
menjadi
musik
yang
popular
di
kebudayaan
modern,
keberadaannya sangat akrab di telinga masyarakat modern, sehingga peneliti beranggapan bahwa penelitian terhadap karya musik Bob Dylan sebagai tokoh yang berpengaruh di dalam musik rock layak untuk diteliti. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis karya musik karya Bob Dylan dari segi filosofis dengan kacamata teori simbol seni Susane K. Langer.
2. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak diteliti adalah: a. Bagaimana karakteristik musik Bob Dylan? b. Bagaimana teori simbol Susanne K. Langer? c. Bagaimana karya musik Bob Dylan dari perspektif teori simbol Susanne K. Langer ?
B. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan peneliti terkait penelitian mengenai konsep teori simbol Susanne K. Langer, peneliti menemukan beberapa penelitian yang membahas teori seni Susanne K. Langer maupun karya musik Bob Dylan dari perspektif lain. Tetapi sejauh ini belum ada penelitian yang membahas secara spesifik mengenai karya musik Bob Dylan dari perspektif teori simbol Susanne K. Langer. Beberapa penelitian yang membahas karya musik Bob Dylan maupun teori simbol Susanne K. Langer, antara lain : 1. David Boucher dan Gary Browning. 2005. The Political Art of Bob Dylan. Buku. Palgrave Macmillan Inggris. Buku ini terdiri dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti. Penelitian-penelitian di dalam buku tersebut membahas karya-karya musik bob Dylan dengan pendekatan filsafat politik. 2. Hafid Muhadi. 2014. Skripsi. Social Criticism Of Bob Dylan’s Song Lyrics: A Sociological Study Of Literature. Skripsi. Fakultas Pendidikan Bahasa Inggris. Universitas Muhammadiah Surakarta. Skripsi ini menganalisis lirik lagu Bob Dylan tentang kritik sosial di Amerika pada pertengahan abad 20 melalui pendekatan kajian literatur sosiologis. 3. Kevin J. H. Dettmar. 2009. The Cambridge Companion to Bob Dylan. Buku. Cambridge University Press Amerika. Buku ini terdiri dari beberapa penelitian yang ditulis oleh sejumlah peniliti. Penelitian-
penelitian yang diangkat dalam buku tersebut meliputi penelitian karya musik Bob Dylan dalam hal budaya, politik dan agama. 4. Sumiatun. 1987. Konsepsi Simbol menurut Susanne K. Langer. Skripsi. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas secara keseluruhan tentang teori simbol Susanne K. Langer seperti bahasa dan seni. 5. Pipit Wulandari. 2012. Punk Fashion Sebagai Simbol Komunitas Punk di Yogyakarta ditinjau dari Filsafat Susannne K. Langer. Skripsi. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas mengenai Fashion komunitas Punk di Yogyakarta sebagai alat pengekspresian terhadap segala bentuk penindasan. 6. Soewarno. 2005. Dimensi estetik Kesenian Tradisional Lengger Banyumasan Kajian Teori Susanne K. Langer. Tesis. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Tesis ini membahas tentang tarian dan musik tradisioanal Lengger Banyumasan sebagai media untuk menyatakan keinginan-keinginan dari gerak batin penarinya. 7. Sudaryanto. 2010. Esensi Seni Dalam Pemikiran Susannne K. langer. Penelitian. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini membahas keseluruahn tentang esensi seni dalam pemikiran Susanne K. Langer.
Penelitian ini akan berfokus pada teori simbol Susanne K Langer yang direpresentasikan dalam karya musik Bob Dylan. Mempertimbangkan beberapa penelitian di atas, maka peneliti berkeyakinan, judul penelitian ini asli dan bisa dipertanggungjawabkan.
C. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya wawasan peneliti sehingga bisa mempertajam kemampuan analisis peneliti dalam ranah keilmuan filsafat. Khususnya dalam kajian tentang filsafat seni Susanne K. Langer tentang teori simbol seni. 2. Bagi Perkembangan Ilmu Filsafat Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk melengkapi perbendaharaan kepustakaan bagi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai bahan referensi dan informasi ihwal teori Simbol Susanne K Langer dalam objek karya musik Bob Dylan. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan bisa menjadi refleksi sekaligus tambahan wawasan bagi masyarakat umum, khususnya bagi para penikmat musik. Dengan membaca
penelitian ini, peneliti berharap para penikmat musik bisa lebih memahami karya seni khususnya musik dari kacamata filosofis.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam rumusan masalah, yaitu : 1. Menjelaskan karakteristik musik Bob Dylan. 2. Menjelaskan teori simbol Susane K. Langer. 3. Menganalisis karya musik Bob Dylan dari perspektif teori Simbol Susanne K Langer.
