BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asma merupakan penyakit kronis yang sering dijumpai pada anak. Prevalensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang sejak dua dekade terakhir. Prevalensi asma anak di Amerika Serikat berkisar 8,9% (NCHS, 2005). Salah satu penelitian multisenter oleh International Study of Asthma and Allergy in Children (ISAAC) melaporkan prevalensi asma pada anak usia 13-14 tahun 1,6%-36,8%, dengan prevalensi tinggi di Inggris, Selandia Baru, dan Australia serta prevalensi rendah di Indonesia, Eropa timur, Yunani, Cina, India, dan Etiopia (GINA, 2004). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan Indonesia (2007) melaporkan bahwa prevalensi nasional asma anak di Indonesia mencapai 2,2%. Data profil kesehatan propinsi DIY menunjukkan prevalensi asma anak sebesar 0,4 – 2,1%, dengan prevalensi tertinggi pada kelompok anak usia 5-14 tahun sebesar 1,4% (Riskesdas, 2007). Data kunjungan pasien asma anak RSUP Dr.Sardjito selama tahun 2011 adalah 162 (120 pasien) pada bagian rawat jalan, 627 kunjungan (187 pasien) pada instalasi rawat darurat, dan 57 kunjungan (52 pasien) pada rawat inap. Mortalitas akibat penyakit asma juga dilaporkan meningkat. NCHS (2003) melaporkan angka kematian akibat asma di Amerika Serikat sebesar 0,3 kematian per 100.000 anak per tahun. Ketidakoptimalan pengobatan jangka panjang asma
1
serta tertundanya pertolongan medis saat serangan asma dapat mempertinggi angka kematian akibat penyakit asma (GINA, 2004). Asma turut mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak-anak dan remaja yang menderita asma dilaporkan mempunyai rata-rata kecepatan pertambahan tinggi badan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi normal serta berisiko mengalami keterlambatan munculnya tanda seks sekunder. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perlambatan kecepatan pertumbuhan ini adalah onset awal saat muncul gejala asma, derajat keparahan asma, terapi glukokortikoid jangka lama, infeksi kronis, dan malnutrisi (Allen, 2008). Serangan asma, kejadian asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat asma dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat atopi, paparan asap rokok, lingkungan, outdoor air pollution, infeksi saluran napas berulang, dan faktor perinatal. Beberapa penelitian mengenai faktor risiko asma melaporkan bahwa paparan alergen, paparan asap rokok dan riwayat atopi pada keluarga akan meningkatkan risiko asma secara bermakna (Kuiper dkk., 2007; Celedon dkk., 2007; Kihlstrom dkk., 2002; Manfaati, 2000). Pencegahan asma dengan cara penghindaran faktor risiko diperlukan untuk menurunkan prevalensinya yang semakin meningkat. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari kemungkinan pencegahan kejadian asma. Salah satu faktor protektif asma yang banyak diteliti adalah pemberian air susu ibu (ASI). Beberapa penelitian melaporkan pemberian ASI bersifat protektif terhadap kejadian asma pada anak dengan risiko atopi, meskipun hasilnya tidak konsisten
2
pada penelitian lainnya. Pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan pada beberapa penelitian kohort dilaporkan bersifat protektif secara bermakna terhadap asma pada usia 2, 4, dan 6 tahun pertama kehidupan (Kull dkk., 2002; Kull dkk., 2004; Oddy dkk., 2004; Rothenbacher dkk., 2005). Pemberian ASI eksklusif selama
3
bulan berisiko meningkatkan kejadian asma secara bermakna dibandingkan anak yang mendapat ASI esklusif selama
3 bulan (Mei Mai dkk., 2007). Karmaus
