BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling populer di masyarakat dibandingkan dengan sediaan farmasi lain karena berbagai keuntungan seperti mudah digunakan, memiliki stabilitas fisik yang baik, dan mudah dalam pengemasan serta distribusi. Namun, salah satu kelemahan tablet adalah membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat diabsorpsi karena memerlukan waktu untuk terdisintegrasi dan terdisolusi. Selain itu pada beberapa pasien pediatri dan geriatri, cenderung mengalami kesulitan dalam menelan tablet konvensional. Hal ini tentu menjadi masalah pada natrium diklofenak yang merupakan obat analgesikantiinflamasi golongan NSAID yang diharapkan mampu menghasilkan aksi dengan cepat yang banyak digunakan pada pasien geriatri, seperti pada kasus penderita rheumatoid arthritis. Oleh karena itu, diperlukan suatu formula tablet yang mampu terdisintegrasi secara cepat. Fast disintegrating tablets (FDT) merupakan suatu tablet yang mampu terdisintegrasi secara cepat di dalam sedikit cairan pada tempat pemberian. Salah satu teknik pembuatan FDT adalah dengan menambahkan suatu bahan penghancur yang mampu memfasilitasi hancurnya matriks tablet dengan cepat. Bahan penghancur yang digunakan dalam pembuatan FDT salah satunya adalah AcDiSol®, yang merupakan suatu superdisintegrant. Konsentrasi AcDi Sol® optimum yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet dengan metode kempa langsung
adalah
sebesar
2%
(Guest,
1
2009)
atau
dalam
FDT
2
yaitu sebesar 13% (Panigrahi & Behera, 2010). AcDiSol® dipilih karena memiliki derajat substitusi (Degree of Substitution) lebih tinggi daripada sodium strch glycolate dan crospovidone. Selain itu AcDiSol® memiliki kemampuan menarik air dan mengembang secara cepat (Mohanchandran dkk., 2011). Parameter lain yang perlu diperhatikan dalam FDT selain waktu disintegrasi adalah kekerasan tablet. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode kempa langsung, dimana metode ini membutuhkan bahan yang memiliki kompresbilitas yang baik untuk menghasilkan tablet yang keras serta tidak rapuh. Salah satu solusi untuk meningkatkan kekerasan tablet tanpa mempengaruhi kemampuan disintegrasi FDT adalah dengan menggunakan filler binder. Filler binder merupakan suatu bahan pengisi tablet yang juga mampu berperan sebagai pengikat karena sifat deformasi plastik. Hal ini disebabkan karena ketika air masuk ke dalam tablet, maka bentuk partikel yang berubah pada saat tekanan kompresi diberikan (terjadi deformasi plastik), akan berkembang kembali ke bentuk semula yang akan mengakibatkan antarpartikel saling mendesak sehingga tablet hancur (Fudholi, 2013). Salah satu filler binder yang ada adalah Avicel® PH 102. Avicel® PH 102 dipilih karena memberikan kekerasan relatif lebih baik dibandingkan dengan Avicel® varian lain, waktu disintegrasi lebih baik, dan variasi bobot tablet yang kecil (Lahdenpaa dkk., 1997), serta memiliki sifat alir relatif lebih baik dibandingkan Avicel® seri lain karena berbentuk granuler dengan ukuran partikel optimum (Bolhuis dan Lerk cit. Gohel, 2005). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian optimasi formula fast disintegrating tablets untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan
3
penghancur AcDiSol® yang dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH 102 yang kemudian dianalisis dengan menggunakan simplex lattice design. B. Perumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh variasi kadar bahan penghancur AcDiSol® yang
1.
dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH 102
pada sifat fisik
kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air fast disintegrating tablets natrium diklofenak? Pada kombinasi kadar berapakah bahan penghancur AcDiSol® yang
2.
dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH 102
memberikan sifat
fisik kerapuhan, waktu disintergrasi, waktu pembasahan dan rasio absorpsi air fast disintegrating tablets optimum? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Memperoleh produk sediaan fast disintegrating tablets dengan formula yang memberikan sifat fisik optimum. 2. Tujuan Khusus : a.
Mengetahui pengaruh kombinasi kadar AcDiSol® sebagai bahan penghancur dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder terhadap sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air fast disintegrating tablets natrium diklofenak.
b.