E. Tinjauan Pustaka Dikutip dari situs plato.stanford.edu, bahwa musik adalah suara yang terorganisisir yang mengandung unsur musikalitas yakni pitch dan ritme dan juga terdapat unsur estetika didalamnya (http://plato.stanford.edu/entries/music/) Bob Dylan di dalam lirik lagunya mencerminkan berbagai macam aspek kehidupan, antara lain sosial, kultur, gender, etnis, religi. Dalam aspek sosial Dylan menceritakan di dalam lagunya tentang kesenjangan kelas sosial di Amerika pada pertengahan abad ke-20. Sementara di dalam aspek kultur, Dylan menunjukan seni
popular, gaya hidup, dan fakta-fakta tentang perilaku. Dari aspek ekonomi, lirik-lirik lagu Bob Dylan mengisahkan kondisi ekonomi Amerika yang memburuk akibat dari situasi politik, seperti perang Vietnam yang memakan banyak nyawa dan kerugian. Dari aspek etnis dan gender, Dylan mengutuk segala bentuk diskriminasi baik rasial maupun gender (Muhadi, 2014) Bob Dylan dikenal sebagai musisi pop-poet di tahun 60-an. Musik bagi Bob Dylan adalah medium untuk mempertanyakan jati diri, sosial dan norma- norma politik. Di dalam lagu World gone wrong, Bob Dylan mencoba untuk mengkrtik alienasi manusia yang tersingkir dari hakikat manusia itu sendiri. Individu menjadi terpisah dari hakikatnya, seperti yang diungkapkan oleh J.J Rousseau bahwa pada awalnya manusia adalah baik dan terlahir bebas, tetapi hal itu berubah ketika ada peradaban. Manusia awalnya terlahir bebas tetapi kemudian terbelenggu oleh rantai peradaban, kota- kota, indusrti dan Negara (Boucher, 2005 : 12-13) I tried to be lovin', and treat you kind But it seem like you never right, you got no loyal mind I can't be good no more, once, like I did before I can't be good baby Honey, cause the world's gone wrong. (Dylan, 1993) Album World Gone Wrong tahun 1960 mengekspresikan konsepsi tertentu mengenai politik. Tema besar yang dicoba diangkat dalam album tersebut yaitu alienasi manusia modern. Alienasi manusia modern telah menjadi isu lama di pemikiran barat. Pemikir hebat yang menyinggung permasalahan alienasi antara lain; Rousseau. Dalam pengertian lama alienasi yaitu keterasingan manusia dari dunianya
serta keterasingan manusia dari hakikat alamiahnya yang bersifat baik. Dalam pemikiran Rousseau, bahwa hakikat asli manusia yaitu baik dan terlahir bebas, tetapi sifat asli tersebut terhapuskan oleh peradaban. Peradaban manusia memisahkan manusia itu sendiri dari alamnya dan memenjarakan diri mereka ke dalam penjara yang dibentuk oleh manusia itu sendiri dengan cara-cara hidup yang salah dan diperbudak oleh “useless and pointless desires”. Istilah tersebut diadopsi oleh Dylan ke dalam kalimat “and useless and pointless knowledge” di dalam lagu Tombstone Blues. Kejahatan menurut Rousseau berasal dari adanya sebuah institusi dan masyarakat yang terorganisasi. Rousseau tegaskan di dalam The Social Contract, bahwa manusia dilahirkan bebas tetapi rantai-rantai yang membelenggu terdapat dimana-mana. Rantai-rantai yang membelenggu tersebut yaitu institusi, peradaban, kota, industri , Negara dan hal-hal lainnya yang terlahir dari kemodernan (Gamble, 2004: 13) Filsuf lain yang menyinggung permasalahan alienasi yaitu Marx dan Hegel. Alienasi manusia terjadi akibat dari proses pelegalan properti. Manusia mulai mentransfer kepemilikan properti kepada manusia lainnya. di samping properti, alienasi juga terbentuk dari pasar ekonomi yang mulai menjual jasa dan tenaga kerja manusia. manusia mulai menukar segala sesuatu ke dalam komoditi. Hal tersebut menjadi awal mula terlahirnya kapitalisme modern, dari kapitalisme modern tersebut manusia terasing dari hakikat aslinya. Lagu Bob Dylan World Gone Wrong menggambarkan tentang alienasi tersebut, dengan menggambarkan dunia modern