dkk. (2008) melaporkan pemberian ASI selama ≤ 3 bulan disertai paparan asap rokok saat ibu hamil, dan riwayat infeksi saluran napas bawah berulang dalam 1 tahun pertama berisiko meningkatkan kejadian asma saat usia 4 dan 10 tahun secara bermakna. Sebuah survei yang dilakukan Herrick (2007) turut melaporkan sifat protektif ASI secara bermakna terhadap kejadian asma anak pada pemberian ASI minimal selama 1 tahun dibandingkan anak yang tidak pernah mendapat ASI. Beberapa penelitian lain mengenai efek ASI terhadap kejadian asma tidak menemukan adanya sifat protektif terhadap asma. Beberapa penelitian kohort belum dapat menyimpulkan sifat protektif pemberian ASI eksklusif selama lebih dari 1 bulan terhadap kejadian asma anak (Sears dkk., 2002; Burgess dkk., 2006; Fredikson dkk., 2007; Matheson dkk., 2007). Pemberian ASI dengan durasi yang lebih lama yaitu selama 6-12 bulan juga dilaporkan belum dapat disimpulkan bersifat protektif terhadap kejadian hay fever, asma, dan eczema pada anak dengan risiko atopi (Obihara dkk., 2005). ASI selain mengandung zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan si bayi, juga mengandung faktor kekebalan yang dapat mencegah penyakit infeksi dan alergi. Komponen protektif dalam ASI antara lain imunoglobulin A sekretori
3
(sIgA), bifidus factor, faktor pertumbuhan untuk maturasi mukosa, zat anti bakteri seperti laktoferin, lisozim, dan
laktoperoksidase, serta komponen
imunitas
seluler (Kalliomaki, 2001; Newburg, 2005;Guo, dkk., 2008). Pemberian ASI diharapkan dapat memberikan efek protektif terhadap kejadian asma sehingga angka kejadian asma dapat diturunkan dan gangguan yang ditimbulkannya seperti gangguan tumbuh kembang dapat ditekan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat disimpulkan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Prevalensi asma semakin meningkat di negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia. 2. Asma mempunyai dampak terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak. 3. Beberapa faktor risiko dilaporkan berpengaruh terhadap serangan asma, kejadian asma, dan berat ringannya penyakit asma. 4. ASI mengandung faktor kekebalan yang dapat mencegah penyakit infeksi dan alergi. 5. Pemberian ASI dilaporkan bersifat protektif terhadap penyakit asma meskipun masih terdapat kontroversi. 6. Perlunya mengetahui hubungan lama pemberian ASI dengan kejadian asma pada anak. C. Pertanyaan Penelitian Apakah lama pemberian ASI berhubungan dengan kejadian asma pada anak?
4
D. Tujuan Penelitian Mengkaji hubungan antara lama pemberian ASI dengan kejadian asma pada anak. E. Manfaat Penelitian 1. Dalam bidang akademik dan ilmiah: sebagai bahan asupan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian khususnya mengenai upaya pencegahan dan identifikasi faktor risiko asma. 2.
Dalam bidang pelayanan masyarakat: sebagai salah satu bahan informasi dalam program promosi upaya peningkatan pemberian ASI serta sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, Pusat Kesehatan Masyarakat, dan unit pelayanan kesehatan swasta dalam menyusun strategi pelayanan kesehatan yang di dalamnya terdapat komponen pemberian ASI dan pencegahan penyakit asma pada anak. E. Keaslian Penelitian Penelusuran komprehensif dilakukan menggunakan Ebsco, Pubmed,
American Academy of Pediatric, dan Cochrane dengan kata kunci: breastfeeding, breastmilk, human milk, dan asthma. Peneliti mendapatkan beberapa penelitian tentang hubungan antara pola pemberian ASI dan asma. Penelitian tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: Tabel 1. Penelitian tentang efek ASI terhadap kejadian asma No 1.
Peneliti Sears dkk. (2002)
Judul Desain Long-term relation Kohort between breastfeeding and development of atopy and asthma in children and young adults
Partisipan n=1.037 anak di Dunedin, Selandia Baru diikuti sejak usia 3-26 tahun
Hasil Pemberian ASI selama ≥ 1 bulan tidak bersifat protektif terhadap kejadian asma pada anak dengan risiko atopi saat usia 9 tahun dibanding tanpa pemberian 5
2.
Kull dkk. (2002)
Breastfeeding and Kohort Allergic disease in infants
3.
Kull dkk. (2004)
Breast-feeding Kohort reduces the risk of asthma during the first 4 years of life
4.
Oddy dkk. (2004)
The Relation of Kohort Breastfeeding and Body Mass Index to Asthma and Atopy in Children
5.
Obihara dkk. (2005)
6.
Rothenbacher dkk. (2005)
7.