Memperoleh formula fast disintegrating tablets yang memberikan sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembashaan, dan rasio absorpsi
4
air optimum dengan menggunakan AcDiSol® sebagai bahan penghancur dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder. D. Pentingnya Penelitian Penelitian ini dapat digunakan sebagai usaha untuk memperoleh formula fast disintegrating tablets yang mempunyai sifat fisik optimum sehingga dapat membantu meningkatkan efektifitas penggunaan serta kenyamanan pemakaian tablet natrium diklofenak sebagai obat antirheumatoid arthritis pada geriatri untuk memperoleh obat dengan onset yang cepat E. Tinjauan Pustaka 1. Fast Disintegrating Tablets Fast disintegrating tablets merupakan suatu tablet yang terdiri atas mikropartikel yang sedikitnya mengandung satu macam zat aktif dan satu macam bahan penghancur atau bahan yang bersifat swellable (mengembang jika bersentuhan dengan air). Tablet dapat terdispersi dengan cepat di dalam air dan menghasilkan suatu dispersi yang stabil (Vaghela dkk., 2011). Fast disintegrating tablets (FDT) mampu terdisintegrasi secara cepat dalam sedikit air. Tablet seperti ini banyak ditujukan bagi orangorang yang sukar menelan tablet secara utuh seperti pada geriatri dan pediatri. Sifat FDT seperti kekerasan dan waktu disintegrasi merupakan kontrol kualitas yang harus dilakukan selama produksi sehingga akan menghasilkan FDT yang baik. Ada beberapa kriteria sehingga suatu FDT dapat dikatakan sebagai FDT yang ideal, antara lain:
5
a.
Tidak
membutuhkan
air
dalam
jumlah
banyak
untuk
dapat
terdisintegrasi atau terdispersi; b.
Memiliki rasa yang menyenangkan;
c.
Tidak meninggalkan residu atau semua komponen dapat terlarut dalam air;
d.
Memiliki kekerasan yang cukup namun tidak rapuh;
e.
Tidak sensitif terhadap kondisi lingkungan; dan
f.
Dapat dibuat dengan metode pembuatan tablet konvensional serta mudah dikemas (Sharma, 2008). Untuk memperoleh semua karakteristik diatas, perlu dilakukan optimasi
suatu FDT, baik optimasi dari segi bahan, metode, atau yang lainnya. Dalam pembuatannya, FDT dapat dibuat dengan beberapa teknik, mulai dari teknik konvensional hingga yang modern. Beberapa teknik dalam pembuatan FDT tersebut antara lain: a.
Penambahan Bahan Penghancur (Disintegrant) Teknik
pembuatan
FDT
dengan
penambahan
disintegran
merupakan salah satu teknik yang paling populer dan paling sering digunakan untuk memformulasikan suatu FDT karena mudah diimplementasikan dan biayanya murah. Prinsip dasar dari pembuatan FDT dengan penambahan disintegran ini adalah konsentrasi yang optimum dari disintegran untuk memperoleh waktu disintegrasi yang cepat (Neeta dkk., 2012).
6
Saat ini telah dikembangkan banyak varian suatu disintegran yang memiliki kemampuan sebagai bahan penghancur yang lebih baik, beberapa diantaranya dikembangkan dari disintegran yang telah ada. Beberapa disintegran yang sering digunakan dalam pembuatan FDT antara lain adalah Sodium Starch Glycolate, Croscarmellose Sodium, dan Crosspovidone (Sharma, 2008). b.
Freeze Drying (Liofilisasi) Freeze drying atau liofilisasi merupakan teknik pembuatan tablet dimana air disublimasi dari tablet setelah didinginkan. Liofilisasi merupakan suatu teknik pengeringan yang memungkinkan pengeringan tanpa menggunakan panas sehingga cocok digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas. Hasil dari proses ini adalah suatu tablet dengan porositas yang yang tinggi sehingga air akan lebih mudah berpenetrasi ke dalam matriks tablet untuk memperantarai proses disintegrasi. Hal ini dikarenakan dengan tingginya porositas, maka luas area spesifik permukaan tablet yang kontak dengan air akan semakin besar (Parkash, 2011).
c.
Molding Pada teknik ini, tablet cetak dipreparasi dengan menggunakan bahan yang larut air sehingga akan mudah terdisintegrasi ketika kontak dengan air. Teknik ini dilakukan dengan menjenuhkan semua bahan tablet dengan solven hidroalkohol dan dicetak dengan tekanan rendah. Solven yang mudah menguap tersebut kemudian dikeringkan dengan
7
menggunakan udara, sehingga akan diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi yang akan memperantarai proses disintegrasi yang cepat dari tablet (Parkash, 2011). d.