sebagai salah satu kekuatan yang tidak adil dan mengabaikan potensi manusia yang hakiki. Untuk bertahan dalam dunia salah dengan alienasi tersebut, Dylan menggambarkan bahwa manusia modern harus hidup dalam hakikat asli manusia itu sendiri, yaitu baik dan hidup dengan kejujuran. Kejujuran dikonotasikan oleh Dylan sebagai “nakedness” (ketelanjangan), sebagaimana termuat di dalam lagu The Ballad of A Thin Man, Dream, It’s Alright Ma dan The Times They Are A Changin (Gamble, 2004: 14) Dalam pandangan Adorno musik populer merupakan “somatic stimulant”. Produksi musik popular hanya sebagai perangsang somatik yang tak mampu memberikan tantangan status quo. Musik popular tidak memberikan pembaharuan di dalam produksinya. Adorno menyatakan bahwa musik popular hanya diproduksi untuk memenuhi permintaan massa ketimbang tujuan musik itu sendiri. Pada periode akustik-folk Bob Dylan, Dylan menggunakan musik sebagai media protes baik sosial, politik, maupun pandangan. Kreasi musik yang dilakukan Bob Dylan pada awal karirnya nampak senada dengan pandangan Adorno, bahwa musik sebagai bentuk ekspresi dan bukan degan tujuan untuk memenuhi tuntutan massa (Wilde, 2004: 80) Pada periode elektrik Dylan, semangat protes tidak pudar bersama pudarnya nuansa akustik yang diciptakan di album-album sebelumnya. Unsur politik yang diangkat setelah periode elektrik jauh lebih dalam dan kuat. Di samping isi yang diungkapkan melalui lirik, Dylan pun mewarisi revolusi musik rock pada era tersebut dengan menciptakan struktur musik popular yang berbeda, tema dan juga lirik-lirik
puitis yang panjang di dalam lagunya. Sejalan dengan pandangan Adorno terkait seni, Adorno mencontohkan seni yang sesungguhnya seperti seni yang dilakukan oleh para gerakan ekspresionis Jerman di abad ke-19. Para ekspresionis Jerman di abad 19 mampu melakukan perubahan dalam seni dengan menciptakan karya-karya seni yang belum ada sebelumnya (Wilde, 2004: 79) Terdapat persamaan perspektif politik antara Bob Dylan dengan pemikiran Lyotard. Di dalam karya-karya Dylan terdapat tema-tema yang mempertanyakan ulang politik serta mengkritisi kebiasaan-kebiasaan praktik sosial. The Postmodern Condition karya Lyotard merespon konteks kultur di akhir tahun 70-an yang mencoba menyingkirkan nilai-nilai politik serta ide-ide lama yang mencoba untuk menciptakan ulang dunia sebagai sesuatu yang ideal. Bagi Lyotard, narasi-narasi besar seperti kapitalisme, komunisme dan rasionalisme merupakan peninggalan dari modernitas, di dalam narasi-narasi besar tersebut terdapat teori-teori yang gagal untuk memahami komplekstias dan perbedaan-perbedaan perspektif. Slogan-slogan pemersatu dan mitos-mitos persetujuan sosial menurut Lyotard dapat menghambat proses kreatifitas yang dimiliki manusia. Lyotard mengutuk retorika-retorika pemersatuan perspektif di dalam karyanya The Differend. Dalam buku tersebut, Lyotard menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan perspektif dapat dimaklumi dan diterima dengan sah. Di akhir tulisan buku tersebut, Lyotard melontarkan kecaman dengan pertanyaan “Are you prejudging” the “Is it Happening”? Pertanyaan retorik tersebut menjadi ciri dari filsafatnya Lyotard untuk menentang kegagalan modernisme. Pertanyaan tersebut
memberikan arti bahwa sebuah perspektif yang ada dinyatakan salah karena dinilai oleh berbagai narasi-narasi besar modernisme. Pertanyaan Lyotard tersebut pun muncul di dalam lagu Bob Dylan “Ballad of A Thin Man” dengan kalimat “because something is happening here but you don’t know what it is, do you Mr Jones?”