Burgess dkk. (2006)
The Association of Prolonged Breastfeeding and Allergic Disease in Poor Urban Children Breastfeeding, soluble CD14 concentration in breast milk and risk of atopic dermatitis and asthma in early childhood: birth cohort study Breastfeeding Does Not Increase the Risk of Asthma at 14 Years
Potong lintang
Kohort
Kohort
ASI{RR2,09(95% CI::1,193,68)} n=4089 bayi Pemberian ASI eksklusif di Stockholm, selama ≥ 4 bulan bersifat Swedia protektif terhadap asma diikuti sejak hingga usia 2 tahun lahir hingga dibanding pemberian ASI < usia 2 tahun 4 bulan{RR 0,66 (95% CI: 0,51-0,87)} n=4089 bayi Pemberian ASI eksklusif di Stockholm, selama ≥ 4 bulan bersifat Swedia protektif terhadap asma diikuti sejak hingga usia 4 tahun secara lahir hingga signifikan dibanding usia 4 tahun pemberian ASI <4 bulan{RR 0,72 (95% CI: 0,53-0,97)} n=2195 bayi Pemberian ASI eksklusif di Perth, selama 4 bulan bersifat Australia protektif terhadap kejadian dikuti sejak asma hingga usia 6 tahun lahir hingga dibanding pemberian ASI usia 6 tahun eksklusif <4 bulan {RR 0,48 (95% CI: 0,26-0,91)} n= 861 anak Pemberian ASI selama ≥6 di Capetown, bulan belum dapat Afrika disimpulkan bersifat Selatan protektif terhadap penyakit asma {OR 0,67 (95% CI:0,31-1,49) n=803 bayi di Pemberian ASI eksklusif Jerman diikuti selama 3-6 bulan bersifat sejak lahir protektif terhadap kejadian hingga usia 2 asma hingga usia 2 tahun tahun pada anak dengan risiko atopi dibanding pemberian ASI eksklusif <3 bulan{RR 0,55(95% CI: 0,31-0,99) n=4964 bayi di Brisbane, Australia diikuti sejak lahir hingga usia 14 tahun
Pemberian ASI < 3 bulan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian asma saat usia 14 tahun dibanding pemberian ASI ≥4 bulan{RR 1,03 (95% CI: 0,9-1,2)} 6
8.
Fredikson dkk. (2007)
Breastfeeding and Kohort Childhood Asthma
n= 1984 bayi di Espoo, Helsinki diikuti sejak lahir hingga usia 6 tahun
9.
Matheson dkk. (2007)
Breastfeeding and Kohort Atopic Disease
n= 8583 bayi di Tasmania, Australia diikuti sejak lahir hingga usia 44 tahun
10.
Mei Mai dkk. (2007)
The relationship of Nested breast-feeding, caseoverweight, and control asthma in preadolescents
n=246 anak yang terdiagnosis asma di Manitoba, Kanada
11.
Herrick (2007)
Potong lintang
n=2044 anak berusia 2-12 tahun
12.
Karmaus dkk. (2008)
Kohort
n= 1036 bayi diikuti dari lahir hingga usia 10 tahun
13.
Manfaati (2000)
The Association of Breastfeeding and Childhood Asthma: Result from the 2005 North Carolina Child Health Assessment and Monitoring Program Long-Term Effects of Breastfeeding, Maternal Smoking During Pregnancy, and Recurrent Lower Respiratory Tract Infections on Asthma in Children Hubungan Berbagai Kelainan Atopi dengan Penyakit Asma pada Siswa Sekolah Lanjutan
Kasuskontrol
n=454 siswa, 191 siswa sebagai kelompok kasus
Pemberian ASI 4 bulan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian asma saat usia 6 tahun dibanding pemberian ASI selama 4-6 bulan{RR 1,10(95% CI:0,92-1,32) Pemberian ASI eksklusif selama 3 bulan belum dapat disimpulkan bersifat protektif terhadap kejadian asma saat usia ≤ 7 tahun dibanding non ASI eksklusif {RR 0,8 (95% CI: 0,6-1,0)} Pemberian ASI eksklusif selama 3 bulan dan obesitas berisiko meningkatkan kejadian asma dibanding ASI eksklusif ≥3 bulan {OR 1,81 (95% CI: 1,11-2,95)} Pemberian ASI selama ≥1 tahun bersifat protektif terhadap penyakit asma dibanding tanpa pemberian ASI {OR 2,39 (95% CI:1,22-4,68)}
Pemberian ASI ≤ 3 bulan disertai paparan asap rokok saat ibu hamil,dan riwayat infeksi saluran napas berulang dalam 1 tahun pertama berisiko meningkatkan kejadian asma saat usia 4 dan 10 tahun {RR 3,1(95% CI: 1,84-5,23)} Pemberian ASI belum dapat disimpulkan bersifat protektif terhadap kejadian asma siswa SMP dibanding tanpa pemberian ASI{OR 7
Tingkat Pertama di Kotamadya Yogyakarta
0,72(95% CI: 0,248-2,084)}
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan manfaat pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian asma, namun demikian masih dijumpai penelitian atau pendapat yang bersifat kontroversial. Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, sampai saat ini belum ada penelitian mengenai hubungan antara lama pemberian ASI dan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian asma di Indonesia.
8