BAB I PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Penduduk Indonesia diprediksi akan meningkat antara tahun 2000 dan 2025 dari sekitar 206 juta menjadi sekitar 274 juta. Rata-rata penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan di pulau Jawa mencapai 60% pada tahun 2020 sementara di tahun 2025 rata-rata penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan di seluruh Indonesia mencapai 59,5%. Sehingga perubahan kualitas hidup di perkotaan selain memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga memberikan dampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah meningkatnya pencemaran udara secara signifikan, terutama di perkotaan yang menjadi lokasi pembangunan kawasan perdagangan dan industri. Meningkatnya kegiatan pemindahan barang dan orang dari kawasan industri menyebabkan kemacetan lalu lintas dan meningkatkan konsumsi energi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pencemaran udara (Aminah, 2006).
Selain itu, perkembangan dan kemajuan dibidang transportasi tampak dengan semakin tingginya jumlah dan jenis kendaraan yang melintasi ruas jalan perkotaan. Kepadatan arus lalu lintas disebabkan oleh tingginya volume kendaraan yang tidak sesuai dengan ketersediaan ruas jalan yang ada. Dampak negatif yang didapatkan adalah tingginya tingkat polusi udara lingkungan kota, sebagai hasil emisi gas pembuangan kendaraan bermotor. Dilihat dari sumbernya, pencemaran udara terbesar memang berasal dari asap buangan kendaraan bermotor. Adapun unsur yang terdapat dari hasil emisi gas buangan yang berbahaya diantaranya adalah unsur Pb. Unsur Pb ini sendiri sebenarnya sudah ada di dalam bahan bakar bensin. Oleh karena mesin kendaraan tidak sempurna dalam proses pembuangannya, maka unsur Pb menjadi unsur yang terlepas bebas di udara (Riyadina et al., 2002).
Pertumbuhan ekonomi juga mendorong perubahan gaya hidup penduduk perkotaan sebagai dampak dari meningkatnya pendapatan. Era 80-an sektor domestik masih merupakan konsumen energi paling tinggi, tetapi seiring dengan berjalannya
1
2
waktu terlihat peningkatan kebutuhan energi untuk sector industry dan sector transportasi merupakan konsumen energi terbesar, dimana kebutuhan premium saja mencapai 28% dari total konsumsi atau sekitar 48% untuk total kebutuhan sektor transportasi (Dartanto, 2005). Tingkat kepadatan lalu lintas di kota-kota metropolitan dan besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan sampai saat ini menjadi masalah khususnya upaya pengendalian pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi di kota-kota besar ini tidak saja menimbulkan masalah polusi udara tetapi juga menimbulkan masalah lain seperti kemacetan lalu lintas , kecelakaan lalu lintas, dan kebisingan. Sekitar 70% kontribusi pencemaran udara berasal dari sektor transportasi. Saat ini jumlah dan penggunaan kendaraan bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah kendaraan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005. (Asri et al., 2005). Kendaraan bermotor sebagai produk teknologi dalam operasinya memerlukan bahan bakar minyak. Timah timah hitam atau timbal, yang juga dikenal dengan nama Plumbum (Pb) merupakan salah satu polutan utama yang dihasilkan oleh aktivitas pembakaran bahan bakar minyak kendaraan bermotor. Timah hitam ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan dan sebagai bahan aditif anti-ketuk, dalam bentuk Tetra Ethyl Lead (TEL) atau Tetra Methyl Lead (TML). Timbal yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak ini merupakan sumber utama pencemaran timbal di udara perkotaan. Selain itu sumber timbal yang lain yaitu dari buangan industri, pembakaran batubara yang mengandung timbal. Sumber alamiah timbal berasal dari penguapan lava, batu-batuan, tanah dan tumbuhan, namun kadar timbal dari sumber alamiah ini sangat rendah dibandingkan dengan timbal yang berasal dari pembuangan gas kendaraan bermotor. Dari sekian banyak sumber pencemaran udara yang ada, kendaraan bermotor (transportasi) merupakan sumber pencemaran udara terbesar (60%), sektor industri 20% dan lain-lain 20%. Timbal dalam jaringan tubuh mula-mula dianggap sebagai kontaminasi lingkungan. Belakangan terbukti bahwa
3
timbal pada tikus meningkatkan pertumbuhan dan termasuk dalam golongan zat gizi mineral mikro (Almatsier, 2002).