Sublimasi Teknik pembuatan FDT dengan sublimasi merupakan suatu teknik yang memformulasi FDT dengan bahan padat yang mudah menyublim, seperti urea, ammonium karbonat, ammonium bikarbonat, kamfer atau menthol. Campuran bahan yang mengandung bahan yang mudah menyublim kemudian dikempa. Material yang mudah menyublim dihilangkan dengan proses sublimasi, sehingga akan diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi. Porositas yang tinggi inilah yang akan memperantarai waktu disintegrasi yang cepat (Neeta dkk., 2012). Teknik diatas merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk
membuat suatu FDT. Selain 4 teknik diatas, terdapat juga teknik pembuatan FDT dengan menggunakan bahan spray-dried dan teknik mass extrussion. Bahkan beberapa industri telah mematenkan beberapa metode yang mereka kembangkan untuk membuat suatu FDT seperti Durasolv®, Orasolv®, Wowtab®, dan Flashtab® (Bhowmik dkk., 2009). Evaluasi
suatu
FDT
kebanyakan
hampir
sama
dengan
tablet
konvensional, meliputi uji kekerasan, uji kerapuhan, dan uji disolusi. Uji yang spesifik pada FDT adalah uji waktu disintegrasi, uji waktu pembasahan dan uji rasio absorpsi air. Suatu FDT tidak boleh memiliki waktu disintegrasi kurang
8
dari 3 menit (Departement of Health, 2009), namun beberapa literatur mempersyaratkan waktu disintegrasi yang lebih cepat yaitu kurang dari 60 detik (Allen dkk., 2011). 2. Parameter Sifat Fisik FDT Beberapa parameter sifat fisika tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas tablet, antara lain: a.
Parameter Keseragaman Bobot Tablet Keseragaman bobot tablet digunakan untuk menjamin keseragaman dosis antar tablet. Tablet yang bobotnya terlalu bervariasi akan memiliki kadar zat aktif yang bervariasi pula sehingga akan mempengaruhi keseragaman dosis obat dalam tablet. Uji ini dilakukan dengan menimbang sejumlah 20 tablet satu per satu dengan neraca analitik. Rerata dari 20 tablet ditentukan. Menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979), persyaratan penyimpangan bobot tablet tidak bersalut adalah seperti pada tabel 1. Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Depkes, 1979)
Bobot ratarata tablet
Penyimpangan bobot ratarata dalam % A
B
25 mg atau kurang
15%
30%
26 mg 150 mg
10%
20%
151 mg – 300 mg
7,5%
15%
Lebih dari 300 mg
5%
10%
Pada penimbangan sebanyak 20 tablet satu per satu dengan neraca analitik, tidak boleh ada dua tablet yang menyimpang dari ketentuan A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang boleh menyimpang dari ketentuan B.
9
b.
Parameter Kekerasan Tablet Parameter kekerasan tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas dan stabilitas sediaan tablet. Tablet harus cukup keras untuk mampu menahan gangguan mekanis baik selama produksi, pengemasan, maupun distribusi agar kualitas tablet tetap terjaga. Uji kekerasan dilakukan dengan mengambil 6 tablet dari masingmasing formula, kemudian diuji kekerasan dengan alat uji kekerasan. Kekerasan tablet FDT yang baik adalah yang berada pada rentang 35 kg/cm2 (Panigrahi & Behera, 2010).
c.
Parameter Kerapuhan Tablet Kerapuhan tablet dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang dilepaskan tablet akibat adanya bahan penguji mekanis. Kerapuhan menggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan mekanik terutama guncangan dan pengikisan. Ketahanan pada kehilangan berat menunjukkan tablet tersebut bertahan terhadap goresan ringan atau kerusakan dalam pengemasan dan transportasi (Allen dkk., 2011). Uji dilakukan dengan mengambil 20 tablet yang diukur dengan menggunakan alat uji kerapuhan. Dua puluh tablet dibebasdebukan dan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal, kemudian dilakukan uji kerapuhan menggunakan alat friability tester dengan rotasi 25 rpm selama 4 menit. Tablet kemudian dibebasdebukan dan ditimbang kembali sebagai bobot akhir. Uji kerapuhan dinyatakan dalam persen massa yang hilang mengacu pada massa tablet awal sebelum pengujian.
10
USP 2007 mempersyaratkan bahwa kerapuhan tablet yang dapat diterima adalah apabila kerapuhan kurang dari 1%. d. Parameter Waktu Disintegrasi Waktu disintegrasi FDT merupakan waktu yang diperlukan oleh matriks FDT utuh untuk dapat terdisintegrasi menjadi bentuk
fine
particles. Waktu disintegrasi FDT diukur dengan cara menempatkan tablet FDT ke dalam cawan petri dengan diameter 5 cm yang berisi 20 mL aquades yang merupakan simulasi dari jumlah cairan yang setara dengan volume sendok makan. Tablet diletakkan secara perlahan kedalam cawan petri yang berisi air, waktu disintegrasi yang diperlukan oleh tablet dicatat kemudian dicari waktu reratanya dari 6 kali pengujian. Persyaratan waktu disintegrasi tablet ODT tidak lebih dari 3 menit (Departement of Health, 2009), namun dalam bukunya Allen dkk. (2011) menyebutkan bahwa rapid disintegrating tablets setidaknya memiliki waktu hancur kurang dari 1 menit. e. Parameter Waktu Pembasahan Waktu pembasahan digunakan untuk mengetahui seberapa cepat FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet. Semakin cepat waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki kemampuan disintegrasi yang semakin cepat pula. Waktu prmbasahan tablet berhubungan dengan struktur matriks tablet dan hidrofilisitas dari eksipien (Bhowmik dkk., 2009)
11
Penentuan waktu uji ini dilakukan dengan dengan mengadaptasi dan memodifikasi prosedur yang dilakukan oleh Jain dan Naruka (2009). Prosedur yang dilakukan adalah sebagai sebagai berikut, selembar kertas saring yang telah dilipat satu kali diletakkan di dalam cawan petri (diameter 5 cm) yang telah berisi 5 mL aquades yang telah mengandung zat warna FDC Strawberry Red. Sebuah tablet kemudian diletakkan di atas kertas saring secara perlahan. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan warna merah di seluruh permukaan tablet dihitung sebagai waktu pembasahan. f.
