BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama diNegara berkembang. Salah satu penyakit menular tersebut adalah demam tifoid. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid (thypoid fever atau tifus abdominalis) banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan yang kuranghygiene serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidupsehat (Saraswati, 2012).
Penyakit demam tifiod merupakan penyakit yang ditularkan melalui makan dan minuman yang tercemar oleh bakteri salmonella typhi (food and waterborne disease). Massa inkubasi dalam tubuh manusia berlangsung selama 7-12 hari. Seseorang yang menderita penyakit tifoid menandakan bahwa ia sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella typhi sebagai suatu spesies,yang termasuk dalam kingdom bacteria, phylum proteobakteria, classis gamma proteobakteria, ordo enterobakteriales danfamilia enterobaktriakceae, genussalmonella (Zulkoni, 2010).
Data World Health Organization(WHO) tahun 2010 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Kasus ini dilaporkan sebagai endemis di negara berkembang dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insiden yang sebenarnya adalah 15 sampai 25 kali lebih dari yang terlihat seperti fenomena gunung es (Handini, 2009).
1
2
Berdasarkan data profil Kesehatan Indonesia, demam tifoid menempati urutan ke8 dari 10 pola penyebab kematian umum di Indonesia dengan proporsi sebesar 4,3% dan menempati urutan ke 3 dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakitseluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2012).
Dari
hasil Riset Kesehatan Dasar Sumatera Utara (RISKESDAS) tahun 2007,
penyakit demam tifoid terdeteksi di Propinsi Sumatera Utara dengan proporsi 0,9% dan tersebar di seluruh kabupaten atau kota dengan proporsi sebesar 0,2 - 0,3%. Proporsi tertinggi kasus demam tifoid dilaporkan dari Kabupaten Nias selatan sebesar
3,3%
sedangkan
proporsi
di
Kota
Sibolga
sebesar
0,6%
(Depkes,2009).Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, kasus demam tifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit Sumatera Utara menempati urutan ke2 dari 10 penyakit terbesar yaitu sebanyak 1.276 penderita dari 11.182 pasien rawat inap dengan proporsi 11,4% (Dinkes Sumut, 2008).
Sumber penularan penyakit demam tifoid dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi dari bahan feses, muntahan maupun cairan badan. Salmonella typhi dapat menyebar melalui tangan penderita, lalat dan serangga lain. Infeksi dapat terjadi secara langsung maupun tidak secara langsung dengan kuman salmonella thypi. Kontak langsung berarti ada kontak antara orang sehat dan bahan muntahan penderita demam tifoid. Kontak tidak langsung dapat melalui air misalnya air minum yang tidak dimasak, air es yang dibuat dari air yang terkontaminasiatau dilayani oleh orang yang membawa kuman, baik penderita aktif maupun carrier (Musnelina, 2010).
Dalam hal pencegahan penularan demam tifoidkepada anak-anak, sangat dibutuhkan partisipasi orang tua dalam menjaga perilaku dan kebiasaan anak terkait dengan faktor resiko untuk terjangkit demam tifoid tersebut. Teori pembelajaran sosial menunjukkan bahwa perilaku orang tua menjadi contoh bagi anak mereka sehingga mereka mengaplikasikannya kedalam pola yang sama dengan perilaku kesehatan
3
yang diturunkan kepada mereka.Oleh karena itu, untuk menunjang perilaku positif orang tua untuk menjaga anak mereka dari kebiasaan buruk seperti jajan sembarangan, sekaligus memberikan pembelajaran mengenai pencegahan demam tifoid maka seharusnya diperlukan pengetahuan yang cukup tentang penyebab dan cara pencegahan demam tifoid (Rachmawati, 2009).
Penelitian Putra
tahun 2012 di Kelurahan Kendungmundu Kota Semarang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang demam tifoid terhadap kebiasaan jajan anak sekolah dasar dengan responden sebanyak 24 orang ibu dengan (p=0,017).Penelitian Handini 2009 di Sekolah Madrasah Tsanawiah (MTs) Al-sa’adah Pondok Jaya di Provinsi Banten menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan siswa terhadap pencegahan demam tifoiddengan populasi sebanyak 96 orang siswa dengan (p = 0,027).Menurut penelitian Hasibuan 2009 di Rumah Rakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi menyatakan bahwa ada hubungan karekteristik penderita demam tifoid dengan menjaga hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan dengan (p= 1,000).
