BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut, telah menyebabkan banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan, bahkan perusahaan yang kegiatan operasinya berada dalam skala ekonomi yang besar, mengalami kesulitan keuangan khususnya dalam memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang kepada pihak ketiga (krediturnya). Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan tersebut, dalam memenuhi kewajiban finansialnya kepada pihak ketiga tersebut, telah mengakibatkan beberapa dari perusahaan tersebut telah berada diambang kebangkrutan. Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajiban finansialnya tersebut, tidak jarang memberikan dampak dengan banyaknya gugatan terhadap debitor yang wanprestasi, bahkan digugat pailit dan dinyatakannya pailit oleh pengadilan niaga berdasarkan permohonan para kreditornya. Proses kepailitan tersebut, akan ditindaklanjuti dengan proses pemberesan harta pailit (harta kekayaan termohon pailit akan dilikuidasi). Likuidasi terhadap harta kekayaan Termohon Pailit tersebut, tidak selamanya merupakan pilihan terbaik. Kepailitan dapat dihindari dengan cara mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Hal ini dapat
1
dilakukan oleh debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.
1.
Pengertian PKPU Undang-undang Kepailitan dan PKPU memberikan upaya hukum bagi debitor, agar harta kekayaannya tidak likuidasi ketika debitor dinyatakan telah berada dalam keadaan insolvensi, yang bertujuan untuk restrukturisasi utang-utang yang belum dibayarkan. Upaya hukum tersebut adalah dengan mengajukan upaya hukum PKPU. Dalam perjanjian utang piutang, terdapat 2 (dua) pihak yaitu Debitor dan Kreditor. Pengertian Kreditor adalah “orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan1”. sedangkan Debitor adalah “orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undangundang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan2”. Pada prinsipnya, terdapat dua pola PKPU. Pola pertama adalah PKPU yang merupakan tangkisan bagi debitor terhadap permohonan
1
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2
Pasal 1 angka 3 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2
kepailitan yang diajukan oleh kreditornya dan pola kedua adalah PKPU yang diajukan oleh kreditor3.
Pengertian lain mengenai PKPU yang diberikan oleh Munir Fuady, menyatakan bahwa istilah lain PKPU adalah suspension payment atau Surseance van Betaling, yaitu suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut.4 Dengan demikian, diharapkan bahwa dengan pengajuan PKPU tersebut dapat memperbaiki keadaan ekonomi yang tengah mengalami krisis sekaligus memperbaiki kemampuan debitor untuk membuat laba, sehingga memberikan kemungkinan
yang
cukup
besar
bagi
debitor
untuk
melunasi
kewajibannya. Tujuannya adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor, baik kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan. Dengan demikian, PKPU tidak hanya sekedar memberikan penundaan
3
M. Hadi Shuban, 2008, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm 147. 4
Munir Fuady, 1995, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 15.
3
utang kepada debitor, tetapi yang paling penting adalah pelaksanaan pembayaran utang yang diwujudkan dalam rencana perdamaian. Prinsip PKPU berbeda dengan kepailitan, pada kepailitan prinsip utamanya adalah memperoleh pelunasan secara proporsional dari utangutang debitor dengan cara menjual asset debitur. Tidak hanya itu, dalam PKPU, debitor tetap memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta kekayaannya, sepanjang mendapat persetujuan dari Pengurus yang sebelumnya ditunjuk oleh pengadilan yang memeriksa permohonan PKPU tersebut. Pengajuan PKPU dapat dilakukan oleh debitor sendiri maupun diajukan oleh para krediturnya. Dalam hal kreditor mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitor, maka untuk meghindari kepailitan, debitor dapat mengajukan permohonan PKPU ke pengadilan yang sama. Dalam hal seperti ini, maka pemeriksaan permohonan PKPU didahulukan dan permohonan kepailitannya di hentikan. Jika debitor secara sukarela mengajukan permohonan PKPU, maka selama proses itu berlangsung, para krediturnya tidak dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. PKPU di Indonesia diatur bersama-sama dengan dengan undangundang kepailitan, mulai dari ketentuan Faillissement Verordening Stb. 1905 No. 217 juncto Stb. 1906 No. 348. Pasca krisis ekonomi yang terjadi sekitar tahun 1998, ketentuan tersebut dirubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang
4
tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135). Perubahan terakhir terhadap ketentuan tersebut, yaitu dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”). Salah satu perusahaan yang mengajukan PKPU secara sukarela adalah PT Mandala Airlines. Hal ini diawali dengan pengumuman di website Mandala Airlines yang menyatakan bahwa mulai 13 Januari 2011,
Mandala
Airlines
telah
menghentikan
seluruh
kegiatan
operasionalnya oleh karena masalah keuangan dan lilitan utang. Pada saat itu, jumlah utang Mandala Airlines kurang lebih adalah Rp 800 Miliar (delapan ratus miliar rupiah) dengan jumlah kreditor lebih dari 271 (dua ratus tujuh puluh satu) dan oleh karenanya pihak Mandala Airlines telah mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor pendaftaran 01/PKPU/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst5. Permohonan PKPU yang diajukan oleh pihak PT Mandala Airlines tersebut telah dikabulkan oleh Majelis Hakim Pemeriksa Perkara6. Dengan demikian, hal ini telah memberikan solusi bagi pihak PT Mandala Airlines untuk melaksanakan rencana restrukturisasi
5
www.hukumonline.com, Terlilit Utang, Maskapai Mandala Berhenti Beroperasi, diakses pada tanggal 13 Januari 2011. 6
Ibid, Pengadilan Niaga Kabulkan PKPU Mandala, diakses pada tanggal 17 Januari 2011.