Parameter Rasio Absorpsi Air Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya. Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah air yang dapat ditampung dalam matriks tablet, hal ini berarti akan semakin banyak jumlah air yang diperlukan untuk menyebabkan tablet terdisintegrasi (Panigrahi dan Bahera, 2010). Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat daya serap air seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Rangkaian Alat Uji Daya Serap Air
12
Pada gambar 1, tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah dijenuhkan pada daerah A. Tablet akan menyerap air yang berarti air pada botol penampung dia atas neraca analitik (daerah B) berkurang. Berkurangnya bobot air diatas neraca analitik inilah yang nantinya dihitung sebagai bobot air yang diserap tablet. Parameter rasio absorpsi air dinyatakan dengan persen massa air yang mampu diserap tablet dihitung terhadap massa tablet basah (Bhowmik dkk., 2009) g.
Uji disolusi FDT Uji disolusi merupakan uji pelarutan suatu obat ke dalam medium tertentu. Uji ini dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa tablet mampu terlarut dalam medium dalam jumlah dan kecepatan tertentu (Gibson, 2009). Parameter ini umum untuk semua tablet, namun dalam tablet natrium diklofenak, penetapan parameter ini didasarkan pada metode yang terdapat pada USP apparatus 2 (paddle method; Erweka dissolution test). Uji disolusi dilakukan dengan meletakan tablet FDT ke dalam 900 mL medium disolusi (buffer fosfat), pH 6,8, temperatur 37 ± 0,5 oC, dan kecepatan putar pedal 50 rpm. 10 mL sampel diambil pada interval waktu tertentu kemudian diganti dengan media disolusi baru. Sampel yang diambil kemudian disaring dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 279 nm dan kadar obat dihitung dengan menggunakan kurva baku. Kecepatan disolusi diukur untuk semua formula (USP Convention, 2007).
13
3. Superdisintegrant Superdisintegrant merupakan suatu modifikasi bahan penghancur yang telah ada untuk menghasilkan suatu bahan yang mampu terdisintegrasi secara cepat dengan adanya cairan. Salah satu jenis struktur superdisintegrant adalah cross-linked CMC. Mekanisme suatu superdisintegrant untuk dapat hancur pun bermacammacam, seperti deformation, particle repulsive force, penyerapan air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat (Sharma, 2008). Saat ini penggunaan superdisintegrant untuk formulasi FDT lebih banyak digunakan karena peralatan dan teknologi yang digunakan lebih sederhana dan relatif sama dengan pembuatan tablet konvensional, tidak memerlukan alat khusus seperti pada pembuatan FDT dengan modifikasi teknik pembuatan (Neeta dkk., 2012). Ada banyak jenis superdisintegrant dengan mekanismenya masing masing. Kebanyakan suatu superdisintegrant digunakan dalam kadar yang sangat kecil dihitung terhadap bobot tablet. Sebagai contoh Microcrystalline cellulose digunakan sebagai disintegrant dalam pembuatan FDT dalam range 8,29,1% (Sharma, 2008) atau Croscarmellose sodium sering digunakan sebagai superdisintegrant dengan kadar 15% (Sakr dkk., 1993). Kebanyakan suatu superdisintegrant merupakan bahan yang sensitif terhadap kelembaban atau air, hal ini wajar karena superdisintegrant akan dengan cepat beraksi ketika kontak dengan air. Oleh karena itu penggunaan superdisintegrant dalam pembuatan tablet terbatas pada metode yang tidak
14
melibatkan air seperti granulasi basah. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode kempa langsung untuk menghindari pengaruh air, oleh karena itu karakteristik superdisintegrant juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan, bahwa suatu superdisintegrant harus memiliki karakteristik yang baik seperti sifat alir dan kompresibilitas sehingga nantinya akan menghasilkan suatu tablet yang baik (Neeta dkk., 2012). 4. Filler Binder Filler binder merupakan eksipien tablet yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Karakteristik ini dapat diperoleh dengan memodifikasi suatu bahan pengisi (filler) untuk bisa memiliki kompresibilitas yang baik sehingga dengan pengempaan akan mampu berfungsi sebagai pengikat. Suatu filler binder pada umumnya merupakan suatu bahan pengisi yang memiliki deformasi plastis, yaitu suatu bahan yang ketika dilakukan pengempaan atau pengepresan maka konformasi partikel dari filler binder akan mengikuti celah atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk semula, hal inilah yag menyebabkan suatu filler binder akan meningkatkan kompresibilitas bahan penyusun tablet (Gohel, 2005). Kebanyakan filler binder merupakan suatu bahan yang dapat menyerap air dengan cepat. Hal ini akan memberikan keuntungan karena hal tersebut membantu memperantarai terjadinya penetrasi air ke dalam matriks tablet yang akan mempercepat proses disintegrasi. Beberapa filler binder yang sering digunakan adalah kombinasi starch dan laktosa seperti StarLac® dan berbagai