Data dari Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) tahun 2006 tentang survey kandungan timbal pada bensin di kota Semarang dan Surabaya dimana sebagian besar sampel bensin telah bebas timbal, tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk kota – kota besar lainnya seperti Bandung dan Yogyakarta serta kota – kota besar lainnya di luar Jawa seperti Manado, Medan dan Makasar dimana kandungan timbal dalam bensinnya rata – rata 0,273 g/L, 0,529 g/L dan 0,214 g/L atau jauh diatas ketentuan bensin tanpa timbal yang berlaku yaitu sebesar 0,013 g/L. Pajanan Pb dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungan umum, dan lingkungan kerja yang tercemar Pb. Pajanan non okupasional biasanya melalui tertelannya makanan dan minuman yang tercemar Pb. Pajanan okupasional melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan terutama oleh Pb karbonat dan Pb sulfat. Masukan Pb 100 hingga 350 g/hari dan 20µg diabsorbsi melalui inhalasi uap Pb dan partikel dari udara lingkungan kota yang polutif (De Roos, 2003). Timbal biasa digunakan sebagai bahan campuran bahan bakar bensin. Fungsinya meningkatkan daya pelumasan dan efesiensi pembakaran, sehingga kinerja kendaraan bermotor meningkat. Bahan kimia ini bersama bensin dibakar dalam bensin, sisanya keluar bersama emisi gas buang hasil pembakaran. Timbal yang terbuang lewat knalpot merupakan satu diantara pencemar udara terutama di kota – kota besar. Knalpot ini setiap tahunnya membuang 600 ton polutan timbal. Kelompok masyarakat yang paling rentan tentu saja para pekerja yang mempunyai risiko tinggi terpajan timbal, seperti sopir, pedagang asongan, pengamen, polisi lalu lintas, petugas tol, dan petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) (KPBB, 2008). Dampak timbal (Pb) merusak berbagai organ tubuh manusia, terutama sistem syaraf, sistem pembentukan darah, ginjal, sistem jantung, dan sistem reproduksi. Timbal juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan anemia. Dampak negatif dari bahaya timah hitam adalah bahwa pencemaran timah hitam
4
dalam udara menurut penelitian merupakan penyebab potensial terhadap peningkatan akumulasi kandungan timah hitam dalam darah. Akumulasi timah hitam dalam darah yang relatif tinggi akan menyebabkan sindroma saluran pencernaan, kesadaran, anemia, kerusakan ginjal, hipertensi, neuromuskular, dan konsekuensi pathophysiologis serta kerusakan syaraf pusat dan perubahan tingkah laku (Amaral et al., 2010). Beberapa penelitian menjelaskan beberapa faktor akan menyebabkan kandungan timbal dalam darah. Faktor tersebut dapat berasal dari lingkungan yang terkontaminasi, inhalasi ataupun digesti. Kandungan timbal dalam darah pada umumnya adalah indikator bahwa telah terjadi pemaparan timbal yang cukup lama (Pala et al., 2002). Kementerian ESDM baru mengeluarkan aturan bensin tanpa timbal pada 2006 melalui Keputusan Dirjen Migas Nomor 3674/K/24/DJM/2006 tentang standar dan mutu BBM jenis bensin yang dipasarkan dalam negeri. Peraturan tersebut telah berlaku sejak tahun 2006 dimana penghapusan bensin bertimbal diberlakukan. Pemberlakuan peraturan tersebut tidak menjadi ukuran bahwa udara di Indonesia bebas dari timbal. Penelitian yang dilakukan oleh Pala et al. (2002) di Bursa menunjukkan bahwa polisi lalu lintas akan mempunyai kandungan timbal di dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan polisi yang tidak bekerja di unit lalu lintas. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Mormontoy et al. (2006) di Lima dan Callao menyimpulkan bahwa polisi lalu lintas akan beresiko 4,8 kali untuk mempunyai kandungan timbal yang lebih tinggi dibandingkan polisi non-lalu lintas. Salah satu kota besar di Indonesia yang tingkat pertumbuhan kendaraannya cukup tinggi adalah Provinsi DIY. Ini disebabkan banyaknya mahasiswa dari luar DIY yang membawa atau membeli motor atau mobil untuk kuliah di Yogyakarta. Data kendaraan bermotor dari Direktorat Lalu Lintas, Kepolisian Negara Republik Indonesia DIY, menunjukkan bahwa jumlah total kendaraan bermotor berplat AB di Provinsi DIY adalah 1.777.316. Rincian jenis kendaraannya adalah sepeda motor sebagai jenis kendaraan terbanyak dengan jumlah 1.560.915 unit, mobil penumpang berjumlah 155.673 unit, mobil barang berjumlah 49.161 unit, bus
5
berjumlah 11.065 unit, dan kendaraan khusus 502 unit dan Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki jumlah pemakai kendaraan bermotor terbanyak dengan 35,65% atau 633.441 unit kendaraan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari Sleman dan sisanya berasal dari kota dan kabupaten lainnya (Satlantas, 2013). Data survei Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal menemukan bahwa kota – kota besar seperti Yogyakarta, Surabaya serta beberapa kota besar di Sumatera masih memiliki kandungan timbal yang tinggi pada bensinnya (KPBB, 2008). Hasil penelitian oleh Kawatu (2008) mengenai kandungan timbal di dalam darah pada pekerja SPBU di Kota Manado menunjukkan kandungan timbal terendah sebesar 11,04 µg/dl dan tertinggi 35,29 µg/dl atau dapat disimpulkan bahwa 100% responden memiliki kadar timbal diatas baku mutu yang digunakan di Indonesia yaitu 10 µg/dl. Adapun, penelitian di Yogyakarta yang dilakukan oleh (Zukhri, 2007) terhadap anak – anak jalanan di Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa 100% responden memiliki kadar timbal diatas baku mutu yang ditentukan. Selain itu, hasil pemantauan timbal pada pedagang di terminal Jombor Sleman Yogyakarta yang merupakan kelompok yang sering terpapar emisi kendaraan menunjukkan bahwa keseluruhan sampel memiliki kandungan timbal dalam darah diatas baku mutu kandungan timbal dalam darah di Indonesia (KLH, 2010).
Pekerjaan Polisi lalu lintas yang dituntut untuk berada di lokasi dimana ada paparan Pb. Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan timbal dalam darah polisi lalu lintas sekaligus sebagai bahan rujukan evaluasi penerapan peraturan penghapusn bensin bertimbal di Indonesia.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah kandungan Timbal (Pb) dalam darah pada polisi lalu lintas Kabupaten Sleman Yogyakarta.