5
perusahaan. Bagi kreditor, dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada pengadilan niaga yang berwenang apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perdamaian tersebut, dan debitor akan dinyatakan pailit. Berbicara tentang efektifitas hukum sebagai aturan yang mengatur kehidupan masyarakat, maka secara langsung berkaitan dengan efektifitas PKPU dalam restrukturisasi utang. PKPU nyata-nyata telah membantu debitor yang mempunyai itikad baik untuk melunasi utang-utang kepada seluruh kreditornya dan oleh karenanya PKPU pun telah memberikan manfaat /atau perlindungan hukum bagi kepentingan kreditor. Tidak terpenuhinya tujuan PKPU yang memberikan kemanfaatan baik bagi debitor maupun kreditor, akan menyebabkan lembaga PKPU tersebut tidak
akan
berfungsi
sebagaimana
tujuan
pendirian
/atau
pembentukkannya. Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud melakukan penulisan
Tesis
dengan
judul
“PERLINDUNGAN
TERHADAP KREDITOR KECIL BERDASARKAN
HUKUM UNDANG-
UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENDUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) SEBAGAI SARANA RESTRUKTURISASI UTANG DEBITOR (Studi Kasus Pada PT Mandala Airlines)”.
6
2.
Tujuan PKPU Pengajuan permohonan PKPU dapat dilakukan baik oleh Debitor maupun Kreditor. Debitor diperbolehkan untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, apabila debitor tersebut mempunyai lebih dari satu kreditor7 dan berada dalam keadaan tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih8. PKPU tersebut harus diajukan oleh Debitor sebelum ada putusan pernyataan pailit, setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, maka debitor tidak dapat lagi mengajukan permohonan PKPU. Pengajuan PKPU oleh Kreditor bertujuan untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.
3.
Syarat Pengajuan Permohonan PKPU Kreditor diperbolehkan untuk mengajukan permohonan PKPU, baik Kreditor Konkuren maupun Kreditor yang didahulukan. Pengertian Kreditor Konkuren adalah kreditor yang tidak memiliki hak jaminan atau agunan atas harta Debitor sebagai jaminan pelunasan hutang, sedangkan
7
Pasal 222 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 8
Pasal 222 ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
7
pengertian Kreditor yang didahulukan pelunasan piutangnya adalah Kreditor pemegang hak jaminan dan kreditor istimewa. Dalam PKPU, baik Debitor maupun Kreditor dapat mengajukan PKPU sementara, sebelum Pengadilan memutuskan untuk memberikan PKPU tetap. Pengadilan dalam waktu paling lambat tiga hari sejak tanggal didaftarkannya permohonan harus mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih dari pengurus untuk mengurus harta Debitor bersama-sama dengan Debitor, apabila permohonan PKPU diajukan oleh Debitor. PKPU tetap yang telah diputus oleh Pengadilan Niaga memiliki jangka waktu berikut perpanjangannya yang tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak putusan PKPU diputus oleh Pengadilan Niaga. Kreditor Konkuren adalah pihak yang berhak untuk menentukan diberikannya PKPU tetap bagi Debitor, sedangkan Pengadilan Niaga adalah pihak yang berwenang untuk menetapkan hal ini berdasarkan kepada persetujuan Kreditor Konkuren 9.
4.
Akibat PKPU a)
Terhadap Tindakan Hukum Debitur Selama masa PKPU, sebagaimana diatur dalam Pasal 240 UU
9
Kepailitan dan PKPU, Debitur tidak diperbolehkan
Penjelasan Pasal 228 ayat (6) UU Kepailitan dan PKPU.