15
varian microcrystalline cellulose seperti diantaranya Avicel® PH 102
dan
Vivapur® 102 (Gohel, 2005). 5. Simplex Lattice Design Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental untuk memperoleh interpretasi data secara matematis. Model simplex lattice design merupakan salah satu model aplikasi yang paling sederhana, yang biasa digunakan untuk optimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat, atau optimasi pelarut baik untuk campuran biner atau lebih. Setiap perubahan fraksi salah satu komponen dari komponen akan merubah sedikitnya satu variabel atau lebih dari fraksi komponen lain. Apabila Xa adalah fraksi dari komponen a dalam campuran fraksi, maka: 0 ≤ Xa ≤ 1 = 1......................................................................... (1) Jumlah dari campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu berjumlah sama, dapat dinyatakan sebagai sebagai persamaan 2. Xa + Xb + .... + Xc = 1 ............................................................ (2) (Armstrong dan James, 1996). Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponen komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar dengan q tiap sudut dan q1 tiap dimensi. Semua fraksi dari kombinasi 2 campuran dapat dinyatakan sebagai garis lurus. Jika ada 2 komponen (q=2), maka dinyatakan sebagai satu dimensi yang merupakan gambar garis lurus
16
seperti terlihat pada gambar 2. Titik A menyatakan suatu formula yang hanya mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu formula yang hanya mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan suatu formula yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A dan B. Sedangkan titik pada nilai 50% menyatakan suatu formula yang mengandung 0,5 bagian A dan 0,5 bagian B. Semakin banyak titik yang digunakan untuk menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan semakin aktual dan menggambarkan respon sebenarnya.
Gambar 2. Simplex Lattice Design Model Linier
Gambar 2 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2 komponen. Kurva 1 pada gambar diatas menunjukkan bahwa adanya interaksi yang positif (Benefical effects), yaitu masingmasing komponen saling mendukung, kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing masing
komponen
tidak
saling
mempengaruhi,
sedangkan
kurva
3
menunjukkan bahwa adanya interaksi negatif (Detrimental effects), yaitu masingmasing komponen saling meniadakan respon (Armstrong dan James, 1996).
17
6. Monografi Bahan a. Natrium Diklofenak Natrium diklofenak atau orthophrn adalah suatu turunan asam fenil asetat dengan nama kimia Natrium 2[2(2,6diklorofenil) aminofenil]1 oksidoetanon.
Natrium
diklofenak
mempunyai
rumus
molekul
C14H10Cl2NO2Na dengan bobot molekul sebesar 318,1. Natrium diklofenak merupakan suatu asam lemah dengan pKa 4,2. Di dalam air, Natrium diklofenak akan terion menjadi ion Na+ dan anion diklofenak. Natrium diklofenak memiliki jarak lebur antara 283285 oC berupa serbuk hablur berwarna putih yang higroskopis (Adeyeye & Li, 1990).
Gambar 3. Struktur Natrium Diklofenak (Department of Health, 2009)
Natrium diklofenak merupakan suatu analgesik nonsteroid, dimana pada umumnya diformulasikan dalam bentuk lepas lambat. FDT natrium diklofenak dibuat untuk memfasilitasi pasien yang menginginkan aksi atau onset yang cepat dari natrium diklofenak. Pada pembuatan FDT, digunakan garam natrium dari diklofenak dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan dari diklofenak tersebut dalam air. Natrium diklofenak sangat mudah larut dalam metanol dan etanol, agak sukar larut dalam air dan asam asetat glasial, praktis tidak larut dalam eter (Department of Health, 2009).