6
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mencegah dampak buruk kandungan timbal di dalam darah pada polisi lalu lintas Polres Sleman Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Memperoleh data faktor resiko kandungan timbal dalam darah pada polisi lalu lintas Polres Sleman Yogyakarta. b. Mengukur kandungan timbal di udara di pos – pos polisi lalu lintas Polres Sleman Yogayakarta. c. Mengukur kandungan timbal dalam darah pada polisi lalu lintas Polres Sleman Yogyakarta. d. Menganalisis hubungan faktor - faktor resiko kandungan timbal dalam pada polisi lalu lintas Polres Sleman Yogyakarta. e. Menganalisis faktor resiko yang paling dominan dalam mempengaruhi kandungan timbal dalam darah pada polisi lalu lintas Polres Sleman Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi pendidikan Dapat dijadikan bahan referensi dan menambah kepustakaan dalam penelitian di bidang kesehatan khususnya mengenai determinan kandungan kadar timbal dalam darah pada Polisi Lalu Lintas. 2. Bagi pemegang kebijakan Sebagai masukan yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan terkait dengan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. 3. Bagi peneliti Penelitian ini merupakan salah satu sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan di bidang penelitian yang telah didapat selama menimbah ilmu, memberikan pengalaman secara langsung dalam penelitian dan meningkatkan
7
pemahaman peneliti mengenai determinan kandungan timbal dalam darah pada Polisi Lalu Lintas. 4. Bagi subjek penelitian Dapat menambah pemahaman mengenai kandungan timbal dalam darah dan melakukan pencegahan untuk efek yang lebih buruk karena paparan timbal sehari – hari. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah diteliti yang berkaitan dengan kandungan timbal dalam darah dirangkum dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Penelitian Terkait Kandungan Timbal Dalam Darah No 1
2
Judul Pengaruh konsentrasi Pb di udara Ambien terhadap kadar Pb darah dengan kejadian Anemia pada polisi lalu lintas di kota Sleman (Kesuma, 2004). A case-control study on the relationship of hearing function and blood concentrations of lead, manganese, arsenic, and selenium(Chuang et
Persamaan 1. Variabel independen 2. Disain studi
Perbedaan 1. Analisis data 2. Varaibel dependen
Hasil Ada hubungan (masa kerja & APD) terhadap Pb dalam darah
1. Variabel independen 2. Analisis data
1. Disain studi 2. Variabel dependen
Only lead that is significant relation
1. Disain studi 2. Variabel dependen
1. Analisis data Ada perbedaan 2. Variabel independen
1. Disain studi 2. Beberapa variabel independen 3. Analisis data
1. Variabel dependen
al., 2007). 3
4
5
Timah Hitam (Pb) di Udara dan dalam Darah Subjek yang terpapar di Denpasar Bali) (Adiputra and HIS, 2005). Kadar Timbal (Pb) dalam Darah dan Hubungannya dengan Kadar Hb Darah Akibat Emisi Kendaraan Bermotor pada Petugas DLLAJ di Kota Surakarta (Mardani et al., 2005). Kadar timbal dalam darah polisi Lalu lintas dan hubungannya dengan Kadar hemoglobin (Suciani, 2007).
1. Disain studi 2. Variabel independen
1.variabel dependen 2. analisi data
Ada hubungan antara Pb darah dan Hb tetapi korelasinya kecil
Tidak ada hubungan lama kerja & kebiasaan merokok dg Pb darah dan tidak ada hubungan
8
6
7
8
9
10
Faktor risiko yang berhubungan dengan kadar timah hitam Dalam darah (Nurbaya and Wijayanti, 2010). Blood lead levels among police officers in Lima and Callao, 2004 (Mormontoy et al., 2006).
1. Disain studi 2. Variabel dependen 3. Variabel independen 1. Disain studi 2. Analisis data 3. Beberapa variabel independen
Blood lead levels of traffic policemen in Bursa, Turkey 2002 (Pala et al., 2002). Hubungan Antara Kadar Pb Dalam Darah Dengan Kejadian Hipertensi Pada Operator SPBU Di Kota Yogyakarta (Rosyidah and Djannah, 2013). Hubungan Kadar Timbal di Udara dengan dalam Darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota Medan (Girsang, 2008).
1. Disain studi 2. Analisis data 3. Variabel independen 1. Disain studi 2. Variabel independen
1. Variabel depende 2. Disain studi
antara kadar hemoglobin dan Pb darah 1. Analisis data Ada hubungan antara, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok. 1. Variabel Traffic officer had dependen higher risk BLL (OR 4,8) There is difference among traffic officer and indoor officer 1. Variabel No difference for dependen all variables
1. Analisis data 2. Variabel dependen
RP 2.6 Pb dalam darah dg kejadian hipertensi
1. Analisis data 2. Beberapa variabel independen
Tidak ada hubungan antara masa kerja, kadar timbal di udara dan umur terhadap kadar timbal di darah.