8
melakukan tindakan pengurusan /atau memindahkan hak atas sesuatu bagian hartanya tanpa sepengetahuan Pengurus. Apabila Debitur tetap melakukan tindakan hukum tanpa sepengetahuan Pengurus, maka Pengurus berhak untuk melakukan tindakan agar harta Debitur tidak mengalami kerugian10. b)
Terhadap Hutang Debitur Pasal 242 jo 245 UU Kepailitan dan PKPU mengatur dengan jelas bahwa Debitur tidak boleh dipaksa untuk membayar hutang-hutangnya. Tindakan eksekusi yang akan dilaksanakan guna mendapatkan pelunasan hutang harus ditangguhkan. Semua sitaan yang telah dikabulkan, berakhir segera setelah ditetapkan putusan PKPU secara tetap /atau setelah persetujuan atas perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali apabila terhadap sitaan tersebut telah ditetapkan lebih awal oleh pengadilan berdasarkan permintaan Pengurus11.
c)
Terhadap Perjanjian Timbal Balik Perjanjian Timbal Balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi saat putusan PKPU ditetapkan, maka pihak dengan siapa Debitur mengadakan perjanjian dapat minta pada Pengurus untuk memberikan
kepastian
mengenai
kelanjutan
pelaksanaan
perjanjian yang bersangkutan dalam jangka waktu yang disepakati 10
Rahayu Hartini, 2008, Hukum Kepailitan, UMM Pres, Malang, hlm 235.
11
Ibid, hlm 236.
9
oleh Pengurus dan pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 249 UU Kepailitan dan PKPU12. d)
Terhadap Perjanjian Untuk Menyerahkan Barang Perjanjian untuk menyerahkan barang-barang dagangan yang diperdagangkan di bursa dengan penyebutan tenggang waktunya, dan penyerahan itu dilakukan menjelang suatu saat atau dalam tenggang waktu yang ditentukan, sedangkan saat itu tiba atau tenggang waktu itu berakhir sesudah mulai berlakunya PKPU, maka hapuslah perjanjian itu dengan pemberian PKPU yang bersifat sementara13.
e)
Terhadap Debitur Penyewa Debitur yang bertindak sebagai penyewa suatu barang, maka segera setelah PKPU dimulai, dengan kewenangan Pengurus dapat mengakhiri sewa tersebut untuk sementara dengan memberikan pemberitahuan sebelumnya tentang penghentian sewa yang dilakukan menjelang suatu waktu perjanjian itu akan berakhir menurut kebiasaan setempat14.
5.
12
Ibid, hlm 239.
13
Ibid, hlm 241.
14
Ibid
Perdamaian
10
Permohonan PKPU yang telah diajukan oleh Debitor, secara umum akan dilanjutkan pada Rencana Perdamaian. Pengajuan Rencana Perdamaian yang tidak selesai dan tidak dapat diterima oleh Kreditor, akan memberikan dampak hukum yaitu debitor menjadi pailit. Penyusunan rencana perdamaian tersebut, sepenuhnya merupakan kesepakatan antara Debitor dengan para Kreditornya, sementara pengadilan niaga hanya berwenang untuk mensahkan saja. Secara umum, rencana perdamaian mencakup penawaran mengenai pelaksanaan pembayaran utang baik secara keseluruhan maupun
sebagian,
penjadwalan
ulang
pembayaran
utang
atau
restrukturisasi15. Khusus untuk program restrukturisasi utang, biasanya terdiri atas: a)
Moratorium, penundaan pembayaran yang sudah jatuh tempo;
b)
Haircut, pemotongan atau pengurangan pokok pinjaman dan bunga;
c)
Penurunan Tingkat Suku Bunga;
d)
Perpanjangan jangka waktu pelunasan;
e)
Konversi utang menjadi saham;
f)
Pembebasan Utang;
g)
Bailout, yaitu pengambilalihan utang-utang;
15
Sutan Remy Sjahdeini, 2008, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, hlm 379-380.
11
h)
Write-Off, yaitu penghapusbukuan utang-utang16; Persyaratan penerimaan rencana perdamaian dalam PKPU, adalah
sebagai berikut: 1)
Telah disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditor konkuren yang hak nya diakui atau sementara diakui, yang hadir pada rapat kreditor, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari Kreditor Konkuren atau kuasanya; dan
2)
Telah disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan, atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Putusan pengesahan perjanjian perdamaian yang telah dijatuhkan
oleh pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengikat semua kreditor, kecuali kreditor yang tidak menyetujuinya. Dengan diperolehnya kekuatan hukum tetap terhadap putusan pengesahan perjanjian perdamaian, maka demi hukum PKPU telah berakhir dan debitor akan memulai proses pelunasan utang-utangnya.
16
Munir Fuady, Op.Cit, hlm 200.
12
B.
Perumusan Masalah Permasalahan hukum yang akan dibahas pada penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1.
Apakah pengaturan mengenai PKPU dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, telah memberikan perlindungan hukum yang optimal terhadap kreditor dengan jumlah tagihan kecil?;
2.