18
b. AcDiSol® AcDiSol® merupakan sebuah merek dagang dari croscarmellose sodium yang diproduksi oleh FMCBiopolymer. AcDiSol® merupakan senyawa Carboxymethylcellulose yang mengikat garam natrium dengan ikatan silang (crosslinked) dengan ikatan O-carboxymethylated cellulose yang akan mampu memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam air. AcDi Sol® mempunyai mekanisme ganda yaitu penyerapan air (water wicking) dan
pembengkakan
menyebabkan
suatu
secara sediaan
cepat padat
(rapid
swelling)
terdisintegrasi
yang
akan
secara
cepat
(Department of Health, 2009). Penyerapan air adalah kemampuan untuk menarik air masuk ke dalam matriks tablet. Luas area penyerapan air dan kecepatan penyerapan air merupakan dua parameter kritis dari kemampuan penyerapan air suatu bahan. Paparan atau kontak dengan air dapat menyebabkan disintegran untuk mengembang dan mendesak tablet untuk pecah (FMCBiopolymer, 2009).
Gambar 4. Struktur Kimia Ac-Di-Sol®
AcDiSol® efektif digunakan dengan metode kempa langsung untuk menghindari adanya air berlebih. Bahan penghancur ini tidak terpengaruh oleh kekerasan tablet dan mempunyai stabilitas yang sangat baik. Penambahan bahan penghancur ini lebih baik pada intragranuler
19
maupun ekstragranuler. Sebagaimana superdisintegrant lain, AcDiSol® biasanya digunakan dalam kadar yang sangat kecil dihitung terhadap massa tablet (Guest, 2009). Menurut Panigrahi dan Behera (2010), Penggunaan AcDiSol® dengan kadar 13% dari bobot tablet total memberikan respon optimum yang ditunjukkan dengan kadar obat yang dilepaskan dari tablet paling besar. Sedangkan penelitian lain memberikan rentang kadar yang lebih lebar yaitu sebesar 15% (Sakr dkk., 1993). Selain itu, Chaudari dkk., (2011) dalam penelitiannya memaparkan bahwa pada berbagai variasi kadar 2%, 3%, 4%, dan 5% AcDiSol® memberikan waktu disintegrasi in vitro paling cepat pada kadar 3%. c. Avicel® PH 102 Avicel® merupakan produk merk dagang dari dari FMCBiopolymer yang komponen penyusunnya microcrystaline cellulose. Avicel® biasa digunakan sebagai adsorbent, agen pensuspensi, pengisi tablet atau kapsul, dan dapat juga bersifat sebagai disintegran. Pada pembuatan tablet, Avicel® tidak hanya berfungsi sebagai bahan pengisi, namun juga dapat berfungsi sebagai bahan pengikat (filler binder). Avicel® berupa partikel putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Secara komersial, Avicel® tersedia dalam berbagai jenis atau seri yang dibedakan atas dasar ukuran partikel dan kandungan air sehingga masingmasing seri atau jenis dari Avicel® memiliki karakterisitik yang berbeda dan digunakan untuk tujuan yang spesifik. Beberapa jenis Avicel® yang terdapat di pasaran antara lain Avicel® PH 101, Avicel® PH 102, Avicel® PH 103, Avicel®
20
PH 200, Avicel® PH 301, Avicel® 302, dan masih banyak jenis yang lainnya (Guy, 2009).
Gambar 5. Struktur Kimia Microcrystalline Cellulose (Guy, 2009)
Avicel® PH 102
biasa digunakan pada pembuatan tablet dengan
metode kempa langsung karena ukuran partikel dan kandungan airnya telah dirancang untuk dapat digunakan sebagai bahan pengisi tablet dengan metode kempa langsung. Avicel® PH 102
memiliki ukuran
partikel dengan diameter ratarata sebesar 100 µm dan kandungan air tidak lebih dari 5%. Karakteristik tersebut lah yang akan memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas dari campuran bahan tablet sehingga dapat dilakukan kempa langsung (FMCBiopolymer, 2005). Avicel® memiliki fungsi yang bermacammacam dalam formulasi sediaan tablet. Fungsi atau maksud tujuan penggunaan Avicel® dalam formulasi tablet ditunjukkan pada tabel 2. Tabel II. Fungsi Avicel® pada Berbagai Konsentrasi (Guy, 2009)
Fungsi
Persentase terhadap bobot tablet (%)
Adosrben
1090
Antiadheren
520
Pengikat/pengisi Kapsul
2090
Penghancur
515
Filler Binder
2090
21
Pada kadar 2090% terhadap bobot tablet, Avicel® akan mampu berfungsi sebagai filler binder. Selain akan memperbaiki sifat kekerasan dan kerapuhan dari tablet, penggunaan Avicel® sebagai filler binder pada pembuatan FDT tidak akan mengurangi kemampuan disintegrasi tablet karena Avicel® tidak akan menghalangi penetrasi cairan ke dalam matriks tablet (Guy, 2009). Konsentrasi filler binder optimum yang digunakan secara spesifik sebesar 35% dan memiliki respon kekerasan dan kerapuhan tablet yang semakin baik dengan meningkatnya konsentrasi (Mattsson, 2000). d. Manitol Manitol atau sering disebut DManitol, atau Mannitolum. mempunyai rumus molekul C6H14O6 dengan berat molekul 186,17. Manitol berbentuk serbuk kristal atau granul berwarna putih dan tidak berbau. Pada suhu 20oC manitol larut dalam basa (1:18), agak sukar larut dalam etanol 95% (1:83), dan mudah larut dalam air (1:5,5). Manitol memiliki jarak lebur 116118oC (Depkes, 1995). Manitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan kirakira sama dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa serta meninggalkan sensasi dingin di mulut. Oleh karena itu manitol banyak digunakan di industri farmasi, terutama sebagai pengisi tablet. Manitol tidak higroskopis sehingga dapat digunakan untuk eksipien tablet dengan bahan aktif atau bahan penghancur yang sensitif kelembaban. Oleh karena itu, granul yang mengandung manitol memiliki keuntungan karena dapat dikeringkan dengan mudah (Armstrong, 2009).