. Lagu tersebut merupakan sikap Dylan untuk menentang terhadap penghapusan nilai-nilai kehidupan dari budaya-budaya setempat. Nilai-nilai budaya tersebut merupakan bagian dari perspektif seperti yang dinyatakan Lyotard. Mr Jones dalam lagu tersebut diasosiasikan Dylan sebagai seseorang modernisme yang tak mampu memahami perspektif-perspektif yang ada. Dalam lagu tersebut, Dylan menyarankan kepada Mr. Jones untuk melihat berbagai macam perspektif yang sebenarnya ada (Browning, 2004: 106) Manusia dianugerahi akal untuk dapat mendengar, menganalisis dan merasakan adanya suara di alam semesta menjadikan manusia meciptakan karya- karya musik yang sangat beragam dan lahir terus-menerus. Burung menghasilkan nada dengan siulan namun nada yang dihasilkan tidak menjadikan suatu karya musik. Burung hanya mengeluarkan nada- nada dan tidak mengalami perubahan dari abad ke abad. Musik tidak hanya mengandung unsur estetis di dalamnya tetapi juga terdapat unsur emosional bagi pencipta maupun bagi sebagian pendengarnya. Sebuah karya musik dapat menyihir sebagian orang ke dalam kondisi trance (lupa diri) atau secara ilmu kejiwaan disebut dengan istilah “animal magnetism” dan “mesmarisme”. Jalaluddin Rumi (1207-73) seorang Sufi mengatakan bahwa seseorang dapat mendapatkan
pengetahuan dari musik atau disebutnya dengan Al- qiyasul-mujiz (silogisme yang dipersingkat) dan mengantarkan manusia kedunia yang makin fana (Tambayong, 2012: 105-107) Davies menyatakan bahwa manusia mendemonstrasikan kemampuan dan bakat inteligensi, daya cipta, dan kemampuan berfikirnya dengan seni. Kreasi terhadap seni merupakan adaptasi langsung sebagai suksesnya reproduksi. Kecenderungan tersebut adalah target evolusi langsung dengan berkarya seni untuk merepresentasikan seni di lingkungannya. Begitu juga menurut Davies bahwa seni bukan hasil kebudayaan universal sebagai manifestasi dari dorongan biologis kehidupan manusia dari dahulu kala. Karya seni yang dikenal pada saat ini merupakan karya yang didasari oleh kontemplasi yang lebih khusus, karenanya seni menurut Davies berbeda dengan craft (kerajianan). Sebuah kerajinan berhubungan dengan kebiasaan, model dan resepresep, sedangkan sebuah karya seni dituntut oleh kreativitas dan orisinalitas (Sudaryanto, 2010: 7)
F. Landasan Teori Karya seni memiliki wujud dan bentuk yang terkandung di dalamnya yang dapat ditangkap oleh indera manusia. Seni harus bisa ditangkap oleh manusia baik secara visual, auditif maupun visual-auditif. Objek seni dapat dinilai melalui bentuknya. Suatu karya seni adalah hasil dari kreasi seniman yang memiliki pesan
untuk disampaikan maupun tujuan yang dimaksud oleh senimannya (Sudaryanto, 2010: 12) Seni pada hakekatnya merupakan suatu abstraksi yang menyimbolkan perasaan manusia. Sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Susanne K. Langer, menurutnya suatu seni menyimbolkan dengan cara tertentu tentang perasaan manusia. Simbol menurut Langer adalah alat untuk mengabstraksikan sesuatu. Seni bagi Langer adalah kegiatan mengimitasi perasaan pelakunya (Sumardjo, 2000: 310) Berbicara mengenai simbol, Susanne K. Langer terpengaruh besar oleh pemikiran Ernest Cassirer. Sependapat dengan Cassirer bahwa simbolisme merupakan aktivitas manusia di dalam setiap ranah kehidupan manusia. Manusia tidak cukup hanya dianggap sebagai animal rationale. Bahasa seni, mite dan Agama merupakan bagian dari proses penyimbolan manusia di dalam aktivitas hidupnya. Maka definisi manusia sebagai animal simbolicum lebih cocok karena simbol merupakan seluruh kegiatan mental manusia (Sudaryanto, 2010: 16) Berbeda dengan pemikiran neopostivisme, Susanne K. Langger mengusung gagasan yang berbeda terkait simbol yang dituliskannya di dalam Philosophy in a New Key. Simbol bagi neopositivisme bersifat diskursif dan hanya terdapat pada logika dan bahasa. Jika logika dan bahasa memerlukan kaidah-kaidah tertentu di dalam penggunaannya, maka terdapat pula simbol lain yang tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu di dalam penggunannya yakni sebagaimana Langer sebut