Apakah dengan dikabulkannya permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Mandala Airlines, melalui putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 01/PKPU/2011/PN.Niaga. Jkt.Pst telah memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, khususnya kreditor dengan jumlah tagihan kecil?;
C.
Keaslian Penelitian Penelitian yang menyerupai penelitian ini, adalah “Lembaga PKPU Sebagai Sarana Restrukturisasi Utang Bagi Debitor (Studi Kasus Pada PT Anugerah Tiara Sejahtera)”, Tesis oleh Sriwijiastuti, Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, 2010.
Penelitian yang dilakukan oleh Sriwijiastuti
tersebut, menganilisis mengenai: 1.
Kesesuaian Lembaga PKPU sebagai sarana restrukturisasi utang bagi debitor terhadap para kreditornya pada putusan Pengadilan Niaga dengan UU Kepailitan dan PKPU (Pada Kasus PT Anugerah Tiara Sejahtera);
13
2.
Perlindungan Hukum terhadap kepentingan para pihak dalam PKPU (Pada Kasus PT Anugerah Tiara Sejahtera); Perbedaan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Penelitian ini, mengkaji mengenai lembaga PKPU sebagaimana diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU dalam memberikan perlindungan hukum, khususnya bagi kreditor dengan jumlah tagihan kecil (Pada Kasus PT Mandala Airlines);
2.
Penelitian ini, mengkaji mengenai perlindungan hukum terhadap kreditor dengan jumlah tagihan kecil pada Kasus PKPU PT Mandala Airlines.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat perbedaaan-perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, oleh karena itu keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilainilai obyektifitas dan kejujuran.
D.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoritis: Hasil penulisan Tesis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengembangan /atau sumber dari penelitian lainnya di bidang hukum kepailitan yang berkaitan dengan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai sarana restrukturisasi utang;
2.
Manfaat Praktis: Hasil penulisan Tesis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang memerlukan baik akademisi, praktisi
14
hukum dan pihak-pihak lain, khususnya terkait dengan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai sarana restrukturisasi utang;
E.
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian antara lain sebagai berikut: 1.
Untuk menganalisis perlindungan hukum yang diberikan oleh lembaga PKPU sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terhadap kreditor dengan jumlah tagihan kecil;
2.
Untuk menganalisis perlindungan hukum yang diperoleh para pihak (baik debitor maupun kreditor) dengan dikabulkannya permohonan PKPU yang diajukan oleh pihak PT Mandala Airlines melalui Putusan Pengadilan Niaga
pada
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Pusat
Nomor:
01/PKPU/2011/Pn.Niaga.Jkt.Pst;
F.
Jalannya Penelitian Penelitian untuk penyusunan tesis ini, akan dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain: 1.
Persiapan Penelitian Pada tahap ini, diawali dengan pengajuan judul penelitiann dan penyusunan proposal penelitian.
2.
Pelaksanaan Penelitian a)
Pengumpulan Data
15
Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) terhadap bahan penelitian primer maupun sekunder. b)
Pengelompokkan Data Data yang telah dikumpulkan, kemudian akan dikelompokkan sesuai
dengan
variabel-variabel
yang
telah
ditentukan
sebelumnya. c)
Pengolahan Data Data yang telah dikelompokkan kemudian diolah dengan menggunakan
metode
analisis
deskriptif
kualitatif
untuk
menjelaskan mengenai perlindungan hukum bagi kreditor kecil melalui mekanisme PKPU. d)
Penyusunan Hasil Penelitian Hasil analisis data kemudian disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaran mengenai perlindungan hukum bagi kreditor kecil melalui mekanisme PKPU.
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam Buku III Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Sebelum diundangkan ke dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, pengaturan mengenai PKPU telah diatur dalam Faillissement Verordening Stb. 1905 No. 217 Jo. Stb. 1906 No. 348 yang mana setelah itu pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang mengakibatkan terganggunya roda perekonomian di Indonesia. Terganggunya roda perekonomian itu sendiri diawali dengan begitu pesatnya nilai tukar Dollar Amerika terhadap Indonesia sehingga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika sangat lemah. Hal ini membuat banyaknya pengusaha Indonesia tidak dapat memenuhi pembayaran pinjamanpinjaman kepada asing. Peraturan yang berlaku pada saat itu yaitu Faillissement Verordening dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi di Indonesia, oleh karenanya diperlukan perangkat hukum yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan dilakukan Revisi terhadap Faillissement Verordening itu sendiri. Revisi yang dilakukan oleh Perpu No. 1 Tahun 1998 itu hanya bersifat sebagian dari materi Faillissement Verordening. Perlunya dilakukan revisi atas Faillissement Verordening disebabkan karena kelemahan yang terdapat dalam
17