22
Gambar 6. Struktur Kimia Manitol (Armstrong, 2009)
Manitol dapat digunakan pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung maupun granulasi basah. Serbuk manitol berisfat kohesif sedangkan granulnya mudah mengalir. Manitol stabil dalam bentuk kering maupun larutan, namun dalam penyimpanannya manitol harus disimpan di tempat kering dan di dalam wadah tertutup rapat. Granul manitol dapat mengalir dengan baik dan dapat memperbaiki sifat alir dari material yang lain. Namun, biasanya manitol digunakan dengan konsentrasi tidak lebih dari 25% dari bahan yang terkandung dalam satu formula. Manitol biasa digunakan sebagai pengisi pada pembuatan formula tablet kunyah karena memberikan sensasi dingin, rasa manis, dan ‘mouth feel’ (Armstrong, 2009). e. Aspartam Aspartam atau aspartamum memiliki nama kimia N-a-L-AspartylL-phenylalanine 1-methyl ester dengan rumus molekul C14H18N2O5 dan bobot molekul 294,31. Aaspartam berbentuk kristal, berwarna putih tulang, hampir tidak berbau, dan memiliki rasa manis yang kuat. Aspartam memiliki jarak lebur 246247oC. Aspartam sukar larut dalam
23
etanol 95% dan sukar larut dalam air. Kelarutan aspartam meningkat dengan naiknya suhu dan pada pH yang lebih rendah (Cram, 2009).
Gambar 7. Struktur Kimia Aspartam (Cram, 2009)
Aspartam banyak digunakan sebagai bahan pemanis baik pada produk makanan, minuman, maupun sediaan farmasi termasuk tablet. Dengan tingkat kemanisan 180200 kali tingkat kemanisan sukrosa. Selain itu, aspartam juga dapat meningkatkan rasa (flavor) pada sediaan dan menutupi rasa yang kurang enak. Namun tidak seperti pemanis lain yang berasal dari karbohidrat, aspartam dimetabolisme di dalam tubuh sehingga memiliki nilai gizi kurang lebih 17 kJ atau setara dengan 4 kkal untuk tiap gramnya. Karena nilai gizinya yang rendah, aspartam banyak digunakan sebagai gula alternatif pengganti sukrosa pada pasien penderita diabetes. Akan tetapi dalam praktiknya, jumlah aspartam yang dikonsumsi hanya sedikit sehingga nilai gizinya minimal (Cram, 2009). Aspartam stabil dalam keadaan kering namun dengan adanya kelembaban akan menyebabkan terjadinya hidrolisis. Selain oleh adanya air, aspartam juga akan terdegradasi karena pengaruh pemanasan. Dalam penyimpanannya, aspartam harus disimpan dalam tempat kering dalam wadah tertutup rapat (Cram, 2009).
24
f. Menthol Menthol atau racementhol memiliki nama kimia (1RS,2RS,5RS)(±)–5–Methyl-2-(1-methylethyl)cyclohexanol.
Rumus
molekul
dari
menthol adalah C10H20O dengan berat molekul 156,27. Menthol berbentuk serbuk kristal yang mudah mengalir, kristal mengkilap, tidak berwarna, masa kering heksagonal, dan memiliki bau serta rasa yang kuat Jarak lebur menthol pada suhu 4144oC dan sangat mudah larut dalam etanol 95%, sangat sukar larut dalam gliserin, dan sangat sukar larut dalam air (Depkes, 1995). Bentuk kristal ini dapat berubah seiring dengan waktu karena proses penyubliman yang terjadi (Langdon dan Mullarney, 2009).
Gambar 8. Struktur Kimia Menthol (Langdon dan Mullarney 2009)
Menthol harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kurang dari 25oC untuk menghindari penyubliman. Pada sediaan tablet, menthol kristal umumnya digunakan pada rentang kadar 0,20,4% dan dilarutkan dulu di dalam etanol baru disemprotkan ke campuran granul atau serbuk (tidak ditambahkan dalam bentuk padat). Bahan ini mempunyai inkompatibilitas dengan beberapa bahan antara lain kamfer, kalium permanganat, pirogalol, resorsinol, dan timol (Langdon dan Mullarney, 2009).