sebagai simbol presentasional yang terdapat di dalam musik, puisi dan bentuk seni lainnya (Sudiardja, 1982: 70) Simbol seni yang diungkapkan oleh Langer, bahwa di dalam berbagai bentuk seni yang beragam itu, terdapat beberapa prinsip yang sama dimana bentuk-bentuk seni yang berlainan itu berangkat. Prinsip-prinsip tersebut yaitu, kreasi, ekspresi dan bentuk hidup. Ketiga prinsip tersebut berkaitan satu sama lainnya tak terpisahkan di dalam sebuah karya seni yang baik. Ekspresi di dalam suatu karya seni yang baik bukanlah merupakan sesuatu yang abstrak, melainkan sebuah perwujudan perasaan insaniah yang terungkap didalamnya. Kreasi di dalam semua jenis seni adalah penciptaan sebuah ilusi primer dari ilusi primer tersebut sebuah karya seni dapat ditangkap oleh indera manusia. Ilusi primer di dalam seni musik adalah virtual time, sebagaimana virtual space di dalam seni plastis, dan virtual power di dalam seni tari. Bentuk hidup di dalam sebuha karya seni merupakan sifat dari sebuah karya seni yang baik. Di dalam sebuah karya seni yang baik, produknya terindera sebagai sesuatu yang nampak hidup (Langer, 2006:16, 19, 40, 49). Bentuk ekspresif tidak mengungkapkan sesuatu sebagaimana literal symbol proposition ungkapkan. Ide artistik selalu mengungkapkan konsep yang lebih dalam (Langer, 1978: 206) Dalam Feeling and Form, Langer menegaskan bahwa fungsi simbol seni dengan simbol diskursif mempunyai kesamaan dalam hal pengartikulasiaanya. Simbol diskursif bahasa mengartikulasikan dari berbagai macam fakta ke dalam sebuah bahasa. Makna yang terkandung di dalam simbol merupakan artikulasi antara
simbol dengan yang disimbolkan. Fungsi simbol menurut Langer yakni sebagai logical expression. Simbol mengungkapkan sebuah relasi antara objek yang disimbolkan dan berfungsi mengkonotasi atau denotasikan berbagai elemen yang rumit. Sama halnya seperti bahasa, musik merupakan bentuk yang mempunyai artikulasi. Komposisi musik bukan diciptakan melalui pencampuran seperti halnya campuran cat untuk menghasilkan warna baru, melainkan sebuah artikulasi dari nadanada yang terstruktur dan dapat dipersepsi oleh inderawi (Langer, 1952: 31) Secara psikologis musik merupakan penyimbolan dari objek- objek yang disukai. Dari sudut psikoanalisis sebagaimana Langer kutip di dalam Philosophy in a New Key, bahwa kegiatan seni merupakan ekspresi dari dinamisme primitif, harapan yang tidak disadari dan mengunakan objek- objek untuk merepresentasikan kumpulan fantasi yang dimiliki seorang seniman (Langer, 1978: 206) Segala bentuk seni selalu dilatarbelakangi oleh ilusi primer. Ilusi primer di dalam musik yaitu virtual time. Virtual time menurut Langer berbeda dengan waktu yang terlewati atau waktu yang ditunjukan oleh jam. Virtualitas waktu di dalam musik tersaji manakala impresi musikalnya tersampaikan. Keseungguhan waktu di dalam seni musik terhayati melalui indera pendengaran, sebagaimana kesungguhan ruang di dalam seni lukis terindera oleh penglihatan (Langer, 2010: 42)
G. Metode Penelitian 1. Bahan dan materi penelitian Merujuk pada buku Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat 2005 oleh Kaelan, penelitian ini cocok menggunakan metode hermeneutika. Metode tersebut sangat relevan untuk menafsirkan berbagai gejala, peristiwa, simbol, nilai yang terkandung di dalam bahasa maupun suatu bentuk kebudayaan yang muncul sebagai fenomena kehidupan manusia seperti sebuah karya filsafat, simbol verbal yang berwujud bahasa, simbol nonverbal, karya seni, nyanyian, ritual, pandangan hidup dan bentuk-bentuk kebudayaan manusia lainnya. Objek material dari penelitian ini adalah karya musik Bob Dylan. Sedangkan objek formal penelitian ini yaitu teori simbol Susanne K. Langer. Bahan dan Materi penelitian ini sebagian besar bersumber dari karya musik Bob Dylan yang berupa format mp3, buku, majalah, laporan penelitian, dan website. a. Pustaka primer : 1)
Buku Philosophy in A new Key karya Susanne K. Langer tahun 1978. Penerbit Harvard University Press, USA.