Studi
pendahuluan
yang
dilakukan
diPuskesmasTetehosiFoaKecamatanGunungsitoliIdanoi
oleh dengan
peneliti pengambilan
datamenunjukkanbahwajumlahpenderitademam tifoid dari bulan Januari2013-Maret 2014terdapat145 orang dimana anak-anak berjumlah 71 orang, remaja berjumlah 43 orang, orang tua berjumlah 20 orang dan lansia berjumlah 11 orang. Padasaatmelakukan survei penulis juga melakukanwawancarakepada5 orang ibu yang mempunyai anak yang masih duduk di Sekolah Dasar di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, diketahuibahwa2 orang ibumemahamipenyebab penyakit demam tifoid pada anakakan tetapi tidak pernah ada waktu menyediakan bekal kepada anaknya dengan alasan sibuk dengan pekerjaandan3 orang lagitidak mempunyaipengetahuantentang
penyebab
dan
cara
pencegahan
demam
tifoidsehingggasemakinmemperburukterjadinyapenularandemamtifoidpadaanak.
4
Berdasarkanfenomenadiataspenelititertarikuntukmelakukanpenelitiantentang
“
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan PencegahanDemamTifoidPada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Tetehosi Foa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitolitahun 2014”.
B. RumusanMasalah Berdasarkan
latar
belakang
diatas
maka
rumusan
masalah
adalahApakahAdaHubunganPengetahuanIbuDenganPencegahan Demam TifoidPada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Tetehosi FoaKecamatan Gunungsitoli IdanoiKota Gunungsitoli tahun 2014?
C. TujuanPenelitian 1. TujuanUmum Mengetahuihubunganpengetahuanibudengan pencegahandemamTifoid pada anak sekolah dasar diWilayahKerja Puskesmas Tetehosi Foa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi KotaGunungsitolitahun 2014.
2. TujuanKhusus a. MengetahuitingkatPengetahuanIbu TentangDemamTifoidPada Anak Sekolah DasardiWilayah Kerja Puskesmas Tetehosi Foa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitoli tahun 2014. b. Mengetahui pengetahuan ibu dalam pencegahan demam tifoid pada anak sekolah dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Tetehosi Foa Kecamatan Gunung Sitoli Idanoi Kota Gunungsitolitahun 2014.
5
D. ManfaatPenelitian 1. Bagi Ibu yang Mempunyai Anak Sekolah Dasar Disarankan kepada ibu yang memiliki pengetahuan kurang agar aktif mencari informasi yang benar tentang demamtifoid dengan konsultasi kepada petugas kesehatan seperti perawat di puskesmas, sehingga ibu dapat mengatasi demamtifoid pada anaknya, sehingga anak mendapat manfaat dari demamtifoid dan terhindar dari komplikasi demam. 2. BagiBidangPelayananKesehatan Disarankan memberikan pendidikan kesehatan tentang penanganan demamtifoid kepada ibu disaat sedang melakukan pengobatan di puskesmas dengan cara tanya jawab ataupun dengan memberikan brosur yang berisikan tata cara mengatasi demamtifoid pada anak dan juga melakukan penyuluhan di setiap rumah (home viset) yang berada di wilayah kerja puskesmas tetehosi foa sehingga meningkatkan pengetahuan ibu tentang penyakit demam tifoid. 3. BagiInstitusi Pendidikan Sebagaisumbangandalampengembanganilmupengetahuantentang pencegahandemamtifoid padaanak sekolah dasar.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya Disarankan bagi peneliti lain yang akan melanjutkan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai data dan informasi dasar untuk melaksanakan penelitian lanjut antara pengetahuan ibu tentang pencegahan demam tifoid dengan kebersihan lingkungan hidup serta perlu dikembangkan metode dan desain yang berbeda.