25
g. PEG4000 Polyethylene Glycol atau sering disebut Macrogol merupakan suatu polimer yang terbentuk antara ethylene oxide dengan air. Polyethylene Glycol memiliki nama kimia α-Hydro-o-hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyl) dengan
rumus
molekul
HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH
dimana
m
merupakan rerata nomor grup oxyethylene. PEG memiliki beberapa jenis diantaranya PEG 400, PEG 1500, PEG 4000, PEG 6000, dan PEG 8000 dimana angka yang mengikuti PEG menunjukkan ratarata berat molekul dari polimer tersebut. PEG dibawah 1000 biasanya berupa cairan, sedikit berwarna atau berwarna kuning, sedikit berbau, dan agak pahit. Semakin tinggi nomor PEG, maka cairan akan semakin viscous. Sedangkan PEG dengan bobot lebih dari 1000 berbentuk padat, berwarna putih, berasa manis, dan konsistensinya berupa pasta sampai berbentuk lilin (Wallick, 2009).
Gambar 9. Struktur Kimia PEG (Wallick, 2009)
PEG bersifat hidrofilik atau mudah larut dan bercampur dengan air. Pada pembuatan sediaan tablet di industri, PEG biasa digunakan sebagai lubrikan. Sifat hidrofilik dari PEG inilah yang akan menjadikan tablet cepat hancur dalam air karena penetrasinya tidak terhalangi seperti halnya pada penggunaan magnesium stearat atau talc sebagai lubrikan yang bersifat hidrofob. Sehingga penggunaannya pada FDT diharapkan
26
mampu meningkatkan kecepatan penetrasi air ke dalam tablet. PEG stabil di udara dan dalam larutan. Meskipun PEG<200 bersifat higroskopis namun tidak ditumbuhi mikroba dan tidak tengik. PEG harus disimpan di dalam wadah tertutup rapat, tempat yang kering, dan sejuk (Wallick, 2009). F. Landasan Teori Pembuatan fast disintegrating tablets (FDT) natrium diklofenak akan lebih menguntungkan dalam pengobatan rheumatoid arthritis pada pasien geriatri, karena akan memberikan onset yang cepat dan memudahkan dalam pemberian. Tablet ini akan mampu terdisintegrasi membentuk dispersi yang stabil di dalam air pada tempat pemberian, seperti sendok. Penambahan superdisintegrant merupakan salah satu teknik pembuatan FDT yang paling umum dan mudah dilakukan karena tidak membutuhkan alat khusus. Salah satu superdisintegrant yang digunakan untuk pembuatan FDT adalah AcDiSol® yang merupakan senyawa carboxymethyl cellulose. Bahan penghancur ini akan mampu menarik air dan mengembang ketika kontak dengan air. Penggunaan AcDiSol® sebagai superdisintegrant diharapkan akan mampu mempercepat waktu disintegrasi FDT. Kadar optimum AcDiSol® pada pembuatan FDT dengan metode kempa langsung adalah sebesar 13% (Panigrahi dan Behera, 2010). Selain kecepatan disintegrasi, parameter lain yang penting dalam FDT adalah kekerasan dan kerapuhan. Kebanyakan FDT dibuat tidak terlalu keras karena tablet yang terlalu keras akan mempersulit penetrasi air. Oleh karena itu
27
diperlukan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat yang tidak menghalangi penetrasi air. Filler binder merupakan bahan pengisi tablet yang dapat berperan sebagai bahan pengikat. Salah satu filler binder yang digunakan untuk pembuatan FDT adalah Avicel® PH 102. Bahan ini terususun atas microcrystalline cellulose. Dengan menggunakan bahan ini, akan dihasilkan FDT dengan sifat fisik yang baik terutama kekerasan dan kerapuhan tablet tanpa mempengaruhi kemampuan disintegrasi tablet. Filler binder pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung bisa digunakan pada rentang kadar 20% 90%, namun secara spesifik kadar optimum filler binder adalah sebesar 35% dan akan semakin baik dengan meningkatnya kadar filler binder terhadap bobot tablet (Mattsson, 2000). AcDiSol®
yang dikombinasikan
dengan Avicel® PH
102
akan
menghasilkan sifat fisik FDT yang optimum. Untuk mengetahui kombinasi yang memberikan sifat fisik optimum, maka dilakukan optimasi dengan menggunakan model simplex lattice design. G. Hipotesis 1. Penggunaan kombinasi AcDiSol® dan Avciel® PH 102 dapat berpengaruh terhadap sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air pada FDT natrium diklofenak. 2. Pada proporsi tertentu kadar AcDiSol® dan Avicel® PH 102 terhadap bobot
tablet akan memberikan sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air optimum FDT natrium diklofenak.