2)
Buku Feeling and Form karya Susanne K Langer tahun 1953, Penerbit Mcmillan Charles scribners sons, New York.
3)
Buku Problematika Seni karya Susanne K. Langer tahun 2006, penerbit STSI, Bandung
4)
Penelitian Esensi Seni Dalam Pemikiran Susanne K. Langer oleh Sudaryanto tahun 2010, Filsafat UGM, Yogyakarta.
5)
Buku Revolution in the Air: The Songs of Bob Dylan 19571973, karya Clinton Haylon, tahun 2009, penerbit Chicago Review Press.
6)
Dikografi musik Bob Dylan
b. Pustaka sekunder : Berupa buku, artikel atau jurnal yang membahas tentang hal yang berkaitan dengan objek material maupun objek formal. Adapun buku- buku menjadi pustaka sekunder antara lain; 1)
Buku Filsafat Seni karya Jacob Sumardjo 2000, penerbit ITB, Bandung.
2)
Buku The Political Art of Bob Dylan karya David boucher tahun 2004, penerbit Palgrave Macmillan.
2. Langkah penelitian a. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian yang berkaitan dengan objek formal maupun material b. Pengolahan data, yaitu mengolah semua data yang telah ada, yaitu klasifikasi dan deskripsi yang diperlukan dalam penelitian
c. Penyusunan penelitian, yaitu melakukan penyususnan data yang meliputi analisis data yang akan dituangkan dalam penelitian dalam bentuk laporan yang sistematis. 3. Analisis data Data Primer dan sekunder dikumpulkan, kemudian diklasifikasi dan dianalisis berdasarkan unsur- unsur metodis sebagai berikut : a.
Deskripsi Peneliti memaparkan data dari berbagai sumber, baik objek material
maupun objek formal. Peneliti menjelaskan musik sebagai karya seni manusia yang mempunyai konsep ekspresi, kreasi dan bentuk. b.
Interpretasi Peneliti mencoba menggali konsep tentang ekspresi manusia di dalam
karya musik Bob Dylan. Berusaha menggambarkan tafsiran atas pesan yang disampaikan di dalam musik Bob Dylan sebagai bentuk ekspresi manusia yang dituangkan ke dalam karya seni musik. c.
Kesinambungan historis Menjelaskan karya musik Bob Dylan sebagai karya yang berpengaruh
dalam sejarah musik modern.
d.
Holistika Memahami secara menyeluruh tentang konsep seni musik di dalam
karya musik Bob Dylan. Peneliti juga mencoba membahas karya musik sebagai produk baik sosial, politik, maupun latar belakang pemikiran yang mempengaruhi karya musik Bob Dylan. e.
Heuristika Dalam pengerjaan penelitian ini, peneliti dapat menyetujui maupun
membantah pemikiran lain dengan memberikan argumen yang memadai. Hal tersebut dilakukan agar dapat menemukan sebuah pemahaman baru.
H. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan penjelasan tentang karakteristik musik Bob Dylan. 2. Memberikan penjelasan tentang teori simbol Susanne K. Langer 3. Memberikan pemahaman tentang karya musik Bob Dylan dari perspektif teori simbol Susanne K. Langer
I. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disusun ke dalam lima bagian dengan rincian sebagai berikut: Bab pertama memuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah penelitian ini,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan terhadap pustaka sebelumnya, landasan teori, dan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian. Bab kedua berisi tentang riwayat hidup dan latar belakang kehidupan Bob Dylan, analisis karya musik Bob Dylan, serta kumpulan karya-karya Bob Dylan. Bab ketiga berisi riwayat hidup Susanne K. Langer, pemikiran dan konsep simbol Susanne K. Langer, serta menjelaskan pandangan Susanne K. Langer mengenai musik. Bab keempat berisi analisis tentang karya musik Bob Dylan dari perspektif teori simbol Susanne K. Langer dan simbol di dalam karya musik Bob Dylan. Bab Kelima berisi kesimpulan dari uraian bab-bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya.